APENDISITIS AKUT
Penyumbatan dan peradangan akut pada usus
1. Pengertian ( Definisi) buntu dengan jangka waktu kurang dari 2
minggu
1. Nyeri perut kanan bawah
2. Mual
2. Anamnesis
3. Anoreksi
4. Bisa disertai dengan demam
1. Nyeri tekan McBurney
2. Rovsing sign (+)
3. Psoas sign (+)
3. Pemeriksaan Fisik
4. Blumberg sign (+)
5. Obturator sign (+)
6. Colok dubur : nyeri jam 9-11
Bandung, ......................................2016
Mengetahui :
Ka. KOMITE MEDIK Ka. SMF BEDAH
Menyetujui,
KARUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG
Bandung, ......................................2016
Mengetahui :
Ka. KOMITE MEDIK Ka. SMF BEDAH
Menyetujui,
KARUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG
FRAKTUR TERBUKA
Bandung, ......................................2016
Mengetahui :
Ka. KOMITE MEDIK Ka. SMF BEDAH
Menyetujui,
KARUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG
HERNIA INGUINALIS
Penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui anulus
inguinalis internus yang terletak disebelah lateral vasa
1. Pengertian (Definisi)
epigastrika inferior, menyusuri kanalis inguinalis dan keluar
ke rongga perut melalui anulus inguinalis eksternus.
a. Adanya penonjolan diselangkangan atau kemaluan
sering dikatakan turun bero/burut/kelingsir
b. Benjolan bisa mengecil atau menghilang pada waktu
2. Anamnesis
tidur dan dapat timbul kembali jika menangis, mengejan,
mengangkat beban berat atau bila posisi berdiri
c. Bila terjadi komplikasi tidak ditemukan nyeri.
a. Pemeriksaan fisik abdomen dan inguinalis, terlihat adanya
benjolan di area inguinalis/kemaluan/skrotum.
b. Jika tidak ditemukan pada keadaan berdiri pasien diminta
mengejan maka akan tampak benjolan dan bila sudah
3. Pemeriksaan Fisik
tampak diperiksa apakah benjolan dapat dimasukan
kembali
c. Pada auskultasi benjolan dapat didengarkan bunyi usus
d. Pada palpasi kadang muncul nyeri tekan
4. Kriteria Diagnosis Adanya benjolan di area inguinal atau kemaluan
Bandung, ......................................2016
Mengetahui :
Ka. KOMITE MEDIK Ka. SMF BEDAH
Menyetujui,
KARUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG
4-7 hari
Lama perawatan
1. Penjelasan Sebelum MRS (rencana rawat, biaya,
prosedur, masa dan tindakan pemulihan dan
latihan, manajemen nyeri, risiko dan
komplikasi)
9. Edukasi
2. Penjelasan program rehabilitasi medic Pre-Post
Op
3. Penjelasan program pemulangan pasien
(Discharge Planning)
Ad vitam : dubia adbonam
10. Prognosis Ad Sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia adbonam
11. Tingkat Evidens I
12. Tingkat Rekomendasi A
Bandung, ......................................2016
Mengetahui :
Ka. KOMITE MEDIK Ka. SMF BEDAH
Menyetujui,
KARUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG
DEMAM TIFOID
Alternatif lain:
1. Tiamfenikol 4x500 mg
2. Kotrimoksazol 2x960 mg selama 2 minggu
8. Tata Laksana4,6 3. Ampisilin dan amoksisillin 50-150 mg/Kg BB selama
2 minggu
4. Sefalosporin generasi III: seftriakson 3-4 gram dalam
dekstrosa 100 cc selama jam per-infus sekali sehari,
selama 3-5 hari
5. Sefotaksim 2-3x1 gram, Sefoperazon 2x1 gram
6. Fluorokuinolon
Norfloksasin 2x400 mg/hari selama 14 hari
Siprofloksasin 2x500 mg/hari (15 mg/KgBB)
selama 5-7 hari
Ofloksasin 2x400 mg/hari (15 mg/KgBB) selama
5-7 hari
Perfloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
1. Edukasi mengenai kebersihan air, makanan, dan
6
9. Edukasi sanitasi
2. Vaksinasi
Jika tidak diobati, angka kematian pada demam tifoid 10-
20%, sedangkan pada kasus yang diobati angka mortalitas
tifoid sekitar 2%. Kebanyakan kasus kematian
10. Prognosis berhubungan dengan malnutrisi, balita, dan lansia. Pasien
usia lanjut atau pasien debil prognosisnya lebih buruk.
Bila terjadi komplikasi, maka prognosis semakin buruk.
Relaps terjadi pada 25% kasus.
11. Tingkat Evidens
Bandung, ......................................2016
Mengetahui :
Ka. KOMITE MEDIK Ka. SMF ILMU PENYAKIT DALAM
Menyetujui,
KARUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG
GAGAL JANTUNG
Menyetujui,
KARUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG
Rawat Inap
1. Oksigen, bila perlu dengan pematauan saturasi dan
konsentrasi oksigen inspirasi
2. Terapioksigen pada pasien dengan penyakit dasar
PPOKdengan komplikasi gagal napas dituntun
dengan pengukuran analisis gas darah berkala
3. Cairan: bila perlu dengan cairan intravena
4. Nutrisi
5. Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan
parasetamol
6. Ekspektoran/mukolitik
7. Foto thoraks diulang pada pasien yang tidak
menunjukkan perbaikan yang memuaskan
8. Terapi antibiotik (Grup III):
Fluoroquinolon
B-lactam + makrolid (b-lactam pilihan:
cefotaxime, ceftriaxone, dan ampicillin,
erapenem (untuk pasien tertentu) dengan
doxycycline 4x500-1000 mg IV (alternative
makrolid). Jika alergi penicillin gunakan
fluoroquinolon. (1A)
Rawat di ICU
1. Bronkoskopi dapat bermanfaat untuk retensi secret,
mengambil sampel untuk kultur guna penelusuran
mikrobiologi lain dan menyingkirkan kelainan
endobronkial.
2. Terapi antibiotik (Grup IV):
B-lactam (cefotaxime, ceftriaxone, atau
ampicillin-sulbactam) + azithromycin atau
fluoroquinolone (jika alergi penicillin gunakan
fluoroquinolone atau aztrenonam) (2A)
Jika ada risiko infeksi pseudomonas, gunakan
antipneumococcal, antipseudomonal b-lactam
(piperacillin- tazobactam, cefepime,
ciprofloxacin atau levofloxacin 750 mg atau
b-lactam + aminoglikosida + azithromycin
atau b-lactam plus + aminoglycoside +
antipneumococcal fluoroquinolone (untuk
alergi penicillin ganti b-lactam dengan
aztreonam) (2A)
Tatalaksana antibiotik:
1. Terapi antibiotik diberikan selama 5 hari untuk
pasien rawat jalan dan 7 hari untuk pasien rawat
inap. (1A)
2. Syarat untuk alih terapi antibiotik intravena ke oral
(ATS 2007): Hemodinamik stabil dan gejala klinis
membaik (2A)
9. Edukasi
Mortalitas pasien CAP yang dirawat jalan <1%, yang
dirawat inap di rumah sakit 5,7-14%, yang dirawat di
10. Prognosis
ICU >30%.4 mortalitas pasien dengan nilai CURB-
65=0 adalah 1,2%, 3-4 adalah 31%.5
11. Tingkat Evidens
Bandung, ......................................2016
Mengetahui :
Ka. KOMITE MEDIK Ka. SMF ILMU PENYAKIT DALAM
Menyetujui,
KARUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG
3. Kontrol ketidaknyamanan
a. Nitrogliserin sublingual 3x0,4 mg dengan jeda
5 menit. Bila gejala tidak hilang berikan
nitrogliserin intravena. (1C)
b. Morfin 2-4 mg intravena, dapat diulang
sampai 3 kali dengan jeda 5 menit. (1C)
c. Betablocker IV: Metroprolol 5 mg, 2-5 menit
sebanyak 3 kali. 15 menit setelah dosis ke-3,
berikan 4-50 mg PO selama 2 hari, lalu 2x100
mg. Atenolol: 2,5-5 mg selama 2 menit, total
10 mg selama 10-15 menit. Bisoprolol 1x2,5-
10 mg. (1B)
4. Terapi revaskualarisasi
Jika tidak tersedia sarana Intervensi Koroner
Perkutan (IKP) atau tidak mungkin mengerjakan
IKP primer < 2 jam.
a. Terapi fibrinolysis. (1B)
Waktu pemberian: efektifitas menurun
dengan lamanya waktu, terutama bila > 3
jam setelah onset.
