Abstrak
Masalah anak pendek (stunting) merupakan salah satu permasalahan gizi yang
dihadapi di dunia, khususnya di negara-negara miskin dan berkembang. Stunting menjadi
permasalahan karena berhubungan dengan meningkatnya risiko terjadinya kesakitan dan
kematian, perkembangan otak suboptimal sehingga perkembangan motorik terlambat dan
terhambatnya pertumbuhan mental. Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
stunting pada balita seperti karakteristik balita maupun faktor sosial ekonomi.
Abstract
1
Pendahuluan
Stunting adalah masalah gizi utama yang akan berdampak pada kehidupan sosial
dan ekonomi dalam masyarakat. Selain itu, stunting dapat berpengaruh pada anak balita
pada jangka panjang yaitu mengganggu kesehatan, pendidikan serta produktifitasnya di
kemudian hari. Anak balita stunting cenderung akan sulit mencapai potensi pertumbuhan
dan perkembangan yang optimal baik secara fisik maupun psikomotorik.
Penelitian epidemiologi berkaitan erat dengan faktor- faktor risiko dari stunting.
Sejalan dengan kerangka konsep UNICEF 1990 salah satu faktor penyebab langsung
terjadinya masalah gizi adalah penyakit infeksi. Penyakit infeksi yang banyak diderita
batita adalah ISPA dan diare (43,0%). Anak stunting lebih memiliki kemungkinan yang
lebih besar untuk menderita penyakit infeksi ini dengan durasi waktu yang lebih lama. Juga
lebih cenderung mengalami gejala sisa (sekuel) akibat infeksi umum yang akan
melemahkan keadaan fisik anak. Faktor lingkungan yang berisiko terhadap kejadian
stunting pada batita adalah sanitasi lingkungan, bahwa anak-anak yang berasal dari
keluarga yang mempunyai fasilitas air bersih memiliki prevalensi diare dan stunting lebih
rendah daripada anak-anak dari keluarga yang tanpa fasilitas air bersih dan kepemilikan
jamban. Risiko batita stunting yang tinggal dengan sanitasi lingkungan yang kurang baik
lebih tinggi dibanding dengan sanitasi yang baik. Hal ini terjadi karena sebagian besar
tempat tinggal batita belum memenuhi syarat rumah sehat, ventilasi dan pencahayaan
2
kurang, tidak adanya tempat pembuangan sampah tertutup dan kedap air, tidak memiliki
jamban keluarga, serta hal ini didukung kondisi ekonomi keluarga yang relatif rendah.1
Ketersediaan pangan keluarga yang rendah mampu meningkatkan risiko 3,64 kali
lebih besar untuk menghasilkan anak yang stunting dibandingkan dengan ketersediaan
pangan keluarga yang baik. Rendahnya ketersediaan pangan, mengancam penurunan
konsumsi makanan yang beragam dan bergizi seimbang dan aman di tingkat rumah tangga.
