Abstrak
LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) akhir-akhir ini tengah menjadi isu yang aktual secara
global. Namun dalam konteks Indonesia isu tersebut cenderung kontroversial. Keberadaan LGBT cenderung
dipandang sebagai sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai budaya dan agama. Analisis ini berusaha
untuk mendeskripsikan bagaimana wacana LGBT dibingkai dalam pemberitaan portal media online
kompas.com dan republika.co.id serta bagaimana media tersebut menyampaikan sebuah peristiwa kepada
publik. Analisis ini menggunakan pendekatan analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
yang menyatakan bahwa strategi penggunaan kata, kalimat, lead, hubungan antarkalimat, foto, dan grafik,
merupakan beberapa bagian dari strategi yang dipergunakan oleh wartawan untuk memunculkan
pemaknaan dan interpretasi terhadap suatu peristiwa yang kemudian dapat dipahami oleh masyarakat. Hasil
penelitian menunjukkan pembingkaian yang dilakukan kompas.com mengenai wacana LGBT adalah bahwa
hal tersebut bukanlah sesuatu yang harus dibesar-besarkan karena setiap individu memiliki hak-nya masing-
masing serta masyarakat diharapkan untuk berhenti bersikap diskriminatif terhadap kaum LGBT, dengan ini
kompas menunjukkan sisi toleransi terhadap LGBT dan cenderung menempatkan kaum LGBT sebagai
korban. Disisi lain framing yang dilakukan oleh republika.co.id terkait wacana LGBT cenderung
menempatkan LGBT sebagai tersangka yaitu di mana LGBT sangat berpotensi merubah bahkan merusak
tatanan yang ada di masyarakat, republika.co.id menyatakan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM)
dimanfaatkan kaum LGBT sebagai tameng untuk membenarkan perilaku menyimpang mereka, Meskipun
begitu, baik kompas maupun republika pada dasarnya memang berupaya mencegah penyebaran LGBT, akan
tetapi kompas memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menanggapi kasus ini. Terdapat perbedaan yang
kontras dalam pembingkaian yang dilakukan oleh portal berita kompas.com dan republika.co.id terhadap
wacana yang sama yaitu LGBT. Kompas.com lebih menekankan unsur what (apa) yang merujuk pada apa
yang selama ini dialami LGBT sedangkan republika.co.id lebih menekankan unsur why (mengapa) yang
merujuk pada alasan mengapa keberadaan LGBT harus ditolak. Perbedaan pemberitaan ini menunjukkan
bahwa isu LGBT masih sangat kontroversial di masyarakat Indonesia yang memang masih tetap memegang
teguh nilai-nilai budaya dan agama yang ada.
Kata kunci: Framing, Struktur Sintaksis, Skrip, Struktur Tematik, Struktur Retoris
PENDAHULUAN
Tanggal 26 Juni 2015 keputusan bersejarah telah dibuat oleh Mahkamah Agung (MA) Amerika
Serikat, yaitu legalnya pernikahan sejenis di 50 negara bagian. Keberadaan kaum LGBT di tengah-tengah
masyarakat menuai kontroversi. Hal ini dikarenakan kaum LGBT sebagai kaum minoritas dinilai memiliki
penyimpangan orientasi seksual. Pro dan kontra mengenai LGBT pun terus bermunculan. Beberapa aktivis,
kritikus, maupun netizen saling beradu pendapat, sebagian beranggapan bahwa kaum LGBT sering kali
mendapatkan perlakuan diskriminatif dari masyarakat juga mengatakan bahwa LGBT bukanlah sebuah
penyakit ataupun penyimpangan orientasi seksual, sebagian menyakini bahwa LGBT adalah sebuah penyakit
dan pengidapnya adalah seorang pasien yang harus segera menerima pengobatan, LGBT merupakan bahaya
laten dan memiliki dampak yang sangat buruk bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Jika LGBT
menggunakan HAM sebagai alat untuk membenarkan tindakannya, maka masyarakat yang menolak
keberadaan LGBT pun memiliki HAM untuk menolak secara penuh keberadaan LGBT yang memang
bertentangan dengan nilai agama dan budaya yang ada di Indonesia.
