Anda di halaman 1dari 14

Lampiran : Keputusan Direktur Rumah Sakit Citama

Nomor : 566B/SK/DIR/RSC/VIII/2016
Tentang : Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien

KEBIJAKAN
PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
RUMAH SAKIT CITAMA

I. Kebijakan Khusus

A. Kepemimpinan dan Perencanaan


1. Pimpinan (Direktur dan Yayasan) Rumah Sakit berpartisipasi dalam menyusun
rencana peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
2. Rumah Sakit membentuk tim Pengendalian Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
yang bertanggung jawab kepada Direktur. PMKP dilengkapi dengan pedoman,
panduan dan prosedur kerja masing masing. Dan dalam hubungannya dengan
Komite atau tim lain, PMKP memiliki kedudukan sederajat/sama dengan Komite lain
di RS. Citama serta berhak meminta bantuan Komite lain apabila diperlukan.
3. Dalam kaitan koordinasi dengan Komite lainnya, maka PMKP diberi wewenang untuk
melakukan pertemuan dengan komite lain serta memiliki hak untuk mengusulkan
suatu usulan yang berkenaan dengan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien,
serta berhak memberikan pertimbangan keputusan Komite lain apabila diperlukan.
4. Adapun rencana Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien akan tertuang dalam
Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien yang akan dirapatkan
bersama dalam Rapat Tinjauan Medis dengan Direktur dan Yayasan.
5. Rapat Tinjauan Manajemen adalah rapat yang dilaksanakan untuk meninjau proses
manajemen di Rumah Sakit antara Yayasan, Direktur dan KMKP. Adapun
pelaksanaan akan dilakukan 2 tahap, yaitu
a. Rapat antara Direktur dengan PMKP setiap 1 bulan 1x.
b. Rapat antara Direktur, PMKP, dan Yayasan setiap 3 bulan 1x.
Adapun pelaksanaan Rapat Tinjauan Manajemen (RTM) akan dijelaskan lebih lanjut
dalam SPO Rapat Tinjauan Manajemen.
6. Program Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit memenuhi persyaratan
sebagai berikut ;
a. Bersifat khas, dalam arti jelas sasaran, tujuan dan tata cara pelaksanaannya serta
diarahkan hanya untuk hal-hal yang bersifat pokok saja. Dengan adanya syarat
seperti ini, maka jelaslah untuk dapat melakukan program yang baik perlu disusun
dahulu rencana kerja program mutu dan keselamatan pasien.
b. Program mutu dan keselamatan pasien harus mampu melaporkan setiap
penyimpangan secara tepat, cepat dan benar. Untuk ini disebut bahwa suatu
program yang baik sebaiknya mempunyai mekanisme umpan balik yang baik.

