Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

MASALAH GIZI BALITA

1.1 Tinajuan Teori


1.1.1 Definisi Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absobsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak
digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi
normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.

Tidak ada satu jenis makanan yang mengandung semua zat gizi, yang
mampu membuat seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang dan
produktif. Oleh karena itu, setiap orang perlu mengkonsumsi
anekaragam makanan; kecuali bayi umur 0-4 bulan yang cukup
mengkonsumsi Air Susu Ibu (ASI) saja. Bagi bayi 0-4 bulan, ASI adalah
satu-satunya makanan tunggal yang penting dalam proses tumbuh
kembang dirinya secara wajar dan sehat.

Makan makanan yang beranekaragam sangat bermanfaat bagi


kesehatan. Makanan yang beraneka ragam yaitu makanan yang
mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas
maupun kuantintasnya, dalam pelajaran ilmu gizi biasa disebut triguna
makanan yaitu, makanan yang mengandung zat tenaga, pembangun dan
zat pengatur. Apabila terjadi kekurangan atas kelengkapan salah satu zat
gizi tertentu pada satu jenis makanan, akan dilengkapi oleh zat gizi
serupa dari makanan yang lain. Jadi makan makanan yang beraneka
ragam akan menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat
pembangun dan zat pengatur.

Makanan sumber zat tenaga antara lain: beras, jagung, gandum, ubi
kayu, ubi jalar, kentang, sagu, roti dan mi. Minyak, margarin dan santan
yang mengandung lemak juga dapat menghasilkan tenaga. Makanan
sumber zat tenaga menunjang aktivitas sehari-hari.
Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan
nabati adalah kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang berasal
dari hewan adalah telur, ikan, ayam, daging, susu serta hasil olahan,
seperti keju. Zat pembangun berperan sangat penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan seseorang.
Makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-
buahan. Makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang
berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ-organ tubuh.

1.1.2 Definisi Kurang Gizi


Menurut Supariasa (2002:18), malnutrisi adalah keadaan patologis
akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut saat
lebih zat gizi.

Menurut Ngastiyah (2005:258), gizi kurang pada keadaan awalnya tidak


ditentukan kelainan biokimia tapi pada keadaan lanjut akan didapatkan
kadar albumin rendah, sedangkan globulin meninggi.

Sedangkan menurut Almatsier (2002: 303), Gizi kurang disebabkan oleh


kekurangan makanan sumber energi secara umum dan kurang sumber
protein.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Gizi kurang adalah


suatu keadaan yang diakibatkan oleh konsumsi makanan yang kurang
sumber protein, penyerapan yang buruk atau kehilangan zat gizi secara
berlebih.

1.1.3 Faktor Penyebab Gizi Kurang


a. Tidak tersedianya makanan secara adekuat Tidak tersedinya makanan
yang adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial ekonomi.
Kadang kadang bencana alam, perang, maupun kebijaksanaan politik
maupun ekonomi yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal
ini. Kemiskinan sangat identik dengan tidak tersedianya makan yang
adekuat. Data Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa adanya
hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan.
Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi
buruk. Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik dengan
pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi
persentasi anak yang kekurangan gizi.
b. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang makanan
alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu (ASI), dan sesudah usia
6 bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi
terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup
mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi,
vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya.
MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada
keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah
seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak
memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.
c. Pola makan yang salah Suatu studi "positive deviance" mempelajari
mengapa dari sekian banyak bayi dan balita di suatu desa miskin
hanya sebagian kecil yang gizi buruk, padahal orang tua mereka
semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan
anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh
ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan,
mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan,
meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat. Unsur
pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak.
Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek
atau pengasuh yang juga miskin dan tidak berpendidikan. Banyaknya
perempuan yang meninggalkan desa untuk mencari kerja di kota
bahkan menjadi TKI, kemungkinan juga dapat menyebabkan anak
menderita gizi buruk.
d. Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan / adat istiadat masyarakat
tertentu yang tidak benar dalam pemberian makan akan sangat
merugikan anak . Misalnya kebiasaan memberi minum bayi hanya
dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu dini, berpantang
pada makanan tertentu (misalnya tidak memberikan anak anak
daging, telur, santan dll) , hal ini menghilangkan kesempatan anak
untuk mendapat asupan lemak, protein maupun kalori yang cukup
sehingga anak menjadi sering sakit (frequent infection)
e. Infeksi kronik seperti misalnya tuberculosis (TBC) masih sangat
tinggi. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran
setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan
saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang
gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk
pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi.

