Thalasemia 2
Thalasemia 2
TALASEMIA
I.6 Komplikasi
Beberapa komplikasi penderita penyakit thalasemia (Hasan & Alatas,
2007).
I.6.1 Akibat anemia yang berat dan lama menyebabkan hemolis serta
sering terjadi gagal jantung. Anemia kronis dan kelebihan zat besi
dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung (gagal jantung),
hepar (gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes melitus,
hipoparatiroid) dan fraktur patologis.
I.6.2 Transfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis
menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga
ditibun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit,
jantung, dll. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat
tersebut (hemokromatosis).
I.6.3 Limpa yng besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan.
I.6.4 Kadang-kadang talasemia disertai oleh tanda hipersplenisme
seperti leukopenia dan trombopenia.
I.6.5 Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
I.7 Penatalaksanaan
Menurut Rudolph (2006) penatalaksanaan thalasemia antara lain:
I.7.1 Medikamentosa
a. Pemberian iron chelating agent (Desferoxamine), diberikan
setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau
saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali tranfusi
darah.
Desferoxamine, dengan dosis 25-50 mg/kg/BB/hari, atau
subkutan melalui infus pump dalam waktu 8-12 jam dengan
minimal selama 5 hari berturut-turut setiap selesai tranfusi
darah.
b. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi,
utuk meningkatkan efek kelasi besi.
c. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang
meningkat.
d. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah.
I.7.2 Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
a. Limfa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak
penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal
dan bahaya terjadinya ruptur.
b. Hipersplenisme yang ditandai dengan peningkatan kebutuhan
tranfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC)
melebihi 250 ml/kg/BB/tahun.
II.3 Perencanaan
Diagnosa I: Intoleransi aktivitas
NOC NIC Rasional
Setelah dilakukan Energy Managemen Energy Management
intervensi ...x24 jam 1. Tentukan pembatasan 1. Mencegah penggunaan
diharapkan kondisi pasien aktivitas fisik pada energi yang berlebihan.
stabil saat beraktivitas dengan pasien.
2. Memudahkan pasien
2. Tentukan persepsi pasien
kriteria hasil:
untuk mengenali
dan perawat mengenai
Mentoleransi aktivitas
kelelahan dan waktu
kelelahan.
yang biasa dilakukan,
3. Tentukan penyebab istirahat.
yang dibuktikan oleh 3. Mengidentifikasi pencetus
kelelahan (perawatan,
toleransi aktivitas, kelelahan.
nyeri, pengobatan).
ketahanan, penghematan 4. Monitor efek dari
energi, kebugaran fisik, pengobatan pasien. 4. Mengetahui apakah
energi psikomotorik, dan pengobatan memiliki efek
perawatan diri, ADL. samping membuat
Menunjukan toleransi
5. Monitor intake nutrisi kelelahan.
aktivitas yang dibuktikan 5. Mengetahui sumber
yang adekuat sebagai
oleh indikator. asupan energi pasien.
sumber energi.
Mendemontrasikan 6. Anjurkan pasien dan
6. Menyamakan persepsi
penghematan energi yang keluarga untuk
antara pasien dan perawat
dibuktikan oleh indikator. mengenali tanda dan
mengetai tanda kelelahan.
gejala kelelahan saat
aktivitas.
7. Anjurkan pasien 7. Menghindari timbulnya
membatasi aktivitas sesak karena kelelahan.
yang berat.
8. Monitor respon terapi
8. Mengetahui efektifitas
oksigen pasien.
terapi O2.
9. Batasi stumuli
9. Menciptakan lingkungan
lingkungan untuk
yang kondusif untuk
relaksasi pasien.
pasien beristirahat.
melakukan aktivitas.
aktivitas/latihan fisik
secara teratur. 3. Mengkaji setiap aspek
3. Kolaborasi dengan tim pasien terhadap terapi
kesehatan lain untuk latihan yang direncanakan.
merencanakan
monitoring program
aktivitas pasien.
4. Antiemetik dapat
4. Delegatif pemberian
digunakan sebagai terapi
terapi antiemetik.
farmakologis dalam
manajemen mual dengan
menghambat sekresi asam
lambung.
Weight Management
( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN
THALASEMIA
Oleh :
Eka Mahdaliani
NPM: 1614901110053
BANJARMASIN, 2016