Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS NEONATORUM

I. Konsep Dasar Penyakit Sepsis Neonatorum


1.1 Definisi
Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-
gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik.

Sedangkan sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan
gejala sistematik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis
neonatorum dapat berlangsung cepat sehingga sering sekali tidak terpantau,tanpa
pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48 jam.

Berikut ini adalah beberapa definisi atau pengertian dari sepsis neonatorum atau
sepsis pada neonatus yang perlu diketahui (Maryunani, 2009), yaitu:
1.1.1 Sepsis neonatorum atau septicemia neonatorum merupakan keadaan dimana
terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh.
1.1.2 Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui
darah dan jaringan lain.
1.1.3 Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi
sistemik dan diikuti dengan bakterimia pada bulan pertama kehidupan.
1.1.4 Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS
(Systeic Inflammatory Respopnse Syndrome), sepsis, sepsis berat, syok
septic, disfungsi multiorgan dan akhirnya kematian.

1.2 Etiologi
Penyebab sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus,
parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri seperti
Acinetobacter sp, Enterobacter sp, Pseudomonas sp, serratia sp, Escerichia Coli,
Group B streptococcus, Listeria sp, dan lain-lain. (Maryunani, 2009)

Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis


pada neonatus adalah:
1.2.1 Perdarahan
1.2.2 Demam yang terjadi pada ibu
1.2.3 Infeksi pada uterus dan plasenta
1.2.4 Ketuban pecah dini (sebelum usia kehamilan 37 minggu)
1.2.5 Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum
melahirkan)
1.2.6 Proses kelahiran yang lama dan sulit

1.3 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak spesifik serta
dapat mengenai beberapa sistem organ. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang
dapat ditemukan dapa neonatus yang menderita sepsis.
1.3.1 Gangguan nafas seperti serangan apnea, takipnea dengan kecepatan
pernafasan >60x/menit, cuping hidung, sianosis, mendengus, tampak
merintih, retraksi dada yang dalam: terjadi karena adanya lesi ataupun
inflamasi pada paru-paru bayi akibat dari aspirasi cairan ketuban ibu.
Aspirasi ini terjadi saat intrapartum dan selain itu dapat menyebabkan
infeksidengan perubahan paru, infiltrasi, dan kerusakan jaringan
bronkopulmonalis. Kerusakan ini sebagian disebabkan oleh pelepasan
granulosit dari protaglandin dan leukotrien.
1.3.2 Penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun besar menonjol, keluar nanah dari
telinga, ekstensor kaku: terjadi karena sepsis sudah sampai ke dalam
manifestasi umum dari infeksi sistem saraf pusat. Keadaan akut dan kronis
yang berhubungan dengan organisme tertentu. Apabila bayi sudah
mengalami infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak
menyebabkan penurunan kesadaran, hal tersebut juga menyebabkan ubun-
ubun besar menonjol (berisi cairan infeksi) dan keluarnya nanah dari telinga.
Dalam hal terganggunya sistem saraf pusat ini kemungkinan terjadi
gangguan saraf yang lain seperti ekstensor kaku.
1.3.3 Hipertermia (> 37,7oC) atau hipotermi (<35,5oC) terjadi karena respon tubuh
bayi dalam menanggapi pirogen yang disekresikan oleh organisme bakteri
atau dari ketidakstabilan sistem saraf simpatik.
1.3.4 Tidak mau menyusu dan tidak dapat minum adalah respon keadaan
psikologis bayi yang tidak menyenangkan terhadap ketidakstabilan suhu
tubuhnya, serta nanah yang keluar dari telinga
1.3.5 Kemerahan sekitar umbilikus terjadi karena bakteri dapat bertumbuh tidak
terkendali di saluran pencernaan, apalagi jika penyebab sepsis pada bayi
terjadi dimulai dari infeksi luka umbilikus.

Berdasarkan manifestasi klinis yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa
tanda dan gejala pada bayi yang mengalami sepsis neonatorum saling berhubungan
baik dari perjalanan infeksi, proses metabolik, dan tanda neurologi bahkan
psikologinya saling berhubungan.
1.4 Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin
oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan
penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik
yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, menimbulkan banyak kematian
dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik,
dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan
kematian.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui
beberapa cara yaitu :
1.4.1 Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu
setelah melewati plasenta dan umpilikus masuk kedalam tubuh bayi melalui
sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat
menembus plasenta,antara lain virus rubella, herpes, situmegalo, koksari,
hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain
malaria, sifilis, dan toksoplasma.
1.4.2 Pada masa intranatal atau saat pesalinan. Infeksi saat persalinan terjadi
karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan
amnion. Akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman
melalui umbilikus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan,
cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke
tyraktus digestivus dan trakus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi
pada lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut diaras infeksi pada janin
dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati
jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (misalnya herpes genitalis,
candida albika, dan n.gonnorea).
1.4.3 Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah
kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar
rahim (misalnya melalui alat-alat: penghisap lendir, selang endotrakea, infus,
selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang
ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi
nosokomial.Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


