Anda di halaman 1dari 2

DASAR PENENTUAN HARGA PELAYANAN DI RUMAH SAKIT

Mengelola rumah sakit sekarang bukan perkara mudah lagi. Tidak hanya dituntut untuk memberi
kepuasan kepada pelanggan, karyawan, apalagi dengan pemilik, tetapi juga dituntut mampu
menghadapi lingkungan persaingan dan tuntutan regulasi pemerintah. Di saat yang sama rumah
sakit sebagai organisasi bisnis dituntut untuk menghasilkan keuntungan baik dalam bentuk
uang ataupun value yang lain. Maka kepandaian manajer dalam mengatur pendapatan dan
pengeluaran menjadi sangat penting diperhatikan. Salah satu variable penting yang menentukan
besar pendapatan adalah harga pelayanan, disamping volume omset atau jumlah kunjungan
pasien.

Sayangnya, kondisi di atas menyebabkan tidak leluasa menetapkan harga. Harga yang sudah
dihitung sering kali tidak cocok dengan harga pasaran. Misalnya, tarif kamar zaal berdasarkan
perhitungan muncul angka 200 ribu rupiah per hari, sedangkan tarif di rumah sakit pesaing
cuman 150 ribu dengan fasilitas yang sama, atau 250 ribu dengan fasilitas yang sama. Ke dua hal
ini memaksa kita sebagai manajer rumah sakit mempertimbangkan kembali besaran tarif yang
akan diberlakukan. Kasus yang semacam ini menandakan bahwa rumah sakit tidak lagi sebagai
penentu harga pelayanan (price maker) tetapi sebagai price taker, inilah yang terjadi dalam
sistem BPJS, kalau sepakat harganya silahkan gabung, kalau tidak setuju ya jangan gabung.
Bagaimanakah menyikapi masalah ini? Saya akan mencoba membahas dalam sudut pandang
pertimbangan dalam menentukan harga.

Lobby n Kasir

Dalam pelajaran ilmu manajemen atau ekonomi kita selalu diajarkan bahwa harga adalah hasil
penjumlahan biaya satuan produk ditambah dengan kebijakan laba. Jadi, misalkan harga alat
USG sebesar 100 juta, diperkirakan nilai ekonomis barangnya 5 tahun maka tiap tahunnya harus
menerima pendapatan 20 juta. Diperkirakan tiap hari ada pasien yang diperiksa sebanyak 1
orang, bila hari kerja selama sebulan 20 hari maka pasien dalam setahun sebanyak 240. Maka
biaya satuan USG tiap pasien sebesar 20 juta dibagi 240 pasien, hasilnya 83.333 rupiah.
Kemudian ditambah dengan kebijakan berapa pengeluaran untuk dokter, petugas lainnya, listrik,
pemeliharaan ruang, inflasi, dll, dan jangan lupa ditambah dengan berapa keuntungan yang
diharapkan. Inilah harga yang muncul di daftar tarif pelayanan. Inilah yang disebut dengan
perhitungan harga berdasarkan unit cost (cost base pricing).

Tapi jangan lupa bahwa setelah ketemu besaran harga, seperti yang dijelaskan di atas, kemudian
ternyata tidak sesuai dengan kondisi pasar, maka sebenarnya ada pertimbangan lain yang bisa
digunakan dalam menentukan harga pelayanan. Pertama, ditentukan berdasarkan harga pasar
(market base pricing), yaitu berapa harga yang kira kira mampu terbeli oleh pasien. Ditetapkan
dahulu harganya kemudian asumsi lain disesuaikan. Cara ini sering digunakan oleh produsen
mobil. Setelah tahu bahwa daya beli mobil oleh masyarakat berada di kisaran 150 juta maka
dibuatkan produk mobil yang seharga itu. Maka jangan heran kalau sekarang banyak produk
mobil yang dijual dengan kisaran harga 150 juta.

Ke dua, berdasarkan harga rumah sakit pesaing (competitor base pricing), yaitu berapa harga
pelayanan di rumah sakit pesaing kemudian diambil kebijakan menyamakan, menaikkan, atau
menurunkan harga. Pengambilan kebijakan didasarkan pada kemampuan rumah sakit dalam
berkompetisi.

Ke tiga, berdasarkan perkiraan nilai pelayanan yang kita berikan (value base pricing), yaitu
penentuan harga yang berdasar pada nilai fungsional (unit cost) dan tafsiran nilai emosional jasa
pelayanan, serta berhubungan dengan persepsi yang ingin dimunculkan di benak pasien.
Contohnya, tarif visite dokter yang berbeda antara kamar kelas biasa dan VIP, padahal kalau
dipikir biaya dan fungsi pelayanan akan sama di ke dua kelas.

Jadi menyikapi masalah harga pelayanan di pasar yang tidak sesuai dengan perhitungan unit cost,
maka kita harus bisa melakukan penyesuaian harga dengan cara mengkaji kembali prosedur
pelayanan agar lebih simple, juga melakukan efisiensi sumber daya. Dalam konteks BPJS yang
harus dikaji adalah Clinical Pathway, Costing, dan Coding. Demikian semoga bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai