Anda di halaman 1dari 19

FISIOLOGI TIDUR

Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi


terletak pada substansia ventrikulo retikularis medulo oblogata yang disebut
sebagai pusat tidur. Salah satu metode regulasi penting melibatkan visual
dimana saat cahaya terang akan terjaga dan sebaliknya Bagian susunan saraf
pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian
rostral medulo oblogata disebut sebagai pusat penggugah atau aurosal
state.1,2

. Pada waktu non REM sleep gelombang otak makin lambat dan
teratur. Tidur makin dalam serta pernafasan menjadi lambat dan teratur.
Mendengkur terjadi pada waktu tidur NREM. 4 tingkatan NREM dikenal
dengan tingkat 1,2,3 dan 4. Tidur yang paling dalam adalah pada tingkat 4,
dan aktivitas 1istrik paling dalam. Keadaan tidur normal antara fase NREM
dan REM terjadi secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru
lahir total tidur 16-20 jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian
menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5
jam/hari pada orang dewasa.1,3

Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:


1. Tidur stadium Satu.
Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini
didapatkan kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak
gerakan bola mata kekanan dan kekiri. Fase ini hanya berlangsung 3-5
menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG biasanya terdiri
dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta
dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang
sleep spindle dan kompleks K.1
2. Tidur stadium dua
Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot
masih berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran
EEG terdiri dari gelombang theta simetris. Terlihat adanya gelombang
sleep spindle, gelombang verteks dan komplek K.1
3. Tidur stadium tiga
Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG
terdapat lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%-50% serta
tampak gelombang sleep spindle.1
4. Tidur stadium empat
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran
EEG didominasi oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang
sleep spindle.1
Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai
100 menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam
pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih insten dan
panjang saat menjelang pagi atau bangun. Pola tidur REM ditandai adanya
gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang sangat rendah, apabila
dibangunkan hampir semua organ akan dapat menceritakan mimpinya,
denyut nadi bertambah dan pada laki-laki terjadi eraksi penis, tonus otot
menunjukkan relaksasi yang dalam.1

Insomnia
Definisi
Insomnia adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik secara
kualitas maupun kuantitas. Gangguan tidur ini umumnya ditemui pada
individu dewasa. Penyebabnya bisa karena gangguan fisik atau karena
faktor mental seperti perasaan gundah atau gelisah. Kriterianya
bermacam-macam, salah satunya ada yang mengatakan bahwa waktu
untuk masuk dalam kondisi tidur yang sebenarnya lebih dari 30 menit,
tertidur kurang dari 6 jam, terbangun di saat tidur di malam hari lebih dari
3x, dan kualitas tidur yang tidak baik (subjektif). Maksud dari kualitas
tidur yang tidak baik ini adalah seseorang merasa tidak merasa lebih baik
setelah tidur di malam hari.5,6,7
Menurut DSM-IV-TR, insomnia terdiri atas insomnia primer dan
sekunder. Insomnia primer memiliki durasi paling tidak selama 1 bulan
mengalami gejala susah tidur (baik dari kualitas maupun kuantitas) dan
tidak memiliki gangguan tidur lainnya, gangguan jiwa lainnya, gangguan
kesehatan lainnya, dan gangguan tidur akibat penggunaan obat-obatan
tertentu. Sedangkan untuk insomnia sekunder berhubungan dengan
gangguan jiwa lainnya atau karena gangguan kesehatan lainnya serta
adanya efek dari obat-obat tertentu yang membuat seseorang menjadi
susah tidur.8
Tidur dan bangun mencerminkan keseimbangan yang kompleks antara
sistem fisiologis tubuh yang meginduksi terjadinya tidur dan bangun.
Penelitian terakhir menunjukan bangun dan terjaga dipengaruhi oleh
neurotransmitter dari batang otak yang diproyeksikan ke thalamus dan
otak depan. Neurotransmitter yang berperan dalam fungsi tersebut adalah
noradrenalin, serotonin, asetilkolin dan histamin. Sebagai pengobatan dari
insomnia, obat-obatan yang bekerja dengan memblokade impuls saraf
post sinaps dapat diberikan. Akan tetapi, efek dari pengobatan yang hanya
memblokade salah satu jaras impuls tersebut biasanya kurang efektif.9