1
c. Program mutu dan keselamatan pasien harus fleksibel dan berorientasi pada
masa depan. Program yang terlalu kaku dalam arti tidak tanggap terhadap setiap
perubahan, bukanlah program yang baik.
d. Program mutu dan keselamatan pasien harus sesuai dengan keadaan organisasi,
Program menjaga mutu yang berlebihan, terlalu dipaksakan sehingga tidak sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki, tidak akan ekonomis dan karena itu bukanlah
suatu program yang baik.
e. Program mutu harus mudah dilaksanakan, Ini alasan dikembangkan program
menjaga mutu mandiri atau Self assesment. Ada baiknya program tersebut
dilakukan secara langsung, dalam arti dilaksanakan oleh pihak-pihak yang
melaksanakan pelayanan kesehatan .
f. Program mutu harus mudah dimengerti, Program yang berbelit-belit atau yang
hasilnya sulit dimengerti, bukanlah suatu program yang baik.
7. Program Mutu dan Keselamatan mempunyai prinsip prinsip sebagai berikut ;
a. Berfokus pada Pasien : Mutu dan Keselamatan Pasien dilihat sebagai outcome
(hasil) dari pemberian asuhan dan pelayanan, yang sesuai dengan harapan
pengguna jasa rumah sakit.
b. Berfokus Pada Perbaikan Proses : Peningkatan mutu hanya dapat dicapai
melalui perbaikan berkelanjutan dari proses dan sistem. Sistem adalah rangkaian
langkah-langkah manajerial oleh organisasi Rumah Sakit yang memberikan
suatu hasil (outcome) pada pasien melalui proses pengelolaan masukan (input)
dan tuntasnya pelaksanaan kebijakan/pedoman/prosedur atau tindakan yg
dijalani pasien (output). Proses perbaikan terus-menerus melalui siklus PDCA
(Plan, Do, Check, Action) pada semua unit kerja.
c. Standar-standar dan Data : Data dan standar-standar profesi ( Standar Praktek
dan standar Asuhan ) digunakan untuk menuntun dan mengevaluasi perbaikan-
perbaikan kegiatan yang telah diprogramkan
d. Kepemimpinan dan Partisipasi Staf : Semua staf didorong untuk berperan dan
secara kreatif terlibat dalam perbaikan mutu secara berkelanjutan. Direktur,
pejabat struktural, pejabat fungsional di RS (Kepala Bagian/ Bidang/ Seksi/
Penyelia, Komite, Panitia) memfasilitasi kegiatan-kegiatan berkaitan dengan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien RS.
e. Perencanaan : Kegiatan Perbaikan Mutu dan keselamatan pasien merupakan
bagian integral atau tak terpisahkan dari Rencana Strategis (RENSTRA) Rumah
Sakit.
f. Kolaborasi (kerjasama) Multidisiplin : Kerjasama antara semua komponen baik
struktural maupun fungsional adalah elemen kunci dalam manajemen mutudan
keselamatan pasien di rumah sakit. Dalam hal ini bekerja sama dengan ; Team
Mutu Keperawatan, Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RS
(KPPIRS),Tim Pasien Safety, Sub Komite Mutu Profesi pada Komite Medik,
Program Kesehatan dan keselamatan kerja RS, Diklat dan Humas RS.
g. Penampilan Kelompok Kerja (Tim) dan Individu : Dalam melakukan pekerjaan
sehari-harinya baik kelompok kerja maupun setiap individu perlu senantiasa
2
mempertahankan kinerjanya yang optimal dalam menerapkan standar yang telah
ditetapkan antara lain ; bekerja sesuai TUPOKSI, Kebijakan Pedoman, SPO,
Program dan Kerangka Acuan, Instruksi Kerja dengan berpatokan pada
pencapaian standar kinerja yang telah ditetapkan.
h. Diklat : Pendidikan, latihan dan pengembangan bagi staf dan profesi secara
berkelanjutan merupakan elemen penting dalam perbaikan mutu dan
keselamatan pasien secara berkelanjutan. Adapun macam pelatihan Komite
Mutu dan Keselamatan Pasien terdiri dari 3 hal :
a. Pelatihan dan Training Staf Komite Mutu tentang Mutu RS
-. Konsep Mutu
-. RCA, KNC, KTD, KPRS
-. Handling Complain
-. Statistik
-. Risk Management
-. Audit Internal
-. ISO
-. Service Excellent
b. Pelatihan dan Training terhadap Koordinator Mutu / PIC
-. Konsep Mutu
-. RCA, KNC, KTD, KPRS
-. Handling Complain.
-. Statistik
-. Risk Management
-. Audit Internal
-. ISO
c. Manajemen Puncak Pelatihan dan Training Direktur
-. Clinical Pathway
-. Balance Score Card
-. Akreditasi.
8. Pemberian pelatihan bagi staf Komite Mutu dan Keselamatan Pasien maupun staf
lainnya yang bersifat mandatory training yang meliputi :
a. Bantuan Hidup Dasar / BLS (Basic Life Support)
b. Fire Safety/APAR dan evakuasi bencana.
c. Patient Safety dan Mutu
d. Medication eror
e. PPI (Hand Hygiene)
3
9. Manajemen rumah sakit bersama Kepala Unit Kerja yang ada, berbagai bidang,
merancang suatu proses klinis dan manajerial dengan baik.
10. Rumah sakit melakukan upaya berkesinambungan merencanakan, merancang,
mengukur, menganalisis dan meningkatkan proses klinis maupun manajerial diatur
dengan baik dan dengan kepemimpinan yang jelas agar dicapai hasil maksimal.
11. Pimpinan Rumah Sakit memberikan bantuan teknologi dan lainnya untuk mendukung
Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien, seperti PC dan Printer.
12. Rumah sakit menerapkan dan mempertahankan perubahan yang ditimbulkan dalam
proses perbaikan mutu. Rumah sakit juga menggunakan data untuk memfokuskan
diri pada masalah-masalah yang menjadi prioritas.
13. Rumah sakit secara proaktif mengidentifikasi dan mengurangi risiko dan variasinya
14. Pemberian informasi ke staf rumah sakit mengenai setiap kegiatan atau hasil
evaluasi maupun rapat berkenaan tentang Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien melalui media cetak, media elektrolik, pertemuan rutin, sebagaimana
pelaksanaannya diatur melalui SPO Komunikasi Sosialisasi Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien.

