Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Menurut Global Tuberculosis ControlWHO Report tahun 2013, Indonesia merupakan
penyumbang Tuberkulosis (TB) terbesar ke-3 di dunia setelah India dan Cina dengan angka
kematian 27/100.000 orang. Menurut KEMENKES, pada tahun 2013 di Indonesia jumlah
kasus BTA positif sebanyak 196.310, menurun dibandingkan dengan tahun tahun 2012 yang
sebesar 201.301 kasus. Perkiraan jumlah kasus TB sekitar dua miliar orang dari sepertiga
penduduk dunia terkena basil TB dan setengah penduduk dunia meninggal akibat penyakit
TB terutama di Negara berkembang (WHO, 2009). Hingga saat ini, belum ada satu negara
pun yang bebas TB.Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium
tuberculosis ini pun tinggi. Tahun 2009, 1,7 juta dari total 9,4 juta total kasus meninggal
karena TB (Depkes RI, 2011).
Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalahIndia,
Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia. Data TB Indonesia, Total seluruh kasus TB
tahun 2009 sebanyak 294.731 kasus, dimana 169.213 adalah kasus TB baru BTA positif,
108.616 adalah kasus TB BTA negatif, 11.215 adalah kasus TB Extra Paru, 3.709 adalah
kasus TB Kambuh, dan 1.978 adalah kasus pengobatan ulang diluar kasus kambuh (WHO,
2009).
Berdasarkan profil kesehatan tahun 2015 DINKES Kabupaten Asahan jumlah kasus
dan angka penemuan kasus Tb paru BTA + menurut jenis kelamin, pada tahun 2013 jumlah
suspek Tb paru BTA + ditemukan sebanyak 5.938 kasus, dan selanjutnya penderita Tb paru
BTA + sebanyak 640 kasus (10,78%), dengan demikian telah ditemukan presentase BTA +
terhadap suspek sebesar 10,78%. Pada tahun 2014 jumlah suspek Tb paru BTA + ditemukan
sebanyak 6.573 kasus, dan selanjutnya penderita Tb paru BTA + sebanyak 700 kasus
(10,78%), dengan demikian telah ditemukan presentase BTA + terhadap suspek sebesar
10,65%. Pada tahun 2015 jumlah suspek Tb paru BTA + ditemukan menurun menjadi 4.814
kasus, dan selanjutnya penderita Tb paru BTA + sebanyak 544 kasus (11,30%), dengan
demikian telah ditemukan presentase BTA + terhadap suspek sebesar 11,30%.
Untuk angka kesembuhan penderita Tb paru BTA + pada tahun 2013 sebanyak 659
kasus yang terdiri dari 437 (66,31%), dan perempuan sebanyak 222 (33,69%) dengan hasil
526 kasus diantaranya telah dinyatakan sembuh atau dengan kata lain angka kesembuhan
(curerate) sebesar 79,38% dan tidak ditemukan (0,00%) kematian selama masa pengobatan.
Pada tahun 2014 pengobatan dilakukan terhadap 651 kasus yang terdiri dari laki-laki
sebanyak 509 (78,19%) , dan perempuan sebanyak 142 (21,81%). Angka kesembuhan (cure
rate) sebesar 856 (131,49%), angka pengobatan lengkap (complete rate) sebesar 261
(40,09%) angka keberhasilan pengobatan (success rate) sebesar 171,58% dan ditemukan 19
kematian selama masa pengobatan atau dengan kata lain angka kematian selama pengobatan
per 100.000 penduduk adalah 2,7%. Sedangkan pada tahun 2015 pengobatan dilakukan
terhadap 544 kasus yang terdiri dari laki-laki sebanyak 349 (64,15%), dan perempuan
sebanyak 195 (35,85 %). Angka kesembuhan (cure rate) sebesar 318 (58,46%), angka
pengobatan lengkap (complete rate) sebesar 137 (25,18%) angka keberhasilan pengobatan
(success rate) sebesar 83,64% dan ditemukan 17 kematian selama masa pengobatan atau
dengan kata lain angka kematian selama pengobatan per 100.000 penduduk adalah 2,4%.
Jumlah kasus dan angka penemuan kasus Tb paru BTA + menurut jenis kelamin di
Kabupaten Asahan tahun 2015, terdapat jumlah suspek Tb 538 yang terdiri dari laki-laki
sebanyak 276 orang dan perempuan sebanyak 262 orang. Sedangkan untuk BTA + Tb paru
berjumlah 31 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 20 orang dan perempuan sebanyak 11
orang. Berdasarkan profil kesehatan pada Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Asahan
untuk angka kesembuhan (cure rate) berjumlah 16 orang atau 51,61% yang terdiri dari laki-
laki sebanyak 11 orang (55,00%), dan perempuan sebanyak 5 orang (45,45%). Untuk angka
pengobatan lengkap (complete rate) dengan jumlah 6,45% yang terdiri dari laki-laki
sebanyak 1 orang atau (5,00%), dan perempuan sebanyak 1 orang (9,09%). Angka
keberhasilan pengobatan (success rate) yaitu sebanyak 58,06% yang terdiri dari laki-laki
sebanyak 60,00%, dan perempuan sebanyak 54,55%. Jumlah kematian selama pengobatan
adalah 0%. Dengan demikian jumlah BTA + yang diobati sebanyak 31 orang yang terdiri
dari laki-laki sebanyak 20 orang dan perempuan sebanyak 11 orang.
Kepatuhan atau ketaatan terhadap pengobatan medis adalah suatu kepatuhan pasien
terhadap pengobatan yang telah di tentukan.Kepatuhan yang buruk atau terapi yang tidak
lengkap adalah faktor yang berperan terhadap resistensi individu. Keluarga dapat menjadi
faktor yang sangat berpengaruh dalam menetukan keyakinan dan nilai kesehatan
individuserta dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima.
Dukungan keluarga dan masyarakat mempunyai andil besar dalam meningkatkan kepatuhan
pengobatan yaitu dengan adanya pengawasan dan pemberi dorongan kepada penderita.
Menurut Friedman (2006) dukungan adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga
terhadap penderita yang sakit.Anggota keluarga yang memandang bahwa orang yang bersifat
mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan
keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dalam pengobatan
TBC.Pemberian obat TBC menimbulkan kesembuhan klinis yang lebih cepat dari
kesembuhan bakteriologik dan keadaan ini menyebabkan penderita mengabaikan penyakit
dan pengobatannya. Pengobatan ini tidak cukup 1-2 bulan saja tetapi memerlukan waktu
lama sehingga dapat menyebabkan penderita menghentikan pengobatannya sebelum sembuh,
apalagi bila selama pengobatan timbul efek samping. Tanpa adanya dukungan keluarga
program pengobatan TBC ini sulit dilakukan sesuai jadwal (Depkes RI, 2007). Dalam hal ini
dukungan keluarga sangat diperlukan untuk memotivasi anggota keluarganya yang
menderita TBC untuk tetap melanjutkan pengobatan sesuai dengan anjuran pengobatan.
Dukungan keluarga yang didapatkan seseorang akan menimbulkan perasaan tenang, sikap
positif, maka diharapkan seseorang dapat menjagakesehatannya dengan baik. Ketika
memiliki dukungan keluarga diharapkan seseorang dapat mempertahankan kondisi kesehatan
psikologisnya dan lebih mudah menerima kondisi serta mengontrol gejolak emosi yang
timbul. Dukungan keluarga terutama dukungan yang didapatkan dari orang terdekat akan
menimbulkan ketenangan batin dan perasaan dalam diri seseorang.

