Anda di halaman 1dari 22

Imunologi

Tugas ini untuk memenuhi

Mata kuliah Peuro Neuro dan Imunologi

Yang dibina oleh Bu Dhita Kurnia Sari S.Kep.,Ns.

Disusun Oleh :

Agung Pujisantoso Mokhammad Arif Hidayat

Asna Mufidah Ruly Widya


Kusumaningrum
By Fery Zaimmudin
Rizky Hidayat
Irma Sartika
Vika
Irwan Nur Ardhianata
Valentine Dinda
Laila Dwi Farida
Wardani Fahry Prasiwi
Leonardo Jasikomoni

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


SURYA MITRA HUSADA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
KEDIRI
2015

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha kuasa atas segala limpahan
rahmat,inayah,taufik dan hidayahnya sehinggah kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalh ini
dapat di pergunakan sebagai salah satu acuan,petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
dalam pendidikan nurse.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca,sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini agar
lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan. Seperti kata pepatah: tiada
gading yang tak retak ,begitupun dengan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karna itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan yang
bersifat membangun serta kritik dan saran pembaca..

Tanggal, 16 Mei 2015

ii
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2 Rumusan masalah .................................................................................. 2

1.3 Tujuan penulisan .................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3

2.1 Sejarah Imunologi ................................................................................. 3

2.2 Fungsi imunologi................................................................................... 4

2.3 Respon Imun ......................................................................................... 5

2.4 Pembagian pertahanan Tubuh ............................................................... 6

2.5 Mekanisme Imunitas ............................................................................. 8

2.6 Hubungan imunitas dengan Imunisasi .................................................. 11

2.7 Interaksi antibody-antigen ..................................................................... 13

2.8 Polimornuklear ...................................................................................... 14

2.9 Interaksi Mikroba-fagosit ...................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Salah satu sistem terpenting yang terus menerus melakukan tugas dan
kegiatan dan tidak pernah melalaikan tugas-nya adalah sistem kekebalan
tubuh atau biasa kita sebut dengan sistem imun. Sistem ini melindungi
tubuh sepanjang waktu dari semua jenis penyerang yang berpotensi
menimbulkan penyakit pada tubuh kita. Ia bekerja bagi tubuh bagaikan
pasukan tempur yang mempunyai persenjataan lengkap. Setiap sistem,
organ, atau kelompok sel di dalam tubuh mewakili keseluruhan di dalam
suatu pembagian kerja yang sempurna. Setiap kegagalan dalam sistem akan
menghancurkan tatanan ini. Sistem imun sangat diperlukan bagi tubuh kita.

System imun diperlukan sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi.


Berbagai komponen system imun bekerja sama dalam sebuah respon imun.
Apabila seseorang secara imunologis terpapar pertama kali dengan antigen
kemudian terpapar lagi dengan antigen yang sama, maka akan timbul respon
imun sekunder yang lebih efektif. Reaksi tersebut dapat berlebihan dan
menjurus ke kerusakan individu mempunyai respon imun yang
menyimpang. Kelainan yang disebabkan oleh respon imun tersebut disebut
hipersensitivitas.

Oleh karena itu, untuk dapat lebih memahami tentang sistem imun ini
dan berbagai komponen penyusun yang ada di dalamnya, maka kami
membuat makalah ini, makalah yang akan menambah pengetahuan kita
tentang peranan sistem imun dalam tubuh manusia yang mempunyai
peranan penting dalam sistem mempertahankan kesehatan dan daya tahan
tubuh seseorang.

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang


akan diangkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah sejarah imunologi itu?