1.1.4 Patofisiologi
Sebenarnya malnutrisi (Gizi kurang) merupakan suatu sindrom yang
terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas
tiga faktor penting yaitubhost, agent, environment (Supariasa, 2002).
Memang faktor diet makanan memegang peranan penting tetapi faktor
lain ikut menentukan dalam keadaan keluarga makanan, tubuh selalu
berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan
pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan
karbohidrat, protein dan lemak, merupakan hal yang sangat penting
untuk mempertahankan kehidupan, (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh
jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk
menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah
dapat terjadi kekurangan. Akibat katabolisme protrein terjadi setelah
beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera di ubah
menjadi karbohidrat di hepar dan di ginjal selama puasa jaringan lemak
di pecah jadi asam lemak, gliseraal dan keton bodies, asam lemak dan
keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makan ini
berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai
memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh tubuh.

Proses patogenesis terlihat pada faktor lingkungan dan manusia (host


dan environment) yang didukung oleh asupan-asupan zat-zat gizi, akibat
kekurangan zat gizi maka simpanan zat gizi pada tubuh digunakan untuk
memenuhi kebutuhan, apabila keadaan ini berlangsung lama. Maka
simpanan zat gizi ini akan habis ahirnya terjadi pemerosotan jaringan.
Pada saat ini orang sudah dapat digolongkan sebagai malnutrisi ,
walaupun hanya baru dengan ditandai dengan penurunan berat badan
dan pertumbuhan terhambat.

Patofisiologi menurut Nurcahyono (2007), Pada keadaan ini yang


muncul adalah pertumbuhan yang kurang atau disertai mengecilnya otot
dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Kelainan demikian
merupakan proses psikologis untuk kelangsungan jaringan hidup.
Tubuh memerlukan energi dan dapat dipenuhi oleh makanan yang
diberikan

Pathways
1.1.5 Manifestasi Klinis
1.1.5.1 Marasmus
Menurut Anggoro (2007) marasmus adalah kekurangan energi
pada makanan yang menyebabkan cadangan protein lebih
terpakai sehingga anak menajdi kurus dan emosional dan tanda-
tanda kurus (simpanan lemak dan protein yang disertai gangguan
fisiologi sampai terjadinya oedem aktivitas metabolik
normal/rendah).

Menurut Sugiono (2007) marasmus merupakan akibat dari


kelaparan yang hampir menyeluruh. Seorang anak yang
mengalami marasmus, mendapatkan sangat sedikit makanan,
sering disebabkan karena ibu tidak dapat memberikan ASI.
Badannya sangat kurus akibat hilangnya otot dan lemak tubuh.
Hampir selalu disertai terjadinya infeksi. Jika anak mengalami
cedera atau infeksi yang meluas, prognosanya buruk dan bisa
berakibat fatal.

Menurut Purhadi (2007) Marasmus umumnya dialami


masyarakat yang menderita kelaparan. Marasmus adalah
permasalahan serius yang terjadi di Negara-negara berkembang.
Menurut data WHO sekitar 49% dari 10,4 juta kematian yang
terjadi pada anak-anak di bawah usia 5 tahun di Negara
berkembang berkaitan dengan defisiensi energi dan protein
sekaligus. Marasmus juga umum terjadi pada anak-anak miskin
perkotaan, anak-anak dengan penyakit kronik dan akan-anak
dipenjara. Tingginya jumlah penderita marasmus tak hanya
menimbulkan resiko kematian tapi juga menyebabkan syaraf
otak tidak berkembang optimal.