Tidur juga dipengaruhi oleh neurotransmitter inhibitorik utama di otak


yakni, gamma-aminobutyric acid atau biasa disebut GABA. Mayoritas
sel-sel otak akan terhambat oleh GABA sehingga menyebabkan
penurunan dari derajat kesadaran hingga tidur. Neuron penghasil GABA
tersebar luas di seluruh bagian otak, namun bagian hipotalamus dapat
dianggap sebagai pusat tidur. Neuron- neuron di hipotalamus akan
menonaktifkan sistem kesadaran sehingga menginduksi tidur. GABA
reseptor di korteks juga dapat memberikan efek sedasi dan tidur dengan
menghambat neuron target dari sistem kesadaran. Efek inhibisi dari
GABA dihantarkan melalui reseptor GABA yang akan membentuk ikatan
protein yang kuat dengan obat-obat yang menginduksi tidur seperti
benzodiazepine dan barbiturat yang akan meningkatkan kinerja dari
GABA. 9

Neurotransmitter lain yang berperan dalam tidur adalah adenosine.


Peningkatan dari adenosine pada siang hari akan menyebabkan ngantuk
dan tidur yang lebih lama. Gangguan tidur yang disebabkan karena
konsumsi kafein diperkirakan akibat dari blokade dari reseptor adenosin.10

Etiologi

a) Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau


keluarga dapat membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga
sulit untuk tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti
kematian atau penyakitdari orang yang dicintai, perceraian atau
kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan insomnia.
b) Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan
ketidakseimbangan kimia dalam otak atau karena kekhawatiran yang
menyertai depresi.
c) Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses
tidur,termasuk beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah,
obat alergi,stimulan (seperti Ritalin) dan kortikosteroid.
d) Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang
mengandung kafein adalah stimulan yang terkenal. Nikotin
merupakan stimulan yang dapat menyebabkan insomnia.
e) Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan
bernapas dan sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk
mengalami insomnia lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa
gejala tersebut.Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis,
kanker, gagal jantung,penyakit paru-paru, gastroesophageal
reflux disease (GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit
Alzheimer.
f) Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan
jauh atau pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya
irama sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian
bertindak sebagai jam internal, mengatur siklus tidur-bangun,
metabolisme, dan suhu tubuh.
g) Belajar insomnia. Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir
berlebihan tentang tidak bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu
keras untuk jatuh tertidur. Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur
lebih baik ketika mereka berada jauh dari lingkungan tidur yang biasa
atau ketika mereka tidak mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka
menonton TV atau membaca.10,11

Faktor Resiko

Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi
resiko insomnia meningkat jika terjadi pada : 13,14

1. Wanita. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan


hormone selama siklus menstruasi dan menopause mungkin
memainkan peran. Selama menopause, sering berkeringat pada malam
hari dan hot flashes sering mengganggu tidur.
2. Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur,
insomnia meningkat sejalan dengan usia.
3. Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk
depresi,kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic
stress disorder, mengganggu tidur.
4. Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka
panjang seperti kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat
menyebabkan insomnia kronis. Menjadi miskin atau pengangguran
juga meningkatkan risiko terjadinya insomnia.
5. Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja. Bekerja di
malam hari sering meningkatkan resiko insomnia.

Diagnosis

Insomnia berhubungan erat dengan kecemasan. Selain itu, pada beberapa


orang dengan insomnia, ditemukan bahwa depresi juga menjadi gejala
awal sebelum terjadinya insomnia. Selain itu, orang dengan frustasi dan
kemarahan juga dapat mengalami insomnia. 14

Dalam mengevaluasi dan mendiagnosis suatu insomnia, banyak hal yang


harus diperhatikan. Evaluasi harus fokus pada pendeskripsian gejala yang
dialami pasien seperti jenis gangguan tidur di malam hari, kebiasaan dan
pola tidur sehari-hari. Seorang dokter harus menanyakan mengenai waktu
mulai tidur dan bangun tidur, waktu tidur dari hari ke hari, kondisi
emosional, kognitif, dan fisik sebelum tidur. Gejala-gejala yang terjadi
selama tidur juga harus ditanyakan seperti adanya mendengkur selama
tidur, adanya henti nafas sementara selama tidur, adanya gerakan kaki
selama tidur yang tidak normal, dan lain-lain. 3,4

