Anda di halaman 1dari 16

Nyeri Tekan Suprapubik pada Seorang Anak Perempuan

Vita Paramitha Teken


102012107
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
Email: vita.paramitha@gmail.com

Pendahuluan
Sistem urogenital atau the urinay tract terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.
Umumnya, infeksi dari sistem saluran kemih dibagi berdasarkan letak anatomisnya: bagian
bawah (the lower urinary tract) terdiri dari kandung kemih dan uretra; dan bagian atas (the
upper urinary tract) terdiri dari ureter dan ginjal.1
Uretra merupakan lokasi dimana terdapatnya berbagai bakteri atau mikroflora yang
kerap berkolonisasi di bagian epitelium distal dari uretra. Patogen potensial terdiri dari bakteri
batang gram negatif aerob (khususnya Enterobacteriaceae) dan beberapa jenis jamur. Semua
area traktus urinarius yang berada diatas dari uretra adalah steril dari bakteri. 1

Gambar 1. Anatomi sistem kemih


Sumber: http://kidney.niddk.nih.gov/kudiseases/pubs/yoururinary/

Infeksi saluran kemih, ISK (urinary tract infection, UTI), merupakan salah satu penyakit
infeksi yang sering ditemukan di praktek umum. Istilah ISK menunjukkan keberadaan
mikroorganisme di dalam urin. Menurut letak anatomis infeksi, bila infeksi ditemukan terdapat
pada kandung kemih, istilah penyakit nya disebut sebagai sistitis (cystitis), dan bila infeksi
disertai dengan tanda pendarahan, maka disebut sebagai sistitis hemoragika (hemorrhagic
cystitis).1
Sistitis hemoragika meliputi lokasi traktur urinarius bagian bawah yang disertai dengan
hematuria dan gejala infeksinya. Hal ini disebabkan oleh adanya kerusakan pada epitelium
transisional dan pembuluh darah kandung kemih oleh toksin, bakteri patogen, penyakit, dan
berbagai etiologi lainnya. Penyebab infeksi dari sistitis hemoragika, umumnya adalah bakteri
dan virus.1

Rumusan masalah dan hipotesis


Pada kasus dimana terdapat seorang anak perempuan berusia 8 tahun yang datang dibawa
Ibunya keklinik dengan keluhan kencing berwarna merah. Keluhan tersebut disertai nyeri perut
dan rasa panas saat berkemih. Ibunya mengatakan bahwa anak tersebut sering menahan buang
air kecil saat di sekolah karena takut meminta izin. Pada pemeriksaan fisik didapati normal
kecuali nyeri tekan pada daerah suprapubik. Dari kasus tersebut dapat diambil hipotesis bahwa
anak perempuan berusia 8 tahun kemungkinan mengalami infeksi pada kandung kemihnya,
sistitis hemoragika.

Anamnesis
Anamnesis untuk seorang anak biasnaya diambil dari ibunya, atau orang terdekat dari anak
tersebut. Dari anamnesis dapat ditanyakan beberapa hal yang mengarah pada keluhan yang
dialami oleh sang anak, meliputi:2
Kapan pasien terakhir kali berkemih?; Apakah pasien merasakan ingin berkemih?;
Adakah rasa nyeri atau tidak enak?; Apakah baru-baru ini ada hematuria?; Apakah baru-baru
ini ada disuria?; Adakah stranguria (ingin berkemih sampai terasa nyeri tetapi tidak bisa
keluar)?; Apakah biasanya ada kesulitan dengan pancaran urin yang bagus atau menetes di
akhir berkemih?; Adakah gejala yang menunjukkan penyakit neurologis (misalnya mati rasa
atau kelemahan ekstremitas)?; Adakah inkotinensia feses?.2
Mengenai riwayat penyakit dahulu, adakah episode retensi urin sebelumnya? Tanyakan
operasi sebelumnya ?; Adakah riwayat ISK?; Adakah riwayat batu ginjal?; Adakah riwayat
penyakit neurologis?; Apakah pasien mengkonsumsi obat yang bisa meningkatkan retensi urin
(misalnya antidepresan trisiklik)?; Apakah pasien menjalani pengobatan untuk ISK,
hiperplasia/keganasan prostat?.2

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada anak dapat dimulai dari melihat kondisi umum anak, kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi pernapasan,
frekuensi denyut nadi, suhu tubuh), serta pemeriksaan lainnya meliputi inspeksi, palpasi
(daerah abdomen, organ ginjal dan kandung kemih), perkusi. 3
Dari hal tersebut cari tahu, Apakah pasien tampak sakit ringan atau sakit berat?
Kelebihan cairan/kesakitan?; Adakah tanda-tanda infeksi sistemik (demam, takikardia, nyeri
tekan pinggang)? Apakah kandung kemih membesar? (periksa dengan melakukan palpasin dan
perkusi); Adakah prostat membesar pada pemeriskaan rektal?; Apakah sulkus masih teraba?
Apakah keras dan tidak rata (pertimbangkan karsinoma prostat)? Adakah nyeri tekan
(pertimbangkan prostatitis)?; Jika diperlukan, adakah kelainan pada pemeriksaan vagina?
Adakah tanda neurologis abnormal?; Periksa dengan teliti untuk mencari tahu sensasi perifer
termasuk area sakral dan adanya refleks tendon.3
Pemeriksaan fisik pasien meliputi pemeriksaan tentang keadaan umum pasien dan
pemeriksaan urologi. Adanya hipertensi mungkin merupakan tanda dari kelainan ginjal, edema
tungka satu sisi akibat obstruksi pembuluh darah vena karena penekanan tumor buli-buli atau
karsinoma prostat dan ginekomastia mungkin ada hubungannya dengan karsinoma testis. Pada
pemeriksaan urologi harus diperhatikan setiap organ mulai dari pemeriksaan ginjal, buli-buli
(kandung kemih), genitalia eksterna, dan pemerikaan neurologi.3
Pemeriksaan ginjal- adanya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah
atas harus diperhatikan pada saat melakukan inspeksi pada daerah ini. Pembesaran itu mungkin
disebabkan oleh karena hidronefrosis atau tumor pada daerah retroperitoneum. Palpasi ginjal
dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai dua tangan. Tangan kiri diletakkan disudut
kosto-vertebra untuk mengangkat ginjal ke atas sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari
depan. Perkusi dilakukan dengan memebrikan ketokan pada sudut kostovertebra. Pembesaran
ginjal karena hidronefrosis atau tumor ginjal, mungkin teraba pada palpasi dan terasa nyeri
pada perkusi.3
Pemeriksaan kandung kemih- diperhatikan adanya benjolan/massa atau jaringan parut
bekas irisan/operasi di suprasinfisis. Massa di daerah suprainfisis mungkin merupakan tumor
ganas buli-buli atau karena buli-buli yang terisi penuh dari suatu retensi urine. Dengan palpasi
dan perkusi dapat ditentukan batas atas buli-buli.3
Pada pasien yang mengalami sistitis atau infeksi saluran kemih bagian bawah, sering
mengleuhkan nyeri suprapubik, polakisuria, nokturia, disuria, dan stranguria.3

