Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DF (DENGUE FEVER)

I. Konsep DF (Dengue Fever)


1.1 Definisi DF (Dengue Fever)
Demam dengue (dengue fever) adalah sejenis penyakit yang disebabkan oleh
virus yang dibawa oleh nyamuk aedes aegypti. Nyamuk aedes aegypti
menggigit manusia yang sakit kemudian menularkan ke manusia sehat
(Seoparman , 2002). Demam berdarah dengue (Dengue Fever) adalah bentuk
demam dengue yang lebih ringan dari pada demam dangue hemoragic fever

1.2 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30 mm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4 x 106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam
dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di
indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Terdapat reaksi
silang antara serotipe dengue dengan flavivirus lain seperti yellow fever,
japanese encehphalitis dan west nille virus. Dalam laboratorium virus dengue
dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus, kelinci,anjing, kelelawar,
dan primate. Survei epidemiologi pada hewan ternak di dapatkan antibodi
terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada
artropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus
aedes (stegomyia) dan toxorhynchites (Suhendro,2007).

1.3 Tanda gejala


setelah digigit nyamuk aedes aegypti yang membawa virus, masa inkubasi
biasanya 4 sampai 7 hari. Timbul gejala-gejala meliputi; panas tinggi hingga
lebih dari 38 derajat celcius yang berlangsung 3 sampai 7 hari, nyeri otot dan
persendian, mual muntah, gangguan pencernaan (konstipasi/ diare), nyeri
perut, adanya bintik-bintik kemerahan pada kulit.. (WHO, 2005).

1.4 Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan
dan gejala karena viremia,seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal

1
2

seluruh badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang


mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran
pembesaran kelenjar kelenjar getah bening, hati dan limfa. Ruam pada DHF
disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit.

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan


membedakan DF dan DHF adalah meningginya permeabilitas dinding kapiler
karena penglepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi
sistem kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intra vaskular. Hal ini
berakibat berkurangnya volume plasma,terjadinya hipotensi,
hemokonsentrasi,hipoproteinemia,efusi dan renjatan. Plasma merembes
selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai
puncaknya pada saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume
plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.

Adanya kebocoren plasma ke daerah ekstravaskular dibuktikan dengan


ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga peritoneum, pleura
dan perikard yang pada autopsi ternyata melebihi jumlah cairan yang telah
diberikan sebelumnya melalui infus. Renjatan hipovolemik yang terjadi
sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat
anoreksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.

Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah pemberian
plasma / ekspander plasma yang efektif, sedangkan pada autopsi tidak
ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang destruktif atau akibat
radang, menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh
darah mungkin disebabkan mediator farmakologis yang bekerja singkat.
Sebab lain kematian pada DHF adalah pedarahan hebat, yang biasanya timbul
setelah renjatan berlangsung lama dan tidak teratasi. Perdarahan pada DHF
umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit
dan kelainan sistem koagulasi.

Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda


dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan
dugaan meningkatnya destruksi trombosit. Penyidikan dengan radioisotop
membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadinya dalam sistem
retikuloendotelial.
3

Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis


terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan
sistem koagulasi disebabkan di antaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya
memang terbukti terganggu oleh aktivitas sistem koagulasi. Masakah tidaknya
DIC pada DHF / DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat, sejak
lama telah menjadi bahan perdebatan.

Telah terbukti bahwa DIC secara potensial dapat terjadi juga pada pasien DHF
tanpa renjatan. Dikatakan pada masa dini DHF, peran DIC tidak menonjol
dibandingkan dengan perembesan plasma, tetapi bila penyakit memburuk
dengan terjadinya asidosis dan renjatan, maka renjatan akan memperberat
DIC sehingga perannya akan menonjol.(Hendarwanto : 420).

1.5 Pemeriksaan penunjang


1. Darah
Pada DHF umumnya dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji
tourniquetyang positif merupakan pemeriksaan penting.
Masa pembekuan masih dalam batas normal, tetapi masa perdarahan
biasanya memanjang. Pada analisis kuantitatif ditemukan penurunan
faktor II, V, VII, IX, dan X. Pada pemeriksaan kimia darah tampak
hipoproteinemia, hiponatremia, serta hipokloremia. SGPT, SGOT, ureum
dan pH darahmungkin meningkat, sedangkan reserve alkali merendah.
2. Air Seni
Mungkin ditemukan albuminuria ringan.
3. Sumsum Tulang
Pada awal sakit biasanya hiposelular, kemudian menjadi hiperselular pada
hari ke 5 dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari ke 10
biasanya sudah kembali normal untuk semua sistem.