B. Rancangan Proses Klinik dan Manajemen


1. Bahwa dalam rangka kendali mutu dan kendali biaya pelayanan rumah sakit perlu
dibuat alur klinis (Clinical Pathway) untuk kasus penyakit tertentu atau tindakan
tertentu.
2. Clinical Pathway didefinisikan sebagai suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu
yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar
pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang
terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama pasien berada di Rumah Sakit.
3. Pimpinan RS menetapkan proses rancang baru dari asuhan klinik yang ada melalui :
a. Pedoman Praktek Klinik
b. Pembuatan Clinical Pathways.
Adapun pembuatan proses rancang baru dari asuhan klinik dilakukan oleh setiap
SMF yang ada melalui koordinasi Komite Medik, sesuai Panduan dari standar
Akreditasi Rumah Sakit 2012.
4. Bahwa penyusunan clinical pathway diperlukan pada kasus penyakit atau tindakan
yang :
a. Banyak dilakukan di RS (high volume) ,
b. Risiko tinggi (high risk),
c. Cenderung bermasalah (problem prone) dan
d. Biaya Tinggi (high cost)
5. Sesuai Standar akreditasi JCI/versi 2012, maka RS Citama menyusun lima (5)
Clinical Pathways dimulai pada tahun akreditasi KARS 2012 pertama. Dan dalam

4
tahun berikutnya, akan ditambah minimal 1 Clinical Pathway tiap tahun berdasarkan
rekomendasi Komite Medis.
6. Direktur menetapkan Tim CP dari berbagai multidisiplin yang akan membuat CP dan
CP disahkan oleh Komite Medis.
7. Karena Clinical Pathway bersifat multi disiplin dan komprehensif maka dalam
menyusun Clnical Pathway, SMF, harus bersama sama unsur ; Keperawatan,
Farmasi, Gizi , laboratorium, radio-diagnostik imaging, Fisioterapi, Bagian keuangan
RS serta untuk yang bersifat Clinical Pathway tindakan harus melibatkan unit
anestesi dan unit bedah/OK.
8. Dan dalam pelaksanaannya akan disertakan Kebijakan, SPO, serta Panduan
tersendiri mengenai Clinical Pathway
9. Tim CP akan melakukan pengumpulan data sebelum CP diimpelmentasikan dan
setelah CP diimplementasikan.

