Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

TALASEMIA

I. Konsep Penyakit Talasemia


I.1 Definisi Penyakit Talasemia
Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang
timbul akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta
(Hoffbrand, 2005).

Menurut Supardiman (2002) thalasemia adalah kelainan kongenital,


anomali pada eritropoeisis yang diturunkan dimana hemoglobin dalam
eritrosit sangat berkurang, oleh karenanya akan terbentuk eritrosit yang
relatif mempunyai fungsi yang sedikit berkurang.

Sedangkan menurut Ganie (2004) thalasemia adalah penyakit kelainan


darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau
umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya
penderita thalasemia mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka
pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi
berulang. Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang
membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin
sebagaimana mestinya.

Ada beberapa jenis thalasemia, yaitu:


I.1.1 Thalasemia alpha ()
Terjadi jika adanya kelainan sintesis rantai globin, dikenal ada
empat macam thalasemia berdasarkan banyaknya gen yang
terganggu:
a. Delesi 1 gen (silent carriers)
Kelainan hemoglobin sangat minimal dan tidak memberikan
gejala. Keadaan ini hanya dapat dilihat dari pemeriksaan
laboratorium secara molekuler.
b. Delesi 2 gen (thalasemia a trait)
Pada penyakit ini ditemukan adanya gejala anemia ringan
atau tanpa anemia.
c. Delesi 3 gen (penyakit Hb H)
Bisa dideteksi setelah kelahiran, disertai anemia berat dan
pembesaran limpa.
d. Delesi 4 gen (hydrops fetalis)
Biasanya bayi akan meninggal dalam kandungan atau setelah
dilahirkan karena kadar hemoglobin normal tidak mungkin
terbentuk.
I.1.2 Thalasemia beta ()
Paling banyak dijumpai di Indonesia berdasarkan banyaknya gen
yang bermutasi dikenal thalasemia homozigot bila terdapat mutasi
pada kedua gen dan thalasemia heterozigot bila terdapat mutasi
pada 1 gen , berdasarkan gambaran klinik dikenal tiga macam
thalasemia .
a. Thalasemia mayor
Pada thalasemia mayor terjadi mutasi pada kedua gen
dimana pasien memerlukan tranfusi darah secara berkala,
terdapat pembesaran limpa yang makin lama makin besar
sehingga memerlukan tindakan pengangkatan limpa yang
disebuts splenektomi. Selain itu pasien mengalami
penumpukan zat besi di dalam tubuh akibat tranfusi
berkurang dan penyerapan besi yang berlebihan, sehingga
diperlukan pengobatan pengeluaran besi dari tubuh yang
disebut kelasi.
b. Thalasemia minor
Pada thalasemia minor didapatkam mutasi pada salah satu
dari 2 gen , kelainan ini disebut juga thalasemia trait. Pada
keadaan ini didapatkan kadar hemoglobin normal atau
anemia ringan dan pasien tidak menunjukan gejala klinik.
c. Thalasemia intermedia
Menunjukan kelainan antara thalasemia mayor dan minor.
Pasien biasanya hidup normal tetapi dalam keadaan tertentu
seperti infeksi berat atau kehamilan memerlukan tindakan
tranfusi darah (http://thalasemia.org/).
I.2 Etiologi Thalasemia
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan
tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) dan
kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang
disebabkan oleh Gangguan struktural pembentukan hemoglobin
(hemoglobin abnormal) (Hasan & Alatas, 2007).

Penyakit thalasemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat


ditularkan. Banyak diturunkan oleh pasangan suami istri yang mengidap
thalasemia dalam sel-selnya (faktor genetik). Jika kedua orang tua tidak
menderita thalasemia trait/pembawa sifat thalasemia, maka tidak
mungkin mereka menurunkan thalasemia trait ataupun thalasemia mayor
kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai
darah yang normal.

Apabila salah seorang dari orang tua menderita thalasemia trait


sedangkan yang lain tidak, maka satu dibanding 2 (50%) kemungkinan
bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita thalasemia trait, tidak
seorang diantara anak-anak mereka akan menderita thalasemia mayor.
Orang dengan thalasemia trait terlihat sehat, mereka dapat menurunkan
sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang
mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada dikalangan keluarga.