Menurut Friedman (1998) dan Bomar (2004) ada 4 jenis dukungan keluarga,
diantaranya adalah : a. dukungan emosional, jenis dukungan ini dilakukan melibatkan
ekspresi rasa empati, peduli terhadap seseorang sehingga memberikan perasaan nyaman,
membuat individu merasa lebih baik. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh social
support jenis ini akan merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang
menyenangkan pada dirinya. b. dukungan instrumental, jenis dukungan ini mengacu pada
penyediaan barang, atau jasa yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah
praktis. c. dukungan informasi, jenis dukungan ini mengacu pada pemberian nasehat, usulan,
saran, petunjuk dan pemberian informasi. d. dukungan penghargaan, jenis dukungan ini
terjadi lewat ungkapan penghargaan yang positif untuk individu, dorongan maju atau
persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu lain.

Kurangnya kepatuhan minum obat salah satunya disebabkan karena kurangnya


dukungan keluarga yang diberikan kepada salah satu anggota keluarganya yang menderita
TBC.Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, maka peneliti tertarik untuk
meneliti Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien
Tuberkulosis (TBC) Di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Empat Tahun 2016.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diatas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah
yaitu Apakah ada Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat pada
Pasien Tuberkulosis (TBC) di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Empat pada Tahun
2016?.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada
pasien Tuberkulosis (TBC) di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Empat

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran dukungan emosional yang diberikan keluarga pada pasien


Tuberkulosis (TBC).

b. Mengetahui gambaran dukungan penghargaan yang diberikan keluarga pada pasien


Tuberkulosis (TBC).

c. Mengetahui gambaran dukungan informasi yang diberikan keluarga pada pasien


Tuberkulosis (TBC).

d. Mengetahui gambaran dukungan instrumental yang diberikan keluarga pada pasien


Tuberkulosis (TBC).

e. Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada pasien
Tuberkulosis (TBC).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Tuberkulosis (TBC)

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB


(MycobacteriumTuberculosis) sebagian besar kumanTB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lain. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pewarnaan, oleh karena itu disebut pula Basil Tahan Asam atau BTA (Depkes
RI, 2006).

2.2. Etiologi Tuberkulosis (TBC)

Penyebab Tuberkulosis adalah kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut


merupakan kelompok bakteri gram positif, berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4
dan tebal 0,3-0,6 . Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.
Oleh karena itu, disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman tersebut dapat tahan
hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam
lemari es), hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Kuman yang bersifat
dormant dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif lagi (Somantri, 2007).
Kuman hidup didalam jaringan sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag.
Sifat lain kuman tersebut adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian
apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan
tempat predileksi penyakit Tuberkulosis (Depkes RI, 2006).

2.3. Komplikasi Tuberkulosis (TBC)

Nisa (2007) menyatakan bahwa komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium
lanjut adalah sebagai berikut :

a. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.

b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.


c. Bronkietasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada
proses pemulihan atau retraktif) pada paru.

d. Pneumothorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan, kolaps spontan karena
kerusakan jaringan paru.

e. Penyebaran infeksi ke organ lain.

f. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).

2.4. Cara Penularan Tuberkulosis (TBC)

Mycobacterium tuberculosis ditularkan dari orang ke orang melalui jalan pernapasan,


pada waktu batuk/bersin. Setiap kali seorang yangmenderita TB Paru batuk, maka akan
dikeluarkan 3000 droplet infektif (memiliki kemampuan menginfeksi). Partikel infeksi ini
dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, bahkan dapat bertahan berhari-hari sampai
berbulan-bulan tergantung pada ada tidaknya sinar ultra violet. Setelah kuman tuberkulosis
masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat
menyebar ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe,
saluran pernapasan/menyebar langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.Daya penularan dari
seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang ditularkan dari parunya, makin
tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Hasil
pemeriksaan dahak negative (tidak terlihat kuman) maka penderita tersebut dianggap tidak
menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi droplet
dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.Kemungkinan seseorang menjadi
penderita tuberkulosis adalah daya tahan tubuh yang rendah (Budianto, 2009).

Tidak semua pasien TB Paru akan menularkan penyakitnya, pasien TB Paru yang
dapat menularkan penyakitnya ke orang lain adalah seseorang pasien yang pada pemeriksaan
dahak secara mikroskopik ditemukan BTA sekurang-kurangnya 2 kali dari 3 kali
pemeriksaan atau disebut BTA Positif. Seorang pasien TB yang pada pemeriksaan dahak
secara mikroskopik 3 kali tidak ditemukan BTA tetapi padapemeriksaan radiologi ditemukan
kelainan yang mengarah pada TB aktif maka disebut BTA Negatif, BTA Negatif yang telah
diobati selama 2 minggu kecil kemungkinannya menularkan penyakitnya ke orang lain. BTA
Negatif diperkirakan akan menjadi BTA Positif dalam jangka waktu 2 tahun bila tidak diobati
(Depkes RI, 2007).
2.5. Perjalanan Penyakit Tuberkulosis (TBC)

a. Tuberkulosis primer (infeksi primer)

Tuberkulosis primer terjadi pada individu yang tidak mempunyai imunitas


sebelumnya terhadap Mycobacteriumtuberculosis. Penularan tuberkulosis paru terjadi karena
kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara .Infeksi
primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman tuberkulosis (Irman, 2007).
Infeksi dimulai saat kuman tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan
diri di paru, yang mengakibatkan terjadinya infeksi sampai pembentukan komplek primer
adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberculin dari negative menjadi positif (Nisa, 2007). Menurut Soeparman (2005) komplek
primer ini selanjutnya dapat berkembang menjadi beberapa bagian :

1) Sembuh sama sekali tanpa menimbulkan cacat

2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas tanpa garis-garis fibrotic, klasifikasi di hilus
atau sarang.