Perasaan sehari-hari juga harus dievaluasi. Keluhan yang paling banyak


disampaikan adalah adanya gangguan mood, depresi, kecemasan, lelah,
dan sulit berkonsentrasi dalam kegiatan. Selain itu, perlu ditanyakan juga
mengenai penyakit-penyakit lain yang diderita oleh pasien, baik gangguan
kejiwaan maupun gangguan medis lainnya, serta adanya penggunaan
kafein yang berlebihan, alkohol, dan obat-obatan seperti antidepresan. 3,4
Oleh karena itu, anamnesa sangat penting. Pasien dapat diminta untuk
membuat suatu catatan mengenai pola tidurnya akhir-akhir ini, aktifitas
sehari-hari yang dilakukan pasien, perasaan pasien setiap harinya, dan
lain-lain yang berhubungan dengan ganguan tidur yang dialami oleh
pasien. Pemeriksaan laboratorium sangat terbatas dalam mendiagnosa
insomnia. Namun, pada beberapa kondisi dapat dilakukan cek darah
lengkap, pemeriksaan metabolik, endokrin. Pemeriksaan ini jarang
dilakukan. 5

Diagnosis insomnia dapat dibuat berdasarkan kriteria dari DSM-IV-TR


(Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder 4th ed, Text Rev)
dari American Psychiatric Association. Selain itu juga bisa berdasarkan
kriteria dari PPDGJ III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa) di Indonesia.

Kriteria-kriteria yang terdapat dalam DSM-V-TR untuk mendiagnosis


suatu gangguan insomnia antara lain : 12,4
A. Keluhan yang dominan berkaitan dengan kualitas maupun kuantitas
tidur, dengan satu (atau lebih) dari gejala berikut:
a. Gangguan dalam memulai tidur ( Difficulty initiating sleep)
b. Gangguan dalam mempertahankan tidur (Difficulty maintaining
sleep)
c. Bangun tidur lebih cepat tanpa bisa kembali tertidur
B. Gangguan tidur menyebabkan secara signifikan distres atau gangguan
fungsi sosial, pekerjaan, pendidikan, akademik, tingkah laku, dsb
C. Gangguan tidur muncul paling tidak 3 malam per minggu.
D. Gangguan tidur menetap paling tidak 3 bulan.
E. Gangguan tidur terjadi pada kesempatan tidur yang cukup
F. Gangguan tidur tidak terjadi bersamaan dengan gangguan tidur-
bangun lainnya. Contoh: narcolepsy, gangguan nafas selama tidur
(breathing related sleep disorder), gangguan irama sikardian,
ataupun parasomnia
G. Gangguan tidur tidak disebabkan oleh efek dari obat-obatan
H. Gangguan tidur tidak disebabkan gangguan mental dan kondisi medis
umum.

Terapi
Pada tahun 2008, AASM mengatakan bahwa tujuan terapi insomnia adalah
untuk meningkatkan kualitas tidur dan untuk meningkatkan kualitas
kehidupan sehari-hari. Strategi yang digunakan bervariasi tergantung dari
etiologinya. Jika pasien mempunyai gangguan medis dan neurologis yang
lain yang menyebabkan terjadinya insomnia, maka gangguan tersebut yang
harus diobati. Algoritma dari AASM mengatakan bahwa intervensi prilaku
dan psikologis, termasuk CBT (Cognitive Behavioral Therapy) merupakan
terapi yang efektif dalam mengatasi insomnia. Penelitian lain mengatakan
bahwa gabungan antara psikologi dan farmakologi sangat efektif dalam
menangani insomnia dibandingkan dengan salah satu terapi saja. 3,4

A. CBT (Cognitive Behavioral Therapy)

CBT sangat efektif sebagai terapi untuk insomnia primer. Penelitian


multipel RCT mendapatkan hasil bahwa sebanyak 50-75% pasien dengan
insomnia mengalami perbaikan dengan terapi CBT ini. Elemen yang
dipakai dalam CBT ini terdiri atas edukasi tentang tidur, waktu tidur yang
baik, membuat kamar tidur dan kasur sebagai stimulus untuk tidur bukan
untuk malas-malasan dan frustasi. Kekurangan dari CBT ini adalah
membutuhkan waktu yang cukup lama, dan seorang psikiater atau psikolog
harus terlatih dalam menggunakan CBT ini. Kebanyakan penelitian
mengatakan bahwa CBT ini berlangsung sebanyak 5-7 sesi selama 6-7
minggu dimana masing-masing sesi membutuhkan waktu 20-40 menit. 3