Apabila kedua orang tua menderita thalasemia trait, maka anak-anak


mereka mungkin akan menderita thalasemia trait (50%) atau mungkin
juga memiliki darah yang normal (25%), atau mungkin juga mereka
menderita thalasemia mayor (25%) (Suriadi, 2001).
I.3 Tanda Gejala Talasemia
Pada penderita thalasemia ada beberapa kelainan diantaranya:
I.3.1 Anemia dengan gejala seperti pucat, demam tanpa penyebab yang
jelas, tidak nafsu makan, infeksi berulang dan pembesaran
limfa/hati.
I.3.2 Anemia progresif yang ditandai dengan hipoksia kronis seperti
nyeri kepala, nyeri precordial, tulang, penurunan toleransi
terhadap latihan, lesu dan enorexia.
I.3.3 Perubahan pada tulang, tulang akan mengalami penipisan dan
kerapuhan akibat sumsum tulang yang bekerja keras untuk
memenuhi kebutuhan akan kekurangan hemoglobin dalam sel
darah. Hal ini terjadi pada tulang kepala, frontal, parietal, molar
yang menjadi lebih menonjol, batang hidung menjadi lebih datar
atau masuk ke dalam dengan tulang pipi yang menonjol. Keadaan
ini disebut facies cooley (Indriati, 2011).

I.4 Patofisiologi Talasemia


Darah manusia terdiri dari 2 komponen utama yaitu plasma darah dan sel
darah. Plasma darah sebagian besar terdiri dari air, sedangkan sel darah
terdiri dari sel darah merah (SDM), sel drah putih (leukosit), dan
trombosit (platelet). Setiap komponen darah mempunyai fungsi spesifik
dan secara bersamaan akan mendukung darah menjalankan fungsinya
dalam membawa substansi yang dibutuhkan dalam metabolisme sel di
jaringan, mengatur keseimbangan asam basa tubuh, dan melindungi
tubuh terhadap infeksi dan luka (McCance dalam Indriati, 2011).

Sel darah merah mempunyai fungsi utama untuk menyediakan oksigen


bagi jaringan tubuh dan hal ini dimungkinkan karena bentuk, ukuran dan
strukturnya. Kemampuan sel darah merah untuk menyuplai oksigen
didukung oleh adanya hemoglobin (Hb) yang berlimpah dalam darah,
dimana dalam sebuah sel darah merah terdapat 300 molekul hemoglobin.
Dalam satu hemoglobin mempunyai empat rantai polipeptida (2 rantai
alpha dan 2 rantai beta), yang didalamnya terdapat empat kompleks heme
dengan ikatan besi (Fe), dan empat sisi pengikat oksigen (Plot &
Mandleco dalam Indriati, 2011).
Pada thalasemia terjadi gangguan jumlah sintesis rantai hemoglobin,
yaitu pada rantai alpha atau rantai beta (berdasarkan rantai globin yang
terkena) dan mayor atau minor tergantung pada banyaknya jumlah gen
yang mengalami gangguan (Kline dalam Indriati, 2011).

Pernikahan penderita thalasemia trait menyebabkan penurunan penyakit


thalasemia secara resesif, berupa gangguan sintesis rantai globin dan
(kromosom 11 dan 16) yang dapat mengakibatkan pembentukan rantai
dan di eritrosit tidak seimbang, rantai yang kurang dibanding rantai ,
rantai , tidak terbentuk sama sekali, dan rantai yang terbentuk tidak
cukup. Keempat akibat tersebut dapat menyebabkan terjadinya
thalasemia .

Gangguan pada sintesis rantai globin dan juga dapat mengakibatkan


rantai yang terbentuk sedikit dibanding rantai sehingga terjadilah
thalasemia . Thalasemia dan dapat mengakibatkan pembentukan
rantai dan , pembentukan rantai dan kurang, penimbunan dan
pengendapan rantai dan yang berlebihan. Ketiga akibat tersebut dapat
menyebabkan tidak terbentuknya HbA (2 dan 2) sehingga terjadi
akumulasi endapan rantai globin yang berlebihan yang dapat
mengakibatkan rantai globin menempel pada dinding eritrosit sehingga
dinding eritrosit mudah rusak.

Dinding eritrosit yang rusak tersebut mengakibatkan terjadinya


hemolisis, sehingga eritrosit tidak efektif dan terjadi penghancuran
prekurson eritrosit di intramedular (sumsum tulang). Selain itu juga
terjadi kurangnya sintesis Hb sehingga eritrosit hipokrom dan mikro
siher, maka terjadilah hemolisis eritrosit yang imatur dan terjadilah
thalasemia.