2. Apa yang dimaksud dengan sistem imun?
3. Apa sajakah fungsi dari sistem imun?
4. Apakah yang dimaksud dengan respon imun?
5. Pembagian pertahanan tubuh pada manusia?
6. Bagaimanakah kemanisme imunitas?
7. Bagaimanakah hubungan imunitas dengan imunisasi?
8. Bagaimanakah interaksisi antibody-antigen?
9. Apa itu sel polimorfonuklear (PMN)?
10. Bagaimanakah interaksi mikroba dan fagosit?
11. Bagaimanakah kelainan dan penyakit pada sistem kekebalan
tubuh?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah


sebagai berikut:

1. Mengatahui sejarah dari imunologi.


2. Mengetahui pengertian sistem imun.
3. Mengetahui fungsi dari sistem imun.
4. Mengatahui pengertian dari respon imun.
5. Mengetahui pembagian dari sistem pertahanan tubuh.
6. Mengetahui mekanisme imunitas.
7. Memahami hubungan imunitas dengan imunisasi.
8. Mengetahui interaksi antibody-antigen
9. Memahami apa sel polimorfonuklear (PMN) itu.
10. Memahani interaksi mikroba dan fagosit.
11. Mengetahui kelainan dan penyakit pada sistem kekebalan tubuh.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Imunologi

Imunologi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi


imunitas.Imunologi berasal dari ilmu kedokteran dan penelitian awal akibat
dari imunitas sampai penyakit. Sebutan imunitas yang pertama kali
diketahui adalah selama wabah Athena tahun 430 SM. Thucydides mencatat
bahwa orang yang sembuh dari penyakit sebelumnya dapat mengobati
penyakit tanpa terkena penyakit sekali lagi. Observasi imunitas nantinya
diteliti oleh Louis Pasteur pada perkembangan vaksinasi dan teori penyakit
kuman.

Teori Pasteur merupakan perlawanan dari teori penyakit saat itu,


seperti teori penyakit miasma. Robert Koch membuktikan teori ini pada
tahun 1891, untuk itu ia diberikan hadiah nobel pada tahun 1905.. Ia
membuktikan bahwa mikroorganisme merupakan penyebab dari penyakit
infeksi. Virus dikonfirmasi sebagai patogen manusia pada tahun 1901
dengan penemuan virus demam kuning oleh Walter Reed.

Imunologi membuat perkembangan hebat pada akhir abad ke-19


melalui perkembangan cepat pada penelitian imunitas humoral dan imunitas
selular. Paul Ehrlich mengusulkan teori rantai-sisi yang menjelaskan
spesifisitas reaksi antigen-antibodiKontribusinya pada pengertian imunitas
humoral diakui dengan penghargaan hadiah nobel pada tahun 1908, yang
bersamaan dengan penghargaan untuk pendiri imunologi selular, Elie
Metchnikoff.

Pengertian Sistem Imun/Kekebalan Tubuh


Beberapa devinisi dari sistem imun/kekebalan tubuh, yaitu antara
lain:
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme

3
yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan
mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem
ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas,
organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus
sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan
memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan
agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan
pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus
pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar,
sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan
virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam
tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi
tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk
virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam
tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap
sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan
meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.

2.2 Fungsi Sistem Imun


1. Sistem Imun mempunyai beberapa fungsi, diantaranya:
Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit.
2. Menghancurkan dan menghilangkan mikroorganisme atau substansi
asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor) yang masuk ke
dalam tubuh.
3. Menghilangkan jaringan atau sel yg mati atau rusak (debris sel) untuk
perbaikan jaringan.
4. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal.sistem ini sulit karena
adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi
organisme.

4
2.3 Respon Imun

Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang
kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Respons
imun ini dapat melibatkan berbagai macam sel dan protein, terutama sel
makrofag, sel limfosit, komplemen, dansitokin yang saling berinteraksi secara
kompleks.

Dilihat dari beberapa kali pajanan antigen maka dapat dikenal dua macam
respon imun yaitu:

1. Respons imun primer


Respons imun primer adalah respon imun yang terjadi pada
pajanan yang pertama kalinya dengan antibodi. Antibodi yang
terbentuk pada respons imun ini kebanyakan adalah IgM dengan
titer yang lebih rendah dibanding dengan respons imun sekunder,
demikian pula daya afinitasnya. Waktu antara antigen masuk
sampai timbul antibodi (lag phase) lebih lama bila disbanding
dengan respons imun sekunder.