CBT memiliki beberapa komponen atau pembagian yaitu : 3,5


1. Sleep hygiene education
Terapi ini terdiri atas melakukan prilaku-prilaku yang dapat
mempercepat tidur dan menjauhi prilaku yang dapat membuat
seseorang tidak bisa tidur. Beberapa hal yang dapat dilakukan ialah
berolahraga secara teratur, membatasi konsumsi alkohol dan cafein,
menjaga waktu tidur yang teratur, dan menghindari tidur siang.
2. Terapi relaksasi dan kognitif
Pasien diajari untuk menghindari kepercayaan negatif tentang tidur,
mengurangi kekhawatiran yang berlebih terhadap konsekuensi dari
gagal mendapatkan tidur yang cukup. Terapi relaksasi dapat berupa
pengajaran untuk mengatur dan mengontrol tegangan hidup berupa
olahraga, meditasi supaya fokus dalam suatu kegiatan, pernafasan
yang baik, sehingga pada akhirnya pasien dapat relaks dan tertidur di
malam hari.
3. Stimulus-control therapy
Terapi yang dimaksud disini adalah menjelaskan kepada pasien
beberapa hal seperti :
Menggunakan kasur hanya untuk tempat tidur dan seks saja,
bukan untuk makan, nonton TV, baca buku, ataupun bekerja.
Pergi ke kasur hanya jika mengantuk saja
Jika tidak bisa tidur dalam 15 20 menit, cobalah melakukan hal
lain sampai mengantuk
Menahan diri untuk tidak tidur di siang hari
Menjaga waktu tidur setiap harinya dengan teratur

4. Terapi pembatasan tidur (sleep-restriction therapy)


Terapi ini didasarkan pada kenyataan bahwa tidur yang berlebihan
dapat mencetuskan terjadinya insomnia. Oleh karena itu waktu tidur
harus dibatasi secukupnya.

B. Terapi Farmakologi

Obat-obatan yang dipakai sebagai terapi insomnia dapat berupa


golongan agonis reseptor nonbenzodiazepine, agonis reseptor
benzodiazepine, agonis reseptor melatonin selektif, dan antidepresant.
Benzodiazepine merupakan golongan sedatif hipnotik. Golongan
nonbenzodiazepine yang dapat dipakai ialah Zaleplon (Sonata),
Zolpidem, dan Eszopiclone. Untuk yang benzodiazepine dapat berupa
short acting, intermediate acing, dan long acting. Short acting terdiri
atas Triazolam (Halcion). Intermediate acting terdiri atas Estazolam dan
Temazepam. Long acting terdiri atas Flurazepam (Dalmane) dan
Quazepam (Doral). 13,3

Nonbenzodiazepine ini terikat pada reseptor GABA A yang berhubungan


dengan sedasi sehingga menjadi pilihan yang tepat dalam mengobati
insomnia. Obat ini dapat menimbulkan perasaan ingin tidur dan
menjaga kualitas tidur. Benzodiazepine baik yang short acting maupun
intermediate acting juga banyak digunakan karena harganya yang
cukup murah. Obat-obat ini juga bekerja pada reseptor GABA A dan
menghambat neurotransmisi dari GABA dengan meningkatkan
frekuensi membukanya channel Chlorida. 3

Akan tetapi golongan benzodiazepine ini penggunaannya harus hati-hati


karena mempunyai efek seperti sedasi dan gangguan psikomotor yang
dapat meningkatkan risiko penyalahgunaan dan ketergantungan, serta
juga dapat menimbulkan suatu gejala rebound insomnia dimana gejala
insomnia menjadi lebih berat jika obat tersebut dihentikan. Efek saming
yang lain ialah obat ini dapat menimbulkan amnesia anterograde,
postural instability, dan ngantuk yang berlebihan. 3,5

Agonis reseptor melatonin (Ramelteon) juga terbukti efektif dalam


mengobati insomnia. Obat ini bekerja memperbaiki onset dari tidur
dengan efek kebangun di malam hari sedikit. Efek samping juga sedikit.
Obat ini bekerja selektif pada reseptor MT1 dan MT2 pada manusia.
MT1 dan MT2 dapat memicu terjadinya tidur dan mempertahan siklus
tidur yang normal dan irama sikardian.3,4,5