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa marasmus


adalah kekurangan energi pada makanan yang menyebabkan
cadangan protein lebih terpakai sehingga anak menjadi kurus dan
emosional yang diakibatkan oleh kelaparan secara menyeluruh.
Menurut Nurcahyo (2007). Pada keadaan ini yang menyolok
adalah pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai otot dan
menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada mulanya kelainan
demikian merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan
hidup jaringan, tubuh yang memerlukan energi yang dapat
dipenuhi oleh makanan yang diberikan, sehingga harus dapat
dari tubuh sendiri, sehingga cadangan protein digunakan juga
untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut.

Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja


membantu memenuhi kebutuhan energi, akan tetapi juga untuk
memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya
seperti asam amino untuk komponen homeostatic. Oleh karena
itu pada marasmus berat kadang-kadang masih ditemukan asam
amino yang normal sehingga hati masih dapat membentuk cukup
albumia.

Tanda dan Gejala Menurut Hamzah (2006) tanda-tanda


marasmus adalah :
a. Otot akan mengecil/atrofi
b. Apatis
c. Sangat kecil/kurus
d. BB kurang, tidak sesuai umur
e. Kulit kedodoran
f. Muka seperti orang tua dan kulit kering
g. Perut buncit dengan gambaran usus yang nyata
h. Vena superfisialis tampak jelas , ubun-ubun cekung, tulang
pipi dan dagu kelihatan menonjol.

1.1.5.2 Kwashiorkor
Menurut Ngastiyah (2005) kwashiorkor adalah gangguan gizi
disertai dengan edema. Sebab utama penyakit ini adalah
defisiensi protein. Penyakit kwashiorkor umunya terjadi pada
anak dari keluarga social ekonomi yang rendah karena tidak
mampu membeli makanan yang mengandung protein hewani
seperti : daging, hati, usus, susu, dsb. Sebenarnya selain protein
hewani protein nabati terdapat pada kedelai, kacang-kacangan
juga dapat menghindarkan kekurangan protein tersebut apabila
diberikan, tetapi karena kurangnya pengetahuan orang tua anak
menderita defisiensi protein ini. Sering kurangnya pengetahuan
juga adanya factor takhayul turut menjadi penyebab pula.
Kwashiorkor biasanya dijumpai pada golongan umur tertentu
yaitu bayi pada masa disapih dan pada anak pra sekolah yang
merupakan golongan umur yang relatif memerlukan lebih
banyak protein untuk tumbuh sebaik-baiknya.

Menurut Widodo (2005) kwashiorkor adalah gangguan gizi


karena kekurangan protein biasa sering disebut busung lapar.
Gejala yang timbul diantaranya adalah tangan dan kaki bengkak,
perut buncit, rambut rontok dan patah, gangguan kulit.

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kwashiorkor


adalah suatu keadaan gangguan gizi yang diakibatkan karena
kurangnya protein dalam tubuh.

Menurut Judarwanto (2005) pada kwashiorkor yang klasik


gangguan metabolik dan perubahan sel menyebabkan ederma
dan perlemean hati. Kelainan ini merupakan gejala yang
mencolok. Kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan
kekurangan berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan
untuk sintesis. Karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat,
maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino
dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan
disalurkan ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum
merupakan penyebab kurangnya ke otot. Berkurangnya asam
amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya
pembentukan albumin oleh hepar sehingga kemudian timbul
ederma.
Gejala Klinis Menurut Aditya (2006), gejala klinis kwashiorkor
adalah :
a. Oedem di seluruh tubuh terutama kaki
b. Wajah membulat dan sembab
c. Otot-otot mengecil lebih nyata apabila diperiksa dalam posisi
berdiri dan duduk.
d. Perubahan status mental, cengeng, rewel, kadang apatis.
e. Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia)
f. Pembesaran hati
g. Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut
h. Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas
i. Pandangan mata anak tampak sayu
j. Penatalaksanaan

Menurut Hamzah (2006) prinsip pengobatan kwashiorkor


adalah:
a. Memberikan makanan yang mengandung banyak protein
bernilai biologi tinggi, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin,
dan mineral.
b. Makanan harus mudah dicerna dan diserap.
c. Makanan yang diberikan secara bertahap, karena toleransi
terhadap makanan sangat rendah
d. Penanganan terhadap penyakit penyerta
e. Tindak lanjut berupa pemantauan kesehatan penderita dan
penyuluhan gizi tambahan.