2. Respons imun sekunder


Pada respons imun ini, antibodi yang dibentuk terutama adalah
IgG, dengan titer dan afinitas lebih tinggi, serta fase lag lebih
pendek dibanding respons imun primer. Hal ini disebabkan oleh
karena sel memori yang yang terbentuk pada respons imun primer
akancepat mengalami transformasi blast, proliferasi, dan
diferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan antibodi.
Demikian pula dengan imunitas seluler, sel limfosit T akan lebih
cepat mengalami transformasi blast dan berdeferensiasi menjadi sel
T aktif sehingga lebih banyak terbentuk sel efektor dan sel memori
(Ranuh, 2001).

5
2.4 Pembagian Pertahanan Tubuh

Pertahanan tubuh melindungi tubuh terhadap agen lingkungan yang


asing bagi tubuh. Agen lingkungan ini antara lain adalah: Patogen
(virus, bakteri, jamur, dan lain-lain)
Produk tumbuhan
Produk hewan
Zat kimia
Pertahanan tubuh ada 2 yaitu pertahanan tubuh spesifik dan
pertahanan tubuh non spesifik:
a. Pertahanan tubuh spesifik
Dikatakan spesifik karena hanya terbatas pada satu mikro
organisme dan tidak memberikan proteksi terhadap mikro
organisme yang tidak berkaitan.Pertahanan ini di dapat melalui
pejanan terhadap agen infeksius spesifik sehingga jaringan
tubuh membentuk sistem imun.
Imunitas
Kemampuan tubuh untuk pertahanan diri melawan infeksi
dan berupaya untuk membawanya kedalam sel dari orang
atau hewan lain.
Karakteristik sistem imun
- Spesifitas, dapat membedakan berbagai zat asing.
- Memikro organismeri dan amplifikasi, mengingat
kembali kontak sebelumnya.
- Pengenalan bagian diri, membedakan agen asing dan sel
tubuh sendiri.
Komponen respon imun
- Antigen, yaitu zat yang menyebabkan respon imun
spesifik.
- Antibody, yaitu suatu protein yang dihasilkan oleh
sistem imun sebagai respon terhadap keadaan antigen.

6
b. Pertahanan tubuh non spesifik
Dikatakan tidak spesifik karena berlaku untuk semua
organisme dan memberikan perlindungan umum terhadap
berbagai jenis agens. Secara umum pertahanan tubuh non
spesifik ini terbagi menjadi pertahanan fisik, mekanik dan
kimiawi.
1. Pertahanan fisik
Pertahanan tubuh non spesifik dengan pertahanan fisik
dalam tubuh manusia antara lain adalah:
a) kulit, kulit yang utuh menjadi salah satu garis
pertahanan pertama karena sifatnya yang permeabel
terhadap infeksi berbagai organisme.
b) asam laktat, dalam keringat dan sekresi sebasea dalam
mempertahankan pH kulit tetap rendah, sehingga
sebagian besar mikro organisme tidak mampu
bertahan hidup dalam kondisi ini.
c) cilia, mikro organisme yang masuk saluran nafas
diangkut keluar oleh gerakan silia yang melekat pada
sel epitel.
d) mukus, membran mukosa mensekresi mukus untuk
menjebak mikroba dan partikel asing lainnya serta
menutup masuk jalurnya bakteri/virus.
e) granulosit, mengenali mikroba organisme sebagai
musuh dan menelan serta menghancurkan mereka.
f) proses inflamasi, invasi jaringan oleh mikro
organisme merangsang respon inflamasi pada tubuh
dengan tanda inflamasi yaitu kemerahan, panas,
pembengkakan, nyeri, hilangnya fungsi dan granulosit
dan mikro organismenosit keluar.
2. Pertahanan mekanik

7
Pertahanan tubuh non spesifik dengan cara pertahanan
mekanik antara lain adalah:
a) Bersin, reaksi tubuh karena ada benda asing (bakteri,
virus, benda dan lain-lain yang masuk hidung) reaksi
tubuh untuk mengeluarkan dengan bersin.
b) Bilasan air mata, saat ada benda asing produksi air mata
berlebih untuk mengeluarkan benda tersebut.
c) Bilasan saliva, kalau ada zat berbahaya produksi saliva
berlebih untuk menetralkan
d) Urin dan feses, jika berlebih maka respon tubuh untuk
segera mengeluarkannya.