C. Pemilihan Indikator dan Pengumpulan Data


1. Pimpinan Rumah Sakit menetapkan indikator kunci untuk monitor struktur, proses,
dan hasil setiap upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.
2. Indikator Rumah Sakit yang ditetapkan di RS. Citama, meliputi 3 (tiga) area, yaitu
area klinik, area manajemen, dan sasaran keselamatan pasien.
3. Indikator Mutu dan keselamatan pasien di RS terdiri dari :
a. Indikator Area Klinik (IAK).
b. Indikator Area Manajemen (IAM).
c. Indikator Sasaran Keselamatan Pasien (ISKP).
4. Langkah-langkah pemilihan indikator.
a. Tentukan prosedur, proses, hasil yang akan dinilai.
b. Fokuskan pada ;
c. Titik-titik risiko dalam proses.
d. Prosedur yang sering bermasalah.
e. Prosedur yang sering dilakukan.
f.Hasil dapat jelas di defenisikan.
g. Berada di bawah kendali rumah sakit.
5. Masing masing indikator harus di buat profil indikator yang memuat :
1) Standar
2) Judul indikator
3) Defenisi operasional
4) Unit / Bagian
5) Person In Charge (PIC)
5
6) Kebijakan Mutu / Dimensi Mutu
7) Rasionaliasi/Latar belakang/Alasan Implikasi
8) Formula Kalkulasi :
Numerator
Denumerator
9) Numerator
10) Denominator
11) Target Kinerja
12) Kriteria Inklusi
13) Kriteria Eksklusi
14) Frekuensi dan Metodologi / Cara Pengumpulan Data :
a. Frekuensi Pengumpulan Data
b. Pelaksana Pengumpulan Data
c. Metodologi / Cara Pengumpulan
15) Tipe Pengukuran Indikator
16) Sumber data
17) Waktu Pelaporan
18) Frekuensi Pelaporan
19) Jumlah Sampel
20) Area Monitoring
21) Rencana Komunikasi ke Staf
22) Referensi
23) Metodologi Validasi Data (untuk JCI Library of Measure)

6. Indikator Area Klinis (IAK) terdiri dari :


1) Assessment pasien;
2) Pelayanan Laboratorium;
3) Pelayanan radiologi dan diagnostic imaging;
4) Prosedur bedah;
5) Penggunaan antibiotik dan obat lainnya;
6) Kesalahan medikasi (medication eror) dan kejadian nyaris cedera (KNC)
7) Penggunaan anestesi dan sedasi;
8) Penggunaan darah dan produk darah;
9) Ketersediaan, isi dan penggunaan rekam medis pasien;
6
10) Pencegahan dan pengendalian infeksi, surveillance dan pelaporan;
11) Riset klinis;
a. Dengan adanya pemantauan Indikator Klinis maka dapat diketahui data
KTD.
b. RS Citama belum melaksanakan riset-riset klinis.;
7. Paling sedikit 5 penilaian terhadap upaya klinis harus dipilih dari indikator yang
ditetapkan di JCI International Library :
8. Indikator International Library :
a. Acute Myocardial Infarction (AMI) : Pemberian Aspirin dalam 24 jam sejak
pasien sampai di rumah sakit dan didiagnosa menderita Acute Myocardial
Infark
b. Stroke (STK) : Pasien dengan ischemic stroke mendapatkan terapi
antitrombotik saat pulang.
c. Heart Failure (HF) : Pasien didiagnosa Heart Failure dengan pencatatan di
rekam medis dan telah dievaluasi adanya LVSD (Left Ventricular Systolic
Dysfunction) sebelum sampai di rumah sakit, saat di rumah sakit, dan setelah
keluar dari rumah sakit.

d. Pneumonia : Angka kepatuhan dokter dalam memberikan edukasi kepada


pasien yang merokok dan menderita hospital pneumonia.
e. Childrens Asthma Care : Angka penggunaan bronkodilator pada pasien yang
didiagnosa Asma bronchial.
1) Untuk akreditasi tahap pertama hanya dibuatkan profil indikator, dilakukan
pengumpulan data dan analisis data.
2) Masing-masing Area Klinis minimal ada 1 indikator, jadi dari 11 area klinis
akan muncul 11 indikator klinis (dalam hal ini RS Citama belum melakukan
Area nomor 11 riset klinis, sehingga jumlah indikator hanya 10 indikator).
3) Dari 10 indikator klinis , 5 indikator menggunakan indikator klinis dari JCI
International Library.
4) Bila dari 11 indikator klinis tersebut tidak ada yang menggunakan indikator
klinis dari JCI International Library , maka RS harus mengumpulkan indikator
sebanyak 15 indikator yaitu 10 indikator klinis ditambah 5 indikator JCI
International Library.
9. Alur pelaksanaan monitoring indikator kinis sebagai berikut :
a. Pemilihan indikator;
b. Pengumpulan data;
c. Analisa data;
1. Tetapkan frekuesnsinya
2. Metode statistik.