Sebuah kasus yang memiliki daya tarik besar sudah pasti akan menarik minat dari media massa untuk
memberitakannya. Semakin besar tingkatan kasus maka daya tarik media untuk memberitakannya semakin
Seminar Tahunan Linguistik 2016
tinggi. Bagi media keberadaan news value pada suatu kasus ibarat emas pada sebuah tambang yang selalu
dicari dan diperebutkan.
Kasus LGBT memiliki jangkauan dan daya tarik dengan skala nasional bahkan internasional.
Keterkaitan antara agama, budaya, dan hak asasi manusia menjadi magnitude yang menggiring beragam opini,
ide, dan gagasan. Media akan mengkonstruksi peristiwa tersebut menjadi lebih bermakna sebagai wujud
penunjukkan sikap, keberpihakan atau vested interest yang ada dibalik pemberitaan media.
Kompas.com dan Republik.co.id adalah dua portal berita nasional yang tidak hanya memiliki
jangkauan luas tetapi juga memiliki beragam kepentingan ekonomi, politik dan ideologi yang berbeda.
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana Kompas.com dan Republika.co.id
mengemas dan membingkai wacana LGBT (Lesbian, gay, biseksual, dan transgender).
bahwa seluruh anggota komnas HAM mendesak negara untuk memberi perlindungan dan hak LGBT. Judul
memuat lembaga komnas HAM yang dinominalisasi, bukan nama anggota komnas HAM itu sendiri. Judul
semacam ini membawa pesan tertentu yang ingin disampaikan, yakni LGBT telah mendapatkan perlakuan
diskriminatif dan telah diabaikan oleh negara.
Dalam teks berita ini, kompas mengutip pendapat seorang anggota komnas HAM yang bernama
Muhammad Nurkhoiron. Ia berpendapat bahwa apa yang dialami oleh LGBT merupakan dampak dari
pernyataan pejabat publik yang terus-menerus diekspose oleh media. Ia pun menyatakan bahwa apa yang
dinyatakan oleh pejabat publik terkait LGBT bertentangan dengan Nawacita. Dengan pemakaian judul yang
menyebut Komnas HAM, secara tidak langsung menekankan kepada masyarakat bahwa LGBT telah
mengalami diskriminasi berlebihan yang diakibatkan oleh pernyataan negatif para pejabat negara terkait isu
LGBT, dengan pemakaian komnas HAM mengindikasikan bahwa LGBT merupakan hak individu dan
mengenai hal ini komnas HAM yang paling mengetahui terkait hal tersebut, sedangkan pernyataan para
pejabat publik adalah pernyataan yang tak mendasar. Hal ini mengindikasikan bahwa Komnas HAM lah
yang memiliki otoritas dalam menanggapi isu ini.
Teks berita kompas itu secara umum berisi dua hal; tentang sanggahan kompas atas apa yang
dinyatakan oleh pejabat publik, dan diskriminasi yang diterima kaum LGBT adalah dampak dari pemberitaan
pejabat publik yang terus menerus dikutip oleh media. Hal ini seolah-olah menunjukkan bahwa diskriminasi
dan perlakuan tidak adil dari masyarakat terhadap LGBT bukan dikarenakan oleh apa itu LGBT atau hakikat
sesungguhnya dari LGBT sehingga masyarakat berlaku diskriminatif tapi dikarenakan media dan para
pejabat publik yang perlahan memberi doktrin atau sugesti pada khalayak bahwa LGBT adalah sesuatu yang
negatif. Pemberitaan ini disusun oleh kompas dalam satu skema yang menghasilkan berita negara telah
membuat LGBT terasingkan dan mendapatkan perlakuan diskriminatif. Tiga paragraf awal diisi dengan
tanggapan komnas HAM terkait isu LGBT, diselingi dengan ungkapan yang menyatakan bahwa LGBT
mengalami tindak kekerasan sebanyak satu paragraf, selanjutnya sebanyak tujuh paragraf menjelaskan
mengapa LGBT sebenarnya bukanlah pelanggaran atas negara akan tetapi hak atas setiap individu, kemudian
selebihnya berisi saran komnas HAM untuk masyarakat juga media agar LGBT tidak lagi mendapatkan
perlakuan diskriminatif.