3. Pertahanan kimiawi
Pertahanan tubuh non spesifik dengan cara kimiawi antara
lain adalah:
a) Enzim dan asam dalam cairan pencernaan berfungsi
sebagai pelindung bagi tubuh.
b) HCL lambung, membunuh bakteri yang tidak tahan
asam.
c) Asiditas vagina, membunuh bakteri yang tidak tahan
asam.
d) Cairan empedu, membunuh bakteri yang tidak tahan
asam.

2.5 Mekanisme Imunitas


Langkah pertama dalam memusnahkan patogen atau sel asing adalah
mengenal antigen sebagai bahan asing. Baik sel T maupun sel B mampu
melakukan hal ini, namun mekanisme immunya diaktivasi dengan sangat
baik, bila pengenalan ini dilakukan oleh makrofag dan kelompok khusus
limfosit T yang disebut sel T helper.

8
Antigen asing difagosit oleh suatu makrofag, dan bagian-bagian
dipresentasi pada membran sel makrofag. Pada membran makrofag juga
terdapat antigen self yang merupakan representasi semua antigen yang
terdapat di semua sel individu. Oleh karena itu, sel T helper yang bertemu
makrofag ini tersaji tidak hanya bersama antigen self sebagai
pembandingnya. Sel T helper sekarang menjadi tersensitisasi dan spesifik
bagi antigen asing. Satu hal yang tidak dimiliki tubuh.

Pengenalan antigen sebagai benda asing mengawali satu atau kedua


mekanisme imunitas. Mekanisme tersebut adalah imunitas selular, yang
dalamnya sel T dan makrofag berpartisipasi dan imunitas humoral (dengan
perantara antibodi) yang melibatkan dalam sel T, sel B dan makrofag.

1. Imunitas Selular
Mekanisme imunitas ini tidak menghasilkan antibodi, tetapi
tetap efektif melawan patogen intrasel (misalnya virus), fungi , sel-sel
ganas, dan tandur jaringan asing. Setelah pengenalan antigen asing
oleh makrofag dan sel T helper yang menjadi teraktivasi dan spesifik
kemudian membelah berkali-kali membentuk sel T memori dan sel T
sitotoksik (killer). Sel T memori akan mengingat antigen asing yang
spesifik dan menjadi aktif bila antigen tersebut masuk lagi ke dalam
tubuh. Sel T sitotoksik secar kimiawi mampu merusak antigen asing
dengan mengoyak membran sel.
Dengan cara ini, sel T sitotoksik merusak sel-sel yang
terinfeksi oleh virus, dan mencegah virus berepsroduksi. Sel T ini juga
memproduksi sitokinin, yang secara kimiawi menarik makrofag
menuju area tersebut dan mengaktifkan makrofag untuk memfagosit
antigen asing. Sel T teraktivitasi lainnya menjadi sel T supresor, yang
akan menghentikan respons imun ketika antigen asing telah dirusak.
2. Imunitas Humoral

9
Mekanisme imunitas ini tidak melibatkan produksi antibodi.
Tahap pertama yaitu pengenalan antigen asing, yang kali ini dilakukan
oleh sel B serta makrofag dan sel T helper. Sel T helper yang
tersensitisasi menyajikan antigen asing pada sel B, yang memberikan
stimulus kuat bagi aktivasi sel B yang spesifik untuk antigen ini. Sel B
teraktivasi mulai membelah berkali-kali dan membentuk dua jenis sel.
Beberapa sel B baru yang dihasilkan adalah sel-sel B memori, yang
akan mengingat antigen spesifik. Sel-sel B lain menjadi sel-sel plasma
yang menghasilkan antibodi spesifik bagi antigen asing yang satu ini.
Antibodi kemudian berikatan dengan antigen, membentuk kompleks
antigen-antibodi. Ikatan kompleks ini menyebabkan opsonisasi yang
berarti bahwa antigen sekarang dilabel untuk di fagosit oleh
makrofag atau neutrofil. Kompleks antigen antibodi juga menstimulasi
proses fiksasi komplemen.melakukan respons imun selular begitu
terjadi pajanan selanjutnya terhadap antigen.