1.1.6 Status Gizi


Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel
tertentu, contoh gondok endemik merupakan keadaaan tidak
seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh.

Perlunya deteksi dini status gizi mengingat penyebabnya sangat


kompleks, pengelolaan gizi buruk memerlukan kerjasama yang
komprehensif dari semua pihak.
Bukan hanya dari dokter maupun tenaga medis, namun juga pihak orang
tua, keluarga, pemuka masyarakat maupun agama dan pemerintah.
Langkah awal pengelolaan gizi buruk adalah mengatasi kegawatan yang
ditimbulkannya, dilanjutkan dengan "frekuen feeding" (pemberian
makan yang sering, pemantauan akseptabilitas diet penerimaan tubuh
terhadap diet yang diberikan), pengelolaan infeksi dan pemberian
stimulasi. Perlunya pemberian diet seimbang, cukup kalori dan protein
serta pentingnya edukasi pemberian makan yang benar sesuai umur
anak, Pada daerah endemis gizi buruk perlu distribusi makanan yang
memadai.

Menurut Menkes No. 9201 menkes/SK/VIII/2002 status gizi ditentukan


berdasarkan Z-SCORE berdasarkan berat badan (kg) terhadap umur
(bulan) yang diklasifikasikan sebagai berikut :
1.1.6.1 Gizi Lebih: apabila berat badan balita berada > +2 SD (Standar
Deviasi)
1.1.6.2 Gizi Baik : apabila berat badan balita berada antara <-2 SD
1.1.6.3 Gizi Buruk: apabila berat badan balita <-3 SD

a. Penilaian Status Gizi Secara Langsung


Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat
penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.
1. Antropometri
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan
ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan
tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
a) Indeks Masa Tubuh (IMT) Atau Body Mass Index (BMI)
Salah satu contoh penilaian ststus gizi dengan antropometri
adalah Indeks Massa Tubuh. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau
Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang
sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa,
khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan
berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko
terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan
meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif. Oleh
karena itu, mempertahankan berat badan normal
memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup
yang lebih.
Pedoman ini bertujuan memberikan penjelasan tentang cara-
cara yang dianjurkan untuk mencapai berat badan normal
berdasarkan IMT dengan penerapan hidangan sehari-hari yang
lebih seimbang dan cara lain yang sehat. Untuk memantau
indeks masa tubuh orang dewasa digunakan timbangan berat
badan dan pengukur tinggi badan. Penggunaan IMT hanya
untuk orang dewasa berumur > 18 tahun dan tidak dapat
diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan
olahragawan.

Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus


berikut:
Menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus:
IMT = Berat Badan (kg)/(Tinggi Badan (cm)/100)2
Kategori Keterangan IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat <>
berat
Kurus sekali Kekurangan berat badan tingkat 17,0 18,4
ringan
Normal Normal 18,5 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat 25,1 27,0
ringan
Obes Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0
Untuk mengukur status gizi anak baru lahir adalah dengan
menimbang berat badannya yaitu : jika 2500 gram maka
dikategorikan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) jika 2500
3900 gram Normal dan jika 4000 gram dianggap gizi lebih.