4. Serologi
Uji serulogi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan atas dua kelompok
besar, yaitu:
a. Uji serulogi memakai serum ganda, yaitu serum yang diambil pada
masa akut dan masa konvalesen. Pada uji ini yang dicari adalah
kenaikan antibodi antidengue sebanyak minimal empat kali. Termasuk
dalam uji ini pengikatan komplemen ( PK ), uji neutralisasi ( NT ) dan
uji dengue blot.
b. Uji serulogi memakai serum tunggal. Pada uji ini yang dicari ada
tidaknya atau titer tertentu antibodi antidengue. Termasuk dalam
4

golongan ini adalah uji dengue blot yang mengukur antibodi


antidengue tanpa memandang kelas antibodinya ; uji IgM antidengue
yang mengukur hanya antibodi antidengue dari kelas IgM.

1.6 Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya:
1. Perdarahan luas
2. Shock atau renjatan
3. Effuse pleura
4. Penurunan kesadaran

1.7 Penatalaksanaan
Setiap pasien tersangka dangue fever sebaiknya dirawat di tempat terpisah
dengan pasien penyakit lain, sebaiknya pada kamar yang bebas nyamuk
(berkelambu). Penatalaksanaan pada dangue fever ialah :
1. Tirah baring
2. Makanan lunak
Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5 2 liter
dalam 24 jam ( susu, air gula atau sirop ) atau air tawar ditambah dengan
garam saja.
3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat
diberikan kompres es di kepala,ketiak, dan inguinal. Antipiretik sebaiknya
dari golongan asiminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian
asetosal karena bahaya perdarahan.
4. Antibiotik diberikan apabila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
Pasien dangue fever perlu diobservasi telititerhadap penemuan dini tanda
renjatan, yaitu :
a. Keadaan umum memburuk
b. Hati semakin membesar
c. Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia
d. Hematokrit meninggi pada pemeriksan berkala

Dalam hal ini ditemukan tanda tanda dini tersebut, infus harus disiapkan dan
terpasang pada pasien. Observasi meliputi pemeriksaan tiap jam terhadap
keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernapasan ; serta Hb dan Ht
setiap 4 6 jam pada hari hari pertama pengamatan, selanjutnya setiap 24
jam.

Terapi untuk DSS bertujuan utama untuk mengembalikan volume cairan


intravaskuler dengan pemberian segera cairan intravena. Jenis cairan dapat
5

berupa NaCl faali, laktat Ringer atau bila terdapat renjatan yang berat dapat
dipakai plasma atau ekspander plasma. Jumlah cairan dan kecepatan
pemberian cairan disesuaikan dengan perkembangan klinis. Kecepatan tetesan
permulaan ialah 20 ml / kg BB, dan bila renjatan telah diatasi, kecepatan
tetesan dikurangi menjadi 10 ml / kg BB / jam.

Pada kasus dengan renjatan berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila
tak tampak perbaikan, di usahakan pemberian plasma atau ekspander plasma
atau dekstran atau preparat hemasel dengan jumlah 15 29 ml / kg BB.
Dalam hal ini perlu diperhatikan keadaan asidosis yang harus dikoreksi
dengan Na bikarbonas. Pada umumnya untuk menjaga keseimbangan
volume intravaskuler, pemberian cairan intravena baik dalam bentuk elektrolit
maupun plasma dipertahankan 12 48 jam setelah renjatan teratasi.
1. Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan
melena).
2. Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan
kadar Hb dan Ht.

