Disusun Oleh :
Marlin Feriani Sormin
(161 0221 061)
Pembimbing :
dr. Tundjungsari Ratna, Sp.A
REFERAT
HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA ANAK
Disusun oleh :
Marlin Feriani Sormin 161 0221 061
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan
referat dengan judul Human Immunodeficiency Virus Pada Anak. Referat ini
merupakan salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik
Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum
Daerah Ambarawa.
Referat ini sedikit banyak membahas mengenai penyakit yang menjadi
masalah-masalah di berbagai negara berkembang termasuk Indonesia. Hanya
sebagian masalah kecil yang penulis bahas, namun diharapkan referat ini bisa
memberikan sedikit pengetahuan kepada para pembaca mengenai penyakit ini.
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dr. Tundjung Sari, Sp.A selaku dokter pembimbing
dan teman-teman Co-Ass yang telah membantu dalam proses pembuatan laporan
kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini banyak
terdapat kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga
laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi teman-teman dan semua pihak yang
berkepentingan bagi pengembangan ilmu kedokteran. Amin.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
I.2 Tujuan
1. Mengetahui apa itu HIV.
2. Mengetahui epidemiologi HIV terutama pada anak.
3. Mengetahui perjalanan penyakit HIV pada anak.
4. Mengetahui aspek penanganan HIV pada anak.
5. Mengetahui aspek pencegahan HIV pada anak.
I.3 Manfaat
1. Hasil referat ini diharapkan memberikan pengetahuan tentang HIV pada
anak
2. Hasil referat ini diharapkan dapat memberikan referensi dalam
meningkatkan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu kesehatan
anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
HIV atau Human Immunodeficiency Virus, adalah virus yang menyerang
system kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome). AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan gejala
atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akubat infeksi
HIV. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.
II.2 Epidemiologi
Pada tahun 2005, jumlah ODHA di seluruh dunia diperkirakan sekitar 40,3
juta orang dan yang terinfeksi HIV sebesar 4,9 juta orang. Jumlah ini terus
bertambah dengan kecepatan 15.000 pasien per hari. Jumlah pasien di kawasan
Asia Selatan dan Asia Tenggara sendiri diperkirakan berjumlah sekitar 7,4 juta
pada tahun 2005. Menurut catatan Departemen Kesehatan, pada tahun 2005
terdapat 4.186 kasus AIDS, dengan 305 di antaranya berasal dari Jawa Barat.
Saat ini, dilaporkan adanya pertambahan kasus baru setiap 2 jam, dan setiap hari
minimal 1 pasien meninggal karena AIDS di Rumah Sakit Ketergantungan Obat
dan di Rumah Tahanan. Dan di setiap propinsi ditemukan adanya ibu hamil
dengan HIV dan anak yang HIV atau AIDS.
II.3 Etiologi
Virus HIV yang termasuk dalam famili retrovirus genus lentivirus
diketemukan oleh Luc Montagnier, seorang ilmuwan Perancis (Institute Pasteur,
Paris 1983), yang mengisolasi virus dari seorang penderita dengan gejala
limfadenopati, sehingga pada waktu itu dinamakan Lymphadenopathy Associated
Virus (LAV). Gallo (national Institute of Health, USA 1984) menemukan Virus
HTLV-III (Human T Lymphotropic Virus) yang juga adalah penyebab AIDS.
Pada penelitian lebih lanjut dibuktikan bahwa kedua virus ini sama, sehingga
berdasarkan hasil pertemuan International Committee on Taxonomy of Viruses
(1986) WHO memberi nama resmi HIV. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan
virus lain yang dapat pula menyebabkan AIDS, disebut HIV-2, dan berbeda
dengan HIV-1 secara genetic maupun antigenic. HIV-2 dianggap kurang patogen
dibandingkan dengan HIV-1. Untuk memudahkan, kedua virus itu disebut sebagai
HIV saja.
II.4 Patogenesis
II.5 Patofisiologi
Dalam tubuh odha, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien,
sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi.
Dari semua orang yang terinfeksi HIV sebagian berkembang masuk tahap AIDS
pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi pasien AIDS sesudah 10 tahun,
dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan
gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Perjalanan penyakit tersebut
menunjukkan gambaran penyakit yang kronis, sesuai dengan kerusakan sistem
kekebalan tubuh yang juga bertahap.
Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda atau gejala tertentu.
Sebagian memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi HIV akut, 3-6 minggu
setelah terinfeksi. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan,
pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi
akut, di mulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini
umumnya berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi ada sekelompok kecil orang
yang perjalanan penyakitnya amat cepat, dapat hanya sekitar 2 tahun, dan ada pula
yang perjalanannya lambat (non-pogresor). Seiring dengan makin memburuknya
kekebalan tubuh, odha mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi
oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran
kelenjar getah bening, diare, tuberculosis, infeksi jamur, herpes, dll.
Tanpa pengobatan ARV, walaupun selama beberapa tahun tidak
menunjukkan gejala, secara bertahap sistem kekebalan tubuh orang yang
terinfeksi HIV akan memburuk, dan akhirnya pasien menunjukkan gejala klinik
yang makin berat, pasien masuk tahap AIDS. Jadi yang disebut laten secara klinik
(tanpa gejala), sebetulnya bukan laten bila ditinjau dari sudut penyakit HIV.
Manifetasi dari awal dari kerusakan sistem kekebalan tubuh adalah kerusakan
mikro arsitektur folikel kelenjar getah bening dan infeksi HIV yang luas di
jaringan limfoid, yang dapat dilihat dengan pemeriksaan hibridisasi in situ.
Sebagian besar replikasi HIV terjadi di kelenjar getah bening, bukan di peredaran
darah tepi.
Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis tidak
menunjukkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel
setiap hari. Replikasi yang cepat ini disertai dengan mutasi HIV dan seleksi,
muncul HIV yang resisten. Bersamaan dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran
limfosit CD4 yang tinggi, untungnya tubuh masih bias mengkompensasi dengan
memproduksi limfosit CD4 sekitar 109 sel setiap hari.
Perjalanan penyakit lebih progresif pada pengguna narkotika. Lebih dari
80% pengguna narkotika terinfeksi virus hepatitis C. Infeksi pada katup jantung
juga adalah penyakit yang dijumpai pada odha pengguna narkotika dan biasanya
tidak ditemukan pada odha yang tertular dengan cara lain. Lamanya penggunaan
jarum suntik berbanding lurus dengan infeksi pneumonia dan tuberkulosis. Makin
lama seseorang menggunakan narkotika suntik , makin mudah terkena pneumonia
dan tuberkulosis. Infeksi secara bersamaan ini akan menimbulkan efek yang
buruk. Infeksi oleh kuman penyakit lain akan menyebabkan virus HIV membelah
dengan lebih cepat sehingga jumlahnya akan meningkat pesat. Selain itu juga
dapat menyebabkan reaktivasi virus di dalam limfosit T. Akibatnya perjalanan
penyakitnya biasanya lebih progresif.
II.8 Pencegahan
2.8.1 Penularan dengan jarum suntik
Gunakan selalu jarum suntik yang steril dan baru setiap kali akan
melakukan penyuntikan atau proses lain yang mengakibatkan terjadinya luka. Ada
dua hal yang perlu diperhatikan:
1. Semua alat yang menembus kulit dan darah (jarum suntik, jarum tato,
atau pisau cukur) harus disterilisasi dengan benar
2. Jangan memakai jarum suntik atau alat yang menembus kulit bergantian
dengan orang lain.
II.9 Penatalaksanaan
Pemberian terapi arv pada bayi yang lahir dengan ibu HIV
AZT 2X/hari sejak lahir hingga usia 4-6 minggu dosis 4 mg/kgBB/kali
Pemberian ARV Profilaksis Pada Bayi yang Lahir dari Ibu HIV
Pengobatan Antiretroviral
Berbagai pengobatan telah diterapkan untuk penyembuhan AIDS. Yang
banyak dipraktikkan sampai saat ini adalah pengobatan dengan obat kimia
(chemotherapy). Obat-obat ini biasanya adalah inhibitor enzim yang diperlukan
untuk replikasi virus, seperti inhibitor reverse transcriptase dan protease.
Zidovudin-lebih dikenal dengan AZT-adalah obat AIDS yang pertama kali
digunakan. Obat yang merupakan inhibitor enzim reverse transciptase ini mulai
digunakan sejak tahun 1987. Setelah itu dikembangkan inhibitor protease seperti
indinavir, ritonavir, dan nelfinavir. Sampai saat ini Food and Drug Administration
(FDA) Amerika telah mengizinkan penggunaan sekitar 20 jenis obat-obatan.
