Anda di halaman 1dari 37

Case Report Session

NEUROPATI DIABETIKUM

Oleh:

Yestria Elfatma 1010313114

Pembimbing:

Prof. Dr. dr. Darwin Amir, Sp.S (K)

dr. Syarif Indra, Sp.S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2015
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Neuropati perifer merupakan salah satu gejala yang banyak ditemuka pada orang tua, hal

ini dianggap sebagai proses penuaan.1 Namun tanpa kita sadari neuropati perifer merupakan

salah satu gejala akibat penyakit diabetes mellitus yang tidak diketahui. Didapatka sekitar 60%-

70% pasien dengan diabetes memiliki komplikasi neuropati. Pada beberapa pasien kerusakan

yang disebabkan oleh diabetes ini awalnya tidak menunjukan adanya gejala.2

Menurut Estimasi terakhir dari International Diabetes Federation (IDF), terdapat 382 juta

orang hidup dengan diabetes di dunia pada tahun 2013. Diperkirakan dari 382 juta orang

tersebut, 175 juta diantaranya belum terdiagnosis, sehingga terancam berkembang progresif

menjadi komplikasi tanpa disadari dan tanpa pencegahan.3

Neuropati perifer dapat dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang bermakna,

dan berdampak pada gangguan keseimbangan dan jatuh. Hal ini mengakibatkan gangguan dari

aktivitas seseorang sehingga orang tersebut akan lebih banyak dirumah dan menjadi beban

keluarga.1

Pada beberapa kasus neuropati, memang tidak ada tatalaksana yang tersedia untuk

menyembuhkan penyakit. Tapi pada neuropati diabetika, dengan pengontroan gula darah akan

menghindari atau dapat memperlambat dari terjadinya kerusakan pada saraf dan dilakukannya

manajemen nyeri juga dapat meningkatkan kualitas hidup dari pasien.2


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Neuropati diabetika adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang disebabkan oleh

degenerasi saraf perifer atau autonom sebagai akibat dari diabetes mellitus.4 Berdasarkan

Members of an International Consensus Meeting on the Outpatient Diagnosis an Management,

neuropati diabetika merupakan gejala dan atau tanda-tanda disfungsi saraf perifer pada penderita

diabetes setelah dipastikan tidak adanya penyebab lain.5

Neuropati ini ditandai dengan mati rasa, rasa kesemutan dan kelemahan hingga

menimbulkan rasa sakit. Diabetes mellitus merupakan penyebab terpenting untuk terjadinya

neuropati perifer karena hampir dari setengah neuropti disebabkan oleh diabetes mellitus.6

2.2 Epidemiologi

Estimasi terakhir dari International Diabetes Federation (IDF), terdapat 382 juta orang

hidup dengan diabetes di dunia pada tahun 2013. Diperkirakan dari 382 juta orang tersebut, 175

juta diantaranya belum terdiagnosis, sehingga terancam berkembang progresif menjadi

komplikasi tanpa disadari dan tanpa pencegahan.3

Akibat terjadinya peningkatan gula dalam darah yang terus menerus akan menyebabkan

banyak terjadinya komplikasi. Diantara sekian banyak komplikasi, neuropati perifer murupakan

komplikasi terbanyak dimana didapatkan hampir dari 50% penderita5. Dari penelitian yang

dilakukan di RSCM pada tahun 2011 didapatkan neuropati perifer merupakan komplikasi

terbanyak yang dialami oleh 54% penderita diabetes mellitus.3


2.3 Etiologi

Neuropati perifer merupakan gambaran klinis yang sering dijumpai pada sebagian besar

penyakit sistemik. Etiologi neuropati tersering di negara maju adalah diabetes dan alkoholisme,

sedangkan di negara berkembang adalah lepra. Etiologi lain yang bisa ditemukan pada usia lanjut

antara lain trauma, toksik, metabolik, infeksi, iskemik dan paraneoplastik. Selain itu, insiden

neuropati pada HIV juga meningkat seiring meningkatnya kasus infeksi HIV. 1

2.4 Klasifikasi

Neuropati diabetika dapat diklasifikasikan sebagai berikut2:

1. Neuropati perifer.

Neuropati perifer atau yang disebut juga dengan distal symmetric neurophaty atau

sensorimotor neurophaty merupakan tipe neuropati diabetika yang paling banyak

terjadi. Kerusakan terjadi dijari kaki, tungkai, tangan dan lengan. Kerusakan didahuli

terjadi di kaki dan tungkai lalu tangan dan lengan. Gejalan dan tanda dari neuropati

perifer adalah2 :

a. mati rasa atau ketidakpekaan terhadap nyeri atau suhu

b. kesemutan, rasa terbakar, atau terasa seperti ditusuk-tusk

c. nyeri tajam atau kram

d. kehilangan keseimbangan dan koordinasi

Gejala-gejala di atas biasanya akan terasa lebih memburuk saat malam hari.

Neuropati perifer juga dapat menyebabkan kelemahan pada otot dan hilangnya reflex,

terutama dipergelangan kaki, hal ini menyebabkan perubahan terdahap cara berjalan seseorang.

Lecet dan luka mungkin muncul didaerah yang mati rasa akibat tekanan atau karena cedera yang
tidak disadari. Jika infeksi terjadi dan tidak segera di obati, nfeksi dapat menyebar hingga ke

tulang hingga kaki harus diamputasi.2

Gambar 2.1 Neuropati perifer mempengaruhi saraf-saraf dijari kaki, tungkai, tangan

dan lengan2

2. Neuropati autonom

Neuropati autonom merupakan penyebab perubahan fungsi pada saluran

pencernaan, buang air besar, buang air kecil, fungsi sexual, dan pengeluaran keringat.2

Gangguan fungsi daluran pencernaan yang paling sering terjadi adalah konstipasi.