7
3. Dibandingkan dengan : dalam RS, trend, dengan RS lain, dengan
standar, dengan good practice.
d. Validasi data.
10. Pemilihan indikator klinik :
a. High Risk (Risiko Tinggi )
b. High Volume ( Sering Terjadi)
c. Problem Prone ( Masalah yang sering dihadapi)
d. Hight Cost ( Biaya Tinggi)
11. Indikator Area Manajemen (IAM ;
1) Pengadaan rutin peralatan kesehatan dan obat penting untuk memenuhi
kebutuhan pasien;
2) Pelaporan aktivitas yang diwajibkan oleh peraturan perundang- undangan;
3) Manajemen risiko;
4) Manajemen penggunaan sumber daya;
5) Harapan dan kepuasan pasien dan keluarga;
6) Harapan dan kepuasan staf;
7) Demografi pasien dan diagnose klinis;
8) Manajemen keuangan;
9) Pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat menimbulkan
masalah bagi keselamatan pasien, keluarga pasien dan staf.
12. Indikator Sasaran Keselamatan Pasien (SKP), PMPK 3.3;
1) Ketepatan identifikasi pasien;
2) Peningkatan komunikasi yang efektif;
3) Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspdai;
4) Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi;
5) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan;
6) Pengurangan risiko cidera pada pasien jatuh.
13. Metode pembuatan sasaran mutu meliputi prinsip SMART (spesifik, measurable,
achievable, relevant, time-bond).

D. Validasi dan analisis dari Indikator Penilaian


1. Maksud dan tujuan dari validasi dan analisis dari Indikator penilaian adalah
memberikan umpan balik dari manajemen informasi untuk membantu perbaikan
mutu klinik dan manajemen.
2. Pimpinan rumah sakit menetapkan bahwa apabila jumlah data 100 maka data akan
diambil semua, dan apabila lebih dari 100, maka akan diambil 30% dalam 1 bulan.
Bila hasil sampling kurang dari 100 maka akan data akan diambil semua, yang
selanjutnya akan diatur dalam SPO dan Panduan Validasi dan Analisa Data.
8
3. Pengambilan data akan dilakukan oleh setiap unit kerja masing-masing dan setiap
unit kerja wajib melaporkan ke Komite Mutu dan Keselamatan Pasien untuk
dilakukan rekapitulasi data. Data di ambil setiap hari kemudian direkap menjadi data
bulanan, dan dilaporkan.
4. Pimpinan Rumah Sakit memastikan reliabilitas data apabila data dipublikasikan.
5. Untuk menjaga kesahihan data, maka akan dilakukan validasi oleh 2 pihak : yaitu
a. Pihak pertama : adalah unit terkait.
b. Pihak kedua : adalah Komite Pengendalian Mutu dan Keselamatan Pasien
6. Pelaporan hasil evaluasi akan dilaporkan secara per bulan, 3 bulan, dan tahunan.
7. Elemen validasi data :
a. Pengumpulan data ulang oleh orang kedua
b. Sampel yang diambil valid secara statistik
c. Perbandingan hasil data asli dengan hasil data ulangan.
d. Perhitungan akurasi.
e. Perbedaan elemen data, alasan, corrective action
f. Pengumpulan data ulang setelah corrective aciton.
8. Validasi data dilakukan apabila :
a. Implementasi pengukuran proses baru
b. Publikasi data (termasuk kepada surveyor akreditasi)
c. Terjadi perubahan proses pengukuran yang sudah berjalan.
d. Terjadi perubahan hasil pengukuran yang dengan sebab tidak diketahui
e. Subjek/Sumber pengumpulan data berubah.
9. Teknik analisis dan penyajian data hasil analisa dan validasi data dilakukan dengan
menggunakan ;
a. Control Chart.
b. Pie Chart .
c. Histogram
d. Scattered Diagram
10. Dalam rangka melakukan peningkatan berkesinambungan yang melibatkan
perbandingan dengan pihak internal / eksternal untuk mengidentifikasi, mencapai,
dan mempertahankan best practice, maka RS. Citama melakukan :
a. Internal benchmark (periodik).
adalah membandingkan proses yang sama pada area yang berbeda dalam satu
organisasi, dalam periode tertentu.
b. Eksternal benchmarking.

