Adegan 1
Ada keluarga yang bahagia disebuah Desa di Gorontalo yaitu Ayah Rudi, Bunda Ainun, dan 2 orang
anaknya (Adam dan Hawa). Suatu mereka sedang berjalan-jalan di taman. Ayah Rudi mengajak seluruh
keluarga untuk berlibur.
Adam kecil : Wah bagus sekali pemandangannya ayah. (Sambil berlari di taman)
Ayah Rudi : Hati hati adam, jangan bermain terlalu jauh! (Ayah memberi tahu Adam)
Hawa kecil : Biar aku yang jaga ade, yah.
Ayah Rudi : (Sambil tersenyum kearah Hawa) terima kasih Hawa, kamu kakak yang sayang
adik. Ayah bangga sekali dengan kamu. (Sambil memeluk Hawa dan Hawa pun
berlalu untuk mengejar adiknya)
Bunda Ainun : Anak anak sepertinya senang sekali, yah.
Ayah Rudi : Iya, bunda.
Adam menghampiri ayahnya yang sedang duduk bersama bunda sambil menangis.
Adam menunggu bersama Bunda dibangku taman. Sementara menunggu, Hawa menghampiri Bunda
dan Adam. Bunda menjelaskan kejadian alasan penyebab Adam menangis. Saat mereka sedang assyik
bercanda di bangku taman, tiba tiba terdengar suara mobil berdecit keras. Semua orang yang berada
di tempat tersebut langsung berlari untuk melihat apa yang sedang terjadi. Bunda, Hawa, dan Adam
bingung melihat keramaian tersebut.
Saat sedang mencari ayah, tiba tiba bunda melihat sesuatu ditempat kecelakaan tersebut. Sesuatu
yang tidak asing. Semakin jelas yang dilihat oleh bunda. Tiba tiba air mata bunda mengalir. Hawa
bingung dengan sikap bunda. Hawa mengikuti ke arah bunda melihat dan terkejut dengan
pemandangan yang dilhatnya. Ayah sudah tergeletak di jalan dengan darah merah yang segar mengalir
dari tubunya. Kemudian Hawa melihat bundanya jatuh lunglai tak sadarkan diri. Adam yang menangis
karena takut. Semua kejadian itu akan sangat membekas pada Hawa.
Adegan 2
Setelah kepergian ayah, mereka sekarang hanya tinggal bertiga. Kehidupan mereka berubah drastis.
Bunda yang menjadi ibu rumah tangga selama ayah hidup, sekarang harus bekerja memenuhi
kebutuhan mereka sehari hari. Walau berat Bunda mencoba sabar dan tersenyum untuk anak
anaknya. Tahun bertahun berlalu, Hawa dan Adam sudah tumbuh dewasa. Adam mendapat beasiswa
disalah satu perguruan tinggi, sedangkan Hawa setelah lulus SMA memilih bekerja dan mendapat
tawaran pekerjaan di luar kota. Hawa tidak tega melihat Bundanya yang mulai sakit sakitan sehingga
mengambil alih tanggung jawab sebagai pencari nafkah.
Setelah beberapa bulan Hawa pergi ke luar kota. Bunda jatuh sakit, semakin hari sakitnya bertambah
parah. Bunda menyembunyikan rasa sakitnya dari Adam dan Hawa karena tidak ingin membuatnya
khawatir. Bunda pergi ke rumah sakit diam diam untuk berobat dengan sisa tabungan pensiun dininya.
Bunda menjelaskan keluhan sakitnya selama ini kepada dokter. Ekspresi dokter tiba tiba berubah
menjadi serius mendengar penjelasan Bunda.
Dokter Isyana : Ibu, sebaiknya menjalani beberapa tes kesehatan. Supaya saya bisa lebih
memastikan penyakit yang ibu derita. Diagnosa awal saya, bahwa ibu mengalami
kanker paru paru.
Bunda Ainun : Apa dok? (Bunda terkejut mendengar diagnosa dokter) Apakah saya bisa sembuh,
dok?
Dokter Isyana : Itu semua bisa terjadi. Oleh karena itu, ibu harus menjalani tes kesehatan supaya
kita tahu cara mencegah kanker tersebut.
Bunda Ainun : Berapa biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan tersebut, dok?
Dokter Isyana : Ibu, nanti bisa tanya kepada suster untuk urusan biayanya. Apakah Ibu bisa
menjalani tes kesehatan hari ini agar lusa kita bisa mengetahui hasilnya?
Bunda Ainun : Saya bisa dokter.
Dokter Isyana : Baiklah, silahkan ikut dengan suster. Dia akan menemani ibu untuk melakukan tes
kesehatan.
Suster : Silahkan ikut dengan saya, ibu.
Bunda Ainun : Terima kasih, dokter.
Setelah berjabat tangan dengan Dokter Isyana, Bunda mengkuti suster yang akan membantu untuk
melakukan tes kesehatan. Setelah beberapa jam melakukan tes, Bunda pulang dengan perasaan sedih
dan bingung. Ternyata Bunda tidak langsung pulang, dia mampir ke masjid dekat rumah sakit untuk solat
dzuhur dan berdoa.