I.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan diagnostik pada pasien thalasemia dapat dilakukan
diantaranya.
I.5.1 Pemeriksaan Laboratorium meliputi hematologi rutin (mengetahui
kadar Hb dan ukuran sel-sel darah), gambaran darah tepi (melihat
bentuk, warna, dan kematangan sel-sel darah), feritin/ serum iron
(melihat status/kadar besi), dan analisis hemoglobin (menegakkan
diagnosis dan menentukan jenis thalasemia). Anemia dengan
kadar Hb berkisar 2-9g/dL, kadar MCV dan MCH berkurang,
retikulosit biasanya meningkat dan fragilitas osmotic menurun.
(indriati, 2011).
I.5.2 Pemeriksaan DNA, untuk mendiagnosis kelainan genetik prenatal
pada janin. Atau analisis DNA untuk menentukan jenis mutasi
penyebab thalasemia.
I.5.3 Bone Marrow Punctional (BMP), akan memperlihatkan
perubahan sel-sel darah berdasarkan jumlah, ukuran dan bentuk
yang akan membantu membedakan jenis thalasemia yang diderita
pasien.

I.6 Komplikasi
Beberapa komplikasi penderita penyakit thalasemia (Hasan & Alatas,
2007).
I.6.1 Akibat anemia yang berat dan lama menyebabkan hemolis serta
sering terjadi gagal jantung. Anemia kronis dan kelebihan zat besi
dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung (gagal jantung),
hepar (gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes melitus,
hipoparatiroid) dan fraktur patologis.
I.6.2 Transfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis
menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga
ditibun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit,
jantung, dll. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat
tersebut (hemokromatosis).
I.6.3 Limpa yng besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan.
I.6.4 Kadang-kadang talasemia disertai oleh tanda hipersplenisme
seperti leukopenia dan trombopenia.
I.6.5 Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
I.7 Penatalaksanaan
Menurut Rudolph (2006) penatalaksanaan thalasemia antara lain:
I.7.1 Medikamentosa
a. Pemberian iron chelating agent (Desferoxamine), diberikan
setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau
saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali tranfusi
darah.
Desferoxamine, dengan dosis 25-50 mg/kg/BB/hari, atau
subkutan melalui infus pump dalam waktu 8-12 jam dengan
minimal selama 5 hari berturut-turut setiap selesai tranfusi
darah.
b. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi,
utuk meningkatkan efek kelasi besi.
c. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang
meningkat.
d. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah.
I.7.2 Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
a. Limfa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak
penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal
dan bahaya terjadinya ruptur.
b. Hipersplenisme yang ditandai dengan peningkatan kebutuhan
tranfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC)
melebihi 250 ml/kg/BB/tahun.

Transplantasi sumsung tulang telah memberi harapan baru


bagi penderita thalasemia dengan lebih dari seribu penderita
thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa
ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali.
Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah 15
tahun. Seluruh anak-anak yang memiliki HLA- spesifik dan
cocok dengan saudara kandungnya dianjurkan untuk
melakukan transplantasi ini.
I.7.3 Suportif
Tranfusi darah, dimana Hb penderita dipertahankan antara 8-9,5
mg/dL. Dengan keadaan ini akan memberikan supresi sumsum
tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan
dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan
penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell),
3 ml/kg/BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dL.
I.8 Pathway
Keturunan, Kulit menjadi
Tidak seimbangnya alpha kelabu
dan beta asam amino
Limpa Splenomegali Nyeri

Produksi rantai globin


Jantung Gagal jantung
berkurang/tidak ada hemosiderosis

Endokrin Ggg tumbang


Produksi Hb berkurang Tranfusi
berulang Curah Kontraktilitas
Anemia Jaringan
jantung jangtung
Sel darah merah mudah berat kurang O2
meningkat menurun
rusak
Anemia

