Nomor : 566B/SK/DIR/RSC/VIII/2016
Tentang : Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
KEBIJAKAN
PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
RUMAH SAKIT CITAMA
I. Kebijakan Khusus
1
c. Program mutu dan keselamatan pasien harus fleksibel dan berorientasi pada
masa depan. Program yang terlalu kaku dalam arti tidak tanggap terhadap setiap
perubahan, bukanlah program yang baik.
d. Program mutu dan keselamatan pasien harus sesuai dengan keadaan organisasi,
Program menjaga mutu yang berlebihan, terlalu dipaksakan sehingga tidak sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki, tidak akan ekonomis dan karena itu bukanlah
suatu program yang baik.
e. Program mutu harus mudah dilaksanakan, Ini alasan dikembangkan program
menjaga mutu mandiri atau Self assesment. Ada baiknya program tersebut
dilakukan secara langsung, dalam arti dilaksanakan oleh pihak-pihak yang
melaksanakan pelayanan kesehatan .
f. Program mutu harus mudah dimengerti, Program yang berbelit-belit atau yang
hasilnya sulit dimengerti, bukanlah suatu program yang baik.
7. Program Mutu dan Keselamatan mempunyai prinsip prinsip sebagai berikut ;
a. Berfokus pada Pasien : Mutu dan Keselamatan Pasien dilihat sebagai outcome
(hasil) dari pemberian asuhan dan pelayanan, yang sesuai dengan harapan
pengguna jasa rumah sakit.
b. Berfokus Pada Perbaikan Proses : Peningkatan mutu hanya dapat dicapai
melalui perbaikan berkelanjutan dari proses dan sistem. Sistem adalah rangkaian
langkah-langkah manajerial oleh organisasi Rumah Sakit yang memberikan
suatu hasil (outcome) pada pasien melalui proses pengelolaan masukan (input)
dan tuntasnya pelaksanaan kebijakan/pedoman/prosedur atau tindakan yg
dijalani pasien (output). Proses perbaikan terus-menerus melalui siklus PDCA
(Plan, Do, Check, Action) pada semua unit kerja.
c. Standar-standar dan Data : Data dan standar-standar profesi ( Standar Praktek
dan standar Asuhan ) digunakan untuk menuntun dan mengevaluasi perbaikan-
perbaikan kegiatan yang telah diprogramkan
d. Kepemimpinan dan Partisipasi Staf : Semua staf didorong untuk berperan dan
secara kreatif terlibat dalam perbaikan mutu secara berkelanjutan. Direktur,
pejabat struktural, pejabat fungsional di RS (Kepala Bagian/ Bidang/ Seksi/
Penyelia, Komite, Panitia) memfasilitasi kegiatan-kegiatan berkaitan dengan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien RS.
e. Perencanaan : Kegiatan Perbaikan Mutu dan keselamatan pasien merupakan
bagian integral atau tak terpisahkan dari Rencana Strategis (RENSTRA) Rumah
Sakit.
f. Kolaborasi (kerjasama) Multidisiplin : Kerjasama antara semua komponen baik
struktural maupun fungsional adalah elemen kunci dalam manajemen mutudan
keselamatan pasien di rumah sakit. Dalam hal ini bekerja sama dengan ; Team
Mutu Keperawatan, Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RS
(KPPIRS),Tim Pasien Safety, Sub Komite Mutu Profesi pada Komite Medik,
Program Kesehatan dan keselamatan kerja RS, Diklat dan Humas RS.
g. Penampilan Kelompok Kerja (Tim) dan Individu : Dalam melakukan pekerjaan
sehari-harinya baik kelompok kerja maupun setiap individu perlu senantiasa
2
mempertahankan kinerjanya yang optimal dalam menerapkan standar yang telah
ditetapkan antara lain ; bekerja sesuai TUPOKSI, Kebijakan Pedoman, SPO,
Program dan Kerangka Acuan, Instruksi Kerja dengan berpatokan pada
pencapaian standar kinerja yang telah ditetapkan.
h. Diklat : Pendidikan, latihan dan pengembangan bagi staf dan profesi secara
berkelanjutan merupakan elemen penting dalam perbaikan mutu dan
keselamatan pasien secara berkelanjutan. Adapun macam pelatihan Komite
Mutu dan Keselamatan Pasien terdiri dari 3 hal :
a. Pelatihan dan Training Staf Komite Mutu tentang Mutu RS
-. Konsep Mutu
-. RCA, KNC, KTD, KPRS
-. Handling Complain
-. Statistik
-. Risk Management
-. Audit Internal
-. ISO
-. Service Excellent
b. Pelatihan dan Training terhadap Koordinator Mutu / PIC
-. Konsep Mutu
-. RCA, KNC, KTD, KPRS
-. Handling Complain.
-. Statistik
-. Risk Management
-. Audit Internal
-. ISO
c. Manajemen Puncak Pelatihan dan Training Direktur
-. Clinical Pathway
-. Balance Score Card
-. Akreditasi.
8. Pemberian pelatihan bagi staf Komite Mutu dan Keselamatan Pasien maupun staf
lainnya yang bersifat mandatory training yang meliputi :
a. Bantuan Hidup Dasar / BLS (Basic Life Support)
b. Fire Safety/APAR dan evakuasi bencana.
c. Patient Safety dan Mutu
d. Medication eror
e. PPI (Hand Hygiene)
3
9. Manajemen rumah sakit bersama Kepala Unit Kerja yang ada, berbagai bidang,
merancang suatu proses klinis dan manajerial dengan baik.
10. Rumah sakit melakukan upaya berkesinambungan merencanakan, merancang,
mengukur, menganalisis dan meningkatkan proses klinis maupun manajerial diatur
dengan baik dan dengan kepemimpinan yang jelas agar dicapai hasil maksimal.
11. Pimpinan Rumah Sakit memberikan bantuan teknologi dan lainnya untuk mendukung
Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien, seperti PC dan Printer.
12. Rumah sakit menerapkan dan mempertahankan perubahan yang ditimbulkan dalam
proses perbaikan mutu. Rumah sakit juga menggunakan data untuk memfokuskan
diri pada masalah-masalah yang menjadi prioritas.
13. Rumah sakit secara proaktif mengidentifikasi dan mengurangi risiko dan variasinya
14. Pemberian informasi ke staf rumah sakit mengenai setiap kegiatan atau hasil
evaluasi maupun rapat berkenaan tentang Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien melalui media cetak, media elektrolik, pertemuan rutin, sebagaimana
pelaksanaannya diatur melalui SPO Komunikasi Sosialisasi Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien.
4
tahun berikutnya, akan ditambah minimal 1 Clinical Pathway tiap tahun berdasarkan
rekomendasi Komite Medis.
6. Direktur menetapkan Tim CP dari berbagai multidisiplin yang akan membuat CP dan
CP disahkan oleh Komite Medis.
7. Karena Clinical Pathway bersifat multi disiplin dan komprehensif maka dalam
menyusun Clnical Pathway, SMF, harus bersama sama unsur ; Keperawatan,
Farmasi, Gizi , laboratorium, radio-diagnostik imaging, Fisioterapi, Bagian keuangan
RS serta untuk yang bersifat Clinical Pathway tindakan harus melibatkan unit
anestesi dan unit bedah/OK.
8. Dan dalam pelaksanaannya akan disertakan Kebijakan, SPO, serta Panduan
tersendiri mengenai Clinical Pathway
9. Tim CP akan melakukan pengumpulan data sebelum CP diimpelmentasikan dan
setelah CP diimplementasikan.
7
3. Dibandingkan dengan : dalam RS, trend, dengan RS lain, dengan
standar, dengan good practice.
d. Validasi data.