Pada akhirnya, akan berdampak pada semakin beratnya masalah gizi masyarakat, termasuk
stunting pada batita. Masalah akses dan ketersediaan pangan untuk penduduk miskin
merupakan gabungan dari masalah kemiskinan, kurangnya pekerjaan tetap, pendapatan
tunai rendah dan tidak tetap serta terbatasnya daya beli.1
Balita yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif selama 6 bulan pertama lebih tinggi
pada kelompok balita stunting (88,2%) dibandingkan dengan kelompok balita normal
(61,8%). ASI memiliki banyak manfaat, misalnya meningkatkan imunitas anak terhadap
penyakit, infeksi telinga, menurunkan frekuensi diare, konstipasi kronis dan lain
sebagainya. Kurangnya pemberian ASI dan pemberian MP-ASI yang terlalu dini dapat
meningkatkan risiko terjadinya stunting terutama pada awal kehidupan. Besarnya pengaruh
ASI eksklusif terhadap status gizi anak membuat WHO merekomendasikan agar
menerapkan intervensi peningkatan pemberian ASI selama 6 bulan pertama sebagai salah
satu langkah untuk mencapai WHO Global Nutrition Targets 2025 mengenai penurunan
jumlah stunting pada anak di bawah lima tahun.2
Tingkat pendidikan ibu turut menentukan mudah tidaknya seorang ibu dalam
menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang didapatkan. Pendidikan diperlukan agar
seseorang terutama ibu lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di dalam keluarga dan
diharapkan bisa mengambil tindakan yang tepat sesegera mungkin. Selain itu, Besar
keluarga menentukan status gizi, namun status gizi juga ditentukan oleh faktor lain seperti
dukungan keluarga dalam pemberian makanan bergizi serta tingkat sosial ekonomi
keluarga. Keluarga dengan keadaan sosial ekonomi yang kurang disertai jumlah anak yang
banyak akan mengakibatkan bukan hanya kurang perhatian dan kasih sayang pada anak
namun juga kebutuhan primer seperti makanan, sandang, dan papan atau perumahan tidak
3
dapat terpenuhi.2
4
Subur) untuk ber KB, pelayanan ibu hamil, bersalin dan nifas serta pelayanan
bayi dan balita.
4. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular dan tidak menular
yaitu program pelayanan kesehatan Puskesmas untuk mencegah dan
mengendalikan penular penyakit menular/infeksi (misalnya TB, DBD, Kusta).
5. Kesehatan Lingkungan yaitu program pelayanan kesehatan lingkungan di
puskesmas untuk meningkatkan kesehatan lingkungan pemukiman melalui
upaya sanitasi dasar, pengawasan mutu lingkungan dan tempat umum termasuk
pengendalian pencemaran lingkungan dengan peningkatan peran serta
masyarakat,
6. Perbaikan Gizi Masyarakat yaitu program kegiatan pelayanan kesehatan,
perbaikan gizi masyarakat di Puskesmas yang meliputi peningkatan pendidikan
gizi, penanggulangan Kurang Energi Protein, Anemia Gizi Besi, Gangguan
Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kurang Vitamin A, Keadaan zat gizi
lebih, Peningkatan Survailans Gizi, dan Perberdayaan Usaha Perbaikan Gizi
Keluarga/Masyarakat.4
5
Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional
Evaluasi Program
Evaluasi adalah suatu kegiatan untuk mengumpulkan data secara statistik lalu
dianalisis dan digunakan untuk menjawab apa yang diharapkan pada suatu program
terutama mengenai efektivitas dan efisiensi dan orang-orang. Batasan penilaian banyak
macamnya. Beberapa di antaranya yang dianggap cukup penting adalah:5
a) Penilaian adalah suatu cara belajar yang sistimatis dari pengalaman yang dimiliki
untuk meningkatkan pencapaian, pelaksanaan, dan perencanaan suatu program
melalui pemilihan secara seksama berbagai kemungkinan yang tersedia guna
penerapan selanjutnya (The World Health Organization).
b) Penilaian adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dari
pelaksanaan suatu program dalarn mencapai tujuan yang telah ditetapkan (The
American Public Association).
c) Penilaian adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam, membandingkan
hasil yang dicapai dengan tolok ukur atau kriteria yang telah ditetapkan, dilanjutkan
dengan pengambilan kesimpulan serta penyusunan saran-saran, yang dapat
dilakukan pada setiap tahap dari pelaksanaan program (The International Clearing
House on Adolescent Fertility Control for Population Options).
d) Penilaian adalah pengukuran terhadap akibat yang ditimbulkan dan
dilaksanakannya suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Riecken).5
6
Jenis Penilaian
Sesuai dengan pengertian bahwa penilaian dapat ditemukan pada setiap tahap
pelaksanaan program, maka penilaian secara umum dapat dibedakan atas tiga jenis yakni:5
1. Penilaian pada tahap awal program
Penilaian yang dilakukan di sini adalah pada saat merencanakan suatu program
(formative evaluation). Tujuan utamanya adalah untuk menyakinkan bahwa
rencana yang akan disusun benar-benar telah sesuai dengan masalah yang
ditemukan, dalam arti dapat menyelesaikan masalah tersebut. Penilaian yang
dimaksud mengukur kesesuaian program dengan masalah dan atau kebutuhan
masyarakat ini sering disebut pula dengan studi penjajakan kebutuhan (need
assessment study).