9
adalah membandingkan performa, target atau proses dengan antara satu atau
lebih organisasi dalam waktu tertentu. Organisasi yang dipilih adalah rumah sakit
yang setingkat dengan RS. Citama dan memiliki tingkatan mutu lebih baik.
11. Bandingkan informasi dengan mitra benchmarking. Perbandingan data numerik,
diagram alur atau jalur klinis dan kunjungan lapangan semua bisa berguna. Hal ini
harus dilakukan dalam budaya keterbukaan dan kerjasama.
E. Manajemen Risiko
1. Dalam rangka menanggulangi risiko yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan di RS Citama, maka Pimpinan menetapkan menerapkan manajemen
risiko berkelanjutan yang digunakan untuk identifikasi dan mengurangi KTD dan
Kejadian Sentinel, KNC, KPC.
2. Pimpinan Rumah Sakit menetapkan definisi untuk Kejadian Sentinel adalah :
1) Kematian yang tidak terantisipasi yang tidak berhubungan dengan proses
penyakit, bunuh diri pasien di RS, kematian bayi aterm
2) Penularan penyakit kronis / fatal akibat tranfusi darah atau transplantasi organ.
3) Kehilangan permanen dari fungsi fisiologis pasien yang tidak berhubungan
dengan proses penyakit.
4) Salah lokasi, prosedur, dan salah pasien saat pembedahan.
5) Penculikan bayi, salah identifikasi bayi.
6) Pemerkosaan, kekerasan di tempat kerja (yang mengakibatkan kematian atau
cacat permanen), kasus bunuh diri di RS.
3. Pimpinan Rumah Sakit menetapkan analisa risiko yang bersifat proaktif dan reaktif.
a. Analisa risiko bersifat proaktif artinya setiap tahun RS melaksanakan dan
mendokumentasikan kegiatan FMEA, Insiden report, Risk Register.
a.1. FMEA
a) Definisi: mengidentifikasi dan mencegah potensi kegagalan sebelum terjadi.
b) Tujuan:
1. mencegah dan memprediksi kesalahan
2. mengantisipasi kesalahan dan meminimalkan dampak buruk.
c) Adapun hal yang dijadikan FMEA adalah hal yang bersifat high risk (risiko
tinggi), high volume (sering terjadi), high prone (banyak masalah).
a.2. Risk Register
a) Definisi :
1. Pusat dari proses manajemen risiko organisasi
2. Alat manajemen yang memungkinkan suatu organisasi memahami profil
risiko secara menyeluruh.
3. Catatan dari segala risiko yang dapat mengancam RS dalam mencapai
targetnya.
10
b) RS dalam kurun 1 tahun harus dibuat risk register RS berdasarkan risiko
yang teridentifikasi, juga potensial risiko maupun risiko aktual.
b. Analisa risiko bersifat reaktif artinya RS melakukan RCA terhadap kejadian
Sentinel dan KTD yang ada.
b.1. Insiden Report (Pelaporan Insiden)
a) Definisi : pelaporan secara tertulis setiap insiden yang menimpa pasien.
b) Adapun kejadian tersebut meliputi :
1. Kejadian Sentinel
Suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius;
biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak
dapat diterima seperti: operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan
kata sentinel terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi (mis.
amputasi pada kaki yang salah, dsb) sehingga pencarian fakta terhadap
kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan
dan prosedur yang berlaku
2. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pasien
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi
pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan
kesalahan medis karena tidak dapat dicegah.
3. Kejadian Tidak Cedera (KTC)
Kesalahan akibat melakukan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai
pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan
4. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
Terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.
5. Kondisi Potensial Cedera (KPC)
Kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum
terjadi insiden cedera

b.2.RCA (Root Causes Analysis)