Bunda Ainun : Ya Allah, aku siap jika engkau sudah memanggilku untuk menghadapmu. Tapi aku
tidak siap meninggalkan anak anakku. Mereka sudah tidak memiliki Ayahnya
dari kecil, akankah mereka bisa kuat jika aku pergi. Ya Allah, panjangkanlah
umurku sampai aku melihat mereka bisa hidup tanpaku. Sampai mereka siap
untuk aku tinggal pergi. Sampai mereka bahagia. Ya Allah, kabukanlah doa ku.
Bunda menangis haru dalam doanya. Dia betul betul tidak siap meninggalkan anak anaknya.
Sesampai di rumah, Bunda mengurung diri di kamar, menangis mengingat putra putrinya. Beruntunglah
Adam sedang ada kegiatan bakti sosial dari kampusnya yang mengharuskannya menginap di tempat
tersebut selama 1 malam. Di tempat yang berbeda Hawa merasakan gelisah, entah sudah berapa hari
dia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Dia teringat terus dengan Bundanya. Padahal sudah berkali-kali dia
menelpon Bundanya tapi perasaan Hawa belum tenang.
Setelah menutup telpon Bunda Ainun merasakan sakit yang amat sangat dibagian perutnya. Kepalanya
jadi berkunang-kunang. Tiba-tiba dia sudah tidak ada tenaga lagi untuk berdiri. Rasanya seperti
membawa beban beberapa ton ditubuhnya. Karena sakit yang tidak tertahankan, akhirnya Bunda Ainun
jatuh pingsan di teras depan rumahnya. Beberapa tetangga yang lewat kaget melihat kondisi Bunda
Ainun dan segera meminta pertolongan.
Ibu Tetangga 1 : Adam dan Hawa tidak ada di rumah. Bagaimana ini bu?
Ibu Tetangga 2 : Telpon saja ke no Adam atau hawa, bu.
Ibu Tetangga 3 : Iya betul. (Sambil mengambil telpon genggamnya Bunda Ainun. Mencari Kontak
dan menghubungi salah satu anak Bunda)
Hawa sedang bekerja serius di mengecek stok barang-barang. Dahinya mengernyit ketika telpon
genggamnya bergetar dan melihat nama ponsel yang ada di layar telponnya tersebut.
Hawa : Assalammualaikum Bunda. Bunda ada apa? Boleh akku telpon sebentar lagi
karena aku sedang bekerja.
Ibu Tetangga 1 : Waalaikumsalam nak Hawa, ini Ibu Rossa tetangga depan rumah mu.
Hawa : Oh, iya tante Rossa. Ada apa yah? Kok pakai telpon Bunda? Ada yang bisa saya
bantu?
Ibu Tetangga 1 : Anu nak, ini anu nak Hawa (Bingung bagaimana harus menyampaikan kabar)
Hawa : Ada apa tante Rossa. Tarik nafas dulu tante, baru tante bercerita.
Ibu Tetangga 1 : Bunda kamu Hawa. Bunda kamu pingsan di rumah. Kami sudah berusaha
menyadarkannya tapi Bunda kamu tidak merespon.
Hawa : Apa? (Hawa terkejut)
Hawa mematung mendengar kabar tersebut. Dia bagai disambar petir. Tubuhnya untuk beberapa waktu
tidak bisa digerakkan dan tidak bisa berkata-kata. Saat menyadari apa yang terjadi, segera Hawa pergi ke
rumah Bunda.
Di tempat yang berbeda, dokter Isyana beserta perawatnya memeriksa keadaan Bunda Ainun di UGD
rumah sakit. Dan kemudian Hawa sampai di rumah sakit tempat Bundanya dirawat.
Hawa menunggu dengan kecemasan. Tangannya tidak berhenti bergetar. Disampingnya sudah ada Adam
yang baru datang dari kampusnya.
Hawa dan Adam masuk ke ruangan rawat untuk melihat Bundanya. Jantung berdegup dengan cepat.
Rasanya sakit sekali. Setelah berada di tempat tidur Bunda, Hawa ternyata menahan nafasnya. Tangisan
langsung pecah melihat tubuh bundanya terkujur kaku di tempat tidur, namun wajahnya tersenyum.
Hawa : Ya allah, yang maha pengasih lagi maha penyayang. Berikanlah ampunan
kepadaku atas dosa-dosaku dan dosa-dosa kedua orangtuaku, dan kasihanilah
keduanya itu sebagaimana beliau merawatku ketika aku masih kecil. Ikutkanlah
kami dan mereka dengan kebaikan. Ya allah, berilah ampun dan belas kasihanilah
karena engkau Tuhan yang lebih berbelas kasih dan tiada daya dan upaya kecuali
dengan pertolongan-Mu.
Hawa dan Adam sekarang ditinggal Bundanya. Keadaan mereka berdua adalah menjadi yatim piatu.
Namun mereka saling menguatkan untuk tetap kuat dan sabar dalam menghadapi kehidupan.
Semoga kisah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.