Peranan dan arti dari ketiga macam penilaian ini sama pentingnya. Karena
sebenarnyalah hasil yang diperoleh dari ketiga macam penilaian ini amat berguna untuk
7
membantu dalam pengambilan keputusan. Dengan dilaksanakannya penilaian, akan dapat
dihindari terjadinya sesuatu yang sia-sia, yang dalam bidang yang terpenting adalah
mencegah terjadinya penghamburan sumber, tata cara dan kesanggupan (tenaga, dana,
sarana, dan metoda) yang keadaamya memang selalu amat terbatas sekali.5
Ruang Lingkup
Untuk kepentingan praktis, ruang lingkup penilaian tersebut secara sederhana dapat
dibedakan atas empat kelompok saja yakni :5
LINGKUNGAN
8
MASUKAN PROSES KELUARAN DAMPAK
UMPAN BALIK
Langkah pertama yang harus dilakukan pada penilaian ialah memahami dahulu program
yang akan dinilai. Untuk dapat memahami program dengan baik, perhatian haruslah
ditujukan kepada semua unsur program yang meliputi:5
Latar belakang yang dilaksanakannya program.
Masalah yang mendasari lahirnya program.
Tujuan yang ingin dicapai oleh program.
Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan program.
Organisasi dan tenaga pelaksana program.
Sumberdaya yang dipergunakan oleh program.
Waktu dan pentahapan program.
Tolak ukur, kriteria keberhasilan dan rencana penilaian program (jika ada).
2. Tentukan macam dan ruang lingkup penilaian yang akan dilakukan.
9
Setelah ditentukan macam dan ruang lingkup penilaian, lanjutkan dengan
menyusun rencana penilaian. Pada dasarnya rencana penilaian harus memenuhi semua
syarat rencana yang baik, yakni yang mengandung keterangan tentang :5
a) Tujuan penilaian
Rumuskan tujuan penilaian dengan jelas yakni yang mempunyai tolak ukur
ataupun criteria sehingga memudahkan pengambilan kesimpulan.
b) Macam data
Tetapkan macam data atau keterangan yang diperlukan untuk penilaian
yang tentu saja berbeda antara satu program dengan program lainya.
c) Sumber data
Lanjutkan dengan menetapkan sumber data yang akan dipergunakan.
Sumber data yang baik ialah yang dapat dipercaya, akurat dan lengkap.
d) Cara mendapatkan data
Tetapkan cara yang dipergunakan untuk mendapatkan data atau keterangan
yang dibutuhkan tersebut. Pada dasarnya ada empat cara mendapatkan data
yakni dengan wawancara, dengan pemeriksaan, dengan pengamatan dan
ataupun dengan peran serta.5
e) Cara menarik kesimpulan
Tetapkan cara mengambil kesimpualan yang akan dipergunakan. Secara
umum kesimpulan dapat dilakukan dengan lima cara yakni :
Membandingkan hasil yang diperoleh dengan data awal.
Jika cara ini yang dipergunakan, harus diyakini bahwa data awal
yakni data sebelum dilaksanakannya program, tersedia dengan
lengkap.
Membandingkan hasil yang diperoleh dengan tujuan program.
Kesimpulan dapat pula ditarik dengan membandingkan hasil yang
diperoleh dengan tujuan yang telah ditetapkan. Cara ini dapat
dipergunakan jika rumusan tujuan jelas dan lengkap.