Radiografi pada dada seharusnya dilakukan sebagai bagian dari evaluasi diagnostik
dari bayi yang diduga sepsis dan tanda-tanda penyakit saluran pernapasan. Dalam
kasus ini, radiografi dada dapat menunjukkan difusi atau infiltrat fokus, penebalan
pleura, efusi atau mungkin menunjukkan broncograms udara dibedakan dari yang
terlihat dengan sindrom gangguan pernapasan surfaktan-kekurangan. Studi radiografi
lainnya dapat diindikasikan dengan kondisi klinis spesifik, seperti diduga
osteomyelitis atau necrotizing enterocolitis (McMillan, 2006)

Pemeriksaan labolatorium perlu dilakukan untuk menunjukan penetapan diagnosis.


Selain itu, hasil pemeriksaan tes resistensi dapat digunakan untuk menentukan
pilihan antibiotik yang tepat. Pada hasil pemeriksaan darah tepi, umumnya
ditemuksan anemia, laju endap darah mikro tinggi, dan trombositopenia. Hasil
biakan darah tidak selalu positif walaupun secara klinis sepsis sudah jelas. Selain itu,
biakan perlu dilakukan terhadap darah, cairan serebrospinal, usapan umbilikus,
lubang hidung, lesi, pus dari konjungtiva, cairan drainase atau hasil isapan isapan
lambung. Hasil biakan darah memberi kepastian adanya sepsis, setelah dua atau tiga
kali biakan memberikan hasil positif dengan kuman yang sama. Bahan biakan darah
sebaiknya diambil sebelum bayi diberi terapi antibiotika. Pemeriksaan lain yang
perlu dilakukan, antara lain pemeriksaan C-Reactive protein (CRP) yang merupakan
pemeriksaan protein yang disentetis di hepatosit dan muncul pada fase akut bila
terdapat kerusakan jaringan.

1.6 Komplikasi
1.6.1 Hipoglikemia, hiperglikemia, asidosis metabolik, dan jaundice
Bayi memiliki kebutuhan glukosa meningkat sebagai akibat dari keadaan
septik. Bayi mungkin juga kurang gizi sebagai akibat dari asupanenergi yang
berkurang. Asidosis metabolik disebabkan oleh konversi ke metabolisme
anaerobik dengan produksi asam laktat, selain itu ketika bayi mengalami
hipotermia atau tidak disimpan dalam lingkungan termal netral, upaya untuk
mengatur suhu tubuh dapat menyebabkan asidosis metabolik. Jaundice
terjadi dalam menanggapi terlalu banyaknya bilirubin yang dilepaskan ke
seluruh tubuh yang disebabkan oleh organ hati sebagian bayi baru lahir
belum dapat berfungsi optimal, bahkan disfungsi hati akibat sepsis yang
terjadi dan kerusakan eritrosit yang meningkat.
1.6.2 Dehidrasi
Kekuarangan cairan terjadi dikarenakan asupan cairan pada bayi yang
kurang, tidak mau menyusu, dan terjadinya hipertermia..
1.6.3 Hiperbilirubinemia dan anemia
Hiperbilirubinemia berhubungan dengan penumpukan bilirubin yang
berlebihan pada jaringan. Bilirubin dibuat ketika tubuh melepaskan sel-sel
darah merah yang sudah tua, ini merupakan proses normal. Bilirubin
merupakan zat hasil pemecahan hemoglobin (protein sel darah merah yang
memungkinkan darah mengakut oksigen). Hemoglobin terdapat pada sel
darah merah yang dalam waktu tertentu selalu mengalami destruksi
(pemecahan). Namun pada bayi yang mengalami sepsis terdapat infeksi oleh
bakteri dalam darah di seluruh tubuh, sehingga terjadi kerusakan sel darah
merah bukanlah hal yang tidak mungkin, bayi akan kekurangan darah akibat
dari hal ini (anemia) yang disertai hiperbilirubinemia karena seringnya
destruksi hemoglobin sering terjadi.
1.6.4 Meningitis
Infeksi sepsis dapat menyebar ke meningies (selaput-selaput otak) melalui
aliran darah.
1.6.5 Disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC)
Kelainan perdarahan ini terjadi karena dipicu oleh bakteri gram negatif yang
mengeluarkan endotoksin ataupun bakteri gram postif yang mengeluarkan
mukopoliskarida pada sepsis. Inilah yang akan memicu pelepasan faktor
pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel yang teraktivasi
ini akan memicu terjadinya koagulasi yang berpotensi trombi dan emboli
pada mikrovaskular.