3) Berkomplikasi dan menyebar secara :

(a) Perkontinuiatum yakni dengan menyebar ke sekitarnya.

(b) Secara bronkogen ke paru sebelahnya, kuman tertelan bersama sputum dan ludah
sehingga menyebar ke usus.

(c) Secara limfogen ke organ tubuh lainnya.

(d) Secara hematogen ke organ tubuh lainnya.

b. Tuberkulosis pasca primer

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan/tahun sesudah


infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat infeksi HIV/status gizi
yang buruk.Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas/efusi pleura (Nisa, 2007).
2.6. Gejala dan Diagnosis Tuberkulosis (TBC)

a. Gejala Tuberkulosis

Gejala utama pasien tuberkulosis paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah,
sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat
malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Nisa, 2007).

b. Diagnosis Tuberkulosis

Diagnosis tuberkulosis paru pada orang dewasa dapat ditegakandengan ditemukannya


BTA (Basil Tahan Asam) pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis selain tidak
memerlukan biaya mahal, cepat, mudah dilakukan dan akurat.Pemeriksaan
mikroskopikmerupakan teknologi diagnostik yang paling sesuai karena mengidentifikasikan
derajat penularan. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga
spesimen SPS (sewaktu-pagi-sewaktu) BTA hasilnya positif (Depkes RI, 2006).

2.7. Pencegahan Tuberkulosis (TBC)

Menurut Purworejo (2007) pencegahan tuberkulosis dapat berupa :

a. Hindari saling berhadapan saat berbicara dengan penderita.

b. Cuci alat makan dengan desinfektan (misalnya : lysol, kreolin dan lain-lain yang dapat
diperoleh di apotik), atau jika tidak yakin pisahkan alat makan penderita).

c. Olah raga teratur untuk menjaga daya tahan tubuh.

d. Memberikan penjelasan pada penderita untuk menutup mulut dengan sapu tangan bila
batuk serta tidak meludah atau mengeluarkan dahak di sembarang tempat dan menyediakan
tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dan mengurangi aktivitas kerja
serta menenangkan pikiran.

2.8. Pengobatan Tuberkulosis (TBC)

Menurut Depkes RI (2006), penderita TBC harus diberikan Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) yang terdiri dari kombinasi beberapa obat. Diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Isoniasid (H)

Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman 90% populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan.Obat ini sangat efektif terhadap kuman
dalam keadaanmetabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang.Dosis harian yang
dianjurkan 5 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan
dengan dosis 10 mg/kgBB.

b. Rifampisin (R)

Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi-dormant (persister) yang tidak dapat
dibunuh oleh Isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun

intermiten 3 kali seminggu.

c. Pirasinamid (Z)

Bersifat bakterisid, yang dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali

seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.

d. Streptomisin (S)

Bersifat bakterisid. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk


pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita berumur
sampai 60 tahun dosisnya 0,75g/hari, sedangkan untuk berumur 60 atau lebih diberikan
0,50g/hari.

e. Etambutol (E)

Bersifat sebagai bakteriostatik.Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB, sedangkan


untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg BB.

2.9. Efek Samping Obat

Sebagian besar penderita Tuberkulosis dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek


samping, namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping. Oleh karena itu pemantauan
efek samping diperlukan selama pengobatan dengan cara :
a. Menjelaskan kepada pasien tanda-tanda efek samping obat

b. Menanyakan adanya gejala efek samping pada waktu penderita mengambil obat.

Tabel 2.1 Efek Samping Ringan dari Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Obat Efek Samping Penanganan


Rifampisin Tidak ada nafsu makan, mual, sakit Perlu penjelasan kepada
perut, warna kemerahan pada air penderita dan obat
seni diminum malam sebelum
tidur
Pirazinamid Nyeri sendi Beri aspirin
INH Kesmeutan sampai dengan rasa Beri Vit. B6 (Piridoksin)
terbakar dikaki 100mg/hari

Tabel 2.2 Efek Samping Berat dari Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Obat Efek Samping Penanganan


Streptomisin Tuli, gangguan keseimbangan Streptomisin dihentikan,
ganti Etambutol

Etambutol Gangguan penglihatan Hentikan Etambutol

Rifampisin Purpura dan rejatan (syok) Hentikan Rifampisin

Semua jenis Gatal dan kemerahan kulit Diberi antihistamin


OAT
Hampir semua Ikterus tanpa panyebab lain, Hentikan semua
OAT bingung dan muntah-muntah OATsampai ikterus
menghilang
dan segera lakukan tes
fungsi hati
3.1. Kepatuhan

3.1.1. Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan atau ketaatan (compliance/adherence) adalah tingkat pasien melaksanakan


cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau orang lain (Smet,
2007).Kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari dokter yang
mengobatinya (Caplan, 2008). Menurut Haynes (2007), kepatuhan adalah secara sederhana
sebagai perluasan perilaku individu yang berhubungan dengan minum obat, mengikuti diet
dan merubah gaya hidup yang sesuai dengan petunjuk medis. Kepatuhan pasien sebagai
sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional
kesehatan (Niven, 2006).

Sedangkan Gabit (2006) mendefinisikan kepatuhan atau ketaatan terhadap pengobatan


medis adalah suatu kepatuhan pasien terhadap pengobatan yang telah ditentukan. Penderita
yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan pengobatan secara teratur dan lengkap tanpa
terputus selama minimal 6 bulan sampai 9 bulan. Penderita dikatakan lalai jika tidak datang
lebih dari 3 hari sampai 2 bulan dari tanggal perjanjian dan dikatakan Droup Out jika lebih
dari 2 bulan berturut-turut tidak datang berobat setelah dikunjungi petugas kesehatan (Depkes
RI, 2007).