Indikasi: serangan < 12 jam, elevasi
segmen ST 0,1 mV ( 1 mm)dalam 2
lead berturut turut atau adanya Left
Bundle Branch Block (LBBB).
Kontraindikasi:
Absolut: neoplasma intracranial,
aunerisma, malformasi arteri vena, strok
non hemoragik atau trauma kepala
tertutup selama 3 bulan terakhir,
perdarahan internal aktif atau adanya
perdarahan diastasis, curiga diseksi aorta.
Relatif: hipertensi berat dengan tekanan
darah sistol > 180 atau diastole > 110
mmHg, strok iskemik, resusitasi kardio
pulmonal yang lama > 10 menit, trauma
atau operasi besar dalam 3 minggu
terakhir, perdarahan interna dalam 2-4
minggu terakhir, noncompressible
vascular puncture, kehamilan,
menggunakan antikoagulan.
Tissue Plasminogen Activator (tPA): 15
mg bolus IV, lanjutkan 50 mg selama 30
menit lalu 35 mg selama 60 menit.
Streptokinase: 1,5 juta unit IV selama 1
jam
Tenecteplase (TNK): 0,53 mg/Kg IV bolus
Reteplase (rPA): 2x10 juta unit bolus
dalam 2-3 menit, jeda 30 menit antara
dosis pertama da kedua.
b. Intervensi Koroner Perkutan (IKP): jika
tersedia sarana IKP dan IKP bisa dikerjakan
< 2 jam, jika tidak bisa diberikan fibrinolitik.
(1A)
5. Antiplatelet
Aspirin 162-325 mg
Clopidogrel 300-600 mg (1C)
Prasugrel 60 mg (1B)
Antiplatelet diberikan selama 5-7 hari, kecuali
bila akan dilakukan revaskularisasi emergency.
Pemberian antiplatelet meningkatkan risiko
perdarahan.
6. Antithrombotic
UFH bolus 60 U/KgBB IV, dosis maksimal
4000 U IV; Infus pertama 12 U/KgBB per
jam, maksimal 1000 U/jam
LMWH
Diberikan selama 48 jam atau sampai
mendapatkan terapi reperfusi. Antitrombotik
diberikan pada pasien dengan risiko tinggi emboli
sistemik (Infark miokard anterior atau Infark
miokard yang luas, atrium fibrilasi, riwayat
emboli sebelumnya, adanya LV thrombus, atau
syok kardiogenik) (IC)
9. Edukasi
Menyetujui,
KARUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG
Kriteria Laboratorium
1. Trombositopenia < atau = 100.000/dl
2. Hemokonsentrasi, peningkatan hematokrit > 20%
dibandingkan data awal atau sesuai dengan umur
3. Demam disertai dengan dua atau lebih manifestasi klinis,
ditambah bukti perembesan plasma dan trombositopenia
cukup untuk menegakkan diagnosis DHF
Menyetujui,
KARUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG
DIARE AKUT
Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24
jam dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1
1. Pengertian minggu. Menurut Riset kesehatan Dasar 2007, diare
merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2%
anak usia 1 4 tahun
1. Lama berlangsungnya diare, frekuensi diare sehari, warna
feses, adakah lendir atau lendir darah dalam feses
2. Adakah muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran
menurun, kapan buang air kecil terakhir, demam, sesak
nafas, kejang, perut kembung
3. Jumlah cairan yang masuk selama diare
2. Anamnesis
4. Jenis makanan dan minuman yang dimakan/minum
selama diare
5. Apakah mengkonsumsi makanan minuman yang tidak
biasa
6. Apakah terdapat penderita diare disekitarnya
7. Bagaimana dengan sumber air minum
1. Keadaan umum, tanda vital dan kesadaran :
Tanda Utama :
gelisah, rewel, lemah/ letargi/ coma, tampak
haus, turgor kurang atau buruk
Tanda tambahan :
Mulut bibir lidah kering, mata dan UUB
3. Pemeriksaan Fisik cekung, tak keluar air mata
2. Nafas cepat dan dalam (nafas Kuszmaull) tanda asidosis
metabolik
3. Kejang karena gangguan keseimbangan elektrolit (hipo
atau hipernatremia), kembung (hipokalemia)
4. Berat Badan
5. Penilaian derajat dehidrasi
4. Kriteria Diagnosis 1. Diare akut tanpa dehidrasi : Tidak ditemukan tanda
utama maupun tambahan, kehilangan cairan tubuh <
5%BB. KU baik sadar, UUB tak cekung, mukosa mulut
dan bibir basah, turgor baik atau cukup, bising usus
normal, akral hangat
2. Diare akut dengan dehidrasi ringan /sedang :
Kehilangan cairan 5-10% BB, terdapat 2 tanda utama
ditambah 2 atau lebih tanda tambahan. KU gelisah atau
cengeng. Turgor kurang, akral masih hangat
3. Diare akut dengan dehidrasi berat : kehilangan cairan
>10% BB, terdapat 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih
tanda tambahan. KU letargi atau koma, UUB sangat
cekung, mata sangat cekung, mukosa mulut dan bibir
kering. Turgor sangat kurang akral dingin.
5. Diagnosis Kerja Diare akut dengan atau tanpa dehidrasi
1. Keracunan makanan
6. Diagnosis Banding 2. Disentri baksiler
3. Disentri amuba
1. Pemeriksaan feses lengkap
2. Analisis elektrolit
7. Pemeriksaan Penunjang
3. Analisis gas darah bila perlu pada dehidrasi berat dengan
asidosis
8. Tata Laksana Terlampir dalam protocol
1. Edukasi hygiene lingkungan : jamban yg bersih, selalu
memasak makanan dan minuman dan hygiene pribadi :
9. Edukasi (Hospital Health cuci tangan sebelum makan atau memberikan makanan
Promotion) 2. Edukasi : ASI tetap diberikan, makanan sapihan,
imunisasi rotavirus bila ada dan masih dalam usia < 6
bulan, imunisasi campak
Baik jika tidak dalam dehidrasi berat dan buruk jika terlambat
10. Prognosis
mendapat pengobatan di fasilitas kesehatan
1. Pudjiadi AH dkk (Eds) : Pedoman Pelayanan Medis. jilid
1 , Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta 2010 : 58 - 62
11. Kepustakaan 2. Hegar, B dalam Gunardi ,H dkk (Eds) : Kumpulan Tips
Pediatri. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Jakarta 2010 : 64-69
Bandung, ......................................2016
Mengetahui :
Ka. KOMITE MEDIK Ka. SMF ILMU PENYAKIT ANAK
Menyetujui,
KARUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG
KEJANG DEMAM
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenakan suhu tubuh (diatas 38 C Rektal) tanpa
adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan elektrolit
atau metabolik lainnya. Kejang yang terjadi pada bayi
dibawah umur 1 bulan tidak termasuk dalam kejang
demam.