1.7 Penatalaksanaan
1.7.1 Perawatan suportif
Perawatan suportif diberikan untuk mempertahankan suhu tubuh normal,
untuk menstabilkan status kardiopulmonary, untuk memperbaiki
hipoglikemia dan untuk mencegah kecenderungan perdarahan. Perawatan
suportif neonatus septik sakit (Datta, 2007) meliputi sebagai berikut:
a. Menjaga kehangatan untuk memastikan temperature. Agar bayi tetap
normal harus dirawat di lingkungan yang hangat. Suhu tubuh harus
dipantau secara teratur.
b. Cairan intravena harus diperhatikan. Jika neonatus mengalami perfusi
yang jelek, maka saline normal dengan 10 ml / kg selama 5 sampai 10
menit. Dengan dosis yang sama 1 sampai 2 kali selama 30 sampai 45
menit berikutnya, jika perfusi terus menjadi buruk. Dextrose (10%) 2 ml
per kg pil besar dapat diresapi untuk memperbaiki hipoglikemia yang
adalah biasanya ada dalam sepsis neonatal dan dilanjutkan selama 2 hari
atau sampai bayi dapat memiliki feed oral.
c. Terapi oksigen harus disediakan jika neonatus mengalami distres
pernapasan atau sianosis
d. Oksigen mungkin diperlukan jika bayi tersebut apnea atau napas tidak
memadai
e. Vitamin K 1 mg intramuskular harus diberikan untuk mencegah
gangguan perdarahan
f. Makanan secara enteral dihindari jika neonatus sangat sakit atau
memiliki perut kembung. Menjaga cairan harus dilakukan dengan infus
IV.
g. Langkah-langkah pendukung lainnya termasuk stimulasi lembut fisik,
aspirasi nasigastric, pemantauan ketat dan konstan kondisi bayi dan
perawatan ahli

1.7.2 Terapi pengobatan


Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorum adalah mempertahankan
metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian
cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi dan monitor pemberian
antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif berdasarkan pemantauan
mikrobiologi, murah dan mudah diperoleh, dan dapat diberi secara parental.
Pilihan obat yang diberikan adalah ampisilin, gentasimin atau kloramfenikol,
eritromisin atau sefalosporin atau obat lain sesuai hasil tes
resistensi. (Sangayu, 2012)
1.8 Pathway
Penyakit infeksi yang di derita ibu

Bakteri dan virus

Masuk ke neonatus

Masa antenatal Masa Intranatal Masa Pascanatal

Kuman dan virus dari ibu kuman di vagina& serviks infeksi nasokomial dari
luar rahim

Melewati plasenta dan umbilikus naik mencapai amnion

Masuk ketubuh bayi kuman melalui umbilikus

Masuk ke tubuh janin

SEPSIS

Sistem pencernaan sistem pernafasan ante, intra, pascanatal


distensi abdomen dispnu
anoreksia takipneu hipotermi
muntah apneu aktivitas lemah
diare bantuan otot pernafasan tampak sakit
menyusu buruk
peningkatan leukosit

nutrisi kurang dari


Gangguan Resiko
kebutuhan tubuh
pertukaran gas ketidakseimbangan
(Sumber : Price & Wilson (2005) )
termoregulasi
II. Rencana Asuhan Klien dengan Gangguan Sepsis Neonatorum
2.1Pengkajian
Pengkajian dilakukan melalui anamnesis untuk mendapatkan data, yang perlu dikaji
adalah identitas, keluhan utama,
2.1.1 Riwayat Keperawatan
Riwayat penyakit sekarang, riwayat perawatan antenatal, adanya/tidaknya
ketuban pecah dini,partus lama atau sangat cepat (partus presipitatus).

Riwayat persalinan di kamar bersalin, ruang operasi, atau tempat lain. Ada atau
tidaknya riwayat penyakit menular seksual (sifilis, herpes klamidia, gonorea,
dll). Apakah selama kehamilan dan saat persalinan pernah menderita penyakit
infeksi (mis. Toksoplasmosis,rubeola, toksemia gravidarum, dan amnionitis).
Mengkaji tatus sosial ekonomi keluarga.