2.1 Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga pada gizi balita


2.1.1 Pengkajian
2.1.1.1 Riwayat Keluhan Utama
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan
gangguan pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin
turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain
yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
2.1.1.2 Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal,
hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola
kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik,
kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-
lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat
pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein
dan kalori dalam waktu relatif lama).
2.1.1.3 Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga,
lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan
anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur
dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-
lain.
2.1.1.4 Pemeriksaan Fisik
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga,
lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan
anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur
dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-
lain.Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to
too yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-
tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas
dan genito-urinaria.
Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor
adalah pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan,
lingkaran lengan atas dan tebal lipatan kulit). Tanda dan gejala
yang mungkin didapatkan adalah:
a. Penurunan ukuran antropometri
b. Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus,
jarang dan mudah dicabut)
c. Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi),
edema palpebra
d. Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak,
ronchi, retraksi otot intercostal)
e. Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus
dapat meningkat bila terjadi diare.
f. Edema tungkai
g. Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy
pavement dermatosis terutama pada bagian tubuh yang
sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki,
paha dan lipat paha)
h. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan
terutama jenis normositik normokrom karenaadanya
gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis sum-
sum tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang
dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi.
Selain itu dapat ditemukan kadar albumin serum yang
menurun. Pemeriksaan radiologis juga perlu dilakukan untuk
menemukan adanya kelainan pada paru.

2.1.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai individu,
keluarga atau masyarkat yang diperoleh melalui suatu proses
pengumpulan data dan analisis data secara cermat, memberikan dasar
untuk menetapkan tindakan- tindakan dimana perawat bertanggung
jawab untuk melaksanakannya.

Diagnosis keperawatan keluarga dianalisis dari hasil penghasilan


terhadap msalaah dalam tahap perkembangan keluarga, lingkungn
keluarga, struktur keluarga, fungsi-fungsi keluaraga, kping keluarga,
bsik yang bersifat actual, risiko maupun sejahtera diman perawat
memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melakukan tindakan
keperawatan bersama-sama dengan keluraga, berdasarkan
kemampuaan, dan sumber daya keluarga .

Diagnosis keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang


didapatkan pada pengkajian. Komponen diagnose keperawatan
meliputi problem atau masalah, etiologi atau penyebab, dan sign atau
tanda yang selanjutnya dikenal dengan PES.
a. problem atau masalah (P)
b. etiology atau penyebab (E)
c. sign atau tanda (S)
d. Tipology dari diagnosis keperawatan.
2.1.2.1 Diagnosis actual (terjadi atau gangguan kesehatan)
Dari hasil pengkajian didapatkan data mengenai tanda dan
gejala dari gangguan kesehatan, di mana masalah kesehatan
yang di alami oleh keluarga memerlukan bantuan untuk
segera ditangani dengan cepat. Pada diagnosis keperawatan
aktual, factor yang berhubungan merupakan etiologi, atau
factor penunjang lain yang telah mempengaruhi perubahab
status kesehatan. Sedangkan factor tersebut dapat
dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu:
a. patofisiologi ( biologi atau psikologi)
b. tindakan yang berhubungan
c. situasional (lingkungan, personal)
d. maturasional

Secara umum faktor-faktor yang berhubungan atau etiologi


dari diagnosis keperawatan keluarga adalah adanya:
a. ketidaktahuan (kurangnya pengetahuan, pemahaman, dan
kesalahan persepsi)
b. ketidakmauan (siakp dan motivasi)
c. ketidakmampuan (kurangnya keterampilan terhadap suatu
prosedur atau tindakan, kurangnya sumber daya keluarga,
baik financial, fasilitas, sistem pendukung, lingkungan
fisik, dan psikologis).

2.1.2.2 Diagnosis risiko tinggi (ancaman kesehatan)


Sudah ada data yang menunjang namun belum terjadi gangguan,
tetapi tanda tersebut dapat menjadi masalah aktual apabila tidak
segera mendapatkan bantuan pemecahan dari tim kesehatan
atau keperawatan. Faktor-faktor risiko untuk diagnosis risiko
dan risiko tinggi memperlihatkan keadaan dimana kerentanan
meningkat terhadap klien atau kelompok. Faktor ini
memebedakan klien atau kelompok risiko tinggi dari yang
lainnya pada populasi yang sama yang mempunyai risiko.

2.1.2.3 Diagnosis potensial (keadaan sejahtera atau wellness)


Suatu keadaan jika keluarga dalam keadaan sejahtera,
kesehatan keluarga dapat ditingkatkan. Diagnosis
keperawatan sejahtera tidak mencakup faktor- faktor yang
berhubungan. Perawat dapat memperkirakan kemampuan atau
potensi keluarga dapat ditingkatkan kea rah yang lebih baik.