Menurut Cuneo dan Snider (2008) pengobatan yang memerlukan jangka waktu yang
panjang akan memberikan pengaruh-pengaruh pada penderita seperti :

a. Merupakan suatu tekanan psikologis bagi seorang penderita tanpa keluhan atau gejala
penyakit saat dinyatakan sakit dan harus menjalani pengobatan sekian lama.

b. Bagi penderita dengan keluhan atau gejala penyakit setelah menjalani pengobatan 1-2
bulan atau lebih, keluhan akan segera berkurang atau hilang sama sekali penderita akan
merasa sembuh

dan malas untuk meneruskan pengobatan kembali.

c. Datang ke tempat pengobatan selain waktu yang tersisa juga menurunkan motivasi yang
akan semakin menurun dengan lamanya waktu pengobatan.

d. Pengobatan yang lama merupakan beban dilihat dari segi biaya yang harus dikeluarkan.
e. Efek samping obat walaupun ringan tetap akan memberikan rasa tidak nyaman terhadap
penderita.

f. Sukar untuk menyadarkan penderita untuk terus minum obat selama jangka waktu yang
ditentukan.Karena jangka waktu yang ditetapkan lama maka terdapat beberapa kemungkinan
pola kepatuhan penderita yaitu penderita berobat teratur dan memakai obat secara teratur,
penderita tidak berobat secara teratur (defaulting) atau penderita sama sekali tidak patuh
dalam pengobatan yaitu putus berobat atau droup out (Depkes RI, 2006). Oleh karena itu
menurut Cramer (2001) kepatuhan penderita dapat dibedakan menjadi :

a. Kepatuhan penuh (Total compliance) Pada keadaan ini penderita tidak hanya
berobat secara teratur sesuai batas waktu yang ditetapkan melainkan juga patuh
memakai obat secara teratur sesuai petunjuk.

b. Penderita yang sama sekali tidak patuh (Non compliance) Yaitu penderita yang
putus berobat atau tidak menggunakan obat sama sekali.

3.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan

Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2005) bahwa kepatuhan penderita TBC


minum obat secara teratur adalah merupakan tindakan yang nyata dalam bentuk kegiatan
yang dapat dipengaruhi oleh faktor dalam diri penderita (faktor internal) maupun dari
luar (eksternal). Faktor internal yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, pengetahuan, sikap dan kepercayaan.Sedangkan faktor eksternal yaitu,
dukungan keluarga, peran petugas, lama minum obat, efek samping obat, tersedianya
obat serta jarak tempat tinggal yang jauh. Sementara itu menurut Niven (2008) bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah :

a. Faktor penderita atau individu

1) Sikap atau motivasi individu ingin sembuh

Motivasi atau sikap yang paling kuat adalah dari individu sendiri.Motivasi individu
ingin tetap mempertahankan kesehatannya sangat berpengaruh terhadap faktor-faktor
yang berhubungan dengan perilaku penderita dalam kontrol penyakitnya.
2) Keyakinan

Keyakinan merupakan dimensi spiritual yang dapat menjalani kehidupan. Penderita


yang berpegangan teguh terhadap keyakinannya akan memiliki jiwa yang tabah dan
tidak mudah putus asa serta dapat menerima keadaannya, demikian juga cara perilaku
akan lebih baik. Kemampuan untuk melakukan kontrol penyakitnya dapat dipengaruhi
oleh keyakinan penderita, dimana penderita memiliki keyakinan yang kuat akan lebih
tabah terhadap anjuran dan larangan jika mengetahui akibatnya (Niven, 2008).

b. Dukungan keluarga

Dukungan keluarga merupakan bagian dari penderita yang paling dekat dan
tidak dapat dipisahkan. Penderita akan merasa senang dan tentram apabila mendapat
perhatian dan dukungan dari keluarganya, karena dengan dukungan tersebut akan
menimbulkankepercayaan dirinya untuk menghadapi atau mengelola penyakitnya
dengan lebih baik, serta penderita mau menuruti saran-saran yang diberikan oleh
keluarga untuk menunjang pengelolaan penyakitnya (Niven,2008).

c. Dukungan sosial

Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga lain
merupakan faktor-faktor yang penting dalam kepatuhan terhadap program-program
medis. Keluarga dapat mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit tertentu
dan dapat mengurangi godaan terhadap ketidaktaatan (Niven, 2008).

d. Dukungan petugas kesehatan

Dukungan petugas kesehatan merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi


perilaku kepatuhan. Dukungan mereka terutama berguna saat pasien menghadapi
bahwa perilaku sehat yang baru tersebut merupakan hal penting, begitu juga mereka
dapat mempengaruhi perilaku pasien dengan cara menyampaikan antusias mereka
terhadap tindakan tertentu dari pasien, dan secara terus menerus memberikan
penghargaan yang positif bagi pasien yang telah mampu beradaptasi dengan program
pengobatannya (Niven, 2002). Pengobatan dilakukan setiap hari dan dalam jangka
panjang, sehingga kepatuhan minum obat (adherence) juga sering menjadi masalah
yang harus dipikirkan sejak awal pengobatan. Minum obatyang tidak rutin terbukti
telah menyebabkan resistensi obat yang dapat menyebabkan kegagalan pengobatan
(Depkes RI, 2006).

4.1. Konsep Keluarga

4.1.1. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah bentuk sosial yang utama yang merupakan tempat untuk peningkatan
kesehatan dan pencegahan penyakit (Campbell, 1994 dalam Potter & Perry, 2005).
Sedangkan menurut Friedman (2007) keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan
oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan yang mengidentifikasikan diri
mereka sebagai bagian dari keluarga. Adanya suatu penyakit yang serius dan kronis pada diri
seseorang anggota keluarga biasanya memiliki pengaruh yang mendalam pada sistem
keluarga, khususnya pada struktur perannya dan pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga.
Sebaliknya, efek menghancurkan, secara negatif bisa mempengaruhi hasil dari upaya-upaya
pemulihan atau rehabilitasi (Friedman,2007).

4.1.2. Struktur Kekuatan Keluarga

Menurut Friedman (2007), terdapat struktur kekuatan keluarga yaitu terdiri dari pola
dan proses komunikasi dalam keluarga, struktur peran, struktur kekuatan keluarga dan nilai-
nilai dalam keluarga. Keluarga yang mempunyai struktur kekuatan keluarga yang masing-
masing berjalan dengan baik maka sistem didalamnya akan berjalan dengan baik pula.

a. Tipe struktur kekuatan:

1) Legitimate power/authority (hak untuk mengontrol, seperti orang tua terhadap


anak).

2) Referent power (seseorang yang ditiru).

3) Resource or expert power (pendapat ahli).

4) Reward power (pengaruh kekuatan karena adanya harapan yang akan diterima).

5) Coercive power (pengaruh yang dipaksakan sesuai keinginannya).

6) Informational power (pengaruh yang dilalui melalui proses persuasi).

7) Affective power (pengaruh yang diberikan melalui manipulasi dengan cinta kasih).
b. Nilai-nilai keluarga

Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar atau tidak,
mempersatukan anggota keluarga dalam suatu budaya. Nilai keluarga juga merupakan suatu
pedoman perilaku dan pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan. Norma adalah pola
perilaku yang baik menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai dalam keluarga.Budaya
adalah kumpulan dari pola perilaku yang dapat dipelajari, dibagi dan ditularkan dengan
tujuan untuk menyelesaikan masalah (Friedman, 2005).