Bandung, ......................................2016
Mengetahui :
Ka. KOMITE MEDIK Ka. SMF ILMU PENYAKIT ANAK
Menyetujui,
KARUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG
EKLAMSIA GRAVIDARUM
Eklampsia adalah kejang-kejang pada pre-eklampsia yang
1. Pengertian (Definisi)
tidak disebabkan penyebab lain.1
Anamnesis : 2,3
Gejala-gejala pre-eklampsia berat dengan impending
eklampsia:
Riwayat kejang sebelumnya
2. Anamnesis 2 Riwayat nyeri kepala
Riwayat pandangan mata kabur
Riwayat mual dan muntah
Riwayat nyeri epigastrium
Riwayat nyeri kuadran kanan atas abdomen
Pemeriksaan Fisik 3,4
Gejala Kardiovaskuler : evaluasi tekanan darah,
suara jantung, pulsasi perifer
Paru : auskultasi paru untuk mendiagnosis edema
paru
3. Pemeriksaan Fisik 2
Abdomen : palpasi untuk menentukan adanya
nyeri pada hepar; menentukan tinggi fundus uteri
untuk mendeteksi IUGR
Refleks : adanya klonus
Funduskopi : untuk menentukan adanya retinopati grade
I-III (tidak ada level of evidence)
4. Kriteria Diagnosis 2
Eklampsia: Kejang-kejang pada pre-eklampsia disertai
koma
Kriteria lain :
1. Kenaikan kreatinin serum
2. Edema paru dan sianosis
3. Proteinuria : 2 gr/24 jam jumlah urin atau
dipstick 2+
4. Oliguria : produksi urin < 400-500 cc/24 jam
5. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan
abdomen : disebabkan teregangnya kapsula
Glisoni. Nyeri dapat merupakan gejala awal
ruptur hepar
6. Gangguan otak dan visus : perubahan kesadaran,
nyeri kepala, skotomata, dan pandangan kabur
7. Gangguan fungsi hepar : peningkatan alanine atau
aspartat amino transferase
8. Hemolisis mikroangiopatik
9. Trombositopenia : < 100.000 cell/mm3
10. Sindroma HELLP : dengan adanya hemolisis,
peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan
trombositopenia
5. Diagnosis Kerja Eklamsia Gravidarum
6. Diagnosis Banding 5
1. Epilepsi
1. Hemoglobin dan hematokrit; peningkatan
hemoglobin dan hematokrit berarti :
Adanya homokonsentrasi, yang mendukung
diagnosis pre-eklampsia
Menggambarkan beratnya hipovolemia
Nilai ini akan menurun bila terjadi hemolisis
2. Morfologi sel darah merah pada apusan darah
tepi; untuk menentukan :
Adanya mikroangiopatik hemolitik anemia
Morfologi abnormal eritrosit : schizocytosis dan
spherocytosis
3. Trombosit; adanya trombositopeni menggambarkan
pre-eklampsia berat
4. Kreatinin serum, asam urat serum, nitrogen urea
Pemeriksaan darah (BUN); peningkatannya menggambarkan :
7.
Penunjang 1,2,3,4,5
Beratnya hipovolemia
Tanda menurunnya aliran darah ke ginjal
Oliguria
Tanda pre-eklampsia berat
5. Transaminase serum; peningkatan transaminase
serum menggambarkan pre-eklampsia berat dengan
gangguan fungsi hepar
6. Lactate acid dehydrogenase; menggambarkan adanya
hemolisis
7. Albumin serum, dan faktor koagulasi;
menggambarkan kebocoran endothel, dan
kemungkinan koagulopati
8. Pemeriksaan kesejahteraan janin; pemeriksaan
perkiraan pertumbuhan janin dan volume air
ketubannya.
8. Tata Laksana 4,6
Pengelolaan dasar:
1. Terapi suportif untuk stabilisasi pada ibu
2. Selalu ingat ABC (Airway, Breathing,
Circulation).
3. Pastikan jalan nafas atas tetap terbuka
4. Mengatasi dan mencegah kejang
5. Koreksi hipoksemia dan asidemia
6. Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya
hipertensi krisis
7. Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara
persalinan yang tepat
Terapi medikamentosa
1. Lihat terapi medikamentosa pada pre-eklampsia
berat
2. Bila terjadi kejang berulang maka dapat diberikan
magnesium sulfat bolus 2 gram intravena atau
peningkatan dosis maintenance per infus 1 2
gram/jam
Perawatan kejang
1. Tempatkan penderita di ruang isolasi atau ruang
khusus dengan lampu terang (tidak diperkenankan
ditempatkan di ruangan gelap, sebab bila terjadi
sianosis tidak dapat diketahui)
2. Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat
diubah dalam posisi trendelenburg, dan posisi
kepala lebih tinggi
3. Rendahkan kepala ke bawah : aspirasi lendir
dalam orofaring guna mencegah aspirasi
pneumonia
4. Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang
tidak terjadi fraktur
5. Rail tempat tidur harus dipasang dan terkunci
dengan kuat
Pengelolaan Eklampsia
1. Sikap dasar pengelolaan eklampsia : semua
kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri
(diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan
dan keadaan janin. Berarti sikap terhadap
kehamilannya adalah aktif.
2. Saat pengakhiran kehamilan, ialah bila sudah
terjadi stabilisasi (pemulihan) hemodinamik dan
metabolism ibu.
3. Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya dalam : 4-
8 jam, setelah salah satu atau lebih keadaan
seperti dibawah ini, yaitu setelah :
Pemberian obat anti kejang
terakhir
Kejang terakhir
Pemberian obat-obat anti
hipertensi terakhir
Penderita mulai sadar
(dapat dinilai dari Glasgow-Coma-Scale
yang membaik)
Bandung, ......................................2016
Mengetahui :
Ka. KOMITE MEDIK Ka. SMF ILMU PENYAKIT DALAM
Menyetujui,
KARUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG
Terapi medikamentosa
1. Pemberian antibiotik profilaksis pre-operasi
Cara Persalinan
1. Dengan seksio sesarea
Perawatan Pasca Persalinan
1. Monitor tanda vital dan skala nyeri pasien
1. Diet tinggi kalori dan protein
9. Edukasi 6
2. Jaga kebersihan luka
3. Mobilisasi dini
10. Prognosis Dubia
1. Terminasi kehamilan dengan seksio sesarea pada plasenta
previa totalis (Level IIa)
11. Tingkat Evidens
2. Pemeriksaan penunjang dengan menggunakan USG
transvaginal (Level IIa)
Terminasi kehamilan dengan seksio sesarea pada plasenta
12. Tingkat Rekomendasi
previa totalis (A/strong)
13. Penelaah Kritis
Indikator outcome ibu :
1. Hemodinamik ibu stabil
2. Tidak terjadi komplikasi sekunder (misal syok ec
14. Indikator (Outcome)
perdarahan)
Indikator outcome bayi :
1. Bayi lahir bugar
1. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists.
Green-top Guideline no 63. Antepartum
Haemorrhage.2013
2. Cunningham FG et al. Williams Obstetrics 24th Edition.
Chapter 41. Obstetrical Hemorrhage.2014
15. Kepustakaan
3. Institute of Obstetricians and Gynaecologists, Royal
College of Physicians of Ireland
4. And Directorate of Strategy and Clinical Care Health
Service Executive. Clinical Practice Guideline Tocolytic
Treatment In Pregnancy. 2013.
Bandung, ......................................2016
Mengetahui :
Ka. KOMITE MEDIK Ka. SMF KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
dr. LEONY WIDJAJA, SpKJ dr. HERMAN BUDI SANTOSO, SpOG, M. Kes
PEMBINA TK I / 196410301992032001 KOMPOL NRP 74110888
Menyetujui,
KARUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG
Thrombin
1. Keadaan penyerta : Hemophilia A, Von
Willebrands, Riwayat PPH, History of hereditary
coagulopathies or liver disease
2. Didapat pada kehamilan : Idiopathic
thrombocytopenic purpura, Thrombocytopenia
with preeclampsia, Disseminated intravascular
coagulation
3. Preeklamsia/Eklamsia dengan IUFD, infeksi berat,
solusio, emboli air ketuban
4. Terapi antikoagulan
3. Anamnesis Perdarahan dari traktus genitalia
4. Pemeriksaan Fisik Derajat shock:
1. Terkompensasi : jumlah perdarahan 500-1000 ml
(10-15%), Tekanan Darah Sistolik tetap, Gejala
dan Tanda: palpitasi, pusing, takikardia
2. Ringan : jumlah perdarahan 1000-1500 ml (15-
25%), Tekanan Darah Sistolik menurun (80-100
mmHg), badan lemah, berkeringat, takikardia
3. Sedang : jumlah perdarahan 1500-2000 ml (25-
35%), Tekanan Darah Sistolik menurun (70-80
mmHg), pucat, oligouria
4. Berat : jumlah perdarahan 2000-3000 ml (35-
45%), Tekanan Darah Sistolik menurun (50-70
mmHg), penurunan kesadaran, anuria
Secara simultan lakukan upaya penilaian faktor
etiologi seperti tonus uterus, robekan jalan lahir dan
organ genitalia, sisa konsepsi dan faktor pembekuan
darah.