Pemeriksaan Penunjang
Analisa urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa putar, kultur urin, serta jumlah
kuman/mL urin merupakan protokol standar untuk pendekatan diagnosis ISK. Pengambilan
dan koleksi urin, suhu, dan teknik transportasi sampel urin harus sesuai dengan protokol yang
dianjurkan. Tes resistensi bakteri juga diperlukan guna memberikan terapi yang sesuai dengan
etiologi penyebab ISK.3
Urinalisis adalah analisa fisik, kimia, dan mikroskopik terhadap urine. Urinalisis
berguna untuk mendiagnosis penyakit ginjal atau infeksi saluran kemih, dan untuk mendeteksi
adanya penyakit metabolik yang tidak berhubungan dengan ginjal. Berbagai uji urinalisis rutin
dilakukan di tempat praktik pemberi layanan kesehatan dan juga di rumah sakit atau di
laboratorium swasta. Warna, tampilan dan bau urine diperiksa, serta pH, protein, keton,
glukosa, dan bilirubin diperiksa dengan strip reagen. Berat jenis diukur dengan urinometer, dan
pemeriksaan mikroskopik sedimentasi urine dilakukan untuk mendeteksi sel darah merah atau
sel darah putih di dalam urine, sedimen, kristal, dan bakteria.3
Untuk pemeriksaan pada infeksi saluran kemih, pemeriksaan yang biasa dilakukan
adalah pemeriksaan urin rutin, meliputi jumlah/volume urin; pemeriksaan makroskopik urin (
warna, kejernihan, berat jenis, bau, dan pH); protein, glukosa, dan sedimen.3
Pada pemeriskaan urin dijumpai peningkatan jumlah leukosit (>5 leukosit/LPB) dan
eritrosit (> 5 eritrosit/LPB).3
Perlu dilakukan pemeriksaan biakan urin untuk mengidentifikasi kuman penyebab
infeksi dan sekaligus melakukan tes kepekaan kuman terhadap antibiotik. 3
Hasil pemeriksaan hitung koloni kuman dengan sampel urin tampung aliran
tengah/kateter biasanya ditemukan 105 koloni/mL urin. 3
Volume urin dalam keadaan normal 24 jam merupakan 1% filtral glomeruli dan berada
dalam kisaran 750-2500 mL dengan nilai rata-rata 1.500 mL/24jam. Volume urin siang lebih
banyak daripada volume urin malam dengan perbandingan (2-4):1. Volume urin > 2,5L/24 jam
disebut poliuria (intake cairan berlebih dan cuaca dingin) sedangkan volume urin < 200mL /
24 jam disebut oliguria (hipertensi). 3
Pemeriksaan warna urin meliputi kuning tua (bilirubin), kuning hijau (biliverdin),
coklat tua (methemoglobin), merah keruh (eritrosit, hemoglobin), seperti susu (kristal fosfat,
bakteri, getah prostat). Kekeruhan urin dapat terjadi dalam keadaan patologis (misal
kontaminasi bakteri). Pada hematuria, urin berwarna merah keruh, sedangkan pada
hemoglobulinuria urin berwarna merah jernih. Berat jenis urin berbeda menurut waktu, secara
normal berat jenis urin 24 jam berkisar 1.016-1.022; berat jenis urin sewaktu berkisar 1.003-
1.030; dan berat jenis urin pagi berkisar 1.020. 3
Bau urin normal disebabkan oleh asam-asam organik yang mudah menguap. Beberapa
jenis bau urin abnormal adalah amoniak (bila urin dibiarkan tanpa pengawet pada suhu kamar);
aseton (diabetes melitus + ketoasidosis); bau busuk (infeksi traktur urinarius oleh kuman
E.coli). Urin normal memiliki nilai pH 4.8-7.4, pada infeksi traktur urinarius oleh kuman
penghasil urease dijumpai pH urin alkalis, sedangkan pada infeksi traktus urinarius oleh kuman
E.coli dijumpai urin asidosis. 3
Pada infeksi traktur urinarius pada kandung kemih (sistitis) umumnya dapat ditemukan
adanya gambaran sedimen leukosit, tampak sebagai massa bulat, ukuran lebih besar dari
eritrosit dengan butir-butir halus, pemeriksaan sedimen leukosit dengan menggunakan asam
asetat 10%. Kadang dapat juga ditemukan sedimen eiptel transisional pada pemeriksaan
mikroskop. Sedimen eritrosit juga kerap ditemukan dalam kasus hematuria, dimana terlihat
massa bulat yang tidak mempunyai inti. 3
Dalam keadaan normal, kadar glukosa darah arteri sekitar 100 mg/dL dan tidak terdapat
glukosa dalam urin karena glukosa dalam filtrat glomeruli akan direabsorpsi kembali secara
aktif di tubuli proksimal. Laju filtrasi glukosa kira-kira 100 mg/menit dan hampir semua
glukosa akan direabsorpsi sebanding dengan jumlah gluksosa yang difiltrasi. Reabsorpsi
gluksoa di tubuli ginjal dipengaruhi oleh transport maksimum glukosa yaitu 375 mg/menit
pada laki-laki dan 300 mg/menit pada wanita. Glukosuria dapat terjadi bila terdapat
peningkatan kadar glukosa darah atau penurunan transport maksimum glukosa. Nilai
ambang ginjal untuk glukosa adalah kadar gluksoa plasma terendah yang dapat menimbulkan
glukosuria.3
Dalam keadaan normal ekskresi protein urin 50-150 mg/24 jam, terdiri dari protein
dengan berat molekul rendah dan protein yang diproduksi oleh traktus urogenitalis. Kadar
protein normal dalam urin sangat sedikit, biasanya < 10 mg/dL dan tidak terdeteksi dengan
pemeriksaan rutin. Protein albumin sering ditemukan pada kondisi terjadinya infeksi.
Proteinuria sedang ( 0.5-4.0 gram/hari) dan proteinuria ringan (< 0.5 gram/hari) dapat