Selain itu ganggua pencernaanyang dapat terjadi adalah pengosongan lambung yang

terlalu lambat yang disebut dengan gastroparesis. Gastroparesis yang parah akan
menyebabkan mual, muntah, kembung dan kehilangan nafsu makan. Gastroparesis jga

dapat peningkatan kadar glukosa darah yang berfluktuasi karena makanan dicerna

secara abnormal. Kerusakan pada persarafan esophagus dapat menyebabkan sulit

menelan, dan kerusakan saraf pada usus dapat menyebabkan diare yang tidak

terkendali terutama pada malam hari. Masalah pada pencernaan ini dapat penyebabkan

penurunan berat badan pada pasien dengan neuropati diabetika.2

Gangguan yang didapatkan pada neuroati autonom pada kandung kemih yaitu

kehilangan kemampuan seseorang dalam mengosongkan kandung kemih sehingga urin

bersifat statis dan merupakan tempat kumbuh kuman yang baik yang dapat

menyebaban terinfeksi. Saat saraf pada kandung kemih rusak hal ini juga dapat

menyebabkan seseorang tidak merasakan lagi saat kandung kemihnya penuh atau

kehilangan kemampuan mehanan urin sehingga terjadi inkontinensia urin. Gangguan

seksual yang dapat terjadi yaitu seorang pria tidak dapat mengalami ereksi atau tidak

dapat mencapai klimaks seksual dengan ejakulasi normal, pada wanita mengalami

kesulitan dalam gairah atau pelumasan atau orgasme.2

Selain itu neuropati diabetika mempengaruhi fungsi saraf dalam mengontrol

tekanan darah. Sistem tubuh terganggu untuk menyesuaikan tekanan darah akibatnya

tekanan darah dapat turun tajam setelah duduk atau menyebabkan seseorang merasa

pusing atau bahkan sampai pingsan. Kerusakan saraf tersebut juga dapat mengganggu

dari heart rate dimana denyut jantung tetap tinggi, bukann naik atau turun dalam

menanggapi fungsi normal tubuh dan aktivitas fisik.2


Neuropati autonom ini juga dapat menyebabkan terjadinya ketidakwaspadaan

saat terjadinya hipoglikemia, dimana dalam keadaan normal jika gula darah seserang

berada dibawah 70 mg/dL maka akan ada pertanda dari tubuh seperti keringat dingin

atau palpitasi, tatpi pada neuropati autonom hipoglikemia sulit terdeteksi,

menyebabkan orang tidak mengetahui bahwa terjadi penurunan kadar gula darah.2

Neuropati otonom dapat mempengaruhi kontrol keringat. Tubuh tidak mampu

mengatur suhu sebagaimana mestinya sehingga kerusakan saraf dapat menyebabkan

seseorang berkeringat banyak pada malam hari atau pada saat makan.2

Perubahan fungsi yang terjadi pada mata akibat neuropati autonom yaitu

membuat seseorang kurang responsive terhadap perubahan cahaya. Akibatnya

seseorang tidak dapat melihat dengan baik cahaya ketika di ruangan gelap atau

mungkin memiliki kesulitan dalam mengemudi di malam hari.2


Gambar 2.2 Neuropati otonom mempengaruhi saraf di jantung, lambung, usus,

kandung kemih, organ seks, keringat, mata dan paru-paru2

3. Neuropati Proximal

Neuropati proximal atau dikenal juga dengan nama lumbosacral plexus

neurophaty, neuropaty femoral, atau diabetic amyotrophy, dimana nyeri dimulai

dengan nyeri dipaha, pinggul, bokong, atau kaki biasanya pada satu sisi tubuh. Jenis

neuropati ini biasanya lebih sering terjadi pada orang dengan diabetes tipe 2 dan pada

orang dewasa. Neuropati proximal menyebabkan kelemahan atau ketidakmampuan

kaki untuk merubah posisi dari duduk lalu berdiri.2


4. Neuropati Fokal

Gangguan yang terjadi hanya pada satu kelompok saraf saja sehingga

menyebabkan kelemahan otot atau rasa sakit. Setiap saraf dalam tubuh dapat terkena.2

2.5 Patogenesis

Saraf perifer (spinalis dan kranialis) yang didistribusikan untuk memelihara otot, kulit

dan pembuluh darah terdiri dari sejumlah saraf campuran yaitu saraf motorik, sensorik dan

vegetatif. Dari segi fungisnya, ketiga jenis saraf tersebut dibedakan berdasarkan ukuran

penampangnya, yaitu saraf tipe A (5-12 mikron), tipe B (3-4 mikron), dan tipe C (1-2 mikron).