Membandingkan hasil yang diperoleh dengan hasil program lain
Jika kesimpulan ditarik dengan membandingkan hasil yang
diperoleh dengan hasil dari program lain, haruslah diupayakan
10
bahwa program lain tersebut, selalu ditemukan beberapa faktor yang
berbeda, misalnya keadaan sosial budaya masyarakat tempat
dilakukanya program, waktu pelaksanaan program, pelaksana
program dan lain sebagainya yang seperti ini.5
Membandingkan hasil yang diperoleh dengan sesuatu tolak ukur,
Kesimpulan dapat pula ditarik dengan membandingkan hasil yang
dicapai dengan suatu tolak ukur berupa indikator dan atau yang
dicapai dengan suatu tolak ukur berupa indikator dan ataupun
kriteria tertentu. Indikator (indicator) dipergunakan jika yang ingin
diukur adalah suatu perubahan, mudah dimengerti karena indikator
mengandung tolak ukur berupa variabel. Misalnya angka kematian,
angka komplikasi, angka kesembuhan dan lain sebagainya yang
seperti ini, jika menggunakan kriteria (criteria) maka yang diukur
adalah hasil dari suatu perbuatan, karena kriteria mengandung tolak
ukur berupa standar. Misalnya standar pelayanan medis, yang baik
atau tidaknya ditentukan oleh beberapa kriteria. Antara lain
anamnesis, pemerikasaan fisik, pemerikasaan penunjang, diagnosis,
tindakan dan lain sebagainya yang seperti ini.
Membandingkan hasil yang diperoleh dengan hasil dari kontrol.
Jika cara ini yang dipergunakan, haruslah diyakini bahwa program
lain sebagai kontrol tersebut memang ada.5
f) Laksanakan penilaian
Apabila rencana penilaian telah berhasil disusun, lanjutkan dengan
melaksanakan penilaian tersebut. Catatlah semua kegiatan serta hasil yang
diperoleh.5
g) Tarik kesimpulan
11
Hasil penilaian haruslah disimpulkan. Tariklah kesimpulan tersebut sesuai
dengan cara yang telah ditetapkan dalam rencana penilaian. Pada dasarnya
ada dua macam kesimpulan yang sering dirumuskan yakni :5
Kesimpulan tentang keberhasilan program
Yang dinilai di sini ialah sampai seberapa jauh program telah
berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan baik berupa keluaran
dan ataupun dampaknya. Lazimnya kesimpulan tersebut ditarik
dengan membandingkan hasil yang diperoleh terhadap tolak ukur
yang telah ditetapkan.
12
memberikan suplemen pada ibu dan anak. Program ini ditujukan agar dapat mengurangi
faktor risiko dari kejadian stunting pada anak.
Konseling tentang pemberian ASI dan fortifikasi atau suplementasi vitamin A dan
seng memiliki potensi terbesar untuk mengurangi beban morbiditas dan mortalitas anak.
Peningkatan makanan pendamping ASI melalui strategi seperti penyuluhan tentang gizi
dan konseling gizi, suplemen makanan di daerah rawan pangan secara substansial dapat
mengurangi stunting dan beban terkait penyakit. Intervensi untuk gizi ibu (suplemen folat
besi, beberapa mikronutrien, kalsium, dan energi dan protein yang seimbang) dapat
mengurangi risiko berat badan lahir rendah sebesar 16%. Direkomendasikan pemberian
mikronutrien untuk anak-anak seperti suplementasi vitamin A (dalam periode neonatal dan
akhir masa kanak-kanak), suplemen zinc, suplemen zat besi untuk anak-anak di daerah
malaria tidak endemik, dan promosi garam beryodium. Untuk intervensi pengurangan
stunting jangka panjang, harus dilengkapi dengan perbaikan dalam faktor-faktor penentu
gizi, seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, beban penyakit, dan kurangnya
pemberdayaan perempuan.6 Dapat dilihat juga dari lingkungan nya, lingkungan dibagi fisik
dan non fisik, dimana lingkungan fisik terdiri dari cuaca, kelembapan, temperatur.