ditemukan pada kelainan traktur urinarius bagian bawah (misal pada saat inflamasi). 3
Diagnosis infeksi saluran kemih tergantung pada biakan bakteri yang berasal dari urin.
Penemuan setiap bakteri di dalam urin yang berasal dari kandung kemih atau pelvis ginjal
menunjukkan adanya infeksi. Diagnosis yang tepat mungkin sulit ditetapkan, karena seringkali
kontaminansi spesimen yang dikeluarkan atau pengobatan penderita sebelumnya dengan
antibiotika.3
Pada anak-anak yang terlatih menggunakan toilet, biakan urin yang diperoleh dari
aliran urin pancar tengah (midstream urine) diperoleh sesudah membersihkan meatus uretra
dengan larutan povidon-iodium dan membersihkannya dengan air steril atau larutan garam faal,
biasanya memuaskan. Pada wanita, labia harus dibuka secara manual untuk menghindarkan
kontaminasi atau kontak urin dengan kulit. Pada laki-laki tidak dikhitan, preputium harus
ditarik ke belakang; bila preputium tidak dapat diretraksi, cara pengumpulan ini tidak dapat
dipercaya. Untuk spesimen dari pancaran tengah, hitung koloni seringkali digunakan untuk
membedakan spesimen yang terinfeksi dan yang terkontaminasi. 3
Biakan yag menunjukkan > 105 koloni/mL organisme spesifikasinya >90% untuk
infeksi saluran kemih. Namun demikian harus diketahui, bahwa hitungan koloni yang lebih
rendah pada penderita terinfeksi mungkin disebabkan karena kekeringan yang berlebihan,
pengosongan kandung kemih yang terlalui dini, atau karena pengobatan degan antibiotika;
hitungan demikian tidak mengesamipingkan infeksi.3
Bila diperlukan kepastian yang lebih besar terhadap kemungkinann infeksi, spesimen
dari kateterisasi harus diambil. Persiapan kulit yng tepat dan teknik kateterisasi yang baik
merupakan hal yang penting. Penggunaan pipa makan French polietilen No.% pada bayi atau
pipa French No.8 dengan pemberian pelicin (lubrikasi) yang tepat pada anak yang lebih tua
mengurangi peluang trauma uretra dan kontaminasi. Kateterisasi segera setelah pengeluaran
kemih secara spontan menghasilkan urin residu di dalam kandung kemih dan membantu
menilai masalah yang berkaitan dengan pengosongan kandung kemih.3
Menurut teori, flora normal di bagian distal uretra dapat merupakan sumber positif-
palsu pada hasil biakan, tetapi dalam prakteknya setiap penemuan koloni yang tumbuh dari
urin kandung kemih harus dipertimbangkan sebagai adanya petunjuk infeksi.3
Penggunaan pungsi suprapubik kandung kemih yang penuh dengan jarum suntik
berukuran 25 atau 22 menyajikan hasil yang terpercaya. Dengan anak telah terhidrasi secara
tepat (bila kandung kemih dapat diperkusi atau dipalpasi), kulit didisenfeksi dan pungsi
dilakukan selebar jari di garis tengah di atas pubis. Digunakan sebuah alat suntik untuk
mengaspirasi setelah jarum ditusukkan; 1 atau 2 mL urin cukup biakan. Spesimen urin untuk
biakan bakteri harus disimpan dalam lemari es sampai biakan dipindahkan ke cawan untuk
menghindarkan pertumbuhan bakteri yang berlebihan. Negatif palsu pada penemuan biakan
urin dapat diakibatkan oleh pengobatan antibiotika yang tidak diketahui, pengenceran dari
kekeringan yang berlebihan, atau kontaminasi spesimen dengan larutan antiseptik.3
Pada pemeriksaan midstream urin, jika didapati jumlah urin < 104/mL urin berarti tidak
dianggap infeksi sebenarnya; jika jumlah kuman 104-105/mL urin berarti mungkin terdapat
infeksi traktur urinarius; dan jika jumlah kuman > 105/mL urin berarti ada infeksi. Bila hasil
pemeriksaan bakteriologik terhadap spesimen urin yang diperoleh melalui aspirasi supra pubik
positif, keadaan ini menandakan adanya bakteriuria.3
Apabila kuman patogen yang menginfeksi dicurigai adalah E.coli, maka dalam
pemeriksaan kimia pada tes nitrit akan didapatkan hasil positif dimana terdapat warna merah
muda merata. Hal ini dikarenakan E.coli mampu mengubah nitrat menjadi nitrit oleh sebab
E.coli memiliki enzim reduktase.3
Analisis urin seharusnya diambil dari spesimen yang sama seperti pada biakan. Piuria
(leukosit di dalam urin) menimbulkan dugaan adanya infeksi, tetapi infeksi dapat terjadi tanpa
piuria; karenanya, penemuan ini lebih konfirmatif daripada diagnostik. Sebaliknya, piuria
dapat ada tanpa infeksi saluran kemih. Hematuria mikrskopik adalah biasa terdapat pada sistitis
akut. Silinder di dalam sedimen urin menimbulkan kesan keterlibatan ginjal. Infeksi Proteus
secara konsisten menghasilkan pH alkalis.3
Pada infeksi ginjal akut, leukositosis, neutrofilia, dan kenaikan laju endap darah serta
protein C-reaktif biasa terjadi. Sayangnya, pada anak, uji untuk membedakan infeksi saluran
kemih bagian atas dengan bagian bawah seeprti deteksi bakteri yang terselubung dengan
antibodi, respons terhadap pengobatan antibiotika dosis tunggal, dan uji imunologis dan
biokimiawi tidak dapat dierpcaya. Ketidakmampuan memekatkan urin merupakan hal yang
biasa tetapi tidak dapat dipercaya pada pielonefritis akut dan kronis.3