Perdarahan pervaginam pasca persalinan yang
5. Kriteria diagnosis
disebabkan salah satu etiologi diatas
6. Diagnosis Kerja Perdarahan Pasca Persalinan
7. Diagnosis Banding Tidak ada
Laboratorium: darah lengkap, golongan darah, profil
Pemeriksaan
8. hemostasis(PT,aPTT/ waktu pembekuan, waktu
Penunjang
perdarahan)
9. Tata Laksana Secara simultan, lakukan:
1. Survei primer dan resusitasi awal
Jalan napas
Pernapasan: suplemen oksigen per nasal kanul
Sirkulasi: pasang iv line kanul besar no 16
gauge
2. Panggil bantuan
3. Evaluasi penyebab: 4T
Singkirkan adanya inversio uteri
Perhatikan kemungkinan robekan porsio
Evakuasi sisa plasenta atau bekuan darah dari
uterus
4. Singkirkan adanya ruptura uteri atau dehisensi
miometrium
5. Ambil sampel darah (DPL dan golongan darah) dan
cross matched
6. Pastikan kandung kemih kosong, pasang foley
catheter
7. Kompresi uterus bimanual
8. Pemberian uterotonika
Oksitosin 5 units IV bolus
Oksitosin 20 units per L N/S IV tetesan cepat
Ergometrin 0,25 mg IM atau 0,125 mg IV;
dosis maksimum 1,25 mg
Misoprostol 400 mcg po atau per rektal dan
800-1000 mg per rektal
Bandung, ......................................2016
Mengetahui :
Ka. KOMITE MEDIK Ka. SMF KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
dr. LEONY WIDJAJA, SpKJ dr. HERMAN BUDI SANTOSO, SpOG, M. Kes
PEMBINA TK I / 196410301992032001 KOMPOL NRP 74110888
Menyetujui,
KARUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG
PERDARAHAN SUBARAHNOID
Tatalaksana Spesifik
1. Manajemen hipertensi (Nicardipin, ARB, ACE-
Inhibitor, Calcium Antagonist, Beta blocker,
Diuretik)
2. Manajemen gula darah (insulin, anti diabetic oral)
3. Pencegahan perdarahan ulang (Vit. K,
antifibrinolitik)
4. Pencegahan vasospasme (Nimodipin)
5. Neurorestorasi
1. Clipping Aneurisma
Tindakan Intervensi/Operatif 2. Coiling aneurisma
3. VP Shunt / external drainage, sesuai indikasi
Bandung, ......................................2016
Mengetahui :
Ka. KOMITE MEDIK Ka. SMF KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
dr. LEONY WIDJAJA, SpKJ dr. HERMAN BUDI SANTOSO, SpOG, M. Kes
PEMBINA TK I / 196410301992032001 KOMPOL NRP 74110888
Menyetujui,
KARUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG
STROKE HEMORAGIK
Bandung, ......................................2016
Mengetahui :
Ka. KOMITE MEDIK Ka. SMF ILMU PENYAKIT SARAF
STROKE ISKEMIK
Kumpulan gejala defisit neurologis akibat gangguan
fungsi otak akut baik fokal maupun global yang
mendadak, disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya
aliran darah pada parenkim otak, retina atau medulla
1. Pengertian ( Definisi)
spinalis, yang dapat disebabkan oleh penyumbatan atau
pecahnya pembuluh darah arteri maupun vena, yang
dibuktikan dengan pemeriksaan imaging dan/atau
patologi.
Gangguan global berupa gangguan kesadaran
Tatalaksana Spesifik
1. Trombolisis intravena : alteplase dosis 0.6-0.9
mg/kgBB, pada stroke iskemik onset <6 jam
2. Terapi endovascular : trombektomi mekanik, pada
stroke iskemik dengan oklusi karotis interna atau
pembuluh darah intrakranial, onset <8 jam
3. Manajemen hipertensi (Nicardipin, ARB, ACE-
Inhibitor, Calcium Antagonist, Beta blocker, Diuretik)
4. Manajemen gula darah (insulin, anti diabetik oral)
5. Pencegahan stroke sekunder (antiplatelet :aspirin,
clopidogrel, clostazol atau antikoagulan : warfarin,
dabigatran, rivaroxaban)
6. Neurorestorasi / Neurorehabilitasi
Bandung, ......................................2016
Mengetahui :
Ka. KOMITE MEDIK Ka. SMF ILMU PENYAKIT SARAF
Menyetujui,
KARUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG
APENDICITIS AKUT
DEMAM BERDARAH
1. Pengertian (Definisi) Asuhan keperawatan pada pasien dengan demam berdarah
1. Tanda-tanda vital: demam
2. Mual, muntah
2. Asesmen Keperawatan 3. Tanda dehidrasi
4. Tanda perdarahan
5. Pengkajian bio, psikososial, spiritual dan budaya
1. Hipertermia (00007)
2. Risiko ketidakseimbangan volume cairan (00025)
3. Diagnosis Keperawatan 3. Nyeri akut (00132)
4. Risiko perdarahan (00206)
5. Risiko shock (00205)
1. Suhu tubuh dalam batas normal 36,5oC - 37,5oC
Kriteria 2. Hemodinamik stabil
4. Evaluasi/Nursing 3. Tidak terjadi hemokonsentrasi
Outcome 4. Tidak terjadi shock hipovolemik
5. Tidak terjadi perdarahan
1. Manajemen demam :
a. Gunakan pakaian yang tipis dan yang menyerap
keringat, anjurkan untuk tidak memakai selimut dan
pakaian yang tebal
b. Lakukan kompres hangat pada lipatan tubuh (aksila,
lipatan paha, leher), lakukan water tapid sponge
c. Anjurkan untuk meningkatkan intake cairan peroral
2. Monitor cairan
a. Kumpulkan dan analisis data yang menunjukkan
keseimbangan cairan
b. Hitung intake dan output cairan
3. Manajemen cairan
a. Berikan cairan peroral agar cairan seimbang
b. Kolaborasi pemberian cairan Ringer Laktat
5. Intervensi Keperawatan
c. Monitor pemberian cairan intravena
4. Manajemen nyeri
a. Lakukan tehnik relaksasi, distraksi, guided imagery
5. Manajemen pencegahan resiko perdarahan
a. Anjurkan untuk bedrest
b. Bantu pemenuhan Activity Daily Living
6. Monitoring
a. Observasi suhu tubuh
b. Observasi status hemodinamik
c. Observasi intake dan output
d. Observasi adanya tanda syok hipovolemik
e. Observasi adanya hemokonsentrasi
f. Observasi skala, frekwensi dan intensitas nyaeri
g. Observasi adanya perdarahan
1. Peningkatan intake cairan peroral
2. Nutrisi
6. Informasi dan edukasi
3. Menjaga kebersihan lingkungan
4. Hand higyene
7 Evaluasi Mengevaluasi respon subyektif dan obyektif setelah
dilaksanakan intervensi dan dibandingkan dengan NOC
serta analisis terhadap perkembangan diagnosis
keperawatan yang telah ditetapkan
8. Penelaah kritis Sub Komite Mutu Keperawatan
1. Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M.,
Wagner, C.M. (Eds). (2013). Nursing intervention
classification (NIC) (6th ed). St. Louis : Mosby Elsevier.
2. James, S.R., Nelson, K.A., & Ashwill, J.W. (2013)
Nursing Care of Children Principles & Practice (4th
edition). St. Louis : Elsevier Saunders.
3. Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA
international Nursing Diagnoses: Definitions &
classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell.
9. Kepustakaan
4. Hockenberry, J.M. & Wilson, D. (2009). Wongs
Nursing Care of Infants and Children. (8th edition).
Canada :Mosby Company
5. Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., Swanson, E.
(Eds). (2013). Nursing outcome classifications (NOC)
(5th ed). St. Louis: Mosby Elsevier.
6. Wilkinson, J.M., & Ahern, N.R. (2011). Diagnosis
Keperawatan Diagnosis NANDA, NIC Intervensi, NOC
Outcome (Edisi 9). Jakarta: EGC
PERDARAHAN BERAT
Asuhan keperawatan pada pasien dengan kondisi komplikasi
1. Pengertian (Definisi) kehamilan dan persalinan berupa berkurangnya volume
darah yang dapat mengakibatkan shock hipovolemik.
1. TTV: Penurunan tekanan darah, pulsasi pembuluh darah,
takikardi. Suara jantung, murmur. Suara nafas, frekuensi
nafas, tachipnea. Tanda dan gejala shock.