2.1.2 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik data yang akan ditemukan meliputi letargi (khususnya
setelah 24 jam petama), tidak mau minum atau refleks mengisap lemah,
regurgitasi, peka rangsang, pucat, berat badan berkurang melebihi penurunan
berat badan secara fisiologis, hipertermi/hipotermi, tampak ikterus. Data lain
yang mungkin ditemukan adalah hipertermia,pernapasan mendengkur, takipnea,
atau apnea, kulit lembab dan dingin, pucat, pengisian kembali kapiler lambat,
hipotensi, dehidrasi, sianosis. Gejala traktus gastrointestinal meliputi muntah,
distensi abdomen atau diare.

2.2 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


Diagnosa I :Gangguan pertukaran gas
2.2.1 Definisi
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi atau eliminasi karbon dioksida di
membrane kapiler alveolar
2.2.2 Batasan karakteristik
2.2.2.1 Subjektif
a. Dispnea
b. Sakit kepala pada saat bangun tidur
c. Gangguan penglihatan
2.2.2.2 Objektif
a. Gas darah arteri yang tidak normal
b. pH arteri tidak normal
c. Ketidaknormalan frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan
d. Warna kulit tidak normal (missal pucat, kehitaman )
e. Konfusi
f. Sianosis ( hanya pada neonates )
g. Karbon dioksida menurun
h. Diaforesis
i. Hiperkapnia
j. Hiperkarbia
k. Hipoksia
l. Hipoksemia
m. Iritabilitas
n. Napas cuping hidung
o. Gelisah
p. Somnolen
q. Takikardia
2.2.3 Faktor yang berhubungan
2.2.3.1 Perubahan membrane kapiler alveolar
2.2.3.2 Ketidakseimbangan perfusi ventilasi

Diagnosa II :Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


2.2.4 Definisi
Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolik
2.2.5 Batasan karakteristik
2.2.5.1 Subjektif
a. Kram abdomen
b. Nyeri abdomen
c. Indigesti
d. Persepsi
e. Melaporkan perubahan sensasi rasa
f. Merasa cepat kenyang setelah mengkonsumsi makanan
2.2.5.2 Objektif
a. Pembuluh kapiler rapuh
b. Diare atau steatore
c. Kekurangan makanan ( adanya bukti)
d. Kehilangan rambut yang berlebihan
e. Bising usus hiperaktif
f. Kurang informasi, informasi yang salah
g. Kurangnya minat terhadap makanan
h. Salah paham
i. Membrane mukosa pucat
j. Tonus otot buruk
k. Menolak untuk makan
l. Rongga mulut terbuka
m. Kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan dan mengunyah

2.2.6 Faktor yang berhubungan


2.2.6.1 Ketergantungan zat kimia
2.2.6.2 Penyakit kronis
2.2.6.3 Kesulitan menelan dan mengunyah
2.2.6.4 Faktor ekonomi
2.2.6.5 Intoleransi makanan
2.2.6.6 Kebutuhan metabolic tinggi
2.2.6.7 Reflex mengisap pada bayi tidak adekuat
2.2.6.8 Kurang pengetahuan dasar tentang nutrisi
2.2.6.9 Akses terhadap makanan terbatas
2.2.6.10 Hilang nafsu makan
2.2.6.11 Mual dan muntah
2.2.6.12 Pengabaian oleh orang tua
2.2.6.13 Gangguan psikologis

Diagnosa III : Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh


2.2.7 Definisi
Berisiko terhadap kegagalan untuk memelihara suhu tubuh dalam batas
normal
2.2.8 Batasan karakteristik
2.2.8.1 Objektif
a. Perubahan laju metabolism
b. Dehidrasi
c. Terpajan suhu lingkungan yang dingin, sejuk, hangat atau panas
d. Usia yang ekstrem
e. Berat badan yang ekstrem
f. Kesakitan atau trauma yang memengaruhi pusat pengatur suhu
g. Imaturitas system regulasi suhu bayi
h. Ketidakmampuan untuk berkeringat
i. Inaktivitas
j. Pakaian yang tidak sesuai dengan suhu lingkungan
k. Berat badan bayi yang rendah (neonates )
l. Pengobatan yang menyebabkan vasokontriksi atau vasodilatasi
m. Sedasi
n. Aktivitas berlebihan
2.2.9 Faktor yang berhubungan
2.2.9.1 Hipertermia
2.2.9.2 Hipotermia
2.2.9.3 Termoregulasi, ketidakefektifan