Investigasi lanjutan renal imaging procedures tidak boleh rutin, harus berdasarkan
indikasi klinis yang kuat. Renal imaging procedures untuk investigasi faktor predisposisi ISK:3

Ultrasonografi (USG)
Blaas Nier Oversight Intra Venous Urography (BNO IVP)
Pielografi IV
Micturating cystogram
Cystoscopy
Isotop scanning

Indikasi investigasi lanjutan setelah ISK meliputi terdapatnya ISK kambuh (relapsing
infection), pasien laki-laki, gejala urologik (kolik ginjal, piuria, hematuria), hematuria
persisten, mikroorganisme jarang (pseudomonas spp, proteus spp), ISK berulang dengan
interval 6 minggu.3
Gambar 2. Bladder Ultrasound, BNO IVP, Cystoscope.
Sumber: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003425.htm

Selama demam akut infeksi, pemeriksaan ultrasonografi ginjal harus dilakukan unuk
menyingkirkan hidronerfosis dan abses ginjal atau perirenal; inidikasi lain untuk pemeriksaan
ini adalah bila respons pengobatan antibiotika tidak cepat, bila anak sakit berat dan toksik, dan
bila kadar kreatinin serum meningkat. Ultrasonografi ginjal juga sangat sensitif untuk endeteksi
pielonefritis, suatu kondisi yang meungkin memerlukan drainase sistem kolektivus segera
dengan nefrotomi perkutan.3
Pielografi intravena (PIV) atau dikenal dengan Intra Venous Urography atau urografi
adalah foto yang dapat menggambarkan keadaan sistem urinaria melalui bahan kontras radio-
opak. Pencitraan ini dapar menunjukkan adanya kelainan anatomi dan kelainan fungsi ginjal.
Bahan kontras yang biasa digunakan adalaj Jodium 300mg/kg BB. Pertama kali dibuat foto
polos perut sebagai kontrol. Setelah itu, bahan kontras disuntikkan secara intravena, dan dibuat
foto srial bebeapa menit hingga satu jam, dan foto setelah miksi. Peeberiaan konras dapa
menimbulkaan reaksi alergi berupa urtikaria, sok anafilaktik, sampai timbulnya
laringospasmus. Foto PIV tidak boleh dilakukan pada pasien gagal ginjal, karena bahan kontras
tidak dapat di ekskresikan dan menyebabkan kerusakan ginjal yang lebih parah, bersifat
nefrotoksik.3
Tahapan pembacaan pada foto PIV. Pada menit-0 dibuat foto polos abdomen; menit-5
melihat fungsi ekskresi ginjal, normal sistem pelvikaliseal sudah tampak; menit-15 kontras
sudah mengisi ureter dan buli-buli; menit -30 foto dalam keadaan berdiri, dimaksudkan
untukmenilai kemungkinan terdapar perubahan posisi ginjal (ren mobilis); menit-60 melihat
keseluruhan anatomi saluran kemih, filling defect, hidronefrosis, double sysem, atau kelianan
lain. Pada buli-buli (kandung kemih), diperhatikan adanya identasi prostat, trabekulasi,
penebalan otot detrusor, dan sakulasi buli-buli. Pasca miksi menilai sisa kontras (residu urin)
dan divertikel pada buli-buli.3
USG (Ultrasonografi) - Prinsip pemeriksaan ultrasonografi adalah menangkap
gelombang bunyi ultra yang dipantulkan oleh organ-organ (jaringan) yang berbeda
kepadatannya. Pemeriksaan ini tidak invasif dan tidak menimbulkan efek radiaasi. Massa padat
(hiperkoik) dengan massa massa kistus (hipoekoik), serta batu non-opak (echoic shadow) dapat
terdeteksi oleh USG. Pada buli-buli, USG berguna untuk menghitung sisa urine pasca miksi
dan mendeteksi adanya batu atau tumor di kandung kemih.3

Differential Diagnosis
IGA Nefropathy
IGA Nefropathy merupakan gromerulonefritis terkait kompleks imun dimana terdapat
deposisi IGA pada mesangial glomerulus yang dapat dideteksi keberadaanya secara
imunohistopatologi. Deposit IGA pada gromerulus bisa merupakan penyakit
glomerulus primer bisa juga di temukan pada penyakit lain.4
Gejala klinis : Proteinuria tanpa hematuria, proteinuria dengan hematuria,
hematuria makroskopis, sindrom nefritik akut, proteinuria masif dengan tampilan SN,
hipertensi berat dengan penurunan LFG, CKD stage V.4
Pyelonepritis
Pyelonepritis adalah jenis infeksi saluran kemih (ISK) yang mempengaruhi satu atau
kedua ginjal dan termasuk jenis penyakit ginjal yang disebabkan karena infeksi ginjal.
Penyebab pylonepritis dikarenakan oleh bakteri atau virus yang menginfeksi ginjal.
Meskipun banyak bakteri dan virus dapat menyebabkan pyelonepritis tetapi bakteri
Escherichia coli sering penyebabnya. Bakteri dan virus dapat bergerak ke ginjal dari
kandung kemih atau dapat dilakukan melalui aliran darah dari bagian lain di tubuh.
Sebuah ISK pada kandung kemih yang tidak bergerak ke ginjal disebut sistitis.4
Gejalanya, dapat bervariasi tergantung pada usia seseorang: Demam, muntah,
nyeri di belakang, samping, dan pada pangkal paha, panas dingin, mual, sering nyeri
pada saat buang air kecil.4