2. Sumber perdarahan: Perdarahan pervagina, laserasi,
riwayat plasenta previa, abruptio plasenta, atonia uteri.
Jumlah dan karakteristik perdarahan
3. Pemeriksaan fisik: Tingkat kesadaran, pucat, warna
kulit, vena jugularis. temperatur tubuh. Capillary refill,
membran mukosa oral, perfusi perifer. Distensi
abdomen, output urin
4. Gerakan janin, denyut jantung janin (variabilitas dan
2. Asesmen Keperawatan akselerasi), NSTs, BPP, Serial USG
5. Psikososial: adanya disorientasi, penurunan kesadaran,
perubahan emosi, rasa cemas dan takut akan kondisi
ancaman pada kehamilan dan janin. Kurangnya
dukungan dalam keluarga, tingkat ekonomi, faktor
budaya.
6. Adanya penurunan tekanan darah yang drastis dan tiba-
tiba, depresi pernafasan, oligurua, hiporefleksia, distress
janin
7. Diagnostik: Hb, Ht, Platelet, LED, PT APTT, Urinalisis.
Cross Matching
8. Pengkajian bio, psikososial, spiritual dan budaya
1. Risiko Shock berhubungan dengan berkurangnya volume
darah
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan
3. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan
penurunan tekanan darah
4. Tidak Efektifnya Perfusi Jaringan: Plasenta berhubungan
dengan
3. Diagnosis Keperawatan
5. Risiko Fetal Distress berhubungan dengan menurunnya
perfusi vaskuler uteroplasenta
6. Takut berhubungan dengan ancaman terminasi premature
kehamilan, kurang pengetahuan tentang regimen
pengobatan dan perawatan.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
umum
4. Kriteria 1. Mengenali dan melaporkan dengan segera tanda dan
Evaluasi/Nursing 2. gejala bahaya dan komplikasi.
Outcome 3. Mendapatkan penanganan dengan segera dan tepat
4. untuk menghindari komplikasi pada ibu dan bayi
5. Tidak ada tanda eklamsia dan komplikasinya
6. Dapat menyatakan rasa takutnya dan berkompensasi
7. degan mekanisme koping yang positif dan adaptif.
8. Tanda-tanda Vital dalam batas normal
9. Cairan/hidrasi terpenuhi
10. Status Fetal dalam batas normal
11. Cemas/takut terkontrol
12. Perawatan diri terpenuhi
13. Persalinan berjalan tanpa komplikasi, Ibu dan bayi
14. sejahtera Shock hipovolemik teratasi
1. Mengobservasi tanda dan gejala hipovolemia dan Shock
2. Mengobservasi sumber perdarahan
3. Memonitoring Tanda-Tanda Vital
4. Memonitor intake dan output cairan per 24 jam,
dilakukan per shift
5. Memonitor DJJ dan Gerakan Janin, CTG
5. Intervensi Keperawatan 6. Melakukan tindakan penurunan Kecemasan/Takut
7. Memenuhi Perawatan Diri
8. Memberikan cairan intravena, tranfusi
9. Berkoordinasi persiapan operasi
10. Berkolaborasi pemberian obat-obatan
11. Perawatan luka pasca operasi
1. Penjelasan mengenai perkembangan penyakit berkaitan
terapi dan tindakan yang sudah dilakukan
6. Informasi dan edukasi 2. Penjelasan mengenai diet yang diberikan sesuai dengan
keadaan umum pasien
Mengevaluasi respon subyektif dan obyektif setelah
dilaksanakan intervensi dan dibandingkan dengan NOC
7 Evaluasi
serta analisis terhadap perkembangan diagnosis keperawatan
yang telah ditetapkan
8. Penelaah kritis Sub Komite Mutu Keperawatan
1. Nanda International. (2014). Nursing diagnosis,
definitions and classification 2015-2017. 10th Edition.
UK. Wiley Blackwell.
2. Lowdermilk, D.L., Perry, S.E., Cashion, M.C. (201).
Maternity Nursing. 8th Edition. Mosby Elsevier.
3. Ward, S., Hisleyamazon,S. (2015). Maternal-Child
Nursing Care Optimizing Outcomes for Mothers,
9. Kepustakaan Children, & Families. 2nd Edition. Philadelphia. F.A.
Davis.
4. Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M
(2013). Nursing Interventions Classification (NIC). 6th
Edition. St. Louis, Missouri. Mosby Elsevier.
5. Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E.
(2013). Nursing Outcome Classification (NOC). 5th
Edition. St. Louis, Missouri. Mosby Elsevier.
PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN (PAK)
POLRI DAERAH JAWA BARAT
BIDANG KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
RUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG
HIPEREMESIS GRAVIDARUM
1. Pengertian (Definisi) Asuhan keperawatan pada pasien dengan kondisi
komplikasi kehamilan, dikarenakan nausea dan vomitus
yang sering dan persisten selama kehamilan. Ditandai
pengeluaran, kekurangan volume cairan tubuh dan
ketidakseimbangan elektrolit. Serta mengakibatkan
dehidrasi dan malnutrisi. Biasanya terjadi sampai dengan
kehamilan < 20 minggu
1. TTV: Adanya perubahan homeostatis, penurunan
tekanan darah, peningkatan nadi (> 100 x/menit),
percepatan pernafasan serta peningkatan suhu tubuh.
2. Tanda dehidrasi: tanda-tanda pengeluaran cairan
berlebihan akibat mual dan muntah, penurunan nafsu
makan, kurangnya pemasukan cairan dan makanan
3. Pemeriksaan fisik: Penurunan berat badan. Pucat,
adanya perubahan membran mukosa oral, penurunan
turgor kulit, lidah kering, bau nafas keton. Sunken
eyelids, Nyeri epigastrik, penurunan motilitas gastrik
dan usus. Penurunan Capillary Refill, dingin pada
ujung ekstremitas. Adanya edema pada kaki atau
bagain tubuh lain.
4. Pengkajian nutrisi: Keluhan Morning Sickness, haus,
adanya mual dan muntah (mulai kehamilan 4-8
minggu), tidak nafsu makan, nyeri epigastrik,
2. Asesmen Keperawatan
penurunan berat badan (5-10 kg), menolak makan dan
minum, penolakan terhadap jenis makanan dan
minuman tertentu.
5. Pengkajian aktivitas dan istirahat: keluhan lemas,
tidak toleransi terhadap aktivitas, tirah baring, tidak
bisa/kurang tidur.
6. Psikososial: adanya perubahan emosi, rasa cemas dan
takut akan kondisi ancaman pada kehamilan dan janin.
Kurangnya dukungan dalam keluarga, tingkat
ekonomi, faktor budaya.
7. Fetal Heart Rate/DJJ, Gerakan Janin.
8. Diasnostik: peningkatan Konsistensi urin,
Hipoalbumin, Hipoglikemia, Keton dalam urin,
penurunan Hb dan Ht. Penurunan kadar potassium,
sodium, chloride. USG Fetus.
9. Pengkajian bio, psikososial, spiritual dan budaya
1. Risiko Ketidakseimbangan volume cairan berhubungan
pengeluaran cairan yang berlebihan, kurangnya input
cairan oral.
2. Risiko Ketidakseimbangan elektrolit berhubungan
3. Diagnosis Keperawatan dengan mual dan muntah.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual dan muntah, kurangnya input makanan
4. Nausea/Vomitus berhubungan dengan efek
gastrointestinal hipomotilasi
5. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan mual dan
muntah yang persisten.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue
Cemas berhubungan dengan efek perubahan fisiologis
kehamilan, anoreksia.
1. Nausea dan Vomitus terkontrol
2. Intake nutrisi dalam batas normal
3. Intake Cairan dalam batas normal
Kriteria 4. Tanda-tanda Vital dalam batas normal
4. Evaluasi/Nursing
Outcome 5. Status fetal dalam batas normal
6. Cemas/takut terkontrol
7. Mobilisasi tertoleransi
8. Perawatan diri terpenuhi
1. Mengobservasi TTV dan tanda-tanda dehidrasi
2. Memonitor intake dan output cairan oral dan
parenteral/IV 24 jam, lakukan per shift
3. Memonitor intake dan output nutrisi 24 jam, lakukan
per shift
4. Observasi adanya komplikasi berupa asidosis
metabolik, jaundice dan perdarahan.
