Anda di halaman 1dari 3

Apa itu Plagiarisme?

Plagiarisme atau sering disebut plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan,
pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat
sendiri. Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain.
Plagiarisme dalam literatur terjadi ketika seseorang mengaku atau memberi kesan bahwa ia
adalah penulis asli suatu naskah yang ditulis orang lain, atau mengambil mentah-mentah dari
tulisan atau karya orang lain atau karya sendiri (swaplagiarisme) secara keseluruhan atau
sebagian, tanpa memberi sumber.

Pada sisi lain, plagiarisme di sektor akademik saat ini sudah menjadi bagian dari budaya yang
menjadi penyakit sosial atau patologi sosial. Plagiat atau penjiplakan hampir menjadi bagian
yang tidak dapat dipisahkan dalam penulisan skripsi, tesis, karya ilmiah dan artikel-artikel.
Berdasarkan data, guru yang ketahuan melakukan plagiasi telah mencapai 1.082 guru. Agar
dapat dikategorikan sebagai guru profesional, mereka tak segan-segan untuk melakukan
tindakan plagiarisme.

Maka semestinya, seorang tenaga pendidik misalnya, sudah seharusnya untuk menghindari diri
dari penjiplakan, karena penjiplakan adalah salah satu kejahatan akademik yang serius dan juga
melawan hukum. Namun sangat disayangkan, tindakan penjiplakan itu sendiri makin hari
makin marak terjadi dan pelakunya bukan hanya berasal dari kalangan pelajar atau mahasiswa,
akan tetapi pelaku plagiat tersebut telah merambah pada dunia dosen, pengajar, guru besar dan
calon guru besar dengan berbagai modus. Secara tidak sadar, upaya upaya plagiat adalah
sebagai bukti nyata ketidakmampuan seseorang penulis/pengarang dalam pembuatan skripsi,
tesis, artikel, karya ilmiah, opini dan fiksi, sehingga demi memenuhi tujuan akhir apakah dalam
hal mengejar kepangkatan atau karya ilmiah lainnya, maka si plagiarisme akan mengunakan
berbagai cara yang menurutnya benar untuk menyelesaikan karya ilmiahnya. Sehingga para
ahli penjiplak tersebut tidak lagi menggunakan pemikiran - pemikiran meraka secara maksimal
dalam membuat tulisannya. Ketidakmampuan, kurangnya minat baca dan kejar target untuk
mendapatkan financial, maka untuk menjawab tuntutan tersebut, penjiplakan adalah salah satu
jalan keluar khususnya bagi si plagiarisme

Yang tergolong sebagai plagiarisme:

menggunakan tulisan orang lain secara mentah, tanpa memberikan tanda jelas
(misalnya dengan menggunakan tanda kutip atau blok alinea yang berbeda) bahwa teks
tersebut diambil persis dari tulisan lain
mengambil gagasan orang lain tanpa memberikan anotasi yang cukup tentang
sumbernya

Yang tidak tergolong plagiarisme:

menggunakan informasi yang berupa fakta umum


menuliskan kembali (dengan mengubah kalimat atau parafrase) opini orang lain dengan
memberikan sumber jelas
mengutip secukupnya tulisan orang lain dengan memberikan tanda batas jelas bagian
kutipan dan menuliskan sumbernya

Rekha Adji Pratama, M.A. (Mahasiswa Doktoral S3 Ilmu Politik Universitas Padjadjaran)
Apa saja yang menjadi faktor tindakan plagiarisme?