Saraf tipe A aksonnya bermielin tebal, tipe B bermielin tipis dan tipe C aksonnya tidak

bermielin. Akson bermielin tebal adalah akson saraf motorik pada umumnya dan sebagian saraf

sensorik untuk jenis protopatik. Akson bermielin tipis adalah sebagian akson saraf motorik dan

sebagian saraf sensorik. Akson yang tidak bermielin adalah akson sensorik dan autonom.4

Neuropati diabetika tidak terjadi oleh karena faktor tunggal, melainkan karena interaksi

beberapa factor seperti, faktor metabolic, vascular dan factor mekanik. Factor kausatif utama

adalah gangguan metabolic jaringan saraf.

a. Faktor Metabolik

Pada diabetes mellitus peranan insulin memobilisasi glukosa sangat minimal. Dalam

kondisi hiperglikemik glukosa diubah oleh aldose reduktase menjadi sorbitol. Akumulasi

sorbitol dapat terjadi 24-48 jam setelah hiperglikemia, terutama pada neuron, lensa,

pembuluh darah, dan eritrosit. Sorbitol ini bersifat higroskopik sehingga akan

meningkatkan tekanan osmotic sel. Mio-inositol merupakan bagian plasma dan

membrane sel. Pada diabetes mellitus mio-inositol banyak di ekskresikan lewat urin, dan

sebaliknya, akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel mempengaruhi pengambilan mio-
inositol. Rendahnya kadar mio-inositol ini menyebabkan gangguan fungsi ATP-ase,

sehingga terjadi gangguan konduksi saraf. Mio-inositol ini merupakan precursor

polifosfo-inositida yang penting dalam mengatur potensial aksi pada saraf.

Penimbunan sorbitol dan penurunan mio-inositol ini menyebabkan gangguan pada sel

scwan dan akson. Proses ini menyebabkan terjadinya demielinisasi dan degenerasi

akson.4

b. Faktor Vaskuler

Kadar peningkatan glukosa dalam darah memiliki hubungan dengan adanya kerusakan

mikrovaskuler. Tingginya kadar gula dalam darah yang persisten akan meransang

didproduksinya radikal bebas oksidatif (Reactive Oxygen Species/ROS). Radikal bebas ini

akan merusak dari endotel pembuluh darah dan menetralisir NO yang berefek

menghalangi vasodilatasi pembuluh darah sehingga menurunkan penyediaan darah pada

darah yang terkena. Hal ini dapat menyebabkan iskemia akut. Proses iskemia ini akan

menyebabkan terganggunya transportasi aksonal, aktivitas Na-K-ATPase yang akhirnya

akan menimbulkan degenerasi akson.2,7

c. Faktor Mekanik

2.6 Diagnosis

Anamnesis8

Sensorik: sesuai dengan deskripsi dimana pasien merasakan rasa yang berbeda pada

tubuh pasien.

Motorik: gangguan koordinasi, serta paresis distal dan atau proximnal antara lain sulit

naik tangga, sulit bankit dari kursi, atau lantai, terjatuh, sulit bekerja atau mengangkat
lengan atas, geraka halus tangan terganggu, sulit memutar kunci, sulit membuka toples,

ibu jari tertekuk, tesandung dan kedua kaki bertabrakan.

Otonom : gangguan berkeringat, sensasi melayang pada posisi tegak, sinkop, saat BAK,

atau kegiatan fisik, disfungsi ereksi, sulit orgasme, sulit menahan BAK dan BAB,

polakisuri, muntah, mencret, nocturnal, konstipasi, gangguan pupil yang sulit berubah

saat gelap ataupun terang.

Neurpoati diabetic dicurigai pada pasien dengan DM tipe I yang lebih dari 5 tahun dan

seluruh pasien DM tipe II.

Pemeriksaan Fisik8,9

1. Tanda vital sign

2. Pemeriksaan Umum

Inspeksi: kaki diabetic, neuroartropati (Charcot joint), dan deformitas claw toe.

3. Pemeriksaan neurologic

- Pemeriksaan motorik

- Pemeriksaan sensorik (sensibilitas)

Hubungan manusia dengan dunia luar terjadi melalui reseptor sensorik berupa:

1. Reseptor eksteroseptif, yaitu berespon terhadap stimulus dari lingkungan

eksternal, termasuk visual, auditori dan taktil.

2. Reseptor proprioseptif, yaitu dapat menerima informasi mengenai posisi bagian

tubuh atau tubuh di ruangan.

3.Reseptor interoseptif, yaitu dapat mendeteksi kejadian internal seperti

perubahan tekanan darah.


Sebelum dilakukan pemeriksaan tanyakan kepada pasien apakah ada

keluhan mengenai sensibilitas. Bila ada minta pasien untuk menunjuk lokasiya.

Dari bentuk daerah yang terganggu tentukan apakah kelainan bersifat sentral,

perifer atau dermatom.

Pemeriksaan sensibilitas esteroseptif terdiri dari:

a. Pemeriksaan rasa raba : gunakan sepotong kapas, kertas, atau kain dan

ujungnya diusahakan sekecil mungkin. Hindarkan adanya tekanan atau

pembangkitan rasa nyeri. Periksa diseluruh tubh dan bandingkan bagian-

bagian yang simetris. Thigmestesia berari rasa raba halus bila rasa raba ini

hilang disebut thigmanesthesia.

b. Pemeriksaan rasa nyeri. Pemeriksaan nyeri dapat dibagi atas rasa nyeri tusuk

dan rasa nyeri tumpul atau rasa nyeri cepat an rasa nyeri lamban.

Dalam praktek sehari-harinya pemeriksaan dilakukan dengan

menggunakan jarum atau peniti. Tusukan diharapkan cukup keras sehingga

pasien benar-benar merasakan nyeri bukan hanya rasa disentuh atau diraba.