Pemberian kortikolsteroid dilakukan setelah terbukti tidak terdapat perbedaan


yang bermakna antara terapi tanpa atau dengan kortikosteroid. Pada pasien
dengan renjatan yang lama ( prolonget shock ), DIC diperkirakan merupakan
penyebab utama perdarahan. Bila dengan pemeriksaan hematemesis terbukti
adanya DIC, heparin perlu diberikan.
6

1.8 Pathway
Beredar dalam aliran
arbovirus Infeksi virus (viremia)
darah
v
Pge2 hipotalamus Membentuk dan Mengaktifkan sistem
melepaskan zat C3e, komplemen
C5e,
hipertermi Peningkatan reabsorbsi Permeabilitas meningkat
Na2 dan H2O

Agresi trombosit Kerusakan endotel Risiko syok


pembuluh darah hipovolemik

Trombosit sitopeni Merangsang Renjatan hipovolemik


mengaktivasi faktor dan hipotensi
pembekuan
Kebocoran plasma
DIC

Risiko perdarahan perdarahan

Risiko perfusi jaringan


tidak efektif

Asidosis metabolik Hipoksia jaringan

Risiko syok hipovolemik


Kekurangan volume Ke ekstra vaskular
cairan
abdomen
Paru-paru hepar

Efusi pleura hepatomegali asites

Ketidakefektipan pola Mual muntah


Penekanan abdomen
napas
(Sumber: Seoparman , 2002). Ketidakseimbangan nutrisi
nyeri
II. Rencana asuhan klien dengan DHF (Dengue Haemorraghic Fever)
kurang dari kebutuhan tubuh
II.1 Pengkajian
II.1.1 Riwayat keperawatan
1. Identitas klien
7

Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, pendidikan dan


status ekonomi.
2. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan
penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas,
batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu
badan meningkat mendorong penderita untuk mencari
pengonbatan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit penyakit yang pernah diderita oleh
penderita yang mungkin sehubungan dengan DHF (Demam
berdarah).
4. Riwayat penyakit keluarga
Mencari anggota keluarga yang pernah terkena DHF (Demam
berdarah).
5. Riwayat penyakit psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan
sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk
II.1.2 Pemeriksaan fisik: data focus
a. Aktivitas/istirahat
Malaise
b. Sirkulasi
Tekanan darah di bawah normal, denyut perifer melemah,
takikardi, susah teraba. Kulit hangat, kering, pucat, kemerahan/
bintik merah, perdarahan bawah kulit
c. Eleminasi
Diare atau konstipasi
d. Makanan / cairan
Anoreksia, mual, muntah, Penurunan berat badan, punurunan
haluaran urine, oligouria, anuria
e. Neurosensori
Sakit kepala, pusing, pingsan, Ketakutan, kacau mental,
disorientasi, delirium.
f. Nyeri / Ketidaknyamanan
Kejang abdominal, lokalisasi area sakit
g. Pernapasan
Takipneu dengan penurunan kedalaman pernapasan, suhu
meningkat, menggigil.
h. Penyuluhan/ pembelajaran
Masalah kesehatan, penggunaan obat-obatan atau tindakan
II.1.3 Pemeriksaan penunjang
a. Darah
8

Pada DHF umumnya dijumpai trombositopenia dan


hemokonsentrasi. Uji tourniquetyang positif merupakan
pemeriksaan penting.
Masa pembekuan masih dalam batas normal, tetapi masa
perdarahan biasanya memanjang. Pada analisis kuantitatif
ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX, dan X. Pada
pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia,
serta hipokloremia. SGPT, SGOT, ureum dan pH darahmungkin
meningkat, sedangkan reserve alkali merendah.
b. Air Seni
Mungkin ditemukan albuminuria ringan.
c. Sumsum Tulang
Pada awal sakit biasanya hiposelular, kemudian menjadi
hiperselular pada hari ke 5 dengan gangguan maturasi sedangkan
pada hari ke 10 biasanya sudah kembali normal untuk semua
sistem.
d. Serologi
Uji serulogi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan atas dua
kelompok besar, yaitu:
1. Uji serulogi memakai serum ganda, yaitu serum yang diambil
pada masa akut dan masa konvalesen. Pada uji ini yang dicari
adalah kenaikan antibodi antidengue sebanyak minimal empat
kali. Termasuk dalam uji ini pengikatan komplemen ( PK ), uji
neutralisasi ( NT ) dan uji dengue blot.
2. Uji serulogi memakai serum tunggal. Pada uji ini yang dicari
ada tidaknya atau titer tertentu antibodi antidengue. Termasuk
dalam golongan ini adalah uji dengue blot yang mengukur
antibodi antidengue tanpa memandang kelas antibodinya ; uji
IgM antidengue yang mengukur hanya antibodi antidengue
dari kelas IgM.