Vesicolitiasis
Vesicolitiasis merupakan batu yang menghalangi aliran air kemih akibat penutupan
leher kandung kemih, maka aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan berhenti
dan menetes disertai dengan rasa nyeri.
Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut Soeparman (2001:378) batu
kandung kemih(Vesikolitiasis)adalah:4
1. Hiperkalsiuria
Suatu peningkatan kadar kalsium dalam urin, disebabkan karena, hiperkalsiuria
idiopatik (meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan
protein),hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau
kelebihan kalsium.
2. Hipositraturia
Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih,
khususnya sitrat,disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak
lengkap), minumAsetazolamid, dan diare dan masukan protein tinggi
3. Hiperurikosuria
Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu pembentukan
batu kalsiumkarena masukan diet purin yang berlebih.
4. Penurunan jumlah air kemih
Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.
5. Jenis cairan yang diminum
Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan jus
anggur.
Gejalanya: Dapat tanpa keluhan, sakit berhubungan denagn kencing (terutama diakhir
kencing), lokasi sakit terdapat di pangkal penis atau suprapubis kemudian dijalarkan ke
ujung penis (laki-laki) dan klitoris (wanita), disuria (sakit ketika kencing) dan frequensi
(sering kebelet kencing walaupun VU belum penuh), aliran urin berhenti mendadak bila
batu menutup orificium uretrha interna.4
Working Diagnosis
Pada infeksi saluran kemih, gejala umum yang menyertai berupa nyeri tekan, dan bila
didapatkan nyeri tekan pada suprapubis, menandakan ada infeksi saluran kemih di bagaian
bawah traktus urinarius, berupa infeksi kandung kemih, dan bila disertai dengan adanya tanda
perdarahan, maka diagnosis kerja yang dapat diambil yakni sistitis hemoragika.
Gejala adanya nyeri tekan dan hematuria, tidak hanya ditemukan pada sistitis hemoragika,
melainkan juga bisa ditemukan pada jenis penyakit lainnya seperti glomerulonefritis akut dan
batu ginjal (nefrolitiasis).4
Radang genitalia eksterna, vulvitis dan vaginittis yang disebabkan oleh ragi (yeast),
cacing kremi (pinworm), dan agen lain dapat disertai gejala-gejala mirip sistitis. Sistitis virus
dan kimiawi harus dibedakan dari sistitis bakterial berdasarkan atas riwayat penyakit dan hasil
biakan urin. Secara radiografi, ginjal hipoplastik dan displastik, atau ginjal kecil akibat
gangguan vaskuler, dapat tampak sama dengan pielonefritis kronis. Namun, pada yang terakhir
ini, biasanya terdapat refluks vesikoureter. Sistitis hemoragika akut seringkali disebabkan oleh
E.coli; telah dihubungkan juga dengan adenovirus tipe 11 dan 21. Sistitis adenovirus lebih
sering terdapat pada laki-laki; sembuh dengan sendirinya, dengan hematuria yang berlangsung
kira-kira selama 4 hari. Diganosis banding lainnya meliputi glomerulonefritis dan batu
kandung kemih/batu buli-buli.4

Epidemiologi
Pada anak usia sekolah, insiden anak perempuan 30 kali lebih besar daripada laki-laki. Insiden
tahunan telah dieprkirakan sebesar 0,4%, tetapi insiden menurun dari 2,2% pada 6 tahun
menjadi 0,7% pada 12 tahun. Karena insidensi menggambarkan jumlah infeksi yang ada dalam
populasi pada satu saat, perspektif yang lebih baik terhadap masalah bisa diperoleh dengan
mempertimbangkan fakta bahwa 5-6% dari semua perempuan akan mengalami sekurang-
kurangnya satu episode bakteriuria bermakna antara usia 6-18 tahun. Demam lazim dijumpai,
juga nyeri abdomen, nyeri suprapubik, dan nyeri pinggang, disuria, dan urgensi serta
frekuensi.5
Faktor predisposisi ISK: litiasis, obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik,
nekrosis papilar, diabetes melitus pasca transplantasi ginjal, nefropati analgesik, penyakit sikle-
cell, senggamaa, kehamilan dan peserta KB dengan tablet progesteron, katerisasi.5

Etiologi
Escherichia coli merupakan organisme paling lazim yang menyebabkan UTI, bertanggung
jawab atas > 80% infeksi pertama dan 75% ulangan. Hanya sekitar 8-10% dari ke-150 serotipe
E.coli yang sudah dikenal, menyebabkan dua pertiga UTI E.coli. E.coli nefropatogenik secara
khas menghasilkan hemolisin. Sebagian besar infeksi disebabkan oleh E.coli dengan sejumlah
kecil antigen tipe O. antigen K tampaknya penting pada patogenesis infeksi saluran kemih
bagian atas. Pielonefritis ditimbulkan oleh pilus tipe spesifik, pilus P, yang berikatan denngan
zat golongan darah P. E.coli merupakan bakteri batang gram negatif, Enterobactericeae,
umumnya di biakan pada agar darah, agar McConkey atau EMB (Eosin Metyhlen Blue),
berbentuk koloni abu-abu merupakan -hemolitik dan memberikan uji indol bintik positif.6
Organisme gram negatif lain, seperti Klebsiella, Enterobacter, Proteus dan
Pseudomonas, seringkali ditemukan pada infeksi dengan komplikasi atau infeksi berulang , dan
organisme ini menyebabkan 10-15% infeksi tambahan. Walau sering dianggap sebagai
kontaminan, stafilokokus telah menyebabkan UTI, pada beberapa penderita; Staphylococcus
albus dan S. epidermidis telah lebih sering diisolasi daripada S. aureus.6
Bakteri anaerobik juga menyebabkan UTI. Organisme seperti Clostridium perfringes,
dan spesies Bacteroides serta Fusobacterium biasanya ditemukan pada obstruksi serta stasis
urinaria. Selain itu, Mycobacterium tuberculosis dan berbagai jamur serta ragi terkadang juga
menjadi penyebab. Peran virus pada patogenesis UTI belum jelas. Adenovirus tipe 2 telah
diimplikasikan pada cystitis hemoragik.6

Faktor virulensi Escherichia coli,


Penentu virulensi Alur
Fimbriae Adhesi
Pembentuk jaringan ikat (scarring)
Kapsul antigen K Resistensi terhadap pertahanan tubuh
Perlengketan (attachment)
Lipopolysaccharide side Resistensi terhadap fagositosis
chain (O antigen)
Lipid A (endotoksin) Inhibisi peristalsis ureter
Pro-inflammatori
Membran protein lainnya Kelasi besi
Antibiotika resisten
Kemungkinan perlengketan
Hemolisyn Inhibisi fungsi fagosit
Sekuestrasi besai