5. Observasi DJJ dan Gerakan Janin
6. Berikan makanan porsi kecil tapi sering selama
perawatan, anjurkan makan makanan ringan (roti,
biskuit) dan minuman hangat di pagi dan malam hari,
serta menghindari makanan berlemak
7. Observasi adanya perubahan pada mukosa oral,
5. Intervensi Keperawatan
berikan orak hygiene
8. Berikan terapi relaksasi untuk menurunkan
kecemasan
9. Memenuhi perawatan diri dan membantu kebutuhan
aktivitas
10. Kolaborasi Memberikan terapi cairan parenteral
(elektrolit, glukosa dan vitamin) sesuai dengan
program.
11. Kolaborasi Memberikan obat-obatan (anti emetik,
vitamin) sesuai dengan program
12. Kolaborasi monitor kadar Hb, Ht, adanya aseton,
albumin dan glukosa pada urin
13. Kolaborasi monitor fetus dengan doppler dan USG
1. Penjelasan mengenai perkembangan penyakit
berkaitan terapi dan tindakan yang sudah dilakukan
6. Informasi dan edukasi 2. Self Mangement: Diet untuk Hiperemesis, mengenali
bahaya dan komplikasi hiperemesis
3. Istirahat dan Aktivitas
7 Evaluasi Mengevaluasi respon subyektif dan obyektif setelah
dilaksanakan intervensi dan dibandingkan dengan NOC
serta analisis terhadap perkembangan diagnosis
keperawatan yang telah ditetapkan
8. Penelaah kritis Sub Komite Mutu Keperawatan
1. Nanda International. (2014). Nursing diagnosis,
definitions and classification 2015-2017. 10th
Edition. UK. Wiley Blackwell.
2. Lowdermilk, D.L., Perry, S.E., Cashion, M.C. (201).
3. Maternity Nursing. 8th Edition. Mosby Elsevier.
4. Ward, S., Hisleyamazon,S. (2015). Maternal-Child
Nursing Care Optimizing Outcomes for Mothers,
9. Kepustakaan Children, & Families. 2nd Edition. Philadelphia. F.A.
Davis.
5. Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M
(2013). Nursing Interventions Classification (NIC).
6th Edition. St. Louis, Missouri. Mosby Elsevier.
6. Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson,
E. (2013). Nursing Outcome Classification (NOC).
5th Edition. St. Louis, Missouri. Mosby Elsevier.
BRONKOPNEMONIA
Metoda pemecahan masalah gizi pada pasien bronkopneumonia
1. Pengertian Asuhan Gizi yang sistematis, dimana Nutrisionis/Dietisien berfikir kritis
pada Bronkopnemonia dalam membuat keputusan untuk menangani masalah gizi
sehingga aman, efektif dan berkualitas
Menindaklanjuti hasil skrining gizi perawat, apabila pasien
2. Asesmen/Pengkajian:
berisiko malnutrisi dan atau kondisi khusus. Nutrisionis/
Dietisien asesmen gizi lebih lanjut.
Mengkaji data antropometri berat badan, tinggi badan, Lingkar
Antropometri
Lengan Atas, Lingkar Kepala (pada bayi).
Biokimia Mengkaji data laboratorium terkait gizi seperti HB, Hematokrit,
Leukosit, Albumin, data laboratorium lain terkait gizi (bila ada)
Mengkaji adanya sesak nafas, anoreksia, demam, lemas,
Klinis/Fisik berubah/adanya penurunan berat badan (kehilangan masa otot
atau lemak), gigi geligi, dll
Mengkaji riwayat alergi makanan, pola kebiasaan makan, bentuk
Riwayat Makan makanan, rata-rata asupan sebelum masuk RS (kualitatif dan
kuantitatif)
Mengkaji riwayat sosial ekonomi, budaya, riwayat penyakit saat
ini, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, riwayat
Riwayat Personal
penggunaan suplemen makanan, status kesehatan mental, serta
status kognitif
Tidak cukupnya asupan per oral berkaitan dengan menurunnya
3. Diagnosis Gizi (Masalah kemampuan mengkonsumsi makanan karena tidak napsu makan,
sesak ditandai dengan estimasi asupan energi dan protein dari
Gizi) diet kurang dari kebutuhan, tidak berminat makan dan lemah (NI
2-1), Diagnosis Gizi lain dapat pula timbul tergantung kondisi
pasien
4. Intervensi Gizi (Terapi
Gizi) Tujuan :
a. Perencanaan 1. Memenuhi kebutuhan zat gizi 80%
2. Mempertahankan status gizi optimal
Preskripsi Diet :
1. Kebutuhan Energi diperhitungkan berdasarkan berat badan
ideal sesuai Tinggi badan actual
2. Protein 10-15% dari energi total
3. Lemak 25-35% dari energi total
4. Karbohidrat 55-65% dari energi total
5. Cukup vitamin dan mineral
6. Makanan bervariasi
7. Diberikan dalam 3 porsi makan lengkap terdiri dari makan
pagi, siang, malam dan 1-3 kali makanan selingan pagi,
siang, malam.
8. Jenis Diet makan saring/lunak/biasa/enteral/parenteral
9. Mudah dicerna porsi kecil sering
10. Pemberian Energi dan Protein bertahap disesuaikan dengan
kemampuan mengkonsumsi
11. Cukup cairan
12. Bentuk makanan dapat dikombinasi dengan cair atau sesuai
daya terima. bubur susu, bubur saring, biskuit susu,
makanan lunak maupun makan biasa. Jalur makanan.
b. Implementasi (oral/enteral NGT/parenteral/kombinasi) sesuai kondisi
Pemberian Makanan klinis dan kemampuan mengkonsumsi
c. Edukasi
d. Konseling Gizi Pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan preskripsi diet
e. Koordinasi dengan Pemberian edukasi dan konseling gizi kepada pasien, keluarga
pasien dan penunggu pasien (care giver)
tenaga kesehatan lain
Koordinasi pelayanan gizi dengan tenaga kesehatan lain yaitu
dengan dokter, perawat, farmasi dan tenaga kesehatan lain
terkait asuhan pasien
Mengetahui respon pasien terhadap intervensi yaitu monitor
hasil positif maupun negative dari :
a. Status Gizi berdasarkan antropometri
5. Monitoring dan Evaluasi
b. Hasil biokimia terkait gizi
c. Fisik Klinis terkait dengan gizi, demam, tidak napsu makan,
mual
d. Asupan Makanan klien
Melihat kembali kondisi pasien 3 hari setelah kunjungan awal
6. Re Asesmen (Kontrol (pada hari ke 4 atau ke 5 perawatan) untuk melihat keberhasilan
intervensi sesuai hasil monitoring evaluasi. Jika pasien sudah
kembali) kembali pulang maka re asesmen di rawat jalan untuk menilai
kepatuhan diet dan keberhasilan intervensi (terapi gizi) 1 bulan
setelah pulang dari rumah sakit.
1. Asupan makan 80% dari kebutuhan
2. Status Gizi Normal berdasarkan antropometri Berat
7. Indikator (Target yang Badan/Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut umur (TB/U),
akan dicapai/Outcome) Berat Badan menurut Panjang/Tinggi Badan (BB/TB),
Indek Masa Tubuh menurut Umur (IMT/U), Lingkar
Lengan Atas menurut Umur (LLA/U)
1. Penuntun Diet Anak Edisi ke 3 Tahun 2014. Asosiasi
Dietisien Indonesia (AsDI). Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI). Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI)
2. Pocket Guide For International Dietetics & Nutrition
8. Kepustakaan Terminology (IDNT) Reference Manual 2013
3. International Dietetics & Terminology (IDNT) Reference
Manual. Standardize Language for the Nutrition Care
Process. Fourth Edition. Academy of Nutrition and Dietetics
2013
DEMAM BERDARAH
Preskripsi Diet :
1. Kebutuhan Energi diperhitungkan berdasarkan berat badan
ideal sesuai Tinggi badan aktual
2. Protein 10-15% dari energi total
3. Lemak 25-35% dari energi total
4. Karbohidrat 55-65% dari energi total
5. Cukup vitamin dan mineral
6. Cukup cairan dari makanan maupun minuman
7. Makanan bervariasi
8. Diberikan dalam 3 porsi makan lengkap terdiri dari makan
pagi, siang, malam dan 2-3 kali makanan selingan pagi, siang,
malam.