Komplemen adalah suatu kelompok yang terdiri atas 20


protein plasma yang bersirkulasi dalam darah sampai teraktivasi atau
terfiksasi oleh suatu kompleks antigen-antibodi. Fiksasi komplemen
bisa komplet atau parsial. Jika antigen asingnya seluler, protein
komplemen mengikat kompleks antigen-antibodi, lalu slaing berikatan
satu dengan lainnya, dan menyusun cincin enzimatik yang membentuk
satu lubang dalam sel, yang dapat menyebabkan kematian sel. Ini
adlaha fiksasi komplemen komplet ( menyeluruh) dan merupakan
keadaan yang terjadi pada sel-sel bakteri (yang bisa terjadi pada reaksi
transfusi, juga dapat meyebabkan hemolisis).

Apabila antigen asing bukan sel, misalnya virus, maka akan


berlangsung fiksasi, komplemen parsial, yakni beberpa protein
komplemen berikatan dengan kompleks antigen-antibodi. Hal ini
merupakan faktor kemotaktik. Kemotaksit berarti Pergerakan
kimiawi dan sebenarnya merupakan penanda yang menarik

10
makrofag untuk memangsa dan merusak antigen asing. Bila antigen
asing telah dirusak, sel T supresor tersensitisasi untuk menghentikan
respon imun. Hal ini penting dalam membatasi produksi antibodi
sampai jumlah yang diperlukan untuk mengeliminasi patogen tanpa
memicu respons tanpa memicu respons autoimun (Scanlon, 2006:
305-306).

2.6 Hubungan Imunitas dengan Imunisasi

Ditinjau dari cara memperolehnya, imunitas dibagi menjadi:

1. Imunitas aktif, yaitu bila seseorang secara aktif membentuk sendiri


imunitasnya terhadap suatu penyakit.
2. munitas pasif, yaitu bila imunitas itu berasal dari luar yang kemudian
masuk atau dimasukkan ke dalam tubuh.
a) Imunitas aktif
Imunitas aktif dibedakan menjadi di dapat secara alamiah
dan dimasukkan secara buatan.
Imuniats aktif di dapat secara alamiah Imunitas ini di
dapatkan bila seseorang terserang suatu bibit penyakit terutama
mikroorganisme, kemudian menjadi sakit ringan ataupun berat.
Sementara itu di dalam tubuhnya dikembangkan imunitas
humoral dan imunitas seluler terhadap bibit penyakit tersebut.
Bila imunitasnya dapat mengatasi bibit penyakit, maka orang ini
akan sembuh dan menjadi kebal khusus terhadap penyakit
tersebut. Contohnya yaitu Di negara-negara berkembang lebih
dari 90% anak-anak pada usia 7 tahun sudah memiliki antibody
terhadap virus poliomielitis. Mungkin sebagian besar anak-anak
di atas usia 10 tahun sudah memiliki imunitas terhadap dipteri.
Hal ini terjadi karena anak-anak itu sudah terserang penyakit,
sebagian besar dalam bentuk ringan, kemudian sembuh dan
menjadi kebal (imun). Hanya sebagian kecil dari anak-anak

11
tersebut yang oleh suatu sebab menderita sakit berat dan
membahayakan .
Imunitas aktif dimasukkan secara buatan
Pada akhir abad ke-18, saat penyakit cacar sedang melanda
dunia. Edward Jenner menemukan bahwa seseorang yang telah
ditulari dan telah menderita penyakit cacar lembu yang jinak dan
tidak berbahaya dapat menjadi kebal terhadap penyakit cacar
yang ganas. Dengan dasar ini, maka para ahli berlomba
membuat berbagai antigen yang aman untuk dimasukkan ke
dalam tubuh dengan tujuan agar tubuh dan membentuk antibody
(imunitas) tetapi tidak mengalami sakit yang berat. Antigen-
antigen tersebut dapat berupa:
Vaksin adalah suatu suspensi mikroorganisme atau bagian
mikroorganisme (virus, riketsia, bakteri) yang telah mati
ataudilemahkan.
Toksoid adalah toksin yang telah dilemahkan.
Reaksi dari sistem imunitas tubuh terhadap vaksin dan
toksin biasanya lemah dan lambat karena antigen yang
dimasukkan sedikit-sedikit dan telah dilemahkan. Agar
kekebalan yang cukup dapat diperoleh maka diperlukan
ulangan-ulangan dengan maksud mendapatkan respon sekunder
(amamnestik) yang kuat.

b) Imunitas pasif
Imunitas pasif dibedakan juga menjadi didapat secara
alamiah dan dimasukkan secara buatan (Irianto, 2004: 310-
311).