Periksa pada seluruh tubuh dan bandingkan bagian-bagian yang simetris. Pada

bagian yang simetris kualitas tusukan yang diberikan harus sama kuat.

c. Pemeriksaan rasa suhu

Ada dua macam rasa suhu yaitu rasa panas dan rasa dingin. Rasa suhu

diperiksa dengan menggunakan tabung reaksi yang diisi dengan air es dengan

suhu sekita 10-20C untuk rasa dingin dan air panas dengan suhu 40-50C untuk

rasa panas. Penderita diminta untuk mengatakan dingin atau panas bila
dirangsang. Suhu yang kurang dari 5C dan lebih dari 50C dapat menimbulkan

rasa nyeri.

d. Rasa gerak dan rasa sikap

Rasa gerak disebut juga rasa kinetik. Rasa gerk dirasakan saat tubuh atau

bagian tubh digerakkan secara aktif atau pasif. Jadi rasa gerak merupakan rasa

bahwa seseorang tahu bahwa bagia tubuhnya digerakan.

e. Rasa getar

Pemeriksaan biasanya dilakukan dengan menempatkan garpu tala yang

sedang bergetar pada ibu jari kaki, maleolus lateral dan medial kaki, tibia, spina

ilaka anterior superior, sacrum, prosesus spinosus vertebra, sternum, klavikula,

proc stiloideus radius dan ulna dan jari-jari.

f. Rasa raba kasar dan rasa tekan

Rasa raba kasar atau rasa tekan diperiksa dengan menekan dengan jari

atau benda tumpul pada kulit atau dengan memencet otot tendon, dan serabut

saraf.

g. Rasa nyeri dalam

Diperiksa dengan jalan memencet otot dan tendon, menekan serabut saraf

yang terletak dekat permukaan atau memencet testes atau biji mata.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Periksa laboratorium untuk mengetahui apakah gula darah dan HbA1c pada diabetes

tidak terkontrol dengan baik atau yang belum diketahui.2

b. Pemeriksaan Imaging
- CT mielogram adalah suatu pemeriksaan alternative untuk menyingkirkan lesi

kompresi dan keadaan patologis lain di kanalis spinalis pada radikulopleksopati

lumbosakral dan neuropati torakoabdominal.

- MRI digunakan untuk menyingkirkan aneurisma intracranial, lesi kompresi dan

infark pada kelumpuhan n.okulomotorius

c. Elektromiografi (EMG)

KHS motorik dimonitor dengan amplitude dari CMAP (Componed Muscle Action

Potensials) atau diukur kecepatan hantar saraf motoriknya. Kelainan hantar saraf

menggambarkan kehilangan serabut saraf yang bermielin yang berdiameter besar dan

biasanya tungkai lebih sering terkena dibandingkan lengan. Hal ini mencerminkan

degenerasi serabut saraf berdiameter besar, yang tergantung dari panjangnya saraf.2

KHS motorik tak boleh menurun lebih dari 50% dibandingkan dengan nilai rata-

rata normal. Kelainan pada kecepatan hantar sensorimotorik dapat ditemukan pada

pasien diabetes, walaupun secara klinis belum ada gejala polineuropati distal simetris.

Abnormalitas kecepatan hantar saraf umumnya ditemukan di saraf sensorik

(N.suralis, N.peroneus dan N.medianus)2

EMG menunjukkan bagaimana respons otot terhadap signal elektris yang

ditransmisi oleh saraf dan ini dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan KHS.

Pemeriksaan EMG pada otot-otot distal pada ekstremitas bawah menunjukkan adanya

denervasi dalam bentuk PSW (positive sharp waves) dan fibrilasi (spontaneous

discharges). Perubahan re-inervasi seperti unit potensial yang mempunyai amplitude

tinggi, duration yang panjang mencerminkan adanya suatu gangguan yang kronis.

Kelainan pada otot-otot paraspinal dengan pemeriksaan dengan jarum menunjukkan


spontaneous discharges, yang ditemukan secara bilateral dan menunjukkan suatu

poliradikulopati.2

2.8 Terapi

Jalan terbaik untuk menghindari dari terjadinya komplikasi neuropati diabetika yaitu

dengan menjaga gula darah hingga mendekati range normal. Menjaga kadar gula darah

merupakan cara yang efektif untuk menjaga saraf pada tubuh sehingga diperlukan monitoring

gula darah, pengaturan diet dan exercise.2 Kontrol gula darah yang ketat bisa menurunkan resiko

neuropati 60% dalam 5 tahun.7

Terapi Non Farmakologis8:

- Perawatan harian kaki secara teliti

o Sepatu : jangan menggunakan sepatu yang sempit, diperiksa apakah

adanya tonjolan dalam sepatu.

o Terapi jika ada infeksi local yang terjadi

o Turunkan berat badan

o Nyeri kaki: rendam kaki dalam air panas dan dingn secara bergantian

selama 10menit.

- Edukasi hindari jika ada trauma supaya tidak berulang

- Celah silang kaki dan bersandar pada siku-siku

Terapi kausatif :

Aldose reduktase inhibitor


Golongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat penimbunan

sorbitol dan fruktosa, dengan cara memblok pemecahan glukosa yang spesifik

melalui jalur poliol. Diberikan tolrestat 200 mg/hari.10

Asam alfa lipoik (ALA)

Merupakan zat antioksidan yang sangat kuat. Dapat meningkatkan fungsi endotel

vaskuler. ALA merupakan antioksidan enzimatik yang penting yaitu glutation yang

berfungsi juga sebagai antihiperglikemik sehingga dapat menurunkan glukosa sampai

50% bila diberikan dalam dosis 1200 mg iv per hari. ALA juga dapat menurunkan

glycosylated hemoglobin melalui penurunan gula darah.10

Imunoglobulin (IVIg)

Intravena immunoglobulin adalah kumpulan plasma donor yang digunakan untuk

penyakit autoimun. IVIg merupakan immunoglobulin yang berasal dari darah donor

dengan titer antibodi yang tinggi terhadap antigen tertentu seperti virus dan toksin.