II.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : Kekuranagn volume cairan b.d kekurangan cairan aktif
II.2.1 Definisi
Penurunan cairan intravascular, interstisial, atau intrasel. Diagnosis ini
merujuk pada dehidrasi yang merupakan kehilangan cairan saja tanpa
perubahan kadar natrium.
II.2.2 Batasan karakteristik
Subjektif
Haus
Objektif
Prubahan status mental
9

Penurunan turgor kulit dan lidah


Penurunan haluaran urine
Penurunan pengisian vena
Kulit dan membrane mukosa kering
Hematokrit meningkat
Suhu tubuh meningkat
Peningkatan frekuensi nadi, penurunan tekanan dariah, penurunan
volume, dan tekanan nadi.
Konsentrasi urine meningkat
Penurunan berat badan dengan tiba-tiba
Kelemahan
II.2.3 Faktor yang berhubungan
Kehilangan volume cairan aktif
(Mengkonsumsi alcohol secara berlebihan secara terus-menerus)
Kegagalan mekanisme pengaturan (Seperti, dalam diabetes insipidius,
hiperaldosteronisme.
(Asupan cairan yang adekuat)
Diagnosa 2 : Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh b.d
mual dan muntah
II.2.4 Definisi
Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
metabolik
II.2.5 Batasan karakteristik
Subjektif
Kram abdomen
Nyeri abdomen (dengan atau tanpa penyakit)
Menolak makan
Indigesti (non-NANDA International)
Persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan
Melaporkan perubahan sensasi rasa
(Melaporkan) Kurangnya makanan
Merasa cepat kenyang setelah mengkonsumsi makanan
Objektif
Pembuluh kapiler rapuh
Diare atau steatore
(Adanya bukti) kekurangan makanan
Kehilangan rambut atau berlebihan
Bising usus hiperaktif
Kurang informasi, informasi yang salah
Kurangnya minat terhadap makanan
Salah paham
Membran mukosa pucat
Tonus otot buruk
Menolak untuk makan (non-NANDA International)
Rongga mulut terbuka (Inflamasi)
Kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau mengunyah
II.2.6 Faktor yang berhubungan
Ketidakmampuan untuk menelan, mencerna makanan, menyerap
nutrient akibat faktor biologis, psikologis, atau ekonomi.
10

Diagnosa 3: Nyeri akut b.d tekanan intra abdomen


2.2.7 Definisi
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dengan
istilah seperti awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas
ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat
diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
2.2.8 Batasan karakteristik
2.2.8.1 Subjektif:
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat.
2.2.8.2 Objektif:
Posisi untuk menghindari nyeri
Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas, tidak
bertenaga sampai kaku)
Respon autonomik (misalnya; perubahan tekanan darah,
pernapasan atau nadi)
Perubahan selera makan
Perilaku distraksi (misalnya; mondar-mandir, mencari
orang atau aktivitas lain, aktivitas berulang)
Perilaku ekspresif (gelisah, merintih, menangis, dll)
Wajah topeng
Fokus menyempit
Bukti nyeri yang dapat diamati
Gangguan tidur
2.2.9 Faktor yang berhubungan
Agen-agen penyebab cedera (misalnya; biologis, kimia, fisik dan
psikologis)
Diagnosa 4: hipertermia b.d peningkatan laju metabolisme
2.2.10 Definisi
Peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal..
2.2.11 Batasan karakteristik
2.2.11.1 Objektif:
Kulit merah
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal
Kejang atau kovulasi
11

Takikardie
takipnea
2.2.12 Faktor yang berhubungan
Dehidrasi
Penyakit atau trauma
Ketidak mampuan dan penurunan kemampuan berkeringat
Pakaian yang tidak tepat
Peningkatan laju metabolisme
Obat atau anastesi
Terpajan lingkungan panas
Aktivitas yang berlebih

II.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Kekurangan volume cairan b.d kekurangan cairan aktif
II.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil (outcomes criteria)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
volume cairan tubuh terpenuhi
Kriteria Hasil : kebutuhan cairan pasien terpenuhi