12
2.7 Interaksi Antibody-Antigen

Sisi pengikat antigen pada regio variabel antibodi akan berikatan


dengan sisi penghubung determinan antigenik pada antigen untuk membentuk
kompleks antigen-antibodi (atau imun). Pengikatan ini memungkinkan
inaktivasi antigen melalui proses fiksasi, netralisasi, aglutinasi, atau
presipitasi.

1. Fiksasi komplemen terjadi jika bagian molekul antibodi mengikat


komplemen. Ikatan molekul komplemen diaktivasi melalui jalur klasik,
yang memicu efek cascade untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat
organisme atau toksin npenyusup. Efek yang paling penting meliputi :
a. Opsonisasi
Partikel antigen diselubungi antibodi atau komponen
komplemen yang memfasilitasi proses fagositosisi partikel.
b. Sitolisis
Kombinasi dari nfaktor-faktor komplemen multipel
mengakibatkan rupturnya membran plasma bakteri atau
penyusup lain dan menyebabkan isi selular keluar.
c. Inflamasi
Produk komplemen berkontribusi dalam inflamasi akut melalui
aktivasi sel mast, basofil, dan trombosit darah.
2. Netralisasi terjadi saat antibodi menutup sisi toksik antigen dan
menjadikannya tidak berbahaya.
3. Aglutinasi (penggumpalan) terjadi jiak antigen adalah materi partikulat,
seperti bakteri atau sel-sel merah.
4. Presipitasi terjadi jika antigen dapat larut. Kompleks imun menjadi
besar akibat hubungan silang molekul antigen sehingga tidak dapat larut
dan berpresipitasi. Reaksi presipitasi antara antigen dan antibodi dapat
dipakai secara klinis untuk mendeteksi dan mengukur salah satu
komponen berikut.

13
a. Imunoelektroforesis adalah suatu metode untuk menganalisis
campuran antigen (protein) dan antibodinya.protein digerakkan
pada bidang listrik (elektroforesis) untuk dipisahkan dan kemudian
dibiarkan berdifusi dalam jeli agar tempat setiap protein
membentuk garis presipitin dengan antibodinya.
b. Radioimunoassai (RIA) didasarkan pada pengikatan kompetitif
secara radioaktif antara antigen berlabel dan antigen tanpa label
untuk sejumlah kecil antibodi. Metode ini memungkinkan
dilakukannya anlisis terhadap antigen, antibodi, atau kompleks
dalam jumlah yang sangat kecil melalui pengukuran
radioaktivitasnya bukan melalui cara kimia (Sloane, 2003: 257)

2.8 Sel Polimorfonuklear (PMN)

Sel-sel polimorfonuklear ( PMN ) berasal dari sel induk mieloid, dan


merupakan 60%-70% dari jumlah leukosit dalam sirkulasi darah, walaupun
sel-sel itu dapat juga dijumpai ekstravaskuler. Sel PMN mempunyai inti
yang terbagi atas beberapa lobul, dan dalam sitoplasma terdapat 3 macam
granula yaitu granula primer, sekunder, dan tertier. Granula primer
merupakan granula azurofilik yang mengandung mieloperoksidase, lisozim
dan sejumlah protein bermuatan positif ( kationic ).