Diharapkan kumpulan berbagai antibodi ini memiliki efek netralisasi terhadap system

imun pasien. IVIg dosis besar (2g/kgBB) terbukti efektif untuk berbagai keadaan

penyakit imun. Efek immunomoduler IVIg adalah inhibisi complement deposition

dan neutralisasi sitokin. Tersedia dalam larutan 5 dan 10% dan bubuk 2,5 g, 5 g, 10 g

dan 12 g untuk injeksi. Efek samping yang dapat timbul adalah mialgia, takikardi,

sakit kepala, nausea dan hipotensi.11

Terapi yang dapat diberikan untuk mengurangi nyeri yaitu :

NSAID

Menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi

PGG2 menjadi terganggu. Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform disebut


COX-1 dan COX-2. Berfungsi sebagai antiinflamasi. Obat yang diberkan berupa

ibuprofen 600 mg 4x/hari, sulindac 200 mg 2x/hari. Efek samping yang sering adalah

tukak lambung yang kadang disertai anemia karena perdarahan lambung.11

Antidepresan Trisiklik (TCA)

Anti-depresan memiliki efek memblok reuptake dari serotonin dan

norepinefrin di SSP, sehingga meningkatkan aktifitas dari system modulasi nyeri

endogen.

Mekanisme kerja anti depresan trisiklik (TCA) terutama mampu memodulasi

transmisi dari serotonin dan norepinefrin (NE). Anti depresan trisiklik menghambat

pengambilan kembali serotonin (5-HT) dan noradrenalin oleh reseptor presineptik.

Disamping itu, anti depresan trisiklik juga menurunkan jumlah reseptor 5-HT

(autoreseptor), sehingga secara keseluruhan mampu meningkatkan konsentrasi 5-HT

dicelah sinaptik. Hambatan reuptake norepinefrin juga meningkatkan konsentrasi

norepinefrin dicelah sinaptik. Peningkatan konsentrasi norepinefrin dicelah sinaptik

menyebabkan penurunan jumlah reseptor adrenalin beta yang akan mengurangi

aktivitas adenilsiklasi. Sehingga akan menyebabkan nyeri berkurang.

TCA meliputi imipiramine, amitriptilin, dan nortriptilin. Obat-obatan ini

efektif untuk menurukan nyeri tetapi dapat menimbulkan efek samping berupa dose-

dependent. Salah satu efek samping TCA yaitu bersifat toksik. Ditandai dengan

hiperpireksia, hipertensi, konvulsi dan koma. Pada keracunan dapat menimbulkan

gangguan konduksi jantung dan aritmia. Pada dosis yang rendah dapat digunakan

untuk neuropati, keracunan jarang untuk dosis rendah. Yang lebih sering digunakan
adalah amitriptilin. Amitriptilin tersedia dalam bentuk tablet 10 mg dan 25 mg, dan

dalam bentuk larutan suntik 100 mg/10mL. Dosis permulaan 75 mg sehari.11

Serotonin-norepinefrin reuptake inhibitors (SSNRI)

SSNRI yaitu duloxetine disetujui untuk pengobatan neuropati diabetik, dan

juga venlafaxine juga dapat digunakan. Dengan menargetan serotonin dan

norepinefrin, obat ini dapat mengobati nyeri yang timbul karena neuropati diabetik

dan juga mengobati depresi jika ada.

Duloxetine diindikasikan untuk penanganan nyeri neuropatik yang

berhubungan dengan ND, walaupun mekanisme kerjanya dalam mengurangi nyeri

belum sepenuhnya dipahami. Hal ini mungkin berhubungan dengan kemampuannya

untuk meningkatkan aktivitas norepinephrin dan 5-HT pada sistem saraf pusat,

duloxetine umumnya dapat ditoleransi dengan baik, dosis yang dianjurkan yaitu

duloxetine diberikan sekali sehari dengan dosis 60 mg, walaupun pada dosis 120

mg/hari menunjukkan keamanan dan keefektifannya.11

Antiepileptic drugs (AED)

Pemanjangan dari saraf C nosiseptor dapat menyebabkan pengeluaran glutamate

yang bekerja pada reseptor N-Methyl-D-Aspartate (NMDA) di medulla spinalis.

Aktivasi dari reseptor NMDA menyebabkan neuron pada medulla spinalis menjadi

lebih responsive, yang mengakibatkan sensitisasi sentral. Pengaktifan itu dapat

mengakibatkan sel merespon terhadap nyeri. Maka dari itu, anti epilepsy dapat
digunakan untuk menghilangkan nyeri pada neuropati karena salah satu kerja

antiepilepsi adalah penurunan ekstimasi glutamate melalui blok reseptor NMDA.11

AED, khususnya gabapentin dan pregabalin adalah first line pengobatan pada

neuropati. Gabapentin dibandingkan amitriptilin dari segi efek dan efek samping

lebih minimal. Efek samping yang dapat muncul adalah sedasi.10,11 Gabapentin

merupakan suatu analog GABA yang berperan dalam metabolism GABA.

Gabapentin menghambat degradasi GABA, yaitu dengan mempengaruhi re-uptake.

Dosis gabapentin (dewasa dan anak > 12 tahun) adalah 900-1800 mg/hari. Efek

sampingnya berupa ataxia, pusing, sakit kepala, somnolen dan tremor.10,11

Pregabalin diindikasikan pada penanganan nyeri neuropatik untuk ND dan

juga PHN. Mekanisme kerja dari pregabalin diyakini sama dengan gabapentin.