9. Mudah dicerna porsi kecil sering
10. Pemberian Energi dan Protein bertahap disesuaikan dengan
kemampuan mengkonsumsi
11. Jenis Diet makan cair (enteral), saring/lunak atau dapat
dikombinasi sesuai dengan daya terima. bubur susu, bubur
saring, biskuit susu, makanan lunak maupun makan biasa.
12. Jalur makanan. (oral/enteral per NGT/parenteral/kombinasi)
b. Implementasi sesuai kondisi klinis dan kemampuan mengkonsumsi
c. Edukasi
d. Konseling Gizi Pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan preskripsi diet
Pemberian edukasi dan konseling gizi kepada pasien, keluarga
e. Koordinasi dengan pasien dan penunggu pasien (care giver)
Koordinasi pelayanan gizi dengan tenaga kesehatan lain yaitu
tenaga kesehatan lain dengan dokter, perawat, farmasis dan tenaga kesehatan lain terkait
asuhan pasien
Mengetahui respon pasien terhadap intervensi yaitu monitor hasil
positif maupun negative dari :
5. Monitoring dan Evaluasi a. Status Gizi berdasarkan antropometri
b. Hasil biokimia terkait dengan gizi
c. Fisik Klinis terkait dengan Gizi
d. Asupan Makanan
Melihat kembali kondisi pasien 3 hari setelah kunjungan awal
6. Re Asesmen (Kontrol (pada hari ke 4 atau ke 5 perawatan) untuk mengetahui
keberhasilan intervensi sesuai hasil monitoring evaluasi. Jika
Kembali) pasien sudah kembali pulang maka re asesmen di rawat jalan untuk
menilai kepatuhan diet dan keberhasilan intervensi (terapi gizi) 1
bulan setelah pulang dari rumah sakit
DEMAM THYPOID
Metoda pemecahan masalah gizi pada pasien thypoid
yangsistematis dimana Nutrisionis/Dietisien berfikir
1. Pengertian
kritis dalam membuat keputusan untuk menangani
masalah gizi sehingga aman, efektif dan berkualitas.
Melanjutkan hasil Skrining perawat. Melihat data berat
2. Asesmen/Pengkajian Antropometri badan, tinggi badan, Lingkar Lengan Atas, Lingkar
Kepala (pada bayi)
Melihat data HB, Hematokrit, Leukosit, Albumin, data
Asesmen/Pengkajian Biokimia
laboratorium lain terkait gizi (bila ada)
Anoreksia, demam, mual, diare, perasaan tidak enak di
Asesmen/Pengkajian Klinis/Fisik
perut, lidah kotor
Asesmen/Pengkajian Riwayat Riwayat alergi makanan, pola kebiasaan makan
Makan termasuk jajan diluar, bentuk makanan, rata2 asupan
sebelum masuk RS, dll.
Asesmen/Pengkajian Riwayat Riwayat sosial ekonomi, budaya, riwayat penyakit saat
ini dan penyakit keluarga, riwayat penggunaan suplemen
Personal makanan, status kesehatan mental serta status kognitif
Asupan makan kurang berkaitan dengan gangguan pola
makan tidak napsu makan ditandai dengan tidak dapat
3. Diagnosis Gizi (Masalah Gizi) makan makanan RS hanya dapat menghabiskan porsi
makanan (NI - 2.1) Diagnosis Gizi lain dapat pula timbul
tergantung kondisi pasien.
Tujuan :
4. Intervensi Gizi (Terapi Gizi) 1. Memenuhi kebutuhan zat gizi
a. Perencanaan 2. Mempertahankan status gizi optimal
3. Memberikan makanan dan minuman secukupnya
agar tidak memberatkan saluran cerna
DIABETES MELITUS
Metoda pemecahan masalah gizi pada, pasienthypoid yang
sistematis dimana Nutrisionis/Dietisien berfikir kritis dalam
1. Pengertian
membuat keputusan untuk menangani masalah gizi sehingga
aman, efektif dan berkualitas.
2. Asesmen/Pengkajian Melanjutkan hasil Skrining perawat.
Antropometri Mengkaji data berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh.
Asesmen/Pengkajian Gula darah puasa, gula darah 2 jam setelah makan, HBA1c
Biokimia apabila diperiksa, data laboratorium lain terkait gizi
Ada nya tanda-tanda badan lemas, buang air kecil sering dan
Asesmen/Pengkajian
banyak, terasa sering lapar dan banyak makan, sering haus dan
Klinis/Fisik
banyak minum, kesemutan
Asesmen/Pengkajian Riwayat alergi makanan, pola kebiasaan makan, bentuk
Riwayat Makan makanan, rata-rata asupan sebelum masuk RS, dll.
Asesmen/Pengkajian Riwayat sosial ekonomi, budaya, riwayat penyakit saat ini dan
penyakit keluarga, riwayat penggunaan suplemen makanan,
Riwayat Personal status kesehatan mental serta status kognitif
Kelebihan asupan karbohidrat berkaitan dengan pola makan
3. Diagnosis Gizi (Masalah dengan frekuensi sering dan banyak sumber karbohidrat dan
makanan manis ditandai asupan makanan 130% dari kebutuhan
Gizi) Berubahnya nilai laboratorium berkaitan dengan fungsi endokrin
yang menurun ditandai dengan peningkatan kadar dula darah
puasa dan 2 jam setelah makan
DIARE AKUT
e. Koordinasi dengan Koordinasi pelayanan gizi dengan tenaga kesehatan lain yaitu
tenaga kesehatan lain dengan dokter, perawat, apoteker, dan tenaga kesehatan lain terkait
asuhan pasien
1. Status Gizi berdasarkan antropometri
5. Monitoring dan Evaluasi 2. Hasil biokimia terkait gizi
3. Fisik Klinis terkait dengan Gizi
4. Asupan Makanan
6. Re Asesmen (Kontrol Kontrol ulang untuk konseling gizi melihat keberhasilan intervensi
kembali) (terapi gizi) dan kepatuhan diet 1 bulan setelah pulang dari rumah
sakit
KEJANG DEMAM
3. Diagnosis Gizi (Masalah Asupan makan per oral kurang berkaitan dengan kesulitan
makan tidak nafsu makan ditandai dengan asupan makanan 50%
Gizi) dari kebutuhan, makan sedikit (NI-2.1)
Diagnosis gizi lain dapat pula timbul tergantung kondisi pasien
Tujuan :
4. Intervensi Gizi (Terapi Gizi) 1. Memenuhi kebutuhan zat gizi
a. Perencanaan 2. Mempertahankan status gizi optimal
3. Memberikan makanan yang mudah dicerna untuk
memenuhi kebutuhan yang meningkat
APPENDICITIS
Metoda pemecahan masalah gizi pada pasien appendicitis yang
sistematis dimana Nutrisionis/Dietisien berfikir kritis dalam
1. Pengertian
membuat keputusan untuk menangani masalah gizi sehingga aman,
efektif dan berkualitas
2. Asesmen/Pengkajian: Melanjutkan hasil skrining perawat terkait risiko malnutrisi dan atau
kondisi khusus.
Data berat badan, tinggi badan, Indeks Masa Tubuh dan atau lingkar
Antropometri
lengan atas
Mengkaji data labolatorium terkait gizi seperti HB, Hematokrit,
Biokimia
Leukosit, dll (bila ada)
Klinis/Fisik Mengkaji data nyeri perut, mual, anoreksia
Mengkaji riwayat alergi makanan, pola kebiasaan makan, bentuk
Riwayat Makan makanan, rata-rata asupan sebelum masuk RS (kualitatif dan
kuantitatif)
Mengkaji riwayat sosial ekonomi, budaya, riwayat penyakit saat
ini, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, riwayat
Riwayat Personal
penggunaan suplemen makanan, status kesehatan mental, serta
status kognitif
3. Diagnosis Gizi (Masalah Prediksi sub optimal asupan energi berkaitan rencana tindakan
Gizi) bedah/operasi ditandai dengan asupan energi lebih rendah dari
kebutuhan (NI-1.4)
4. Intervensi Gizi (Terapi
Gizi) Tujuan :
a. Perencanaan Memberikan kebutuhan dasar
Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi lain
nya
Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan
Preskripsi Diet :
- Kebutuhan Energi 40-45 kkal/kgBB. Pada pasien dengan status
gizi baik sesuai dengan kebutuhan energi normal ditambah faktor
stres sebesar 15% dari Metabolisme Basal.