2.3 Perencanaan
Diagnosa I : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakefektifan
ventilasi,edema pulmona
Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional
NOC NIC 1. Peningkatan frekuensi
- Respiratory status: gas Observasi status respirasi pasien napas
exchange (frekuensi, irama napas) menunjukkan
- Vital sign status 2. Catat pergerakan dada, amati ketidakadekuatan fungsi
Tujuan: kesimetrisan, respirasi
Setelah dilakukan asuhan penggunaan otot tambahan 2. Penggunaan otot tambahan
keperawatan 3. Monitor suara napas, catat menunjukkan adanya sesak
selama ....x....jam pasien adanya suara napas
tidak tambahan 3. Suara napas tambahan
mengalami sesak napas, 4. Anjurkan pasien untuk batuk menunjukkan adanya sekret
status respirasi efektif jika pada saluran pernapasan
pasien normal ada sekret pada saluran napas 4. Batuk efektif membantu
Kriteria Hasil: 5. Pasang oksigen jika pengeluaran sekret
- Menunjukkan diperlukan 5. Meningkatkan kadar
peningkatan ventilasi 6. Kolaborasikan pemberian oksigen
dan oksigenasi yang bronkodilator dalam darah
adekuat 6. Bronkodilator membantu
- Terbebas dari tanda-tanda pelebaran saluran napa
distress
pernapasan
- Mendemonstrasikan
batuk efektif,
suara napas bersih, tidak
ada sianosis
dan dispneu
- Tanda-tanda vital pasien
dalam
rentang normal
Diagnosa II :Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungandengan peningkatan metabolisme, mual, dan muntah

Tujuan / kriteria hasil Intervensi Rasional


NOC NIC . Penurunan berat badan
- Nutritional Status : food 1. Kaji berat badan selama indikasi kekurangan nutrisi
and Fluid perawatan 2. Mengidentifikasi
Intake 2. Observasi intake makanan kekurangan
Tujuan: atau cairan nutrisi
Setelah dilakukan asuhan pasien 3. Gejala yang menyertai
keperawatan 3. Observasi adanya mual dan akumulasi toksin endogen
selama ....x....jam muntah4. Berikan informasi yang dapat mengubah atau
kebutuhan nutrisi pasien tentang kebutuhan menurunkan pemasukan dan
terpenuhi nutrisi memerlukan intervensi
Kriteria Hasil: 5. Berikan makanan sedikit tapi 4. Memberikan pendidikan
- Adanya peningkatan berat sering kesehatan terkait pentingnya
badan 6. Tingkatkan kunjungan orang nutrisi selama perawatan
sesuai dengan tujuan terdekat 5. Porsi lebih kecil dapat
- Berat badan ideal sesuai selama makan meningkatkan intake
dengan 7. Lakukan perawatan oral pada makanan
tinggi badan pasien 6. Mmberikan pengalihan dan
- Mampu mengidentifikasi meningkatkan aspek sosial
kebutuhan 7. Menurunkan
nutrisi ketidaknyamanan dan rasa
- Tidak ada tanda tanda tidak disukai dalam mulut
malnutrisi yang dapat mempengaruhi
- Tidak terjadi penurunan masukan makanan
berat badan
yang berar
Diagnosa III :Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan
prosesmetabolisme penyakit, peningkatan metabolisme tubu

Tujuan / kriteria hasil Intervensi Rasional


NOC NIC 1. Suhu di atas normal
- Termoregulasi 1. Observasi suhu tubuh pasien menunjukkan infeksi akut
Tujuan: tiap2 jam 2. Mengetahui keadaan
Setelah dilakukan asuhan 2. Monitor tanda-tsnda vital umum
keperawatan pasien pasien
selama ....x....jam suhu 3. Tingkatkan intake cairan dan 3. Nutrisi yang adekuat
tubuh pasien nutrisi membantu proses
dalam rentang normal (36- 4. Berikan selimut pada pasien penyembuhan
37 saat terjadi 4. Mengurangi kehilangan
0 hipotermi panas tubuh yang berlebih
C) 5. Berikan kompres hangat 5. Kompres hangat
Kriteria Hasil: pada pasien saat meningkatkan vasodilatasi
- Suhu kulit normal terjadi hipertermia sehingga panas berlebih pada
- Suhu badan normal (36- 6. Kolaborasikan pemeberian tubuh bisa berkurang
37 antipiretik jika 6. Menurunkan suhu tubuh
0 perlu secara cepat ke dalam batas
C) normal
- Tanda-tanda vital dalam
bats normal
- Hidrasi adekuat

III. Daftar Pustaka


Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah .Jakarta : EGC.

Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA and NIC-NOC. Jakarta: Mediaction Publishing.

Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC

Smeltzer, S. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 2 Edisi 8. Jakarta :
EGC.

Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, Jilid I. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Pelaihari, Januari 2017

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik

(........................................) (..........................................)

Anda mungkin juga menyukai