Ertitrosit tidak stabil Kerja Anorexia Asupan Resti nutrisi


lambung nutrisi turun kurang dari
menurun kebutuhan
Hemolisis
Antibodi
menurun

Suplai O2 berkurang Gangguan perfusi


jaringan
Antibodi Resti
menurun infeksi
Ketidakseimbangan
suplai O2 dengan Kelemahan Tidak toleransi
kebutuhan terhadap aktivitas
Hipertermi
II. Rencana Asuhan Keperawatan
II.1 Pengkajian
II.1.1 Riwayat Keperawatan
a. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas,
gejala telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun.
Sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan di
bawa ke rumah sakit setelah usia 4 tahun.
b. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan
atas atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang
berfungsi sebagai alat transport.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu
diperiksa apakah orang tua juga mempunyai gen thalasemia.
Jika iya maka anak beresiko terkena thalasemia mayor.
d. Riwayat Ibu Saat Hamil (ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara
mendalam adanya faktor resiko thalasemia. Apabila diduga
ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang
mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
e. Pertumbuhan dan Perkembangan
Sering didapatkan data adanya kecenderungan gangguan
terhadap tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk
thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk
umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan
seksual, seperti tidak adanya pertumbuhan bulu pubis dan
ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan. Namun
pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
f. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan,
sehingga BB rendah dan tidak sesudai usia.
g. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak
lebih banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
II.1.2 Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Lemah dan kurang bergairah, tidak selincaha anak seusianya.
BB dibawah normal.
b. Kepala dan Bentuk Muka
Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid
(hidung pesek tanpa pangkal hiung), jarak mata lebar, tulah
dahi terlihat lebar.
c. Mata
Konjungtiva pucat/anemis, sklera nampak kekuningan.
d. Mulut
Bibir nampak berwarna kehitaman.
e. Dada
Terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran
jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut
Saat dipalpasi teraba pembesaran pada limfa dan hati
(hepatospeknomegali).
g. Kulit
Kulit terlihat pucat kekuningan, jika anak telah sering
mendapat tranfusi darah warna kulit akan menjadi kelabu
seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat
besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

II.1.3 Pemeriksaan Penunjang


a. Darah tepi :
Hb rendah dapat sampai 2-3 g%.
Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel
target, anisositosis berat dengan makroovalositosis,
mikrosferosit, polikromasi.
Retikulosit meningkat.
b. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas
terbanyak dari jenis asidofil.
Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
c. Pemeriksaan khusus :
Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur
kadar Hb F.
Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia
mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat
(> 3,5% dari Hb total).

II.2 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


Diagnosa I: Intoleransi aktivitas
II.2.1 Definisi
Ketidakcukupan energi fisiologi atau psikologis untuk
melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang ingin
atau harus dilakukan.
II.2.2 Batasan Karkteristik
Subjektif
Ketidaknyamanan atau dipsnea saat beraktifitas.
Melaporkan keletihan atau kelemahan secara verbal.
Objektif
Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai
respon terhadap aktivitas.
Perubahan EKG yang menunjukan aritmia atau iskemia.
II.2.3 Faktor yang Berhubungan
Tirah baring dan imobilitas.
Kelemahan umum.
Ketidakseimbangan antara suolai dan kebutuhan oksigen.
Gaya hidup kurang sehat

Diagnosa II: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh.


II.2.4 Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik.
II.2.5 Batasan Karkteristik
Nyeri abdomen
Menghindari makanan
BB 20% atau lebih di bawah BB ideal.
Bising usus hiperaktif
Kurang informasi
Penurunan BB dengan asupan makanan adekuat.
Kurang minat pada makanan.
Ketidakmampuan memakan makanan
Kelemahan otot untuk menelan.
Tonus otot menurun.
Kelemahan otot pengunyahan.
II.2.6 Faktor yang Berhubungan
Faktor biologis
Faktor ekonomi
Ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien.
Ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
Ketidakmampuan untuk menelan makanan.
Faktor psikologis.

II.3 Perencanaan
Diagnosa I: Intoleransi aktivitas
NOC NIC Rasional
Setelah dilakukan Energy Managemen Energy Management
intervensi ...x24 jam 1. Tentukan pembatasan 1. Mencegah penggunaan
diharapkan kondisi pasien aktivitas fisik pada energi yang berlebihan.
stabil saat beraktivitas dengan pasien.
2. Memudahkan pasien
2. Tentukan persepsi pasien
kriteria hasil:
untuk mengenali
dan perawat mengenai
Mentoleransi aktivitas
kelelahan dan waktu
kelelahan.
yang biasa dilakukan,
3. Tentukan penyebab istirahat.
yang dibuktikan oleh 3. Mengidentifikasi pencetus
kelelahan (perawatan,
toleransi aktivitas, kelelahan.
nyeri, pengobatan).
ketahanan, penghematan 4. Monitor efek dari
energi, kebugaran fisik, pengobatan pasien. 4. Mengetahui apakah
energi psikomotorik, dan pengobatan memiliki efek
perawatan diri, ADL. samping membuat
Menunjukan toleransi
5. Monitor intake nutrisi kelelahan.
aktivitas yang dibuktikan 5. Mengetahui sumber
yang adekuat sebagai
oleh indikator. asupan energi pasien.
sumber energi.
Mendemontrasikan 6. Anjurkan pasien dan
6. Menyamakan persepsi
penghematan energi yang keluarga untuk
antara pasien dan perawat
dibuktikan oleh indikator. mengenali tanda dan
mengetai tanda kelelahan.
gejala kelelahan saat
aktivitas.
7. Anjurkan pasien 7. Menghindari timbulnya
membatasi aktivitas sesak karena kelelahan.
yang berat.
8. Monitor respon terapi
8. Mengetahui efektifitas
oksigen pasien.
terapi O2.
9. Batasi stumuli
9. Menciptakan lingkungan
lingkungan untuk
yang kondusif untuk
relaksasi pasien.
pasien beristirahat.