Pregabalin, memblok Ca2+ masuk pada ujung saraf dan mengurangi pelepasan

neurotransmitter. Pada penderita ND yang nyeri, dosis maksimum yang

direkomendasikan dari pregabalin adalah 100 mg tiga kali sehari (300mg/hari). Pada

pasien dengan creatinin clearance 60 ml/min, dosis seharusnya mulai pada 50 mg

tiga kali sehari (150mg/hari) dan dapat ditingkatkan hingga 300mg/hari dalam 1

minggu berdasarkan keampuhan dan daya toleransi dari penderita.10,11

Obat anti-epilepsy (AED) memiliki kemampuan mengurangi eksitabilitas

membran dan menekan terjadinya impuls saraf abnormal pada neuron. Hal ini

terutama berperan menekan proses yang terjadi pada sensitisasi, sehingga sering

digunakan pada nyeri neuropatik.10,11


Terapi tambahan :

Metilkobalamin

Merupakan satu-satunya derivate aktif dari vitamin B12 yang mempunyai

efek merangsang proteosintesis sel-sel Schwann dan dengan jalan transmetilasi dapat

menyebabkan mielogenesis dan regenerasi akson saraf dan memperbaiki transmisi

sinaps. Mempromosi sintesa fosfatidilkolin yang memperbaiki aktivitas Na-K-

ATPase. Dengan jalan transmetilasi dapat menyebabkan mielogenesis dan

menstimulasi regenerasi akson saraf dan memperbaiki transmisi pada saraf. Dosis

3x250 ug metilkobalamin.10,11
BAB 3

LAPORAN KASUS

Seorang pasien laki-laki berusia 56 tahun datang ke poli saraf RSUP Dr. M. Djamil

Padang pada tanggal 16 September 2015 dengan identitas pasien :

Nama : Tn F

Usia : 56 tahun

Alamat : Andalas, Padang

Pekerjaan : PNS

ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Nyeri pada kaki, tangan kanan dan kiri

Riwayat Penyakit Sekarang :

- Pasien merasakan nyeri pada ujung-ujung jari kaki dan tangan sejak 1 tahun yang lalu

yang semakin meningkat sejak 3 hari yang lalu. Awalnya terasa dari kesemutan lalu

menjadi kebas yang semakin berat hingga sekarang. Nyeri terasa sama kanan dan kiri.

- Nyeri dirasakan seperti terbakar dan ditusuk-tusuk meningkat terutama pada malam hari.

- Pasien mengeluh sering haus walaupun telah banyak minum dan merasa lapar walaupun

sudah banyak makan

- Pasien juga mengeluhkan sering merasakan kembung setelah makan.

- Pasien juga sering terbangun pada malam hari untuk buang air kecil.
- Pasien sering mengeluhkan kesulitan saat akan berdiri dari posisi duduk, sering

tersandung dan hampir terjatuh

- Pasien juga mengeluhkan kesulitan jika mengendarai mobil pada malam hari

- Gangguan buang air besar tidak ada

- Mual dan muntah tidak ada

- Kelemahan pada anggota gerak tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Pasien sudah dikenal menderita DM sejak 5 tahun yang lalu tetapi tidak kontrol dengan

teratur. Pasien biasanya mengkosumsi metformin kapan dirasakan perlu.

- Pasien tidak memiliki riwayat menderita hipertensi, penyakit jantung atau stroke.

- Riwayat menderita herpes zoster sebelumnya tidak ada.

- Riwayat mengkomsumsi alkohol tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :

Ayah dan saudara kandung pasien juga menderita diabetes mellitus.

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan :

Pasien seorang pegawai yang bekerja dikantor dengan aktifitas ringan sedang. Jarang

berolahraga dan memiliki kebiasaan merokok. Pasien biasanya menghabiskan rokok 1bungkus

per harinya.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Sakit sedang Nadi : 92 kali/menit

Kesadaran : GCS15 (E4M6V5) Nafas : 18 kali/menit

Tekanan Darah : 120/80 mmHg Suhu : 36,5C


STATUS INTERNUS

Rambut : hitam beruban, tidak mudah dicabut

Kulit dan kuku : tidak ada rambut pada 2/3 kulit kaki bawah

Kelenjer Getah Bening : tidak ditemukan pembesaran

Kepala : tidak ditemukan kelainan

Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Hidung : tidak ditemukan kelainan

Telinga : tidak ditemukan kelainan

Leher : JVP 5-2 cmH2O

Paru

Inspeksi : simetris, kiri = kanan

Palpasi : fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial linea mid clavicula sinistra RIC VI
Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : irama teratur, HR: 82kali/menit, regular, bising tidak ada

Abdomen

Inspeksi : distensi tidak ada

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus(+) normal

STATUS NEUROLOGIS

Kesadaran Compos Mentis, GCS 15 (E4 M6 V5)

1. Tanda Rangsangan Selaput Otak

Kaku Kuduk : (-)

Brudzinski I : (-)

Brudzinki II : (-)

Tanda Kernig : (-)

Tanda Laseque : (-)

2. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial (-)

Pupil isokor, mata kanan dan kiri diameter 3mm/3mm, Rc (+/+),gerak bola mata bebas ke

segala arah

Muntah proyektil (-), sakit kepala progresif (-)


3. Pemeriksaan Nervus Kranialis

N.I (Olfaktorius)

Penciuman Kanan Kiri

Subjektif + +

Objektif (dengan bahan) Tidak dilakukan pemeriksaan

N.II (Optikus)

Penglihatan Kanan Kiri

Tajam Penglihatan +2 +2

Lapangan Pandang + +

Melihat warna + +

Funduskopi Tidak dilakukan pemeriksaan

N.III (Okulomotorius)