Patofisiologi
UTI terjadi melalui dua jalur: hematogen (dari bakterimia); asenden (dari uretra). Dalam
perjalanan infeksi, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi, misal faktor lokal, bakterial,
stasis urin serta refluks vesikoureter, dimana hal ini mempengaruhi patogenesis dari perjalanan
infeksi setiap etiologi yang ada. Dalam hal ini, patogenesis yang berkaitan adalah patogenesis
dari bakteri Escherichia coli.7
Faktor lokal dan bakterial, Uretra yang pendek pada anak perempuan diduga
merupakan predisposisi untuk infeksi asendens, karena, misalnya, serotipe E.coli yang berasal
dari flora usus ternyata sama dengan E.coli yang menginfeksi saluran kemih. Namun, faktor
lain selain berdekatannya flora usus ke uretra yang pendek juga mungkina ada karena rasio
UTI perempuan : laki-laki memiliki hubungan variasi langsung dengan usia. Perubahan rasio
ini lebih cocok terjadi karena maturasi fungsional mekanisme pertahanan lokal atau karena
hilangnya faktor predisposisi. Sebagai contoh, pada anak perempuan dengan bakteriuria
bermakna, densitas organisme gram-negatif yang tinggi biasanya di temukan di daerah
periuretra: ketika kolonisasi periuretra tersebut menghilang, menghilang pula kecenderungan
infeksi. Dalam konteks yang sama, strain E.coli tertentu juga bisa memiliki peran pada
kecenderungan infeksi, terutama dalam hal perlekatan (adhesi) ke sel uroepitel. Anak
perempuan dengan infeksi berulang mempunyai jumlah bakteri yang melekat yang secara
bermaksa lebih tinggi daripada kontrol sehat. Kemampuan melekat ke sel epitel berkorelasi
dengan fimbriae atau pili bakteri. Pili melekat ke suatu reseptor spesifik pada sel epitel. Dalam
beberapa penelitian, antibodi yang dihasilkan melawan pili ini mampu mencegah infeksi
saluran atas pada hewan percobaan.7
Beberapa strain bakteri mampu bertahan hidup dan tumbuh di dalam urin, sedangkan
yang lain tidak; kemmapuan ini berkorelasi langsung dengan kapasitas organisme
menghasilkan pielonefritis. Sama halnya antigen K atau kapsul E.coli dapat mempengaruhi
resistensi organsime terhadap fagositosis.7
Stasis - Salah satu faktor paling penting yang membantu terjadinya UTI adalah stasis
urin. Sterilitas urin normal sebagian bergantung pada kecepatan aliran urin, yaitu karena bakteri
yang mungkin memasuki kandung kemih diekskresikan sebelum suatu multiplikasi bermakna
dapat terjadi. Dengan demikian gangguan aliran urin memungkinkan bakteri memperbanyak
diri dan menghasilkan infeksi klinis. Stasis pada sistem urinaria dapat terjadi akibat obstruksi
anatomik atau fisiologik. Tanda yang muncul biasanya adalah demam, sepsis, dan konvulsi,
serta mungkin disertai dengan massa di pinggang atau kandung kemih yang membesar. Bila
infeksi disertai dengan hipertensi, perlambatan pertumbuhan, penurunan fungsi ginjal, atau
ketidakseimbangan elektrolit, lesi obstruksi harus dicurigai meskipun pada anak yang lebih tua
sekalipun.7
Refluks vesikoureter - Derajat refluks vesikoureter diamati menggunakan alat
sistouretrografi pengeluaran-kemih dengan skala 1-4. Derajat refluks 1 dan 2 adalah minimal
dan cenderung menghilang spontan seiring waktu. Refluks derajat 1 adalah sejumlah kecil
bahan kontras (dan kemungkinan urine) yang mengalami refluks ke dalam bagian bawah ureter
yang tidak terdilatasi. Refluks derajat 2 memperlihatkan refluks urin ke dalam pelvis ginjal
(unilateral atau bilateral), tetapi tanpa dilatasi sistem. Refluks derajat 3 adalah penumpulan
kaliks serta dilatasi ureter. Refluks derajat 4 adalah derajat dilatasi yang lebih besar dengan
ureter berkelok-kelok dan kaliks lebih tumpul daripada refluks derajat 3, serta mungkin
sejumlah kehilangan korteks ginjal. Kedua derajat refluks terakhir jarang mengalami
penyembuhan spontan. Refluks mempunyai banyak penyebab: ureter intravesika yang pendek,
ektopia ureter, sokongan detrusor yang tidak adekuat, cedera iatrogenik, dan infeksi. Infeksi
kandung kemih dapat menyebakan refluks ringan dan sementara, biasanya derajat 1 atau 2.
Karena volum urin sisa yang direflukskan sedikit dan refluks menghilang ketika infeksi
sembuh, refluks ini tidak dianggap bermakna. Refluks terus-menerus dengan infeksi
menyebakan lesi ginjal baru yang nantinya dapat memburuk menjadi jaringan parut.7
Perbedaan individu dalam kerentanannya terhadap infeksi saluran kemih dapat
diterangkan oleh adanya faktor-faktor hospes seperti produksi antibodi uretra dan servikal (
IgA), dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi perlekatan bakteri pada epitel introitus dan
uretra.Beberapa diantara faktor-faktor ini, seperti fenotip golongan darah P, ditentukan secera
genetik. Imunosupresi, diabetes, obstruksi saluran kemih, dan penyakit granulomatosa kronis
adalah faktor lain yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.7
Bila organsime dapat masuk ke dalam kandung kemih, beratnya infeksi dapat
menggambarkan virulensi bakteri dan faktor anatomik seperti refluks vesikouretra, obstruksi,
stasis urin, dan adanya kalkuli.Dengan adanya stasis urin, kesempatan untuk berkembangbiak
bakteri meningkat, karena urin merupakan medium biakan yang sangat baik. Lebih-lebih lagi,
pembesaran kandung kemih yang sangat akan mengurangi aliran darah ke dinding kandung
kemih dan dapat menurunkan resistensi alami kandung kemih terhadap infeksi.7
Sistitis bakterialis akut, ditandai dengan kongesti mukosa dan edema. Kadang-kadang
disertai petekhie dan perdarahan. Reaksi radang menyebabkan hiperaktivitas otot detrusor dan
penurunan kapasitas fungsional kandung kemih. Perubahan-perubahan ini dapat mempercepat
refluks vesikoureter, terutama bila sambungan vesikoureter sudah berkembang secara
abnormal. Infeksi kronis dan yang sering kambuh dapat menyebabkan perubahan sistitis kistis
(cystitis cystica) di dalam dinding kandung kemih, dengan gambaran endoskopi dan histologik
yang khas. Pada kasus kroni berkaitan dengan obstruksi, kandung kemih mungkin jelas tampak
hipertrofik diserai trabekulasi di dindingnya, atau mungkin menipis dan sangat teregang akibat
retensi/stasis urine 7
Bakteri dapat mencapai ginjal dari kandung kemih melalui refluks vesikoureter yang
sudah terbentuk atau melalui refluks yang sementara ditimbulkan oleh radang dinding kandung
kemih. Hal itu disebabkan saat bakeri yang sudah berkolonisasi tanpa mengalami pembilasan
atau dihancurkan oleh kandung kemih, naik disepanjang ureter menginfeksi pelvis dan
parenkim ginjal, melalui duktus terbuka di ujung papila (refluks intrarenal). Hal ini disebut
pielonefritis atau penyakit tubulonefritis sebagai bentuk lanjutan dari sistitis. Gejala klinis
pielonefritis akut adalah onset mendadak nyeri di sudut kostovertebra disertai tanda sistemik
infeksi, seperti menggigil, demam, dan malaise, piuria serta bakteriuria. Timbulnya papilitis
nekrotikans menyebakan prognosis menjadi jauh lebih buruk. Para pasien ini memperlihatkan
tanda sepsis dan sering gagal ginjal.7