4.1.3. Sistem Keluarga

Keluarga dipandang sebagai sistem sosial terbuka yang ada dan berinteraksi dengan
sistem yang lebih besar (suprasistem) dari masyarakat (misalnya : politik, agama, sekolah dan
pemberian pelayanan kesehatan). Sistem keluarga terdiri dari bagian yang saling
berhubungan (anggota keluarga) yang membentuk berbagai macam pola interaksi
(subsistem). Seperti pada seluruh sistem, sistem keluarga mempunyai tujuan yang berbeda
berdasarkan tahapan dalam siklus hidup keluarga, nilai keluarga dan kepedulian individual
anggota keluarga (Friedman, 2005).

4.1.4. Tugas Kesehatan Keluarga

Menurut Friedman (2005), keluarga dipandang sebagai suatu sistem, maka gangguan
yang terjadi pada salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi seluruh sistem. Keluarga
juga sebagai suatu kelompok yang dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau
memperbaiki masalah-masalah kesehatan dalam kelompoknya. Untuk itu, keluarga
mempunyai beberapa tugas kesehatan yang harus dilakukan untuk meningkatkan derajat
kesehatan anggota keluarga,yaitu :

a. Mengenal gangguan kesehatan setiap anggotanya : keluarga mengetahui mengenai


fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor
penyebab dan yang mempengaruhinya serta persepsi keluarga terhadap masalah.

b. Mengambil keputusan untuk tindakan yang tepat : keluarga mengetahui mengenai


sifat dan luasnya masalah sehingga keluarga mampu mengambil keputusan yang tepat
untuk menyelesaikan masalah kesehatan yang sedang dialami keluarganya.
c. Memberikan perawatan kepada anggota keluarganya ketika sakit : keluarga
mengetahui upaya pencegahan penyakit, manfaat pemeliharaan lingkungan, pentingnya
sikap keluarga terhadap pemeliharaan kesehatan.

d. Mempertahankan suasana yang menguntungkan untuk kesehatan.

e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara anggota keluarga dan lembaga


kesehatan.

4.1.5. Fungsi Keluarga

Menurut Friedmanet.al (2007), terdapat lima fungsi dasar keluarga yaitu fungsi
afektif, sosialisasi, reproduksi, ekonomi dan perawatan keluarga.

a. Fungsi afektif : berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan psikososial keluarga.


Setiap anggota keluarga akan mengembangkan sikap saling menghormati, saling
menyayangi dan mencintai, dan akan mempertahankan hubungan yang akrab dan intim
sesama anggota keluarga sehingga masing-masing anggota keluarga akan dapat
mengembangkan konsep diri yang positif. Kebahagiaan dan kegembiraan
mengindikasikan bahwa fungsi afektif keluarga berhasil dicapai.

b. Fungsi sosialisasi : adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu
sepanjang kehidupannya, sebagai responterhadap situasi yang terpola dari lingkungan
sosial. Fungsi ini dapat dicapai melalui interaksi dan hubungan yang harmonissesama
anggota keluarga.Sehingga masing-masing anggota keluarga mampu menerima suatu
tugas dan peran dalam keluarga.

c. Fungsi reproduksi : keluarga berfungsi untuk menjaga kelangsungan keturunan dan


menambah sumber daya manusia.

d. Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk menyediakan sumber-sumber


ekonomi yang memadai dan mengalokasikan sumber-sumber dana atau keuangan yang
cukup, maka tidak jarang keluarga tidak membawa penderita ke pelayanan kesehatan.

e. Fungsi perawatan kesehatan adalah bagaimana kemampuan keluarga untuk mencegah


timbulnya gangguan kesehatan pada pasien dan kemampuan keluarga merawat anggota
keluarga yang sakit.
4.1.6. Peran Keluarga

Menurut Friedman et.al (2007), peran keluarga dibagi menjadi dua bagian peran yaitu,
peran formal dan informal :

a. Peran formal

Peran formal keluarga antara lain provider/penyedia, pengatur rumah tangga, perawatan
anak, sosialisasi anak, rekreasi, persaudaraan, terapeutik (memenuhi kebutuhan afektif)
dan seksual.

b. Peran informal

Peran informal biasanya untuk memenuhi kebutuhan emosional individu dan menjaga
keseimbangan dalam keluarga. Peran tersebut berupa : pendorong, pengharmonis,
inisiator-konstributor,pendamai, penghalang, dominator, penyalah, pengikut, pencari
pengakuan, perawat keluarga, pioneer keluarga, koordinator keluarga, penghubung
keluarga dan saksi.Peran keluarga dilakukan secara bersama-sama dengan anggota dari
suatu kelompok/keluarga dan tidak dilakukan secara terpisah.

Akan tetapi pada kenyataannya, terkadang peran itu berubah seiring dengan terjadinya
perubahan kondisi dan situasi.Hal ini dapat diketahui apabila salah satu anggota keluarga
sakit.Maka dibutuhkan kemampuan keluarga dalam hal pengetahuan, pembuatan
keputusan tentang kesehatan, tindakan untuk mengatasi penyakit atau perawatan dan
penggunaan layanan kesehatan (Friedman et.al, 2003).

5.1. Dukungan keluarga

5.1.1. Pengertian Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga merupakan bantuan yang dapat diberikan kepada keluarga lain
berupa barang, jasa, informasi dan nasehat, yang mana membuat penerima dukungan akan
merasa disayangi, dihargai, dan tentram (Taylor, 2006). Dukungan keluarga sangat
dibutuhkan dalam menentukan kepatuhan pengobatan, jika dukungan keluarga diberikan pada
pasien TB Paru maka akan memotivasi pasien tersebut untuk patuh dalam pengobatannya dan
meminum obat yang telah diberikan oleh petugas kesehatan. Sejumlah orang lain yang
potensial memberikan dukungan tersebut disebut sebagai significant other, misalnya sebagai
seorang istri significant other nya adalah suami, anak, orang tua, mertua, dan saudara-
saudara.

Friedman (1998), berpendapat orang yang hidup dalam lingkungan yang bersifat
suportif, kondisinya jauh lebih baik dari pada mereka yang tidak memiliki lingkungan
suportif. Dalam hal ini, penting sekali bagi pasien TB Paru untuk berada dalam lingkungan
keluarga yangmendukung kesehatannya, sehingga pasien TB Paru akan selalu terpantau
kesehatannya. Dukungan keluarga mengacu kepada dukungan-dukungan yang dipandang
oleh anggota keluarga sebagai suatu yang dapat diakses/diadakan untuk keluarga (dukungan
bisa digunakan atau tidak digunakan, tapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang
bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan).