II.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional


1. Kaji keadaan umum klien 9pucat, lemah, taki kardi), serta tanda
tanda vital.
R: Menetapkan data dasar, untuk mengetahui dengan cepat
penyimpangan dari keadaan normalnya.
2. Observasi adanya tanda tanda syok
R: Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok
yang dialami klien.
3. Anjurkan klien untuk banyak minum.
R: Asupan cairan sangat diperluakan untuk menambah volume
cairan tubuh.
4. Kaji tanda dan gejala dehidrasi/hipovolemik (riwayat muntah,
diare, kehausan, turgor jelek).
R: Untuk mengetahui penyebab defisit volume cairan.
5. Kaji masukan dan haluaran cairan
R: Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
6. Kolaborasi : Pemberian cairan intra vena sesuai indikasi.
R: Pemberian cairan intra vena sangat penting bagi klien yang
mengalami defisit volume cairan dengan keadaan umum yang
buruk untuk rehidrasi
Diagnosa 2 : Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh b.d
mual dan muntah
II.3.3 Tujuan dan Kriteria Hasil (outcomes criteria)
12

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam


nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria hasil : tidak adanya tanda tanda kekurangan nutrisi, nafsu
makan membaik
II.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional
1. Kaji keluhan mual, muntah, dan sakit menelan yang dialami klien
R: Untuk menetapkan cara mengatasinya.
2. Kaji cara/pola menghidangkan makanan klien
R: Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu
makan klien.
3. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti: bubur dan
dihidangkan saat masih hangat.
R: Membantu mengurangi kelelahan klien dan meningkatkan
asupan makanan karena mudah ditelan.
4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering
R: Untuk menghindari mual dan muntah serta rasa jenuh karena
makanan dalam porsi banyak.
5. Jelaskan manfaat nutrisi bgi klien terutama saat sakit
R: UntukMeningkatkan pengetahan klien tentang nutrisi sehingga
motivasi untuk makan meningkat.
6. Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien.
R: Mengetahui pemasukan/pemenuhan nutrisi klien.
Diagnosa 3: Nyeri akut b.d tekanan intra abdomen
2.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
2.3.1.1Tingkat kenyamanan: Tingkat persepsi positif terhadap
kemudahan fisik dan psikologis.
2.3.1.2 Pengendalian nyeri: Tindakan individu untuk mengendalikan
nyeri
2.3.1.3 Tingkat nyeri: keparahan nyeri yang dapat diamati atau
dilaporkan.
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
2.3.2.1 Intervensi umum :
a. Mandiri
Manajemen nyeri (relaksasi dan distraksi): meringankan
atau mengurangi nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang
dapat diterima oleh pasien.
Manajemen sedasi: memberikan sedatif, memantau respons
pasien, dan memberikan dukungan fisiologis yang dibutuhkan
selama prosedur diagnostik atau terapeutik.
Pemantauan tanda-tanda vital.
13

Pertahankan posisi tubuh yang baik untuk mencegah nyeri


atau cedera otot.
b. Kolaborasi
Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Diagnosa 4: : hipertermia b.d peningkatan laju metabolisme
2.3.4 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
2.3.4.1Termoregulasi: keseimbangan antara produksi panas, dan
kehilangan panas.
2.3.4.2 tanda-tanda vital: nilai suhu, denyut nadi, frekuensi pernapasan,
dan tekanan darah dalam rentang normal
2.3.5 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
2.3.5.1 Intervensi umum :
c. Mandiri
Menunjukkan metode yang tepat untuk mengukur suhu :
memantau pasien apakah terjadi peningkatan suhu atau tidak..
Jelaskan tindakan untuk mencegah peningkatan suhu:
memberikan kompres hangat.
Melaporkan tanda gejala dini hipertermia : tidak mengalami
gawat napas, gelisah atau latergi.
d. Kolaborasi
Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian paracetamol.

III. Daftar Pustaka


Soeparman. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: penerbit
EGC.

Suhendro. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid : 3. Ed : 4. Jakarta:


peneribit EGC

WHO. (2005). Maternal Mortality in 2005. Geneva : Departement of


Reproductive Health and Research.

Wilkinson, Judith. M. (2011). Buku Saku DiagnosisKeperawatan: Diagnosis


Nanda, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC. Alih bahasa: Wahyuningsih.
E. Jakarta: EGC
14

Pelaihari, Desember 2016


Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

(..) (..)

Anda mungkin juga menyukai