Setelah data dianalisis, kemungkinan perawat menemukan


lebih dari satu masalah. Mengingat keterbatasan kondisi dan
sumber daya yang dimiliki oleh keluarga maupun perawat,
maka masalah-masalah tersebut tidak dapat ditangani
sekaligus. Oleh karena itu, Perawat kesehatan masyarakat
dapat meyusun prioritas masalah kesehatan keluarga .
Menurut Bailon dan Maglaya (1978), prioritas masalah
kesehatan keluarga dengan menggunakan proses scoring
sebagai berikut:

No Kiteria Skor Bobot


1 Sifat masalah 1
1 Tidak/kurang 3
sehat
2 Ancaman 2
kesehatan
3 Krisis atau 1
keadaan
sejahtera
2 Kemungkinan 2
masalah dapat
diubah
1 dengan mudah 2
2 sebagaian 1
3 tidak dapat 0
3 Potensi masalah 1
dapat diubah
1 Tinggi 3
2 Cukup 2
3 rendah 1
4 Menonjolnya 1
masalah
1 Masalah berat 2
harus
ditangani
2 Ada masalah 1
tetapi atau
tidak perlu
segera
ditangani
3 Masalah tidak 0
dirasakan

Proses scoring dilakukan untuk diagnosis keperawatan dengan


cara berikut ini.
a. tentukan skor untuk setiap criteria yang telah dibuat.
b. Skor/angak tertinggi X bobot
c. jumlahkanlah skor untuk semua criteria, skor tertinggi
adalh 5. Sama dengan seluruh bobot.

Empat criteria yang dapat mempengaruhi penentuan priorias


masalah.
a. Sifat Masalah
Sifat masalah kesehatan dapat dikelompokkan ke dalam
tidak atau kurang sehat diberikan bobot yang lebuh tinggi
karena masalah tersebut memerlukan tindakan yang segera
dan biasanya masalahnya dirasakan atau disadari oleh
keluarga.
b. kemungkinan masalah dapat diubah
Adalah kemungkinan berhasilnya mengurangi atau
mencegah masalah jika ada tindakan (intervensi). Faktor-
faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan skor
kemingkinan masalh dapat diperbaiki adalah:
1. pengtahuan dan teknologi serta tindakan yang dapat
dilakukan untuk menangani masalah
2. sumber-sumber yang ada pada keluarga, baik dalam
bentuk fisik, keuangan, atau tenaga.
3. sumber-sumber dari keperawatan, misalnya dalam
bentuk pengetahuan, keterampilan, dan waktu.
4. sumber-sumber di masyarakat, misalnya dalam bentuk
fasilitas kesehatan, organisasi masyarakat, dan
dukungan sosial masyarakat.
c. potensi masalah bila di cegah
Menyangkut sifat dan beratnya masalah yang akan timbul
dapat dikurangi atau dicegah. Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam menentukan skor kriteria potensi
masalah bisa dicegah adalh sebagai berikut :
1 kepelikan dari masalalah
berkaitan dengan beratnya penyakit atau masalah,
prognosis penyakit atau kemungkinan mengubah
masalah. Umumnya makin berat masalah tersebut makin
sedikit kemungkinan untuk mengubah atau mencegah
sehingga makin kecil potensi masalah yang timbul.
2 lamanya masalah
hal ini berkaitan dengan jangka waktu terjadinya masalah
tersebut. Biasanya lamanya masalah memouyai
dukungan langsung dengan potensi masalah bila dicegah.
3 adanya kelompok risiko tinggi atau kelompok yang peka
atau rawan adanya kelompok tersebut pada keluarga akan
menambah potensi masalah bila dicegah.
d. Menonjol nya masalah
Merupakan cara keluarga melihat dan menilai masalah
mengenai beratnya masalah serta mendesaknya masalah
untuk diatasi. Hal yang perlu diperhatikan dalam
memberikan skor pada criteria ini, perawat perlu menilai
persepsi atau bagaimana keluarga tersebut melihat masalah.
Dalam hal ini, jika keluarga menyadari masalah dan merasa
perlu untuk menangani segera, maka harus diberi skor yang
tinggi.
2.1.2 Rencana Keperawatan
2.1.2.1 Diagnosa 1: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan
diare.
Tujuan : Klien akan menunjukkan peningkatan status gizi.
Kriteria:
a. Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan
nutrisi yang dialami klien, kebutuhan nutrisi pemulihan,
susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang.
b. Dengan bantuan perawat, keluarga klien dapat
mendemonstrasikan pemberian diet (per sonde/per oral)
sesuai program