5.1.2. Sumber Dukungan

Sumber dukungan keluarga dapat berupa :

a. Dukungan keluarga internal : seperti dukungan dari suami(memberikan kepedulian,


cinta dan memberikan kenyamanan), orang tua, mertua dan dukungan dari keluarga
kandung.

b. Dukungan keluarga eksternal : yaitu dukungan keluarga eksternal bagi keluarga inti
(dalam jaringan kerja sosial keluarga).

5.1.3. Jenis Dukungan

Menurut Friedman (1998), dan Bomar (2004), menjelaskan 4 jenis dukungan


keluarga, yaitu :

a. Dukungan emosional : yaitu mengkomunikasikan cinta, peduli, percaya pada anggota


keluarganya (pasien TBC). Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk
istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.Jenis dukungan ini
dilakukan melibatkan ekspresi rasa empati, peduli terhadap seseorang sehingga
memberikan perasaan nyaman, membuat individu merasa lebih baik.Individu
memperoleh kembali keyakinan diri, merasa dimiliki serta merasa dicintai pada saat
mengalami stres. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh socialsupport jenis ini
akan merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan
pada dirinya.
b. Dukungan instrumental : yaitu membantu orang secara langsung mencakup memberi
uang dan tugas rumah. Dukungan instrumental ini mengacu pada penyediaan barang, atau
jasa yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah praktis.Taylor (2006)
menyatakan pemberian dukungan instrumental meliputi penyediaan pertolongan finansial
maupun penyediaan barang dan jasa lainnya.Jenis dukungan ini relevan untuk kalangan
ekonomi rendah.Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan
konkrit.diantaranya : kesehatan pasien TBC dalam hal ketaatan pasien TBC dalam
berobat dengan membantu biaya berobat, istirahat, serta terhindarnya pasien TBC dari
kelelahan.

c. Dukungan Informasi : aspek-aspek dalam dukungan ini adalahmemberikan nasehat,


usulan, saran, petunjuk dan pemberianinformasi. Keluarga berfungsi sebagai sebuah
kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang
pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan suatu
masalah.Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor
karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada
individu. Keluarga menceritakan cara menolong agar dapat mendefinisikan suatu
informasi untuk mengetahui hal-hal untuk orang lain. Diantaranya : memberikan nasehat
terkait pentingnya pengobatan yang sedang dijalani dan akibat dari tidak patuh dalam
minum obat.

d. Dukungan penghargaan : jenis dukungan ini terjadi lewat ungkapan penghargaan yang
positif untuk individu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan
individu lain. Dalam hal ini keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,
membimbing dan menengahi perpecahan masalah dan sebagai sumber dan validator
identitas keluarga. Membantu orang belajar tentang dirinya sendiri dan menjadi seseorang
pada situasi yang sama atau pengalaman yang serupa, mirip dalam berbagai cara penting
atau membuat perasaan dirinya didukung oleh karena berbagai gagasan dan perasaan.

5.1.4. Manfaat Dukungan Keluarga

Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa
kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap siklus
kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga
membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal.Sebagai
akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 1998).Wills
(1985) dalam Friedman (1998) menyimpulkan bahwa baik efek-efek penyangga (dukungan
sosial menahan efek-efek negatif dari stres terhadap kesehatan) dan efek-efek utama
(dukungan sosial secara langsung mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan) pun
ditemukan. Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari dukungan sosial terhadap
kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan.Secara lebih spesifik,
keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya
mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit (Ryan dan Austin dalam Friedman, 2007).

5.1.5. Faktor yang Mempengaruhi Dukungan

Sarafino (2006), menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang


mempengaruhi apakah seseorang akan menerima dukungan atau tidak. Faktor-faktor
tersebut diantaranya adalah :

a. Faktor dari penerima dukungan (recipient)

Seseorang tidak akan menerima dukungan dari orang lain jika tidak suka
bersosialisasi, tidak suka menolong orang lain, dan tidak ingin orang lain tahu bahwa
dia membutuhkan bantuan. Beberapa orang terkadang tidak cukup asertif untuk
memahami bahwa diasebenarnya membutuhkan bantuan dari orang lain, atau
merasabahwa dia seharusnya mandiri dan tidak mengganggu orang lain, atau merasa
tidak nyaman saat orang lain menolongnya, dan tidak tahu kepada siapa dia harus
meminta pertolongan.

b. Faktor dari pemberi dukungan (providers)

Seseorang terkadang tidak memberikan dukungan kepada orang lain ketika ia


sendiri tidak memiliki sumberdaya untuk menolong orang lain, atau tengah
menghadapi stress, harus menolong dirinya sendiri, atau kurang sensitif terhadap
sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa orang lain membutuhkan dukungan
darinya.

6.1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah ringkasan dari tinjauan pustaka yang digunakan untuk

mengidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti (diamati) yang berkaitan dengan


ilmu pengetahuan yang digunakan untuk mengembangkan kerangka konsep dalam

melakukan penelitian.

Adapun kerangka teori yang berhubungan dengan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

Kerangka Teori

Umur

Jenis kelamin

Pendidikan

Pekerjaan
Internal
Penghasilan

Pengetahuan

Sikap
Kepatuhan minum
Kepercayaan obat penderita TBC :

- Patuh
Dukungan Keluarga : - Tidak patuh
- Dukungan Emosional
- Dukungan Penghargaan
- Dukungan Informasi
- Dukungan Instrumental

Eksternal
Peran petugas kesehatan

Lama minum obat

Efek samping obat

Tersedianya obat Keterangan :

Jarak = variabel yang diteliti

= variabel yang tidak diteliti

Gambar 1. Kerangka teori


6.2. Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan kepatuhan seseorang dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Dalam penelitian ini, variabel yang diletiti
adalah :

1. Variablel bebas (independen) : dukungan keluarga dan empat aspek dukungan keluarga yaitu
: dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi, dan dukungan
instrumental.
2. Variabel terikat (dependen) : kepatuhan minum obat pada pasien

Variabel Independen Variabel Dependen

Dukungan Keluarga :
Kepatuhan minum obat pada
- Dukungan Emosional
pasien Tuberkulosis (TBC)
- Dukungan penghargaan
- Dukungan informasi
- Dukungan Instrumental

Gambar 2.