Pada umumnya, pemakaian obat-obat ini adalah dengan kombinasi satu
sama lainnya karena pemakaian obat tunggal tidak menyembuhkan dan bisa
memicu munculnya virus yang resisten terhadap obat tersebut. Pemakaian obat
kombinasi menjadi standar pengobatan AIDS saat ini, yang disebut highly active
antiretroviral threrapy (HAART). Walaupun demikian, cara ini juga masih belum
efektif.
Lini Pertama
No. Nama Formulasi Data Dosis menurut umur.
generik farmakokinetik
1. Zinovudin Tablet: Semua umur < 4 minggu: 4
(NRTIs) 300mg mg/kg/dosis, 2x/hari
(profilaksis)
4 minggu 13
tahun: 180-
240mg/m2/dosis,
2x/hari
dosis maksimal: >13
tahun, 300 mg/dosis,
2x/hari.
2. Lamivudin Tablet: Semua umur < 30 hari 2
(NRTIs) 150 mg mg/kg/dosis, 2x/hari
(profilaksis)
> 30 hari atau
<60kg: 4
mg/kg/dosis. 2x/hari.
Dosis maksimal: 150
mg/dosis, 2x/hari.
3. Kombinasi Tablet: Remaja dan Dosis maksimal: <
tetap 300 mg dewasa 13 tahun atau > 60
Zinovudin (AZT) kg: 1 tablet/dosis,
plus plus 150 2x/hari (tidak untuk
Lamivudin mg (3TC) berat badan 30 kg)
4. Nevirapin Tablet: Semua umur < 8 tahun: 200
(NNRTIs) 200 mg mg/m2
Dua minggu pertama
1x/hari.
Selanjutnya 2x/hari.
> 8 tahun: 120-150
mg/m2,
Dua minggu
pertama, 1x/hari
Selanjutnya 2x/hari.
5. Efavirenz 600mg Hanya untuk anak 10-15 kg: 200 mg
(NNRTIs) >3 tahun dan 1x/sehari.
berat >10 kg 15 - <20 kg: 250 mg
1x/sehari.
20 - <25 kg: 300 mg
1x/hari
25 - <33 kg: 350 mg
1x/hari
33 - <40 kg: 400 mg
1x/hari
Dosis maksimal: >
40 kg: 600 mg
1x/hari
6 Stavudin, 30 mg Semua umur < 30 kg: 1
d4T (NRTIs) mg/kg/dosis, 2x/hari
30 kg atau lebih : 30
mg/dosis, 2x/hari
7. Abacavir 300 mg Umur > 3 bulan < 16 tahun atau <
(NRTIs) 37.5 kg: 8
mg/kg.dosis, 2x/hari
Dosis maksimal:
>16 tahun atau >
37.5 kg
300 mg/dosis,
2x/hari
8. Tenofovir Tablet: Diberikan setiap 24
disoproxil 300 mg jam. Interaksi obat
fumarat dengan ddl, tidak
(NRTIs) lagi dipadukan
dengan ddl.
9. Tenofovir + tablet 200
emtricitabin mg/ 300
mg
Lini Kedua
No Nama Formulasi Data Dosis
. generik farmakokinetik
1. Lopinavir/ Tablet tahan suhu 6 bulan 400 mg/100 mg
ritonavir (PI) panas, 200 mg setiap 12 jam
Lopinavir + 50 untuk pasien
mg ritonavir naf baik dengan
atau tanpa
kombinasi EFV
atau NVP.
600 mg/ 150 mg
setiap 12 jam
bila dikombinasi
dengan EFV
atau NVP untum
pasien yag
pernah
mendapat terapi
ARV
2 minggu- 6
bulan: 16 mg/4
mg/kg BB,
2x/hari
6 bulan 18
bulan: 10
mg/lgBB/dosis
lopinavir
2. Tenofovir Tablet: 300 mg Diberikan setiap 24 jam
disoproxil interaksi obat dengan
fumarat ddl, tidak lagi
(NRTIs) dipadukan dengan ddl.