Intervensi Rasional
Jelaskan kepada keluarga tentang Meningkatkan pemahaman keluarga
penyebab malnutrisi, kebutuhan tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi
nutrisi pemulihan, susunan menu untuk pemulihan klien sehingga dapat
dan pengolahan makanan sehat meneruskan upaya terapi dietetik yang
seimbang, tunjukkan contoh jenis telah diberikan selama hospitalisasi.
sumber makanan ekonomis sesuai
status sosial ekonomi klien

Tunjukkan cara pemberian makanan Meningkatkan partisipasi keluarga


per sonde, beri kesempatan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi
untuk melakukannya sendiri. klien, mempertegas peran keluarga
dalam upaya pemulihan status nutrisi
klien.

Laksanakan pemberian roborans Roborans meningkatkan nafsu makan,


sesuai program terapi. proses absorbsi dan memenuhi defisit
yang menyertai keadaan malnutrisi.

Timbang berat badan, ukur lingkar Menilai perkembangan masalah klien.


lengan atas dan tebal lipatan kulit
setiap pagi.

2.1.2.2 Diagnosa 2: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan


penurunan asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat
diare.
Tujuan: Klien akan menunjukkan keadaan hidrasi yang
adekuat.
Kriteria:
a. Asupan cairan adekuat sesuai kebutuhan ditambah defisit
yang terjadi.
b. Tidak ada tanda/gejala dehidrasi (tanda-tanda vital dalam
batas normal).
c. Frekuensi defekasi 1 x/24 jam dengan konsistensi
padat/semi padat).

Intervensi Rasional
Lakukan/observasi pemberian Upaya rehidrasi perlu dilakukan untuk
cairan per infus/sonde/oral mengatasi masalah kekurangan volume
sesuai program rehidrasi. cairan.

Jelaskan kepada keluarga Meningkatkan pemahaman keluarga


tentang upaya rehidrasi dan tentang upaya rehidrasi dan peran keluarga
partisipasi yang diharapkan dalam pelaksanaan terpi rehidrasi.
dari keluarga dalam
pemeliharan patensi
pemberian infus/selang
sonde.

Kaji perkembangan keadaan Menilai perkembangan masalah klien


dehidarasi klien.
.
Hitung balans cairan. Penting untuk menetapkan program
rehidrasi selanjutnya.

2.1.2.3 Diagnosa 3: Gangguan pertumbuhan dan perkembangan


berhubungan dengan asupan kalori dan protein yang tidak
adekuat.
Tujuan: Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan
sesuai standar usia.
Kriteria:
a. Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar
usia.
b. Perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial
sesuai standar usia.
Intervensi Rasional
Ajarkan kepada orang tua tentang Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang
standar pertumbuhan fisik dan keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
tugas-tugas perkembangan sesuai anak.
usia anak.

Lakukan pemberian makanan/ Diet khusus untuk pemulihan malnutrisi


minuman sesuai program terapi diet diprogramkan secara bertahap sesuai dengan
pemulihan. kebutuhan anak dan kemampuan toleransi
sistem pencernaan.

Lakukan pengukuran antropo- Menilai perkembangan masalah klien.


metrik secara berkala.

Lakukan stimulasi tingkat Stimulasi diperlukan untuk mengejar

perkembangan sesuai dengan usia keterlambatan perkembangan anak dalam aspek


klien. motorik, bahasa dan personal/sosial.