10. Pemilihan indikator klinik :
a. High Risk (Risiko Tinggi )
b. High Volume ( Sering Terjadi)
c. Problem Prone ( Masalah yang sering dihadapi)
d. Hight Cost ( Biaya Tinggi)
11. Indikator Area Manajemen (IAM ;
1) Pengadaan rutin peralatan kesehatan dan obat penting untuk memenuhi
kebutuhan pasien;
2) Pelaporan aktivitas yang diwajibkan oleh peraturan perundang- undangan;
3) Manajemen risiko;
4) Manajemen penggunaan sumber daya;
5) Harapan dan kepuasan pasien dan keluarga;
6) Harapan dan kepuasan staf;
7) Demografi pasien dan diagnose klinis;
8) Manajemen keuangan;
9) Pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat menimbulkan
masalah bagi keselamatan pasien, keluarga pasien dan staf.
12. Indikator Sasaran Keselamatan Pasien (SKP), PMPK 3.3;
1) Ketepatan identifikasi pasien;
2) Peningkatan komunikasi yang efektif;
3) Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspdai;
4) Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi;
5) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan;
6) Pengurangan risiko cidera pada pasien jatuh.
13. Metode pembuatan sasaran mutu meliputi prinsip SMART (spesifik, measurable,
achievable, relevant, time-bond).
9
adalah membandingkan performa, target atau proses dengan antara satu atau
lebih organisasi dalam waktu tertentu. Organisasi yang dipilih adalah rumah sakit
yang setingkat dengan RS. Citama dan memiliki tingkatan mutu lebih baik.
11. Bandingkan informasi dengan mitra benchmarking. Perbandingan data numerik,
diagram alur atau jalur klinis dan kunjungan lapangan semua bisa berguna. Hal ini
harus dilakukan dalam budaya keterbukaan dan kerjasama.
E. Manajemen Risiko
1. Dalam rangka menanggulangi risiko yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan di RS Citama, maka Pimpinan menetapkan menerapkan manajemen
risiko berkelanjutan yang digunakan untuk identifikasi dan mengurangi KTD dan
Kejadian Sentinel, KNC, KPC.
2. Pimpinan Rumah Sakit menetapkan definisi untuk Kejadian Sentinel adalah :
1) Kematian yang tidak terantisipasi yang tidak berhubungan dengan proses
penyakit, bunuh diri pasien di RS, kematian bayi aterm
2) Penularan penyakit kronis / fatal akibat tranfusi darah atau transplantasi organ.
3) Kehilangan permanen dari fungsi fisiologis pasien yang tidak berhubungan
dengan proses penyakit.
4) Salah lokasi, prosedur, dan salah pasien saat pembedahan.
5) Penculikan bayi, salah identifikasi bayi.
6) Pemerkosaan, kekerasan di tempat kerja (yang mengakibatkan kematian atau
cacat permanen), kasus bunuh diri di RS.
3. Pimpinan Rumah Sakit menetapkan analisa risiko yang bersifat proaktif dan reaktif.
a. Analisa risiko bersifat proaktif artinya setiap tahun RS melaksanakan dan
mendokumentasikan kegiatan FMEA, Insiden report, Risk Register.
a.1. FMEA
a) Definisi: mengidentifikasi dan mencegah potensi kegagalan sebelum terjadi.
b) Tujuan:
1. mencegah dan memprediksi kesalahan
2. mengantisipasi kesalahan dan meminimalkan dampak buruk.
c) Adapun hal yang dijadikan FMEA adalah hal yang bersifat high risk (risiko
tinggi), high volume (sering terjadi), high prone (banyak masalah).
a.2. Risk Register
a) Definisi :
1. Pusat dari proses manajemen risiko organisasi
2. Alat manajemen yang memungkinkan suatu organisasi memahami profil
risiko secara menyeluruh.
3. Catatan dari segala risiko yang dapat mengancam RS dalam mencapai
targetnya.