1) adalah metode evaluasi terukur untuk mengidentifikasi akar masalah dari
kejadian yang tidak diharapkan dan tindakan adekuat untuk mencegah
kejadian yang sama berulang kembali.
2) Cara pelaksanaan RCA :
a. Tentukan tim investigator
b. Kumpulkan data baik dari observasi, dokumentasi maupun interview
c. Petakan kronologi kejadian melalui : timeline, Time person grid atau
narasi kronologis

11
d. Identifikasi masalah dengan brain storming
e. Analisis informasi dengan : 5 WHY, analisis perubahan, analisis
penghalang, fish bone analys.
3) Pelaksanaan RCA dilakkukan dalam waktu 45 hari sejak adanya kejadian.

4. Guna mewujudkan pelayanan kesehatan yang aman, Rumah Sakit melaksanakan


Tujuh standar keselamatan pasien Rumah Sakit sebagai berikut ;
a. Hak pasien dan keluarga.
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang
rencana serta hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian
Tidak Diharapkan).
b. Mendidik pasien dan keluarga
Rumah Sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
c. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.
Rumah Sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar
tenaga dan antar unit pelayanan.
d. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Rumah Sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif KTD, serta melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta
KP.
e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Pimpinan Rumah Sakit mendorong dan menjamin implementasi program
Keselamatan Pasien melalui penerapan 7 Langkah Menuju KP RS .
f. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Rumah Sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan
untuk meningkatkan, memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisiplin dalam pelayanan pasien.
a. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.
Rumah Sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
Keselamatan Pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
5. Guna mewujudkan pelayanan kesehatan yang aman, Rumah Sakit menerapkan
Tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien Rumah sakit, yang terdiri dari ;
a. Pimpinan Rumah Sakit membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien
melalui kepemimpinan yang terbuka dan adil..
b. Pimpinan Rumah sakit memimpin dan mendukung seluruh staf rumah sakit
dalam membangun komitmen yang fokus, kuat dan jelas tentang Program
Keselamatan Pasien.
12
c. Pimpinan Rumah Sakit mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko
serta, serta melakukan identifikasi dan asesmen hal-hal yang potensial
bermasalah.
d. Rumah Sakit mengembangkan sistem pelaporan yang baik serta memudahkan
bagi staf untuk melaporkan kejadian/insiden. Rumah sakit juga membuat system
pelaporan secara teratur kepada PMKP.
e. Rumah sakit mengembangkan cara cara komunikasi yg terbuka dgn pasien
f. Pimpinan Rumah sakit mendorong seluruh staf utk melakukan analisis akar
masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul sebagai
sarana belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit.
g. Dalam rangka mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan
Pasien, Rumah sakit menggunakan informasi yang ada tentang kejadian atau
masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan.
h. Dalam upaya perbaikan sistem terkait dengan evaluasi Manajemen Insiden
Klinis, maka Pimpinan Rumah Sakit akan melakukan RCA terhadap setiap
Kejadian Tidak Diharapkan atau Kejadian Sentinel yang ada sesuai Panduan
Manajemen Insiden Klinis.
6. Guna mewujudkan pelayanan kesehatan yang aman Rumah Sakit menjalankan
Enam Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit, yang terdiri dari ;
a. Rumah Sakit mengembangkan pendekatan yang akurat untuk memperbaiki
dan meningkatkan ketelitian identifikasi pasien.
b. Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas
komunikasi antar para pemberi layanan. Komunikasi dapat berbentuk elektronik,
verbal atau tertulis. Komunikasi yang baik harus ; tepat waktu, akurat, tidak
membingungkan dan dapat dimengerti.
c. Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki
keamanan dari obat yang perlu diwaspadai (high-alert)termasuk identifikasi jenis
obat serta area dimana obat memang diperlukan dan pengaturan cara pelabelan dan
penyimpanan obat tersebut.
d. Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat-
lokasi, tepat-prosedur, dan tepat- pasien pada saat pembedahan. Kesalahan
merupakan hasil ketidak efektifan dan ketidak adekuatan komunikasi antar anggota
tim bedah, kurangnya keterlibatan pasien dalam site marking, dan kurangnya
verifikasi lokasi operasi.
e. Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko
infeksi yang terkait pelayanan kesehatan, yang terdiri dari Program Hand Hygiene,
Monitoring UTI, Blood stream infection dan VAP.
f.Rumah Sakit mengembangkan suatu prosedur untuk mengurangi risiko pasien dari
cedera karena jatuh dan Rumah Sakit wajib mengevaluasi risiko jatuh pasien serta
mengambil langkah langkah untuk mengurangi risiko jatuh.