Teks berita kompas memang memuat pendapat pakar yang menilai bahwa LGBT bukanlah
pelanggaran akan tetapi hak asasi manusia. Bahkan pandangan yang tidak setuju dengan itu dengan strategi
wacana tertentu dibuat untuk menekankan seakan-akan pendapat mereka itu tidak benar. Hal ini diamati dari
bagaimana kompas menyusun pernyataan pejabat publik yang langsung direspon oleh komnas HAM bahwa
pernyataan tersebut salah karena sesungguhnya keberadaan kaum LGBT telah diakui negara tepatnya dalam
peraturan Mendagri No. 27/2014 yang memasukkan gay, waria, dan lesbian dalam peraturan tersebut.
Dalam berita ini pun kerap kali kata LGBT diganti menjadi kelompok seksual minoritas sebagai
upaya penekanan bahwa LGBT merupakan kaum minoritas yang dimaksud dalam beberapa peraturan menteri
tentang adanya kaum minoritas di Indonesia. Pemilihan frasa kelompok minoritas seksual pun sebagai
upaya kompas untuk menggiring kognisi masyarakat bahwa ada tiga jenis seksual di Indonesia, laki-laki,
perempuan, dan LGBT.
Pembingkaian wacana LGBT dalam teks juga didukung oleh penekanan-penekanan tertentu dalam
level retoris. Retorika yang banyak dipakai adalah pemakaian klaim-klaim yuridis untuk menekankan bahwa
pandangannya yang paling benar, sementara pandangan pihak lain tidak berdasarkan dan tidak benar.
Pandangan komnas HAM yang menilai LGBT adalah hak setiap individu dilengkapi dengan uraian mengenai
dasar hukum dan klaim yuridis sehingga pendapat itu tampak mempunyai landasan yang kokoh. Muhammad
Nurkhoiron dilekati dengan Komnas HAM yang mengkomunikasikan bahwa yang berpendapat adalah
seseorang yang memiliki otoritas dan ahli dalam sesuatu yang berkaitan dengan HAM.
Kerap digunakan pula kata-kata yang biasa digunakan untuk sesuatu yang merujuk kepada korban,
seperti mengalami kekerasan, mendiskriminasi, memberikan pernyataan negatif, dan melakukan
Seminar Tahunan Linguistik 2016
kekerasan yang semua kata tersebut mengacu kepada LGBT. Pemilihan diksi komunitas dalam
menggambarkan kelompok LGBT adalah sebagai upaya memberikan kesan yang positif terhadap LGBT.
SIMPULAN
Retoris Pemberian label otoritas ke ilmuan Pemakaian klaim agamis dan cara
dari pendapat pakar, memberi bukti berpikir kritis sebagai dasar
dan klaim yuridis (peraturan pembuatan keputusan yang tepat
Mendagri no. 27/ 2014). terkait isu LGBT.
DAFTAR PUSTAKA
Andjani, Made Dwi. 2012. Konstruksi Pemberitaan Media Tentang Negara Islam Indonesia (Analisis
Framing Republika dan Kompas). Jurnal MAKNA, 3 (1): 25-41.
Eriyanto. 2012. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. Cetakan ke-2. Yogyakarta: PT.
LKIS.
Herman, Achmad dan Jimmy Nurdiansa. 2010. Analisis framing pemberitaan konflik Israel-Palestina dalam
Harian Kompas dan Radar Sulteng. Jurnal ilmu komunikasi, 8 (2): 154-168.
Metila, Romylyn. A. 2013. A discourse analysis of news headline: Diverse framings for a hostage-taking
event. Asian journal of social sciences & humanities, 2 (2): 71-78.
Paltridge, Brian. 2006. Discourse Analysis: An Introduction. London: Continuum.
Pan, Zhongdang dan Gerald, M. Kosicki. 1993. Framing Analysis: An Approach to New Discourse. Journal
Political Communication, Vol. 10: 55-75.
Rizko, Muhammad Mikal. 2014. Analisis Framing Berita Bencana Lumpur Lapindo Porong Sidoarjo Di Tv
One. eJurnal Ilmu Komunikasi Fisip Unmul, 2 (2): 116-129.
Sobur, Alex. 2012. Analisis Teks Media. Cetakan ke-6. Bandung: PT. Remaja Rosadakarya.