Lakukan rujukan ke lembaga Mempertahankan kesinambungan program


pendukung stimulasi pertumbuhan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak
dan perkembangan (Puskesmas/ dengan memberdayakan sistem pendukung
Posyandu) yang ada.

2.1.2.4 Diagnosa 4: Risiko aspirasi berhubungan dengan pemberian


makanan/minuman personde dan peningkatan sekresi
trakheobronkhial.
Tujuan : Klien tidak mengalami aspirasi.
Kriteria:
a. Pemberian makan/minuman per sonde dapat dilakukan tanpa
mengalami aspirasi.
b. Bunyi napas normal, ronchi tidak ada.

Intervensi Rasional
Periksa dan pastikan letak selang Merupakan tindakan preventif,
sonde pada tempat yang meminimalkan risiko aspirasi.
semestinya secara berkala.

Periksa residu lambung setiap kali Penting untuk menilai tingkat kemampuan
sebelum pemberian makan- absorbsi saluran cerna dan waktu pemberian
an/minuman. makanan/minuman yang tepat.

Tinggikan posisi kepala klien Mencegah refluks yang dapat menimbulkan


selama dan sampai 1 jam setelah aspirasi.
pemberian makanan/minuman.

Ajarkan/demonstrasikan tatacara
Melibatkan keluarga penting bagi tindak
pelaksanaan pemberian makanan/
lanjut perawatan klien.
minuman per sonde, beri
kesempatan keluarga melakukan-
nya setelah memastikan
keamanan klien/kemampuan
keluarga.

Menilai perkembangan masalah klien.


Observasi tanda-tanda aspirasi.

2.1.2.5 Diagnosa 5: Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan


dengan peningkatan sekresi trakheobronkhial sekunder
terhadap infeksi saluran pernapasan
Tujuan : Klien akan menunjukkan jalan napas yang efektif.
Kriteria:
Jalan napas bersih dari sekret, sesak napas tidak ada,
pernapasan cuping hidung tidak ada, bunyi napas bersih, ronchi
tidak ada.

Intervensi Rasional
Lakukan fisioterapi dada dan Fisioterapi dada meningkatkan pelepasan
suction secara berkala. sekret. Suction diperlukan selama fase
hipersekresi trakheobronkhial.

Lakukan pemberian obat mukolitik/ Mukolitik memecahkan ikatan mukus;


ekspektorans sesuai program terapi. ekspektorans mengencerkan mukus.

Observasi irama, kedalaman dan Menilai perkembangan maslah klien.


bunyi napas.
DAFTAR RUJUKAN

Basuki, U. 2003, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Baduta (6-23
bulan) pada Keluarga Miskin & Tidak Miskin di Kota Bandar Lampung,
FKMUI

Behrman. E .R., Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol I, 1999. Jakarta : EGC

Betz, Ceciliy,L. keperawatan pediatric.2002. Jakarta : EGC

FK UI. 2007, Ilmu Kesehatan Anak, Cetakan kesebelas, Bagian Ilmukesehatan Anak,
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia

Hadi, I. 2005, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita di


Kelurahan Neglasari dan Kedaung Wetan, Skripsi, FKM-UI, Depok

Hermann, W. 2003, USDA Nutrient Database, American Journal of Clinical Nutr.

Hermansyah, 2002, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian KEP Anak


Umur 6-59 Bulan Pada Keluarga Miskin di Kota Sawah Lunto, Tesis,
FKMUI

Hidayati, 2000. Status Gizi Balita Berdasarkan Karakteristik Balita dan Keluarga di
Provinsi Sumatera Barat Tahun 1998, Skripsi, FKM-UI, Depok

Krisnansari, Diah. 2010. Malnutrisi dan Gizi Buruk. Mandala of Health Volume 1.
Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Anak,1995, Jakarta : EGC

Supriatna, N. 2004. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Usia
24-60 Bulan di Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka, FKM-UI

Susanto,MKM. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan IMT/U pada Balita


Vegetarian Lakto Ovo dan Non Vegetarian di DKI Jakarta, 2008

Anda mungkin juga menyukai