13
7. Setiap kejadian insiden keselamatan pasien di rumah sakit wajib dilaporkan ke
KMKP RS Citama dalam waktu 2x24 jam dengan berpedoman pada Panduan
Manajemen Insiden Klinis RS.
8. RS memberikan defenisi dan menetapkan insiden keselamatan pasien serta jenis
insiden medis yang harus dilaporkan secara berkala.
9. Rumah Sakit melaksanakan monitoring dan pelaporan indikator mutu Klinis, Mutu
Manajemen dan Mutu Keselamatan Pasien Rumah Sakit, serta menyampaikan
secara periodik kepada Yayasan Kristen Kesejahteraan Citama.
F. Mencapai dan Mempertahankan Peningkatan.
1. Dalam rangka mencapai dan mempertahankan peningkatan mutu dan keselamatan
pasien di RS. Citama, maka Pimpinan Rumah Sakit memutuskan akan melakukan
evaluasi rutin setiap bulan, 3 bulan, dan tahunan.
2. Unit kerja melakukan RCA jika hasil monitoring tidak mencapai target
3. Jika hasil RCA mengindikasikan harus dilakukan redesign proses maka unit tersebut
mengajukan kembali proses kerja yang telah di redesign beserta sasaran mutunya
sesuai prosedur.
4. Jika sasaran mutu tercapai pada satu unit selama 3 bulan, maka dilakukan trial
di unit yang lebih besar atau diseluruh unit rumah sakit serta dilakukan monitoring
kembali. Jika sasaran mutu tercapai selama 6 bulan maka proses tersebut dibakukan
dan disosialisasikan kepada staf.
5. Jika hasil target sasaran mutu tidak tercapai maka dilakukan RCA.
6. Jika hasil RCA mengindikasikan harus dilakukan redesign proses maka unit tersebut
mengajukan kembali proses kerja yang telah di redesign beserta sasaran mutunya
sesuai prosedur.
7. Pimpinan Rumah Sakit akan memberikan tanggapan hasil evaluasi paling lambat 1
bulan setelah laporan diserahkan, dan apabila diperlukan maka akan dilakukan
perubahan sesuai hasil evaluasi.
8. Sosialisasi hasil PMKP dilakukan oleh Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien setiap bulan setelah hasil rapat tinjauan manajemen mendapatkan tanggapan
dari Direktur. Sosialisasi dari Komite Mutu dan Keselamatan Pasien dilakukan
melalui notulen rapat ke Kepala Unit/Bagian, dan dari Kepala bagian/unit ke staf
dilakukan melalui rapat bulanan dan di catat dalam notulen.

Ditetapkan di : Bogor
Pada Tanggal : 8 Agustus 2016
Direktur

Dr. Yustitia, MARS


.

14

Anda mungkin juga menyukai