Kanan Kiri

Bola Mata Bulat Bulat

Ptosis - -

Gerakan Bulbus Bebas Bebas

Strabismus - -

Nistagmus -

Ekso/Endopthalmus - -

Pupil

Bentuk Bulat Bulat

Refleks Cahaya (+) (-)

Refleks (+) (-)


Akomodasi
Refleks (+) (-)
Konvergensi

N. IV (Troklearis)

Kanan Kiri

Gerakan mata ke bawah + +

Sikap bulbus Bebas Bebas

Diplopia - -

N. VI (Abdusens)

Kanan Kiri

Gerakan mata ke lateral + +

Sikap bulbus Bebas Bebas

Diplopia - -

N. V (Trigeminus)

Kanan Kiri

Motorik

Membuka mulut + +

Menggerakan + +
rahang
Menggigit + +

Mengunyah + +

Sensorik

-Divisi Oftlamika

Refleks Kornea + +

Sensibilitas + +
-Divisi Maksila

Refleks Masseter + +

Sensibilitas + +

-Divisi Mandibula

Sensibilitas + +

N. VII (Fasialis)

Kanan Kiri

Raut wajah + +

Sekresi air mata + +

Fisura palpebra + +

Menggerakan dahi + +

Menutup mata + +

Mencibir/bersiul + +

Memperlihatkan gigi + +

Sensasi lidah 2/3 belakang + +

Hiperakusis - -

N. VIII (Vestibularis)

Kanan Kiri

Suara berbisik + +

Detik Arloji + +

Nistagmus - -

N.IX (Glosofaringeus)
Kanan Kiri

Sensasi Lidah 1/3 belakang + +

Refleks muntah (gag refleks) + +

N.X (Vagus)

Kanan Kiri

Arkus faring Simetris

Uvula Di tengah

Menelan + +

Artikulasi Jelas

Suara +

Nadi Teratur, kuat angkat

N. XI (Asesorius)

Menoleh kekanan +

Menoleh kekiri +

Mengangkat bahu kanan +

Mengangkat bahu kiri +

N. XII (Hipoglosus)

Kanan Kiri

Kedudukan lidah dalam Simetris

Kedudukan lidah dijulurkan Simetris

Tremor - -

Fasikulasi - -
Atropi - -

Pemeriksaan Koordinasi

Cara Berjalan Disarthia -

Romberg test - Disgrafia -

Ataksia - Supinasi-pronasi -

Rebound Phenomen - Test jari hidung -

Tes Tumit Lutut - Test hidung jari -

Pemeriksaan Fungsi Motorik

A. Badan Respirasi Teratur

Duduk +

B.Berdiri dan Gerakan spontan + +


berjalan
Tremor - -

Atetosis - -

Mioklonik - -

Khorea - -

C.Ekstermitas Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Aktif Aktif aktif Aktif

Kekuatan 555 555 555 555

Tropi Eutropi Eutropi Eutropi Eutropi

Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus


Pemeriksaan Sensibilitas

Kanan Kiri

Sensibilitas Tangan : berkurang sampai ke sendi Tangan : berkurang sampai ke


taktil metacarpal sendi metacarpal

Kaki : berkurang sampai 2/3 dari Kaki : berkurang sampai 2/3


lutut sampai ke kaki dari lutut sampai ke kaki

Sensibilitas tangan : berkurang sampai ke sendi tangan : berkurang sampai ke


nyeri phalanges sendi phalanges

kaki : berkurang sampai 2/3 dari kaki : berkurang sampai


lutut sampai ke kaki 2/3 dari lutut sampai ke kaki

Sensibilitas tangan : berkurang sampai ke sendi tangan : berkurang sampai ke


termis metacarpal sendi metacarpal

kaki : berkurang sampai 2/3 dari kaki : berkurang sampai


lutut sampai ke kaki 2/3 dari lutut sampai ke kaki

Stereognosis Berkurang Berkurang

Berkurang Berkurang

Pengenalan 2 tangan : berkurang sampai ke sendi tangan : berkurang sampai ke


titik metacarpal sendi metakarpal

kaki : berkurang sampai 2/3 dari kaki : berkurang sampai


lutut sampai ke kaki 2/3 dari lutut sampai ke kaki

Sistem Refleks

A. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri

Kornea + + Biseps ++ ++

Berbangkis - - Triseps ++ ++

Laring KPR ++ ++

Masseter APR + +

B. Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri


Lengan Tungkai

Hofmann Tromner - - Babinski - -

Chaddoks - -

Oppenheim - -

Gordon - -

Schaeffer - -

Fungsi Otonom

Miksi : neurogenic bladder (-)

Defekasi : baik

Otonom : BAK sering terutama pada malam hari, keringat baik

Fungsi Luhur

Kesadaran Tanda Demensia

Reaksi bicara + Refleks glabela -

reaksi intelek + Refleks Snout -

Reaksi emosi + Refleks Menghisap -

Refleks Memegang -

Refleks palmomental -

Pemeriksaan Laboratorium :

Hb : 13,8 gr/dl Gula Darah Sewaktu : 286

Leukosit : 9.600/mm3 Ur/Cr : 30/0,7

Trombosit : 286.000/mm3 Na/K/Cl : 141/3,5/101

Working Diagnosis :
Neuropati diabetika

Diagnosis Banding :

Pemeriksaan Penunjang :

a. Pemeriksaan gula darah puasa, HbA1c

b. EMG

Diagnosa Klinis : neuropati diabetika

Diagnosa Topik : saraf perifer dan saraf autonom

Diagnosa Etiologi : diabetes mellitus tipe 2

Diagnosa Sekunder : retinopati diabetikum

Penatalaksanaan :

a. Manajemen umum:

- Pemeriksaan gula darah secara berkala untuk mengontrol gula darah

- Diet dan olahraga teratur

- Foot hygiene

- Fisioterapi

b. Manajemen Khusus:

- Duloxetine 60-120mg/hari

- Gabapentin 1200mg/hari

- Metformin 3x500 mg
- Metilkobalamin 3x250 ug

Prognosis

Quo ad Vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanam : dubia ad malam


BAB 4

DISKUSI

Telah dilakukan pemeriksaan pada seorang pasien laki-laki usia 56 tahun di poli saraf RS

Dr. Djamil Padang pada tanggal 16 september 2015 dengan diagnosis neuropati diabetika.

