Anda di halaman 1dari 2

Indonesia dan Freeport

Oleh : Muhammad Hendrika Pratama

Masalah Freeport merupakan permassalahan antara 2 belah pihak antara pemerintah


Indonesia dengan PT Freeport Indonesia yang sudah terjalin hubungan kontrak lebih dari 50
tahun dalam kontrak karya. Kontrak karya ini sudah berlangsung sejak era Orde Baru
kepemimpinan Presiden Soeharto pada tahun 1967. Permasalahan ini menjadi memanas sejak
pemerintah Indonesia mengeluarkan aturan kontrak baru mengenai ijin usaha pertambangan
khusus (IUPK).

PT Freeport Indonesia melalui Direktur Freeport Mc Moran, Richard Anderson


mempermasalahkan mengenai PP no 1 Tahun 2017. Dalam peraturan tersebut mengatur
mengenai ijin usaha pertambnagn khusus (IUPK). PT Freeport menilai pemerintah Indonesia
menyalahi perjanjian ijin kontrak, yaitu dengan mengganti status kontrak karya (KK) menjadi
ijin usaha pertambangan khusus (IUPK) tanpa melibatkan pihak PT Freeport dalam
pembuatan aturan tersebut. PT Freeport juga akan mengancam pemerintah Indonesia untuk
membawa permasalahan ini ke sidang arbitrase internasioanal.

Perubahan menjadi IUPK akan membuat Freeport tidak mendapatkan ijin kontrak
seperti pada kontrak karya, yaitu 50 tahun. Dalam aturan IUPK, pemerintah hanya memberi
izin 10 tahun dengan opsi perpanjangan 2 kali, masing-masing 10 tahun. Selain itu, Freeport
juga kemungkinan akan mengurangi batas area tambang. Keadaan ini dikarenakan
perusahaan tambang pemegang kontrak IUPK dibatasi area tambangnya dengan luas 25.000
hektar. Sedangkan pada saat ini luas total area tambang Freeport mencapai 90.000 hektar.
Dengan demikian PT Freeport harus melepas sisa area tambangnya ke pemerintah Indonesia.
Perubahan status kontrak ini juga akan membuat PT Freeport dikenakan pajak yang lebih.
Pajak tersebut meliputi : Pajak Bumi Bangunan (PBB), Pajak Penghasilan (PPH) , dan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN).

Staff khusus Bidang Komunikasi Kementrian Energi Sumber Daya dan Mineral
(ESDM) menyatakan bahwa adanya tenggang waktu selama 6 bulan untuk melakukan
negosiasi dengan pemerintah Indonesia dari diterbitkan IUPK pada 10 Februari 2017. Selama
6 bulan tersebut PT Freeport diberi waktu untuk mengkaji mengenai nasib perusahaan ini
kedepan, apakah menerima peraturan IUPK atau adanya kebijakan lain.

Anda mungkin juga menyukai