Kerangka konsep

6.3. Hipotesis

H0 : Tidak ada Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat

pada Pasien Tuberkulosis (TBC) di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Empat pada

Tahun 2016

Ha : Ada Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat pada

Pasien Tuberkulosis (TBC) di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Empat pada Tahun

2016
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan strategi pembuktian atau pengujian atas variabel


dilingkup penelitian.Jenis penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif dengan desain studi cross-sectional (potong lintang), dimana pengukuran terhadap
variabel dapat dilakukan dalam waktu bersamaan sehingga cukup efektif dan efisien.Dengan
metode ini diharapkan dapat diketahuinya hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan
minum obat pada pasien Tuberkulosis (TBC).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Empattahun 2016.


Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena di Puskesmas Simpang Empat belum ada data
secara rinci mengenai bentuk dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat pada
pasien TBC, serta belum pernah ada penelitian mengenai hubungan dukungan keluarga
dengan kepatuhan minum obat pada pasien TBC. Karena adanya masalah yang terjadi pada
pasien TBC seperti adanya pasien TBC yang mengalami masalah tidakpatuh minum obat
yang disebabkan karena dukungan keluarga yang kurang, 20% pasien mengalami putusobat,
beberapa pasien yang putus obat menyatakan memiliki dukungan keluarga yang kurang dan
belum pernah ada penelitian tentang Dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat
pada pasien TBC yang telah menjalani pengobatan TBC selama 4-6 bulan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - Februari 2017.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi pada penelitian ini adalah pasien TBC yang sudah
menjalani pengobatan TBC.

3.3.2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien TBC
yang berobat di Puskesmas Simpang Empat, dengan kriteria :

a. Semua pasien TBC yang telah menjalani pengobatan TBC selama 4-6 bulan di
Puskesmas Simpang Empat.
b. Bersedia dijadikan responden.
c. Dapat berkomunikasi dengan baik.
d. Dapat membaca, menulis dan berbahasa Indonesia
e. Tidak terganggu pendengaran dan penglihatannya

3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan
dalam penelitan dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili keseluruhan
populasi yang ada.

Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah tehnik Total Sampling
yaitu pengambilan secara kesuluruhanpasien TBC yang berobat di Puskesmas Simpang
Empat, kemudian mengisi kuesioner.

3.3.4. Besar Sampel

Untuk menentukan besar sampel, peneliti menggunakan rumus Slovin sebagai berikut :

n = N n = 45

N. d2 + 1 45x(0,1)2+1
= 31

n = ukuran ssampel

N = ukuran populasi

d = ketentuan (0,005 / 0,1)


3.4. Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau dimiliki atau

didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu.

1. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Kepatuhan minum obat pada
pasien Tuberkulosis (TBC)

2. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Dukungan Keluarga meliputi :

Dukungan Emosional
Dukungan penghargaan
Dukungan informasi
Dukungan Instrumental

3.5. Definisi Operasional

Tabel 2.3 definisi operasional

No Variabel Sub Variabel Definisi Cara Alat Ukur Hasil Ukur Skala
operasional Ukur Ukur
1 Kepatuhan Ketaatan dalam Kartu Observasi 0: tidak patuh : Ordinal
minum obat menjalankan berobat jika pasien tidak
pengobatan secara disiplin minum
teratur dan lengkap obat sesuai
tanpa terputus anjuran tenaga
selama masa kesehatan
pengobatan yang 1: patuh : pasien
telah ditentukan disiplin minum
oleh petugas obat sesuai
kesehatan. anjuran tenaga
kesehatan

2 Dukungan Penilaian/perasaan Angket Kuesioner 0: kurang Ordinal


Keluarga responden terhadap (<116,87)
sikap dan perilaku 1: lebih dari
dari anggota (<116,88)
keluarga selama
menjalani proses
pengobatan
3 Dukungan Mengungkapkan Angket Kuesioner 0: kurang Ordinal
Emosional perasaan cinta, (<35,62)
perhatian dan rasa 1: baik (35,63)
percaya pada pasien
TBC.
4 Dukungan Membuat perasaan Angket Kuesioner 0: kurang (<22) Ordinal
Penghargaan pasien TBC merasa 1: baik (23)
didukung dan
dihargai oleh orang
lain dan oleh
keluarga.
5 Dukungan Memberikan Angket Kuesioner 0: kurang (<25,4) Ordinal
Informasi nasehat, petunjuk, 1: baik (25,5)
atau saran pada
paien TBC
6 Dukungan Membantu pasien Angket Kuesioner 0: kurang (<33,5) Ordinal
Intrumental TBC dalam 1: baik (33,6)
memenuhi
kebutuhan makan
dan minum,biaya
berobat, istirahat,
serta terhindarnya
penderita dari
kelelahan.

3.6. Metode Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan
data primer yang diperoleh dengan cara mengajukan pertanyaan tertutup melalui kuesioner
tentang dukungan keluarga yang akan dijawab oleh pasien Tuberkulosis (TBC), lembar
observasi untuk mengukur kepatuhan minum obat. Tabel observasi yang terdiri dari : tanggal,
tahap pengobatan, jumlah obat yang diberikan, tanggal harus kembali dan sisa obat.
Sedangkan data sekunder didapatkan dari puskesmas melalui buku register pasien
Tuberkulosis (TBC) sebagai data dasar dalam menentukan sasaran pasien yang akan
diberikan kuesioner.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan suatu alat ukur pengumpulan data agar memperkuat hasil
penelitian. Alat ukur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
yang telah dibuat oleh peneliti dan mengacu pada kepustakaan yang terdiri atas beberapa
pertanyaan di mana responden mengisi kuesioner sendiri atau dengan dibantu. Koesioner ini
di lakukan dengan cara mengedarkan daftarpertanyaan berupa formulir yang di tunjukkan
secara tertulis kepada subjek untuk mendapatkan jawaban (Notoatmodjo, 2007).

3.7. Pengolahan Data

Penelitian ini akan menghasilkan data kualitatif mengenai hubungan efektifitas


pemberian susu formula berprebiotik terhadap kejadian diare pada bayi dengan usia 6-
12 bulan. Data akan terkumpul melalui angket, kemudian data akan melalui beberapa
tahapan yaitu:

1. Editing
Proses pemeriksaan kembali data di lapangan untuk mengetahui apakah data
itu cukup baik atau akurat untuk keperluan proses berikutnya. Kegiatan yang
dilakukan adalah memeriksa isian jawaban responden apakah sudah lengkap, jelas
dan relevan.
2. Coding
Setelah tahap editing selesai, penulis akan memberikan kode pada data,
sehingga memudahkan dalam melakukan analisa data.
3. Processing
Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar, dan juga sudah melewati
pengkodingan, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar dapat dianalisa.
Pemrosesan data dilakukan dengan cara pengentrian data dari angket ke dalam tabel
program kumputase SPSS versi 16.0.
4. Cleaning
Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang dientri ke dalam
komputer.