Plagiarisme juga disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, mahasiswa malas dan mencari cara
mudah untuk menghasilkan tulisan. Mereka tidak mau bersusah payah mencari sumber
informasi, baik yang berupa buku teks, jurnal, atau terbitan berkala lainnya. Hal ini diperparah
dengan koleksi pustaka yang serba terbatas, lokasi perpustakaan yang relatif jauh, dan akses
yang relatif sulit ke perpustakaan. Oleh sebab itu, bukan rahasia bahwa mahasiswa mengambil
jalan pintas. Mereka tinggal duduk santai karena telah mengupahkan penelitian dan pembuatan
tulisannya (skripsi, laporan). Kedua, mahasiswa tidak menguasai teknik
pengacuan/pengutipan pustaka atau perujukan terhadap karya orang lain, sebagaimana yang
berlaku di PT atau lembaga ilmiah. Sepanjang tidak disengaja, penyebab kedua ini masih bisa
ditoleransi. Toleransi biasanya berupa perbaikan tulisan dan perbaikan ini harus diselesaikan
dalam jangka waktu tertentu. Namun, apabila disengaja, ceritanya menjadi lain. Ketiga,
kontrol yang tidak ketat menjadi pemicu. Ketidaketatan kontrol bersumber dari kualitas
pembimbing yang relatif rendah, jumlah pembimbing yang tidak seimbang (lebih rendah)
daripada jumlah mahasiswa, dedikasi perguruan tinggi yang masih berorientasi pada
keuntungan ekonomi semata, sikap tak-konsekuen perguruan tinggi bersangkutan, sumber
pustaka yang tidak mutakhir, akses ke sumber informasi yang sulit terjangkau, serta sanksi
yang tidak jelas atau bahkan tidak ada terhadap plagiaris. Sedangkan menurut Muhammad
Nuh, adanya plagiasi disebabkan karena tiga faktor, yakni rendahnya integritas pribadi, ambisi
mendapatkan tunjangan finansial, serta kurang ketatnya sistem di dunia pendidikan

Apa hukum dari tindakan plagiarisme?

Bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, beberapa aturan hukum
tentang tindakan plagiat yang makin subur di kalangan masyarakat khususnya para tenaga
pendidik (dunia akademisi). Sampai saat ini di dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana
(KUHP) tidak di kenal dengan istilah plagiat. Sebagai upaya menekan kejahatan plagiat
tersebut yang telah menjadi budaya masyarakat, pemerintah kemudian mengatur dalam bentuk
Undang Undang yaitu UU Hak Cipta, UU Intelektual dan kemudian Peraturan Menteri
(Permen), Permen sendiri muncul setelah munculnya sejumlah kasus Plagiat yang dilakukan
oleh kalangan Pengajar di tanah air. Secara singkat, dalam UU Hak Cipta di atur mengenai
sanksi Pidana bagi pelaku Plagiat sebagaimana dalam Pasal 72 ayat (1); Barangsiapa dengan
sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau
Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1
(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).

Sedangkan ketentuan dan pengertian dari hak cipta juga di jelaskan dalam Pasal 2 ayat (1) :
Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu
ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Sedangkan dalam dunia pendidikan sendiri, pelaku plagiarisme dapat mendapat
hukuman berat seperti dikeluarkan dari sekolah/universitas.

Walaupun aturan hukum telah mengatur begitu rupa sanksi yang akan didapatkan bila
seseorang melakukan upaya melawan hukum yaitu plagiat, namun plagiat tetap marak terjadi
sektor pendidikan. Hal ini disebabkan penegakan terhadap hukum tersebut ibarat api dengan
panggang, bila tindakan penciplakan tidak dikontrol dan diberikan sanksi yang tegas bagi

Rekha Adji Pratama, M.A. (Mahasiswa Doktoral S3 Ilmu Politik Universitas Padjadjaran)
pelaku, maka dunia akademisi dan atau dunia pendidikan di tanah air mengalami kemunduran
dan para pengajar secara tidak langsung mengajar anak didiknya dengan cara plagiat. Maka,
salah satu pengawasan terhadap plagiat adalah dengan kontrol sosial.

Rekha Adji Pratama, M.A. (Mahasiswa Doktoral S3 Ilmu Politik Universitas Padjadjaran)

Anda mungkin juga menyukai