Sedangkan lingkungan non fisik terdiri dari mental dan sosial. Lingkungan dapat
mempengaruhi angka kejadian stunting. Apabila memiliki lingkungan yang bersih, anak
bisa terhindar dari penyakit infeksi, karena penyakit infeksi merupakan salah satu faktor
risiko terhadap kejadian stunting pada anak.
- Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil. Ibu hamil harus mendapatkan
makanan yang cukup gizi, suplementasi zat gizi (tablet zat besi atau Fe), dan
terpantau kesehatannya. Namun, kepatuhan ibu hamil untuk meminum tablet
tambah darah hanya 33%. Padahal mereka harus minimal mengkonsumsi 90 tablet
selama kehamilan
13
- ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi makanan
pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya
- Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis
untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan
- Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga
kebersihan lingkungan
Intervensi gizi saja belum cukup untuk mengatasi masalah stunting. Faktor sanitasi
dan kebersihan lingkungan berpengaruh pula untuk kesehatan ibu hamil dan tumbuh
kembang anak, karena anak usia di bawah dua tahun rentan terhadap berbagai infeksi dan
penyakit. Paparan terus menerus terhadap kotoran manusia dan binatang dapat
menyebabkan infeksi bakteri kronis. Infeksi tersebut, disebabkan oleh praktik sanitasi dan
kebersihan yang kurang baik, membuat gizi sulit diserap oleh tubuh. Rendahnya sanitasi
dan kebersihan lingkungan pun memicu gangguan saluran pencernaan, yang membuat
energi untuk pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan tubuh menghadapi infeksi.
Sebuah riset menemukan bahwa semakin sering seorang anak menderita diare, maka
semakin besar pula ancaman stunting untuknya. Selain itu, saat anak sakit, lazimnya selera
makan mereka pun berkurang, sehingga asupan gizi makin rendah. Maka, pertumbuhan sel
otak yang seharusnya sangat pesat dalam dua tahun pertama seorang anak menjadi
terhambat. Dampaknya, anak tersebut terancam menderita stunting, yang mengakibatkan
pertumbuhan mental dan fisiknya terganggu, sehingga potensinya tak dapat berkembang
dengan maksimal.7
Kesimpulan
Masalah stunting merupakan permasalahan gizi yang dihadapi dunia khusunya
negara-negara miskin dan berkembang. Terdapat beberapa faktor risiko yang
mempengaruhi terjadi nya stunting pada anak, diantara nya penyakit infeksi, faktir
lingkungan, ketersediaan pangan keluarga yang rendah, tidak mendapatkan ASI eksklusif,
tingkat pendidikan ibu dan keluarga dengan jumlah anak yang banyak. Dengan adanya
promotif dan preventif, dapat mengurangi angka kejadian stunting pada anak.
14
Daftar Pustaka
1. Kusumawati E, Rahardjo S, Sari HP. 2015. Model pengendalian faktor risiko
stunting pada anak usia di bawah tiga tahun. Purwokerto: Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional, Vol. 9, No. 3
2. Nimah K, Nadhiroh SR. 2015. Faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting
pada balita. Surabaya: Media Gizi Indonesia, Vol. 10, No. 1. H.13-19
3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Kerja Puskesmas Jilid I. Jakarta: Bakti
Husada;1991.h.B1-6, C2-4.
4. Departemen Kesehatan RI. Kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat: keputusan
menteri kesehatan RI nomor 128/menkes/sk/II/2004. Jakarta: Bakti
Husada;2004.h.5-31.
5. Azwar A. Pengantar administrasi kesehatan. Edisi ke-3. Jakarta: Binarupa
Aksara;1996.h.17-24, 181-241, 329-33.
6. Mitra. 2015. Permasalahan anak pendek (stunting) dan intervensi untuk mencegah
terjadinya stunting (suatu kejadian kepustakaan). Pekanbaru: Jurnal Kesehatan
Komunitas, Vol. 2, No. 6
7. Stunting dan masa depan Indonesia. Di unduh dari: http://www.mca-
indonesia.go.id/, di unduh tanggal: 16 Juli 2017
15