Activity Therapy Activity Therapy

1. Bantu pasien untuk 1. Aktivitas yang terlalu

memilih aktivitas yang berat dapat memperburuk

sesuai dengan kondisi. toleransi terhadap latihan.


2. Bantu pasien untuk 2. Melatih kekuatan selama

melakukan aktivitas.

aktivitas/latihan fisik
secara teratur. 3. Mengkaji setiap aspek
3. Kolaborasi dengan tim pasien terhadap terapi
kesehatan lain untuk latihan yang direncanakan.
merencanakan
monitoring program
aktivitas pasien.

Diagnosa II: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh.


NOC NIC Rasional
Setelah dilakukan Nutrition Management Nutrition Management
1. Kaji status nutrisi 1. Pengkajian dilakukan
intervensi ...x24 jam
pasien. untuk mengetahui status
diharapkan pemenuhan
nutrisi pasien sehingga
kebutuhan intake pasien
tercukupi dengan kriteria hasil: dapat menentukan
Nutrition status
intervensi yang diberikan.
Intake nutrisi tercukupi
Asupan makanan dan 2. Mulut yang bersih dapat
cairan tercukupi 2. Jaga kebersihan mulut,
meningkatkan nafsu
Nausea dan vomiting severity anjurkan untuk selalu
makan.
Penurunan intensitas melakukan oral hygien. 3. Untuk membantu
3. Berikan informasi yang
terjadinya mual muntah memenuhi kebutuhan
Penurunan frekuensi mual tepat terhadap pasien
nutrisi yang dibutuhkan
muntah tentang kebutuhan
pasien.
Weight: body mass nutrisi yang tepat dan

Pasien tidak mengalami sesuai.

penurunan BB atau Nausea Management


Nausea Management
mengalami peningkatan 1. Untuk menentukan
1. Kaji frekuensi mual
BB. intervensi yang akan
muntah, durasi, tingkat
diberikan.
keparahan, penyebab .

2. Anjurkan pasien makan


2. Makan sedikit demi
sedikit demi sedikit tapi
sedikit tapi sering dapat
sering.
meningkatkan intake
nutrisi.
3. Anjurkan pasien makan 3. Makan makanan dalam
selagi makanan masih kondisi hangat dapat
hangat. menurunkan rasa mual
sehingga intake nutrisi
dapat ditingkatkan.

4. Antiemetik dapat
4. Delegatif pemberian
digunakan sebagai terapi
terapi antiemetik.
farmakologis dalam
manajemen mual dengan
menghambat sekresi asam
lambung.

Weight Management

Weight Management 1. Dengan menimbang BB

1. Timbang BB pasien dapat memantau

jika memungkinkan peningkatan dan

dengan teratur. penurunan status gizi.


2. Membantu memilih
2. Diskusikan dengan alternatif pemenuhan
keluarga dan pasien nutrisi yang adekuat.
pentingnya intake
nutrisi dan hal-hal yang
menyebabkan
penurunan BB.

III. Daftar Pustaka


Ganie, A. (2004). Kajian DNA Thalasemia Alpha di Medan. Skripsi, USU
Press, Medan.
Hasan, Rusepno & Alatas, Husein (editor). (2007). Buku Kuliah Umum Ilmu
Kesehatan Anak jilid III. Jakarta: FKUI.
Rudolph, Abraham M, et al. (2007). Buku Ajar Pediatric Rudolph Ed.20.
Jakarta: EGC.
Sumiarsih, Dwi. (2016). Kualitas Hidup Penderita Thalasemia Beta Mayor
Di Ruang Cempaka RSUD Dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri.
Skripsi, Stikes Kusuma Husada Surakarta.
Supardiman, I. (2002). Hematologi Klinik. Bandung : Alumni Bandung.
Suriadi, & Rita, Y. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Agung
Seto.
Hoffband, A., dkk. (2005). Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC.
Willkinson, Judith M. (2011). Buku Saku Diagnosisi Keperawatan, diagnosis
NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.
http://thalasemia.org/ (diakses tanggal 3 desember 2016)

Banjarmasin, 19 Desember 2016

Perseptor Akademik, Perseptor Klinik,

( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN

THALASEMIA
Oleh :

Eka Mahdaliani

NPM: 1614901110053

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

BANJARMASIN, 2016

Anda mungkin juga menyukai