Manisfestasi klinis
Bakteriuria asimtomatik sering terjadi; pada kebanyakan kasus, bisa sudah terdapat gejala yang
memberi kesan adanya infeksi saluran kemih atau diduga akan ada gejala-gejala tersebut.
Manifestasi klinis seringkali gagal menunjukkan secara jelas apakah infeksi terbatas pada
kandung-kemih atau telah melibatkan ginjal. Pada bayi, biasanya terjadi demam, berat badan
menurun, tidak dapat tumbuh dengan baik, nausea, muntah, diare, dan ikterus. Pada anak
dengan demam tanpa diketahui sebabnya, biakan urin harus diambil untuk mengesampingkan
infeksi saluran kemih.8
Sistitis kronis atau yang sering kambuh seringkali menjadi penyebab inkotinensia pada
siang hari dan manifestasi ketidakstabilan kandung kemih lainnya, yang mungkin menetap
meskipun urin sudah menjadi steril.8
Kadang-kadang tampak hematuria sebagai tanda sistitis hemoragika yang disebabkan
oleh E.coli. Pada pielonefritis akut, biasanya terjadi demam, menggigil, dan sakit panggul atau
perut serta nyeri tekan. Ginjal dapat membesar. Anak-anak dengan pielonefritis kronis
seringkali tidak bergejala. Hipertensi arterial biasanya berkaitan dengan jaringan parut ginjal.
Refluks nefropati, yang biasanya dihubungkan dengan dengan kombinasi refluks vesikoureter
dan infeksi, menjadi penyebab sampai 15% kasus gagal ginjal stadium akhir pada anak di AS.
Sepsis biasa terjadi pada bayi dan anak yang lebih tua dengan infeksi dan obstruksi saluran
kemih yang disebabkan oleh Proteus dan terkait dengan stasis atau obstruksi saluran kemih.8
Penatalaksaan
A). Medika mentosa
Prinsip manajemen ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak, antibiotika yang adekuat,
dan kalau perlu terapi simtomatik untuk alkalinisasi urin:9

Hampir 80% pasien akan memberiksan respon setelah 48 jam dengan antibiotika
tunggal; seperti ampisilin 3 gram, trimetoprim 200 mg
Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisis (lekosuria) diperlukan terapi
konvensional selama 5-10 hari
Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua gejala
hilang dan tanpa lekosuria

Bagi anak yang lebih tua dengan gejala traktur urinarius bagian bawah (disuria, frekuensi,
dan urgensi) yang menderita bakteriuria bermakna serta yang pemeriksaan lokalisasinya
menunjukkan sistitis, diindikasikan pemberian terapi antimikroba oral selama 10-14 hari. 9
Urin harus dibiakan beberapa hari sampai satu minggu sesudah terapi selesai. Biakan positif
memerlukan evaluasi lebih lanjut serta penggantian antibiotik. Selain itu, penting untuk
memantau biakan sesudah infeksi menghilang karena UTI cenderung berulang.9
Infeksi saluran kemih bagian bawah yang berulang tanpa komplikasi dapat dikelola dengan
mengobati tiap episode bakteriuria/infeksi ataupun dengan menggunakan antibiotik dosis
rendah setiap hari dalam upaya mencegah infeksi. 9
Dokter harus dengan sungguh-sungguh memikirkan pemakaian antibiotik yang tidak
memengaruhi flora usus karena organisme ini seringkali menginfeksi saluran kemih;
karenanya, pengobatan dengan agen yang mengubah flora usus bisa menyebabkan reinfeksi
dengan organisme yang semakin lama semakin resisten.9
Dengan demikian, trimetropim-sulfametoksazol serta nitrofurantoin seringkali diresepkan,
dan metanamin mandelat telah digunakan dengan hasil efektif bila pH urine dipertahankan
pada atau dibawah pH 5,5. Profilaksis efektif sering dapat dipertahankan dengan dosis harian
tunggal sebelum tidur. Lama kemoprofilaksis dapat bervariasi; kisaran rekomendasi adalah 1-
6 bulan. Biakan harus dilakukan secara periodik untuk memeriksa sterilitas. 9
Obat yang digunakan sebagai terapi pada infeksi saluran kemih akibat dari Escherichia coli
biasanya adalah Fluorokuinolon, dan nitrofurantoin, atau bisa juga berupa TMP-SMX
(Trimethoprim + Sulfamethoxazole), sefalosporin oral, dan fosfomisin.9
TMP-SMX (Trimethoprim + Sulfamethoxazole) merupakan kombinasi obat yang
digunakan untuk unfeksi saluran kemih. Trimetoprim selektif menghambat asam folat
dihidrofolat reduktase bakteri sehingga juga mnghambat tahapan sintesis DNA bakteri.
Kombinasinya dengan sulfametoksazol membuat TMP-SMX (Trimethoprim +
Sulfamethoxazole) bersifat bakterisidal. Efek samping yang bisa ditimbulkan berupa anemia-
megaloblastik, leukopenia, granulositopenia, dan efek negatif sulfonamida (demam, ruam
kulit, dermatitis eksfoliatif, fotosensitivitas, uritikaria, mual, muntah, diare,masalah pada
saluran kemih seperti kristaluria, hematuria, bahkan obstruksi).9
Sefalosporin generasi pertama juga sering digunakan sebagai terapi terhadap bakteri
penyebab, seperti E.coli (sefadroksil, sefazolin, sefaleksin, sefalotin, sefapirin dan sefradin).
Efek samping yang ditimbulkan berupa demam, ruam kulit, anafilaksis, granulositopeni dan
anemia hemolitik. 9