Selain itu regimen lini pertama yang digunakan pada bayi dan anak adalah sebagai
berilut;
Bayi:
1. Pada bayi yang belum terpapar terapi ARV, mulai terapi dengan NVP + 2
NRTI
2. Pada bayi sudah terpapar NVP atau NNTRI lain pada saat dikandungan
atau pada saat bayi untuk pengobatan ibu atau PMTCT, mulai ARV
dengan LPV/r + 2NRTI.
3. Untuk bayi yang terpapar terhadap terapi ARV tidak diketahui mulai
dengan NVP + 2NRTI.
Anak :
1. Untuk anak yang berumur antara 12-24 bulan yang susah terpapar NVP
atau NNRTI lain pada saat di kandungan atau pada saat bayi untuk
pengobatan ibu atau PMCTC.
2. Untuk anak berumur antara 12-24 bulan yang belu terpapar NNRTI,
mulai terapi ARV dengan NVP + 2 NRTI.
3. Untuk anak yang berumur lebih 24 bulan dan kurang 3 tahun mulai terapi
ARV dengan NVP + 2 NRTI.
4. Untuk anak yang berusia 3 tahun atau lebih, mulai terapi ARV dengan
regimen NVP atau EFV + 2 NRTI.
5. Untuk bayi dan anak dasar nukleosida untuk regimen art harus satu
diantara berikut ini (tersusun menurut pilihan yang disarankan) 3TC +
AZT atau 3TC + ABC atau 3TC + d4T.
Penatalaksanaan kepatuhan
Pemeriksaan ulang VL
Monitoring Pasien
Pasien yang belum memenuhi syarat terapi antiretroviral
Pasien yang belum memenuhi syarat terapi ARV perlu dimonitor perjalanan
klinis penyakit dan jumlah CD4 nya setiap 6 bulan seklai. Evaluasi klinis meliputi
parameter seperti pada evaluasi awal termasuk pemantauan berat badan dan
munculnya tanda dan gejala klinis perkembangan infeksi HIV. Parameter klinis
dan CD4 ini digunakan untuk mencatat perkembangan stadium klinis WHO pada
setiap kunjungan dan menentukan apakah pasien mulai memenuhi syarat untuk
terapi profilaksis kotrimoksasol atau terapi ARV. Evaluasi klinis dan jumlah CD4
perlu dilakukan lebih ketat ketika mulai mendekati ambang dan syarat memulai
terapi ARV.
Pasien dalam terapi ARV
Monitoring klinis.
Frekuensi monitoring klinis tergantung dari respons dari terapi ARV.
Monitoring klinis perlu dilakukan pada minggu 2,3,8,12,24 minggu sejak memulai
terapi ARV. Setiap kunjungan dilakukan penilaian klinis termasuk tanda dan
gejala efek samping obat atau gagal terapi dan frekunsi ( infeksi bacterial,
kandidiansis dan atau infeksi oportunistik lainya) ditambah konseling untuk
membantu pasien memahami terapi ARV dan dukungan kepatuhannya.
1. Djoerban Z, Djauri S. Infeksi Tropical. HIV AIDS. Buku ajar Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. Edisi IV. Jilid III. Hal. 1803-1807.
2. See ML, 2010. Penanganan Pajanan HIV Bagi Petugas Kesehatan. Kesehatan
kedokteran. http://mlengsee.wordpress.com/2010/12/02/penanganan-pajanan-
hiv-bagi-petugas-kesehatan/.
3. Ismael S, 2011. Antiretroviral. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran.
Tatalaksana HIV/AIDS. Hal 47-67.
4. HIV Discussion. HIV webstudy.
http://depts.washington.edu/hivaids/initial/case1/discussion.html.
5. Katz MH, Zolopa AR, 2009. HIV Infection and Aids. Current Medical
Diagnosis dan Treatment. McGaw Hill. Edisi 48. Hal. 1176-1205.
6. Quinn TC, Wawer MJ, Sewankambo N. HIV.
http://www.scribd.com/doc/40951928/Hiv.
7. Kuspuji T, 2000. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. Hal 162-163
8. Lan, VM, 2006. Human Immunodeficiency Virus (HIV) and Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: ECG. Hal. 224.
9. Merati, TP, 2006. Respon Imun Infeksi HIV. Buku Ajar Ilmu Penyalit Dalam.
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI:
Hal 545-6
10. Kurniati et all, 2006. Incidence of HIV-Infected Infant Born to HIV- Infected
Mother with Prophylactic Therapy: Preliminary Report of Hospital Birth
Cohort Study.