Granula sekunder mengandung laktoferin, lisozim dan protein pengikay


B-12, sedangkan granula tersier mengandung lisozom dan hidrolase asam.
Granula ini penting sekali dalam proses pembunuhan bakteri dan reaksi
imunologik yang lain. Bersama-sama dengan makrofag, PMN merupakan
garis pertahanan terdepan dan melindungi tubuh dengan menyingkirkan
mikroorganisme yang masuk. Sel sel ini sering disebut sel-sel inflamasi
karena ia berperan penting pada proses inflamasi. Sel PMN dapat melekat
dan menembus sel endotel yang melapisi pembuluh darah. Termasuk dalam
golongan PMN adalah neutrofil, eosinofil dan basofil.

14
1. Neutrofil
Hampir 90% dari granulosit dalam sirkulasi terdiri atas neutrofil.
Masa hidupnya dalam aliran darah adalah sekitar 4-8 jam .tetapi dalam
jaringan sel itu dapat hidup lebih lama. Neutrofil bereaksi cepat
terhadap rangsangan, dapat bergerak menuju daerah inflamasi karena
dirangsang oleh faktor kemotaktikyang antara lain di lepaskan oleh
komplemen atau limfosit teraktivasi. Seperti halnya makrofag, fungsi
neutrofil yang utama adalah memberikan respons imun nonspesifik
dengan melakukan fagositosis serta membunuh atau menyingkirkan
mikroorganisme yang masuk.

Fungsi ini didukung dan ditingkatkan oleh komplemen atau


antibodi, dan intuk mengikat komplemen dan antibodi neutrofil
mempunyai reseptor untuk Fc-IgG maupun reseptor untuk C3b dan
C3d. Neutrofil mempunyai granula yang berisi enzim-enzim perusak
dan berbagai protein yang selain dapat merusak mikroorganisme juga
dapat menyulut reaksi inflamasi bila dilepaskan.

2. Eosinofil

Dalam darah perifer orang normal terdapat eosinofil dala


jumlah 2-5% dari jumlah leukosit. Sel ini dapat dibedakan dari s.el
lain karena mempunyai granula berwarna .merah jingga yang berisi
protein basa dan enzim perusak. Eosonofil terutama efektif dalam
menyingkirkan antigen yang merangsang pembentukan IgE. Sel ini
mempunyai reseptor untuk IgE dan dapat melekat erat pada partikel
yang dilapisi IgE. Eosinofil juga terdapat jumlah banyak pada tempat-
tempat reaksi alergik, dalam konteks ini eosinofil turut betranggung
jawab atas kerusakan jaringan inflamasi. Pertumbuhan dan
diferensiasi eosinofil dirangsang oleh sitokin yang diproduksi oleh sel

15
T, yaitu IL-5, dan aktivasi sel T menyebabkan akumulasi eosinifil di
tempat-tempat infestasi parasit dan reaksi alergi.

Eosinofil bergerak ke arah sel sasaran karena rangsangan


mediator yang diproduksi oleh Sel T, mastosit dan basofil yang
disebut eosinophil chemotactic factor of anaphylaxis (ECF-A).
Sebagian eosinofil mempunyai reseptor untuk Fc dan C3b yang
memungkinkan sel tersebut melekat pada sel sasaran, misalnya parasit
atau cacing, yang dilapisi antibodi atau komplemen. Aktivasi eosinofil
melalui reseptor-resptor ini menghasilkan respiratory burst dan
penglepasan major basic protein (MBP) serta protein bermuatan
positif yang dapat merusak membran sel sasaran berukuran besar yang
tidak dapat dihancurkan dengan cara fagositosis. Di lain pihak, kalu
mendapa rangsangan yang sessuai eousinofil menjadi aktif
melepaskan berbagai enzim yang dapat mengancurkan berbagai
mediator yang dilepaskan oleh basofil dam mastosit, antara lain
histaminnase yang dapat merusak histamin, dan aryl sulphatase yang
dapat menghancurkan leukotrien LTC

4, LTD 4, serta LTE 4 ( Leukotrien dahulu dikenal dengan


nama slow reacting substance of anaphylaxis = SRS-A). Karena itu
eousinofil, selain merusak sel sasaran, juga diduga berfungsi
mengendalikan atau mengurangi reaksi hipersensitivitas.