B). Nonmedika-mentosa
ISK dapat dicegah dengan banyak minum dan tidak menahan kemih, sebagai upaya untuk
membersihkan saluran kemih dari kuman. Cara membersihkan area preuretra dari belakang,
mulai dari area genital menuju bagian anus agar tidak terjadi ascending infeksi bakteri ke area
genital atau uretra. Bagi penderita ISK, kedua hal tersebut lebih ditekankan lagi karena ISK
dapat menimbulkan lingkaran setan. Penderita ISK dengan disuria cenderung untuk menahan
kemih, padahal menahan kemih itu sendiri dapat memperberat ISK. Dengan banyak
mengkonsumsi air minum 8 gelas sehari atau 2,5liter dalam sehari sehingga dapat mengurangi
resiko terkena ISK.9

Komplikasi
Infeksi yang dipersulit oleh obstruksi anatomi (misalnya, katup uretra posterior) atau obstruksi
fungsional (misalnya, sindrom purne belly) akan paling baik ditangani oleh ahli nefrologi serta
urologi pediatri yang bekerja sama erat dengan dokter primer anak tersebut. Traktus urinarius
atas seringkali terkena, dengan refluk, hidronefrosis, dan megaureter. Bila lesi seperti itu
terinfeksi, bisa terjadi cedera parenkim ginjal, dan selanjutnya penurunan fungsi ginjal. Dan
tujuan dasar terapi adalah menghilangkan stasis dan pengobatan antibakteri yang tepat.
Hilangnya obstruksi dan stasis urine seringkali memerlukan pemasangan kateter untuk
mempermudah drainase yang adekuat. Pengobatan infeksi pada pasien seperti ini
membutuhkan informasi mengenai tingkat infeksi serta perkiraan GFR, seperti konsentrasi
kreatinin serum, di samping identifikasi organisme yang menyebabkan infeksi dan penentuan
sensitivitas antibiotik. Sering kali diperlukan biakan dan penilaian fungsi ginjal.9

Prognosis
Pada penelitian oleh Kunin dan kawan-kawan di AS serta Savage di Skotlandia, 80% anak
perempuan yang diobati untuk bakteriuria asimtomatik mengalami infeksi berulang dalam
beberapa minggu atau beberapa bulan sesudah pengobatan awal. Semakin lama seorang anak
perempuan terbebas dari infeksi, semakin sedikit peluang untuk kambuh. Namun, angka
kekambuhan di antara anak-anak perempuan yang sebelumnya bakteriurik lebih tinggi
daripada insidensi bakteriuria pada populasi perempuan secara keseluruhan. Walaupun mereka
bisa terbebas dari infeksi selama bertahun-tahun, anak perempuan yang sebelumnya
bakteriurik cenderung mengalami bakteriuria berulang bersama aktivitas seksual serta selama
kehamilan. Perempuan bakterurik menunjukan insidensi lahir mati dan kematian perinatal yang
jauh lebih tinggi daripada kontrol; mortalitas perinatal adalah ~2% pada ibu tanpa piuria atau
bakteriuria, dan ~4% pada ibu dengan piuria dan bakteriuria. Perempuan yang mengalami
piuria serta bakteriuria dalam waktu berdekatan dengan waktu persalinan memiliki frekuensi
infeksi cairan amnion dan kelahiran prematur yang lebih tinggi.9

Kesimpulan
Sistitis hemoragika merupakan suatu infeksi traktus urinarius bagian bawah yang umumnya
disebabkan oleh Escherichia coli, hal ini diperkuat oleh salah satu tanda hematuria, yang
dimana Escherichia coli dengan faktor virulensinya berupa hemolisin dapat menyebabkan
hematuria, dengan merusak lapisan sel epitelium terutama pada kandung kemih. Pasien anak-
anak, perempuan dalam rentang umur sekolah dasar menjadi kelompok tersering terkena
infeksi ini, dipengaruhi oleh faktor anatomis traktus urinarius dan kebiasaan-kebiaasaan
tertentu, misal menahan kencing (stasis urin). Komplikasi yang sering terjadi dapat berupa
pielonefritis, akibat refluks vesikaureter pada perjalanan infeksi selanjutnya. Penanganan
sistitis hemoragika harus segera dengan mengarahkan terapi pada eradikasi bakteri, yakni
Escherichia coli dengan memperhatikan faktor resistensi yang kemungkinan bisa ditimbulkan.

Daftar pustaka

1. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Jakarta: Sagung seto.2003.h.18-27, 33,44


2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jilid 2. Edisi 5. Jakarta: Interna publishing. 2009.h.1008-13
3. Gleadle J. At a glance, anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga.2005.h.150-
1
4. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboraorium dan diagnostik. Edisi 6. Jakarta: EGC.
2009.h.698-9.
5. Sudiono H, Iskandar I, Halim SL, Santoso R, Sinsata. Patologi klinik, Urinalisis. Edisi
3. Jakarta: Bagian patologi klinik fakultas kedokteran UKRIDA. 2009.h.18-36
6. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak, Nelson. Editor: Wahab
AS. Edisi 15. Jakarta: EGC.2012.h.1862-8.
7. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, &
Adelberg. Edisi 23. Editor: Elferia RN. Jakarta:EGC.2007.h.180,255.
8. Houghton AR, Gray D. gejala dan tanda dalam kedokteran klinis, pengantar diagnosis
medis Chamberlains/ edisi 13. Jakarta: PT Indeks. 2012.h.162-7
9. Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Edisi 10. Editor: Nirmala WK. Jakarta:
EGC.2010.h. 757-6,790-1.

Anda mungkin juga menyukai