Askep Demam Typhoid
Askep Demam Typhoid
PENDAHULUAN
1.2 TUJUAN
a. Mampu melakukan Pengkajian pada pasien demam Thypoid
b. Mampu menegakkan diagnosis yang muncul
c. Mampu menyusun rencana keperawatan
d. Mampu melaksanakan rencana keperawatan yang telah dibuat
e. Mampu mengevaluasi hasil kerja
BAB II
PEMBAHASAN
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 PENGERTIAN
Demam Thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan
dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan
kesadaran ( Nursalam dkk, 2005 : 152 ). Dan pada anak biasanya lebih ringan dari pada orang
dewasa, masa inkubasi 10 20 hari, yang tersingkat 4 hari jika inpeksi terjadi melalui
makanan ( Ngastiyah , 1995 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses
dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ). Demam
tifoid dan paratifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus. Nama lain dari demam
tifoid dan paratifoid adalah typhoid dan paratyphoid fever, enteric fever, tifus, dan paratifus
abdominalis.
2.2 ETIOLOGI
Demam Thypoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Selain oleh Salmonella
typhi, demam typhoid juga bisa disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, B dan C namun
gejalanya jauh lebih ringan.
Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan
pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus
mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
b. Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas
(putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.
2.4 PATOFISIOLOGI
Kuman salmonella thypi, salmonella paratyphy yang menjadi penyebab demam thypoid
masuk ke saluran cerna. Saat berada dalam saluran cerna sebagian diantaranya dimusnahkan
dalam asam lambung, namun sebagian lagi masuk kedala usus halus, dan membentuk limfoid
plaque peyeri. Ada yang hidup dan bertahan ada juga yang menembus lamina propia dan
masuk ke aliran limfe serta masuk ke kelenjar limfe dan menembus aliran darah sehingga
bersarang dihati dan limfa. Dan terjadi hepatomegali yang akan menimbulkan nyeri tekan dan
infeksi yang menyebabkan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan meradang dan ini yang
menyebabkan demam tifoid sehingga terjadi peningkatan suhu badan atau panas.
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan
5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan
melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi
kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan
hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut
kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang
tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian
kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam
jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-
sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam
sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan
kandung empedu.
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Di dalam beberapa
literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi
kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid,
jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-
kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena
itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil
biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan
darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid
juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka
menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
1. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
Faktor faktor yang mempengaruhi uji widal :
a. Faktor yang berhubungan dengan klien :
1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah
klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid
yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma
lanjut.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat
menghambat pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat
terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer
aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai
1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh
sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai
diagnostik.
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat
mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella
thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang
pernah tertular salmonella di masa lalu.
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang
sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada
spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat
bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari
suspensi dari strain lain.
2.7 KOMPLIKASI
Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus
c. Ilius paralitik
Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam
tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya didahului
oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia
sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi
oleh organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis
dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih
sering terjadi pada penderita hemoglobinopati. (Behrman Richard, 1992)
3. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian umum
a. Tingkat kesadaran : composmentis, apatis, somnolen,supor, dan koma
b. Keadaan umum : sakit ringan, sedang, berat
c. Tanda-tanda vital, normalnya:
Tekanan darah : 95 mmHg
Nadi : 60-120 x/menit
Suhu : 34,7-37,3 0C
Pernapasan : 15-26 x/menit
ANALISA DATA
Data objektif/subjektif Etiologi Masalah keperawatan
Data objektif: Hipertermi b.d proses
Kuman salmonella
Suhu tubuh klien infeksi salmonella thypi
thypi
meningkat
Lidah terlihat
kotor/berselaput didaerah saluran cerna
tengah fdan tepi serta
tremor pada ujungnya
bersarang dihati dan
Data subjektif:
limfa
Klien mengeluh kepala
terasa sakit, demam
Klien mengeluh kepala hepatomegali
terasa nyeri dan pusing
demam
suhu
meningkat
Data objektif: Peningkatan suhu tubuh Kekurangan volume cairan
Suhu klien meningkat Ektravasasi cairan berhubungan dengan
Klien diare Intake kurang muntah
Biodata ayah
Nama : Tn J
Umur : 43 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tani
Agama : Islam
Alamat : Jorong Air Putih, kecamatan Harau, kabupaten 50 kota
Biodata ibu
Nama : Ny A
Umur : 38 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Jorong Air Putih, kecamatan Harau, kabupaten 50 kota
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Klien telah demam sejak 1 minggu yang lalu. menurut ibu klien, klien sebelumnya jatuh
dan tangannya terkilir namun telah membaik setelah di urut. Klien awal sakit mengeluh sakit
perut, pusing, tidak nafsu makan dan merasa lemas. Setelah diperiksa dipuskesmas terdekat,
klien dinyatakan terkena gejala tifus.
c. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian umum
1. Tingkat kesadaran : composmentis
2. Keadaan umum : sedang
3. Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 80/50 mmHg (N=95 mmHg)
Nadi : 124x/menit (N=60-120 x/menit)
Pernapasan : 30x/menit (N=15-26 x/menit
Suhu : 36,5 0 C (N=34,7-37,3 0C)
4. Tinggi badan : 95 cm
5. Berat badan : 12 kg
3. Pemeriksaan dada
Paru-paru
Inspeksi : simetris
Palpasi : taktil fremitus kiri=kanan
Perkusi : suara paru sonor
Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpalsi : letak iktus cordis normal
Perkusi : batas-batas jantung normal
4. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : tdak ada trauma ataupun ascites
Palpasi : tidak ada teraba massa
Perkusi : timpani
Auskultasi : frekuensi bising usus normal
5. Pemeriksaan ekstremitas: tidak ada kelainan
6. Neurologis: refleks normal
d. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan
1. Riwayat prenatal : ibu tidak ada sakit selama hamil, BB ibu tidak naik, ibu ada melakukan
pemantauan kehamilan secara berkala ke puskesmas, namun ibu tidak pernah meminum susu
ataupun makanan bergizi yang lainnya selama sakit. Ibu klien hanya makan dan minum
seadanya saja.
2. Riwayat kelahiran : klien dilahirkan secara normal di puskesmas. Keadaan klien saat lahir
juga normal. Klien menyusui selama 2 tahun dan tidak ada diberikan susu tambahan maupun
bubur.
3. Pertumbuhan fisik :
BB : 12 kg
TB : 95 cm
BB/TB : 12/95
BB/U :12/6
TB/U : 95/6
4. Perkembangan : klien sebelum sakit dapat melakukan aktivitas secara mandiri (seperti
berpakaian, mandi, dan lain-lain), klien mampu berlari dengan seimbang, menangkap benda
tanpa jatuh, memanjat, melompat, menaiki tangga, menendang bola dengan seimbang,
menggambar, mengerti dengan kata kata, bertanya, mengungkapkan kebutuhan dan
keinginan. Saat ini klien tidak mampu bermain seperti biasa karena kondisi yang lemah.
5. Riwayat imunisasi: menurut ibu klien, klien selalu dibawa untuk di imunisasi. Klien telah
melakukan imunisasi lengkap.
e. Riwayat sosial
Menurut ibu klien, klien adalah anak yang periang. Klien anak yang lincah dan suka bermain
kemana-mana. Klien malah jarang berada dirumah. Biasanya yang menjaga klien sementara
orang tua bekerja adalah kakaknya.
f. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
Pola Gordon Kebutuhan Normal Fakta Analisa
(normal/tidak)
Persepsi- Orang tua klien Orang tua klien Tidak normal
manajemen mengetahui pola sehat, kurang mengtahui Hendaknya
kesehatan pengetahuan tentang seperti apa pola diberikan
gaya hidup yang hidup sehat. Orang penyuluhan
berhubungan dengan tua klien tidak kepada orang
sehat, pengetahuan terlalu memikirkan tua klien
tentang praktik tentang gizi dalam pentingnya
kesehatan preventif makanan. Biasanya pengetahuan
kalau klien sakit, gizi untuk anak
hanya dibawa ke
tukang urut atau ke
orang pintar saja.