Basofi dan mastosit Jumlah basofil dalam sirkulasi hanya


sedikit, yaitu 0.2% dari jumlah leukosit. Sel ini di tandai dengan inti
dengan 2 lobus dan mempunyai granula intrasitoplasmik berwarna
ungu yang berisi heparin, SRS-A dan ECF-A. Dibandingkan dengan
basofil, mastosit yang umumnya terdapat dalam jaringan dan epitel
mukosa, mempunyai inti berlobus tunggal dan granula basifil yang
berjumlha lebih banyak dan berukurab lebih kecil. Kedua jenis sel
mempunyai fungsi yang sama walaupun diduga berasal dari cikal

16
bakal yang berbeda. Kedua jenis sel ini meiliki reseptor untuk
fragmen Fc IgG IgE, tetapi disamping itu mastosit juga mempunyai
reseptor untuk C3b. Atas rangsangan alergen yang bereaksi dengan
IgE yang melekat pada sel melalui reseptor untuk Fc, sel-sel itu dapat
melepaskan berbagai mediator dan mengakibatkan reaksi anafilaktik
(Kresno, 2003).

2.9 Interaksi Anti Mikroba Dan Fagosit

Antimikroba memiliki sifat imunomodulator terutama terhadap


neutrofil dan monosit/makrofag. Sifat imunomodulator tersebut kadang-
kadang lebih dominan dari efek bakteriostatik dan bakterisidal dari
antimikroba tersebut. Fungsi dari sistem fagosit yang dapat dipengaruhi
adalah chemotaxis, dan kemampuan untuk membunuh kuman melalui
pembentukan superoksida. Antimikroba tertentu dapat meningkatkan
kemampuan fagosit baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Keefektifan suatu antimikroba dalam pengobatan penyakit infeksi


tergantung dari interaksi antara bakteri, obat antimikroba dan sistem fagosit
dalam tubuh. Beberapa antimikroba dilaporkan dapat menimbulkan
modifikasi terhadap sistem imunitas tubuh baik secara in vitro maupun
secara in vivo. Obat antimikroba akan mempengaruhi interaksi antara
neutrofil dengan mikroba melalui berbagai cara, dan begitu juga sebaliknya
neutrofil dapat mengganggu aktivitas antimikroba dalam tubuh.

Kebanyakan antimikroba golongan -laktam dan quinolone memiliki


efek sinergis dengan sistem fagosit dalam menghancurkan kuman di dalam
sel neutrofil, oleh karenanya obat tersebut disebut obat yang bersifat
imunostimulator. Sebaliknya beberapa antimikroba seperti cyclins,
chloramphenicol, sulfonamid dan trimethoprim dapat menekan fungsi
imunitas tubuh. Beberapa antimikroba memiliki efek yang meragukan
terhadap sistem imunitas meningkatkan kemampuan fagosit dari neutrofil.

17
Antimikroba akan berpengaruh terhadap interaksi antara neutrofil dan
monosit/makrofag dengan mikroba/kuman. Berdasarkan latar belakang
tersebut di atas, nampaknya sebelum memutuskan untuk memberikan
antimikroba untuk menangani penyakit infeksi terutama pada pasien yang
sudah mengalami gangguan pada sistem imun, perlu diketahui golongan
antimikroba mana yang dapat meningkatkan dan yang dapat menurunkan
kemampuan fagosit dari neutrofil, sehingga efek terapi yang diharapkan
menjadi lebih baik.Dalam tulisan berikut akan diuraikan berbagai aspek dari
interaksi antara antimikroba dengan netrofil dan monosit/makrofag.
Mekanisme dari Neutrofil dan Monosit/Makrofag Memfagosit serta
Menghancurkan Kuman.

18
DAFTAR PUSTAKA

Anwar,Tetty. 2009. Diktat Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas XI

DuriJati,Wijaya. 2007. Aktif Biologi SMA Kelas XI. Jakarta: Ganesa Exact

Maryati, Sri. BIOLOGI SMA Kelas 2. Jakarta:Erlangga

http://www.tsani-oke.com

http://tonangardyanto.blogspot.com/2006/04/1-virus-sistem-imun-dan-
antibiotika.html

http://rhamnosa.wordpress.com/2006/03/11/stimuno-si-penguat-sistem-imun/

19

Anda mungkin juga menyukai