3.8. Analisa Data

Tekhnik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa univariat
dan analisa bivariat.

1. Analisa Univariat
Analisa univariat adalah analisa yang dilakukan pada tiap variabel dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap 2 variabel atau lebih
yang diduga berhubungan/berkorelasi. Dalam analisis ini dilakukan pengujian
statistik chi square.

Keputusan Uji Statistik

Jika p value nilai alpha (0,05) maka ada hubungan antara variabel independen
dengan dependen.
Jika p value> nilai alpha (0,05) maka tidak ada hubungan antara variabel independen
dengan dependen.
Nomor
Responden

A. DATA RESPONDEN
1. Nomor Responden :
2. Inisial Responden :
3. Pendidikan :
4. Pekerjaan :
5. Usia :
6. Tanggal / hari terakhir berobat :
7. Status Kesehatan :
B. PERNYATAAN TENTANG DUKUNGAN KELUARGA

NO Pernyataan Selalu Sering Jarang Tidak


Pernah

DUKUNGAN EMOSIONAL
1 Keluarga mengingatkan saya untuk beristirahat
dengan cukup.

2 Tidak satupun anggota keluarga yang


memperhatikan kebutuhan saya.
3 Keluarga selalu menyiapkan obat saya.

4 Keluarga tidak pernah mengetahui tetang


penyakit saya.
5 Keluarga selalu menyediakan waktu untuk
berkomunikasi dan berinteraksi dengan saya.
6 Keluarga selalu mendiskusikan tentang
keadaan saya dengan anggota keluarga lainnya
dan mencari pengobatan yang terbaik untuk
saya.
7 Keluarga saya menanyakan bagaimana
perkembangan pengobatan saya kepada
dokter/petugas kesehatan.
8 Keluarga saya mendengarkan keluhan dan
keinginan saya selama sakit.
9 Keluarga tidak pernah mengijinkan saya untuk
mengambil obat sendiri.
10 Keluarga tidak menginjinkan saya untuk
melakukan pekerjaan apapun ketika saya sakit.
11 Keluarga mempercayai keputusan saya tentang
pengobatan yang saya jalani.
12 Keluarga selalu melibatkan saya mengenai
pengobatan yang saya jalani.

DUKUNGAN PENGHARGAAN
13 Keluarga menganggap saya sama dengan
anggota keluarga lain yang tidak sakit TBC.
Sehingga tidak ada prioritas untuk saya selama
saya menjalankan pengobatan.
14 Keluarga memberikan pujian kepada saya
ketika saya meminum obat secara teratur.
15 Keluarga memberikan kebebasan kepada saya
untuk memilih tempat periksa kesehatan yang
berfasilitas lengkap.
16 Saya merasa keluarga saya menginginkan saya
cepat sembuh.
17 Keluarga tidak mengetahui tentang
perkembangan pengobatan saya.
18 Keluarga memotivasi saya untuk rutin
meminum obat.
19 Keluarga ikut serta dalam memantau
perkembangan pengobatan yang saya jalani.

DUKUNGAN INFORMASI
20 Keluarga memberitahu saya bahaya yang akan
terjadi jika saya tidak rutin meminum obat.
21 Keluarga menganggap tidak perlu
mengingatkan saya meminum obat.
22 Keluarga memberitahukan tentang komplikasi
yang dapat terjadi bila saya tidak
memeriksakan dan mengobati penyakit saya.
23 Keluarga selalu mengingatkan saya untuk
selalu rutin minum obat.
24 Keluarga mencari informasi mengenai
kesehatan saya selama pengobatan lewat buku,
majalah, TV atau dari tenaga kesehatan.
25 Keluarga berpendapat tidak perlu mencari tahu
tentang penyakit Tuberkulosis (TBC).
26 Keluarga menyarankan untuk mengontrol
kesehatan saya secara rutin ke pelayanan
kesehatan.
27 Keluarga berpendapat jika saya terlalu lelah
maka daya tahan tubuh saya akan menurun.

DUKUNGAN INSTRUMENTAL
28 Keluarga selalu menyediakan jus setiap
harinya.
29 Ketika saya sakit keluarga selalu menyediakan
susu untuk saya.
30 Selama pengobatan, keluarga menyediakan
makanan seadanya.
31 Keluarga selalu menyediakan makanan yang
disarankan oleh dokter/petugas kesehatan.
32 Tidak ada dana khusus untuk memeriksakan
kesehatan dan untuk biaya pengobatan saya.
33 Walaupun tidak mampu, keluarga selalu
berusaha untuk mencari biaya pengobatan saya.
34 Keluarga/anggota keluarga menyatakan tidak
sanggup untuk membiayai pengobatan saya.
35 Keluarga menganggap tidak perlu
mengantarkan saya periksa kesehatan jika
keadaan saya masih baik.
36 Keluarga selalu menyediakan waktu untuk
mengantarkan saya berobat.
37 Keluarga tidak pernah menciptakan lingkungan
yang tenang untuk saya beristirahat.
C. LEMBAR OBSERVASI (KARTU BEROBAT)
1. No Responden :
2. No Kartu Berobat :
3. Nama Responden :
4. Usia :
5. Jenis Kelamin :
6. Hari / tanggal berobat ke puskesmas :
7. Hari / tanggal kunjungan responden :

No Tanggal Tahap Pengobatan Jumlah Obat Tanggal Harus Sisa Obat


yang Diberikan Kembali
1
2
3
4
5
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN
MINUM OBAT PADA PASIEN TUBERKULOSIS (TBC) DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS SIMPANG EMPAT

Tujuan :
Kuisioner ini dirancang untuk mengetahui : Hubungan Dukungan
Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Tuberkulosis (TBC) .

Petunjuk Umum Pengisian Kuisioner :


1. Bacalah pernyataan yang diberikan dengan baik sehingga dimengerti
2. Mengisi seluruh nomor pernyataan tanpa bantuan orang lain
3. Setiap pernyataan hanya berlaku untuk satu jawaban.
4. Pada kuisioner berilah salah satu tanda checklist () pada kolom yang
sesuai dengan pertanyaan yang diberikan.
5. Jika ingin mengganti jawaban cukup dengan mencoret jawaban pertama.
Kemudian beri tanda () pada jawaban terakhir.
6. Jika mengalami kesulitan dalam menjawab dapat menanyakan langsung
kepada peneliti.

Anda mungkin juga menyukai