10
b) RS dalam kurun 1 tahun harus dibuat risk register RS berdasarkan risiko
yang teridentifikasi, juga potensial risiko maupun risiko aktual.
b. Analisa risiko bersifat reaktif artinya RS melakukan RCA terhadap kejadian
Sentinel dan KTD yang ada.
b.1. Insiden Report (Pelaporan Insiden)
a) Definisi : pelaporan secara tertulis setiap insiden yang menimpa pasien.
b) Adapun kejadian tersebut meliputi :
1. Kejadian Sentinel
Suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius;
biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak
dapat diterima seperti: operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan
kata sentinel terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi (mis.
amputasi pada kaki yang salah, dsb) sehingga pencarian fakta terhadap
kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan
dan prosedur yang berlaku
2. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pasien
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi
pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan
kesalahan medis karena tidak dapat dicegah.
3. Kejadian Tidak Cedera (KTC)
Kesalahan akibat melakukan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai
pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan
4. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
Terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.
5. Kondisi Potensial Cedera (KPC)
Kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum
terjadi insiden cedera
11
d. Identifikasi masalah dengan brain storming
e. Analisis informasi dengan : 5 WHY, analisis perubahan, analisis
penghalang, fish bone analys.
3) Pelaksanaan RCA dilakkukan dalam waktu 45 hari sejak adanya kejadian.
13
7. Setiap kejadian insiden keselamatan pasien di rumah sakit wajib dilaporkan ke
KMKP RS Citama dalam waktu 2x24 jam dengan berpedoman pada Panduan
Manajemen Insiden Klinis RS.
8. RS memberikan defenisi dan menetapkan insiden keselamatan pasien serta jenis
insiden medis yang harus dilaporkan secara berkala.
9. Rumah Sakit melaksanakan monitoring dan pelaporan indikator mutu Klinis, Mutu
Manajemen dan Mutu Keselamatan Pasien Rumah Sakit, serta menyampaikan
secara periodik kepada Yayasan Kristen Kesejahteraan Citama.
F. Mencapai dan Mempertahankan Peningkatan.
1. Dalam rangka mencapai dan mempertahankan peningkatan mutu dan keselamatan
pasien di RS. Citama, maka Pimpinan Rumah Sakit memutuskan akan melakukan
evaluasi rutin setiap bulan, 3 bulan, dan tahunan.
2. Unit kerja melakukan RCA jika hasil monitoring tidak mencapai target
3. Jika hasil RCA mengindikasikan harus dilakukan redesign proses maka unit tersebut
mengajukan kembali proses kerja yang telah di redesign beserta sasaran mutunya
sesuai prosedur.
4. Jika sasaran mutu tercapai pada satu unit selama 3 bulan, maka dilakukan trial
di unit yang lebih besar atau diseluruh unit rumah sakit serta dilakukan monitoring
kembali. Jika sasaran mutu tercapai selama 6 bulan maka proses tersebut dibakukan
dan disosialisasikan kepada staf.
5. Jika hasil target sasaran mutu tidak tercapai maka dilakukan RCA.
6. Jika hasil RCA mengindikasikan harus dilakukan redesign proses maka unit tersebut
mengajukan kembali proses kerja yang telah di redesign beserta sasaran mutunya
sesuai prosedur.
7. Pimpinan Rumah Sakit akan memberikan tanggapan hasil evaluasi paling lambat 1
bulan setelah laporan diserahkan, dan apabila diperlukan maka akan dilakukan
perubahan sesuai hasil evaluasi.
8. Sosialisasi hasil PMKP dilakukan oleh Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien setiap bulan setelah hasil rapat tinjauan manajemen mendapatkan tanggapan
dari Direktur. Sosialisasi dari Komite Mutu dan Keselamatan Pasien dilakukan
melalui notulen rapat ke Kepala Unit/Bagian, dan dari Kepala bagian/unit ke staf
dilakukan melalui rapat bulanan dan di catat dalam notulen.
Ditetapkan di : Bogor
Pada Tanggal : 8 Agustus 2016
Direktur
14