Diagnosis neuropati diabetika ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan adanya rasa nyeri yang dirasakan pada

ujung-ujung jari kaki dan tangan. Nyeri dirasakan seperti terbakar dan ditusuk-tusuk. Nyeri ini

diawali dengan rasa kesemutan sejak 1 tahun yang lalu, semakin lama semakin berat. Selain

kesemutan pasien juga merasakan kebas lalu semakin berat menjadi nyeri. Hal ini dirasakan

sama pada tangan bagian kanan dan kiri. Nyeri tersebut dirasakan semakin meningkat pada

malam hari. Hal ini menandakan adanya kelainan pada saraf perifer. Pasien sudah dikenal

menderita diabetes mellitus sejak 5 tahun yang lalu. Pasien tidak mengontrol kadar gula darah

dengan teratur. Selain kerusakan dari saraf perifer, pada pasien ini juga didapatkan kelainan pada

saraf otonom berupa perut yang kembung etelah makan, suka buang air kecil pada malam hari

dan kesulitan pasien untuk bangkit setelah duduk. Selain itu pasien juga merasakan kesulitan saat

mengendarai mobil pada malam hari.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan rambut pada kaki 2/3 distal tidak tumbuh lagi dan

kurangnya sensibilitaspada kaki dan tangan, reflek APR yang menurun pada kedua kaki yang

disebabkan oleh rusaknya saraf-saraf pada daerah perifer.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan kadar gula darah mencapai 286gr/dL. Kadar

gula darah yang tinggi dan tidak terkontrol akan semakin merusak saraf-saraf pada tubuh. Saraf

manapun di dalam tubuh dapat mengalami kerusakan. Kerusakan ini telah dijelaskan dapat

terjadi melalui factor metabolic, factor vascular dan factor mekanik.


Pasien ini direncakan untuk dilakukannya pemeriksaan kada gula darah puasa dan

pemeriksaan HbA1c unuk menilai bagaimana kontrol gula darah pasien dalam 3 bulan terakhir,

dan untuk menentukan pengobatan yang lebih tepat. Selain itu direncanakan untuk dilakukannya

elektromiografi untuk menilai hantaran pada sarafnya.

Pengobatan pada pasien ini diberikan duloxetine sebagai antikovulsan, pregabalin sebagai

anti depresan, metformin dan metilkobalamin sebagai vitamin untuk memperbaiki saraf.
BAB 5

KESIMPULAN

Neuropati diabetika merupakan komplikasi terbanyak dari diabetes mellitus yang

diakibatkan oleh penigkatan kadar gula darah yang tinggi sehingga merusak dari saraf pada

tubuh. Neuropati diabetika dapat dibagi menjadi neuropati perifer, neuropati autonom, neuropati

proximal dan neuropati fokal.

Keluhan yang dialami oleh pasien dengan neuropati diabetika tidak selalu berat tetapi

rasa yang tidak nyaman yang dirasakan pasien setiap hari dapat menurunkan kualitas hidup

pasien dan pasien dapat menjadi beban bagi keluarga. Neuropati diabetika ini memang tidak

dapat disembuhkan tetapi dengan mengontrol kadar gula darah kerusakan terhadap saraf dapat

ditunda, oleh karena itu dibutuhkan managemen yang baik dalam menangani neuropati diabetika.
DAFTAR PUSTAKA

1. Frida M. Clinical Approach and Elekctrodiagnostic Studies of Peripheral Neurophaty in


Elderly. Department of Neurology, Medical Faculty of Universitas Andalas. Padang: 2012
2. National Diabetes Information Clearinghouse. Diabetic Neuropathies: The Nerve Damage
of Diabetes. National Institute of Health Publication No.09-3185 : 2009.
3. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Situasi dan Analisis Diabetes. Jakarta
Selatan: 2014
4. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinik. Gangguan Neuromuskular: Neuropati Diabetika.
Gajah Mada Universuty Press: 2008.h.311-15.
5. Andrew JM, Bulton MD. Diabetic Somatic Neurophaty. In Technical Review Diabetes Care,
Vol.7. 2006.
6. American Academy of Neurology. Understanding Peripheral Neurophaty. 2012. Di unduh
dari
7. Subekti I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2006.h.1902-4
8. Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Konsensus Nasional
1 Diagnostik dan Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik: Nyeri pada Lesi Saraf Tepi .
Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair; 2011.h.33-6
9. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Sistem Sensorik:
Pemeriksaan Sensibilitas. Balai Penerbit FKUI, Jakarta: 2007.h.118-33.
10. Wibowo S, Gofir A. Farmakoterapi dalam Neurologi. Jakarta : Penerbit Salemba Medika;
2001.h.145-7.
11. Gunawan SG, Setiabudy R. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : FKUI; 2006.h.172-4,
230-3
12.

Anda mungkin juga menyukai