Cedera Kepala
Cedera Kepala
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Cedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda
paksa tumpul / tajam pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi
cerebral sementara. Merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar karena kecelakaan
lalu lintas. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia
produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih
rendah, disamping penanganan pertama yang belum benar - benar , serta
rujukan yang terlambat.
A. ANATOMI KEPALA
1. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu:
a. Skin atau kulit
b. Connective tissue atau jaringan penyambung
c. Aponeuris atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan
langsung dengan tengkorak
d. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar.
e. Pericranium
Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari
perikranium dan merupakan tempat yang biasa terjadinya perdarahan
subgaleal. Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila
terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak
kehilangan darah terutama pada anak-anak atau penderita dewasa yang
cukup lama terperangkap sehingga membutuhkan waktu Lama untuk
mengeluarkannya. (American college of surgeon, 1997).
2. Tulang Tengkorak
Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri
dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria
khususnya diregio temporal adalah tipis, namun dilapisi oleh otot
temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian
dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga
dasar tengkorak dibagi atas 3 fossa yaitu fossa anterior tempat lobus
Gambar ....................
3. Meninges
Selaput meninges menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3
lapisan yaitu :
a. Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu
lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Duramater merupakan
selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat
4. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin dengan berat pada orang
dewasa sekitar 1,4 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon
(otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak
tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula
oblongata dan serebellum.
Gambar .....................
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan
dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus
parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus
5. Cairan Serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan
kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel
lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius
menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui
granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya
darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga
mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan
intrakranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS
sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari (Hafidh, 2007).
6. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang
supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan
ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior) (japardi,2004)
7. Vaskularisasi Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.
Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan
membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot
didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena
tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis
(japardi,2004).
Vic = V br + V csf + V bl
A. DEFINISI
Trauma Kapitis atau Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala
yang terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat
berakibat pada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial,
yang dapat bersifat temporer ataupun permanen.
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan / benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi
atau mengubah kesadaran, sehingga menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungsi fisik (Japardi, 2004).
3. Morfologi cedera
2) Hematom Subdural
Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara
duramater dan arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH,
ditemukan sekitar 30% penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling
sering akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus
draining. Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau
substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak (American college
of surgeon, 1997)
Selain itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akut.
Biasanya sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma
epidural. Mortalitas umumnya 60%, namun mungkin diperkecil oleh tindakan
operasi yang sangat segera dan pengelolaan medis agresif. Subdural hematom
terbagi menjadi akut dan kronis.
a) SDH Akut
Pada CT Scan tampak gambaran hyperdens sickle ( seperti bulan sabit )
dekat tabula interna, terkadang sulit dibedakan dengan epidural hematom.
Batas medial hematom seperti bergerigi. Adanya hematom di daerah fissure
4. CEDERA MAXILLOFACIAL
a. Faktur maxilaris
1) Mobilitas palatum
2) Mobilitas hidung yang menyertai palatum
3) Epistaksis
4) Mobilitas 1/3 wajah bagian tengah.
1) Lefort 1
2) Lefort II
b. Fraktur mandibula
Pada palpasi teraba garis fraktur dan mungkin terdapat mati rasa
bibir bawah akibat kerusakan pada nervus mandibularis. Fraktur pada
umumnya akan disertai dislokasi fragmen tulang sesuai dengan tonus otot
yang berinsersi di tempat tersebut. Pada fraktur daerah dagu, otot akan
menarik fragmen tulang kearah dorsokaudal, sedangkan pada fraktur
bagian lateral tulang akan tertarik kearah cranial (Boies,2002).
c. Fraktur gigi
d. Fraktur os nasal
f. Fraktur os Zygoma
Fraktur ini sering terbatas pada arcus dan pinggir orbita sehingga
tidak disertai hematom orbita, tetapi terlihat sebagai pembengkakan pipi di
daerah arcus zygomaticus. Diagnosis ditegakan secara klinis atau dengan
foto rontgen proyeksi waters, yaitu temporooksipital(Boies, 2002)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto polos kepala
Indikasi foto polos kepala Tidak semua penderita dengan cidera
kepala diindikasikan untuk pemeriksaan kepala karena masalah biaya dan
kegunaan yang sekarang makin dittinggalkan. Jadi indikasi meliputi jejas
lebih dari 5 cm, Luka tembus (tembak/tajam), Adanya corpus alineum,
Deformitas kepala (dari inspeksi dan palpasi), Nyeri kepala yang
menetap, Gejala fokal neurologis, Gangguan kesadaran. Sebagai indikasi
foto polos kepala meliputi jangan mendiagnose foto kepala normal jika
foto tersebut tidak memenuhi syarat, Pada kecurigaan adanya fraktur
depresi maka dillakukan foto polos posisi AP/lateral dan oblique.
2. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
Indikasi CT Scan adalah :
a) Nyeri kepala menetap atau muntah muntah yang tidak menghilang
setelah pemberian obatobatan analgesia/anti muntah.
3. MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
4. Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan
jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
5. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
6. BAER
Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8. CSF, Lumbal Punksi
Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
9. Analisis Gas Darah
E. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya memikili
tujuan untuk memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala
sekunder serta memperbaiki keadaan umum seoptimal mungkin sehingga
dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit. Penatalaksanaan
cedera kepala tergantung pada tingkat keparahannya, berupa cedera kepala
ringan, sedang, atau berat (Ariwibowo, 2008).
Prinsip penanganan awal meliputi survei primer dan survei sekunder.
Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain
airway, breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian
dilanjutkan dengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya
dengan cedera kepala berat survei primer sangatlah penting untuk mencegah
cedera otak sekunder dan mencegah homeostasis otak(ariwibowo, 2008).
Tidak semua pasien cedera kepala perlu di rawat inap di rumah sakit.
Indikasi rawat antara lain:
a. Amnesia posttraumatika jelas (lebih dari 1 jam)
b. Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)
c. Penurunan tingkat kesadaran
d. Nyeri kepala sedang hingga berat
e. Intoksikasi alkohol atau obat
f. Fraktura tengkorak
g. Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea
h. Cedera penyerta yang jelas
i. Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggung jawabkan
j. CT scan abnormal(Ghazali, 2007)
F. PROGNOSIS
Apabila penanganan pasien yang mengalami cedera kepala sudah
mendapat terapi yang agresif, terutama pada anak-anak biasanya memiliki
daya pemulihan yang baik. Penderita yang berusia lanjut biasanya
mempunyai kemungkinan yang lebih rendah untuk pemulihan dari cedera
kepala (American college of surgeon,1997).
Selain itu lokasi terjadinya lesi pada bagian kepala pada saat trauma
juga sangat mempengaruhi kondisi kedepannya bagi penderita.
American College of Surgeons, 1997, Advance Trauma Life Suport. United States
of America: Firs Impression
Ariwibowo Haryo et all, 2008, Art of Therapy: Sub Ilmu Bedah. Yogyakarta:
Pustaka Cendekia Press of Yogyakarta
Boies adam., 2002, Buku Ajar Penyakit THT: Edisi 6, Jakarta: EGC.
Hafid A, 2007, Buku Ajar Ilmu Bedah: edisi kedua, Jong W.D. Jakarta: penerbit
buku kedokteran EGC
Kluwer wolters, 2009, Trauma and acute care surgery, Philadelphia: Lippicott
Williams and Wilkins