- Protein 1,5-2,0 g/kgBB (Bagi pasien dengan status gizi kurang).
Sedangkan dengan status gizi baik atau kegemukan diberikan
protein normal 0,8-1 g/kgBB. (pra bedah).
- Selama pemulihan kondisi diberikan tinggi energi protein
Lemak 15-25% dari energi total
Karbohidrat cukup, sisa dari protein dan kemak untuk menghindari
hipermetabolisme
Cukup vitamin dan mineral
Diberikan bertahap disesuaikan dengan kemampuan pasien untuk
menerimanya
Jenis Diet diberikan bertahap sesuai kemampuan dan kondisi pasien
dimulai dari Diet Makanan Cair Jernih 30 ml/jam bisa kombinasi
dengan Makanan Parenteral, Diet Makanan Cair Kental, Lunak
Mudah dicerna porsi kecil sering
Pemberian Energi dan Protein bertahap disesuaikan dengan
kemampuan mengkonsumsi
Cukup cairan
Bentuk makanan mulai cair atau sesuai daya terima. bubur susu,
bubur saring, biskuit susu, makanan lunak, makanan biasa. Jalur
makanan. (oral/enteral) sesuai kondisi klinis dan kemampuan
b. Implementasi mengkonsumsi
Pemberian Makanan
c. Edukasi Pelaksanaan pemberian makan sesuai dengan preskripsi diet dengan
d. Konseling Gizi bentuk cair/saring/lunak/biasa
e. Koordinasi dengan
tenaga kesehatan lainPemberian edukasi dan konseling gizi kepada pasien, keluarga dan
penunggu pasien (care giver)
Koordinasi pelayanan gizi dengan tenaga kesehatan lain yaitu
dengan dokter, perawat, farmasis dan tenaga kesehatan lain terkait
asuhan pasien
Mengetahui respon pasien terhadap intervensi yaitu monitor hasil
positif maupun negative dari :
5. Monitoring dan Evaluasi 1. Status Gizi berdasarkan antropometri
2. Hasil biokimia terkait gizi
3. Fisik Klinis terkait gizi, demam, tidak nafsu makan, mual
4. Asupan Makanan
6. Re Asesmen (Kontrol Melihat kembali kondisi pasien setelah kunjungan awal jika
kembali) diperlukan. Jika ada masalah gizi dianjurkan kontrol kembali/re
asesmen di rawat jalan.
1. Asupan makan 80% dari kebutuhan
7. Indikator (Target yang 2. Status Gizi Optimal
akan dicapai/Outcome) 3. Tidak ada mual, anoreksia
4. Peningkatan Pengetahuan Gizi seimbang
1. Penuntun Diet Edisi 3 Tahun 2006. Asosiasi Dietisien Indonesia
(AsDI). Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI)
2. Pocket Guide For International Dietetics & Nutrition
8. Kepustakaan Terminology (IDNT) Reference Manual 2013
3. International Dietetics & Terminology (IDNT) Reference
Manual. Standardize Language for the Nutrition Care Process.
Fourth Edition. Academy of Nutrition and Dietetics 2013
STROKE
Metoda pemecahan masalah gizi pada pasien stroke yang
1. Pengertian Asuhan Gizi sistematis dimana Nutrisionis/Dietisien berfikir kritis dalam
pada Stroke membuat keputusan untuk menangani masalah gizi sehingga
aman, efektif dan berkualitas
Melanjutkan hasil skrining perawat terkait risiko malnutrisi dan
2. Asesmen/Pengkajian:
atau kondisi khusus. Stroke termasuk kondisi khusus sehingga
memerlukan asesmen gizi.
Antropometri
Data berat badan, tinggi badan dan atau lingkar lengan atas
Mengkaji data labolatorium terkait gizi seperti HB, Hematokrit,
Biokimia
Leukosit, Albumin (bila ada)
Mengkaji data nyeri saat menelan, kesulitan menelan, air liur
Klinis/Fisik menetes, makanan lengket dalam mulut/kerongkongan, tensi
darah status hidrasi, masa otot dan lemak, ada tidak nya edema.
Mengkaji riwayat alergi makanan, pola kebiasaan makan, bentuk
Riwayat Makan makanan, rata-rata asupan sebelum masuk RS (kualitatif dan
kuantitatif)
Mengkaji riwayat sosial ekonomi, budaya, riwayat penyakit saat
ini, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, riwayat
Riwayat Personal
penggunaan suplemen makanan, status kesehatan mental, serta
status kognitif
Asupan makan per oral kurang berkaitan dengan menurunnya
3. Diagnosis Gizi (Masalah konsumsi zat gizi karena kesulitan menelan ditandai dengan
Gizi) asupan makanan 50% dari kebutuhan (NI-2.1)
Kesulitan Menelan berkaitan dengan stroke ditandai dengan
estimasi menurunnya asupan makan (NC-1.1)
4. Intervensi Gizi (Terapi Tujuan :
Gizi) 1. Memenuhi kebutuhan zat gizi 80%
a. Perencanaan 2. Mempertahankan status gizi optimal
Preskripsi Diet :
Kebutuhan Energi 25-45 kkal/kgBB. Pada fase akut energi
diberikan 1100-1500 kkal/hari
Protein 0.8-1 g/kgBB. Apabila pasien dengan status gizi kurang,
diberikan 1.2-1.5 g/kgBB.
Lemak 20-25% dari energi total
Karbohidrat 60-70% dari energi total
Kholesterol <300 mg
Serat 15-25 gram
Natrium 1500 mg -2300 mg
Cukup vitamin dan mineral
Jenis Diet makan cair/enteral,saring,lunak,biasa, bertahap sesuai
tes fungsi menelan. Mudah dicerna porsi kecil sering
Pemberian Energi dan Protein bertahap disesuaikan dengan
kemampuan mengkonsumsi per oral
Cukup cairan
Bentuk makanan dapat dikombinasi cair/enteral atau bubur susu,
bubur saring, makanan lunak maupun makan biasa, bertahap. Jalur
makanan. (oral/enteral per NGT/parenteral atau kombinasi) sesuai
kondisi klinis dan kemampuan mengkonsumsi.
b. Implementasi
Pemberian Makanan Pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan preskripsi diet
c. Edukasi
d. Konseling Gizi Pemberian edukasi dan konseling gizi kepada pasien dan keluarga
serta penunggu pasien (care giver) mengenai diet post stroke
untuk pemulihan sesuai dengan kemampuan menelan, kebutuhan,
bentuk makanan baik jumlah, jadwal dan jenis makanan yang
e. Koordinasi dengan dianjurkan
tenaga kesehatan lain
Koordinasi pelayanan gizi dengan tenaga kesehatan lain yaitu
dengan dokter, perawat, farmasis dan tenaga kesehatan lain terkait
asuhan pasien
Mengetahui respon pasien terhadap intervensi yaitu monitor hasil
positif maupun negative dari :
1. Status Gizi berdasarkan antropometri
5. Monitoring dan Evaluasi
2. Hasil biokimia terkait gizi
3. Fisik Klinis terkait dengan gizi yaitu ada tidaknya residu,
malabsorbsi/diare, dll
4. Asupan Makanan
Preskripsi Diet :
Kebutuhan Energi diperhitungkan berdasarkan berat badan,
tinggi badan dan umur ibu menyusui. Penambahan zat gizi dari
kebutuhan normal Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah sebagai
berikut :
Energi ditambah 300-400 kalori
Protein ditambah 20 gram
Lemak ditambah 11-13 gram
Karbohidrat ditambah 45-55 gram
Serat ditambah 5-6 gram
Air ditambah 650 ml
Cukup vitamin dan mineral
Makanan bervariasi, bentuk amakanan biasa atau disesuaikan
b. Implementasi dengan kondisi pasien
Diberikan dalam 3 porsi makan lengkap terdiri dari makan pagi,
siang, malam dan 2-3 kali makanan selingan pagi, siang, malam.
1. Pengertian ( Definisi)
1. Pengertian ( Definisi)
1. Pengertian ( Definisi)
1. Pengertian ( Definisi)
1. Pengertian ( Definisi)
1. Pengertian ( Definisi)
1. Pengertian ( Definisi)
1. Pengertian ( Definisi)