Pola nutrisi Kebutuhan kalori Klien jarang makan, Tidak normal
metabolic (umur 6 tahun): 40-45 apalagi semenjak
kal/kg, protein 32 gr, sakit. Klien hanya
VIT A 360, B1 0,7 mg, mau makan lontong
B2 0,9 mg, niasin 7,6 sedikit dan kadang
mg, B12 0,7 mg, vit C dimuntahkan lagi.
25 mg. Ca 500 mg, Biasanya hanya
fosfor 350 mg, besi 9 jajan makanan
mg, seng 10 mg, ringan seperti es
iodium 100 mg. kiko, sosis, dan mie.
Klien biasanya suka
makan dengan
sambal rending.
Minum klien tidak
ada masalah.
Pola eliminasi BAK dan BAB klien BAK dan BAB Normal
lancar klien lancar
Pola aktivas Aktivitas klien tidak Klien tidak bisa Tidak normal
latihan terganggu, kemampuan melakukan aktivitas
untuk mengusahakan seperti biasa karena
aktivitas sehari-hari masih lemah. Klien
(merawat diri, hanya merengek di
bekerja), dan respon gendongan ibunya.
kardiovaskuler serta
pernapasan baik saat
melakukan aktivitas.
Pola istirahat Tidur klien tidak Dua hari ini klien Normal
tidur mengalami gangguan. sudah bisa tidur
Klien dapat tidur 8-10 dengan nyaman
jam per hari. karena tidak sakit
perut lagi. Klien
juga tidur siang
selama 2-3 jam
sehari.
Pola kognitif Fungsi indra klien dan Klien tidak ada Normal
persepsi kemampuan persepsi gangguan pada
klien normal indra dan
persepsinya.
Pola persepsi Persepsi klien tentang Klien merasa takut Tidak normal
diri dan kemampuannya, pola dan cemas ketika
konsep diri emosional, citra diri, dijenguk oleh orang
identitas diri, ideal diri, lain. Klien
harga diri dan peran menangis ketika
diri klien tidak ada diperiksa.
gangguan
Pola peran Klien dapat Hubungan klien Tidak normal
hubungan berhubungan dengan dengan teman dan
orang lain dengan orang sekitar
lancer dan dapat terganggu. Klien
menjalankan perannya. semenjak sakit tidak
ada keluar rumah
lagi.
Pola Tidak ada gangguan Klien tidak ada Normal
reproduksi seksualitas. mengalami
dan gangguan
seksualitas seksualitas
Pola koping Klien mampu dalam Jika klien mulai Normal
dan toleransi manghadapai stress merengek, ibu klien Anak-anak
stress dan adanya sumber akan memberikan belum bisa
pendukung mainan sehingga melskukan
klien akan sibuk koping stress,
dengan mainannya sehingga peran
orang tua sangat
penting
Pola nilai dan Klien tahu tentang nilai Klien masih belum Normal
kepercayaan dan kepercayaan yang terlalu tahu tenatang Anak-anak
dianutnya kepercayaannya. belum terlalu
Klien kadang- mengerti tentang
kadang menuruti nilai dan
orang tuanya ketika kepercayaan.
melaksanakan Orang tua
ibadah hendaknya
membimbing
anak semenjak
dini.
ANALISA DATA
Data objektif/subjektif Etiologi Masalah keperawatan
Data objektif: Peningkatan suhu tubuh Kekurangan volume cairan
Mukosa bibir pucat, bibir Ektravasasi cairan berhubungan dengan
kering dan pecah-pecah Intake kurang muntah
Turgor kulit kering
Data subjektif:
Klien mengeluh haus
Volume plasma
Klien mengeluh lemas
berkurang
Data objektif:
Nafsu makan menurun
Klien anoreksia
Mukosa bibir pucat, bibir
kering dan pecah-pecah
Intake nutrisi tidak
Turgor kulit jelek, kulit
adekuat
kering
Data subjektif:
Nutrisi kurang dari
Klien mengatakan tidak
kebutuhan
nafsu makan
Klien mengatakan tidak
tertarik dengan makanan