Hipersomnia
Definisi

Hipersomnia adalah suatu keadaan kecendrungan tidur yang berlebihan, sulit


mempertahankan keadaan terjaga pada siang hari, rasa mengantuk disiang hari
yang berlebihan, berkepanjangan tidur malam hari, atau kadang kedua-duanya,
yang terjadi secara teratur atau rekuren untuk waktu singkat, dan menyebabkan
gangguan fungsi sosial dan pekerjaan.15

Etiologi
1) Kurang tidur

Banyak orang tidak menjadwalkan waktu yang cukup untuk tidur di malam hari
sehingga disiang hari pada terjaga merasakan ngantuk. Ini dikelola oleh
pendidikan pasien tentang kebiasaan tidur yang sehat.6

2) Sleep apnea

Sleep apnea adalah suatu kondisi di mana pasien secara berkala berhenti bernapas
saat tidur. Ada dua jenis sleep apnea-pusat dan obstruktif. Yang paling penyebab
umum sleep apnea adalah karena obstruksi sementara saluran napas bagian atas.
Itu perubahan ekstrim dalam konsentrasi oksigen dan karbon dioksida dalam
darah yang berkembang setelah 1 menit atau lebih tanpa udara
membangunkan tidur, dan beberapa berisik, tersedak terengah-engah
mengisi paru-paru. Obstructive sleep apnea adalah penyebab medis yang paling
umum dari mengantuk siang hari yang berlebihan. Yang sangat penting bagi
diagnosis adalah riwayat episode apnea saat tidur. Biasanya pasien tidak
menyadari episode karena mereka singkat dan gairah hanya parsial, sehingga
sejarah harus diperoleh secara tidak langsung, biasanya dari pasangan atau teman
sekamar. Gejala / tanda-tanda yang umum termasuk keras mendengkur dan jeda
dalam bernapas. Gejala tambahan termasuk terengah-engah selama tidur, sakit
kepala kusam, dan perilaku otomatis.7,8

3) Narkolepsi

Narkolepsi adalah suatu keadaan rasa kantuk yang berlebihan pada siang hari
dalam keadan sadar. Ada subtipe narkolepsi, yaitu :

a) Narkolepsi dengan Cataplexy

Dengan gejala mengantuk siang hari yang berlebihan dan cataplexy (tiba-tiba
kehilangan postural terjadi saat pasien terjaga dan identik dengan atonia). Gejala
utama adalah serangan tidur tak tertahankan berlangsung 5 - 30 menit di siang
hari. Serangan ini dapat terjadi tanpa peringatan dan pada waktu yang tidak tepat.
Itu kantuk yang terjadi pada narkolepsi tidak dapat dihilangkan dengan setiap
jumlah tidur yang normal. Patogenesis baik predisposisi genetik dan lingkungan
pemicu adalah terlibat.

Ada hubungan antara major histocompatibility complex (MHC) gen dan


narkolepsi-cataplexy, yang diduga menjadi gangguan autoimun. Kekurangan
hypocretin (ditunjukkan oleh CSF rendah hypocretin-1 tingkat) adalah
penyebab kebanyakan kasus narkolepsi-cataplexy pada hewan dan
manusia. Studi otopsi telah menunjukkan hilangnya selektif neuron
hipotalamus posterior yang memproduksi hypocretin neuropeptida (Orexin).
Hypocretin (orexin) disintesis di hipotalamus terutama ke inti batang otak
mengandung norepinefrin, histamin, serotonin dan neuron dopamin. Neuron
hypocretin mengintegrasikan metabolisme tidur dan masukan bangun. Ada
beberapa hipotesa mengatakan hypoactivity dalam sistem catecholaminergic. 9,10

b) Narkolepsi tanpa Cataplexy

Dengan gejala mengantuk disiang hari yang berlebihan dan multiple sleep.

Gejala

Tidur malam atau disiang dengan durasi lama (sebanyak 12 jam atau lebih).
Berlebihan kantuk di siang hari menyebabkan tidur siang berkepanjangan yang
tidak menyegarkan sehingga sulit untuk bangun dari tidur siang ataupun tidur
malam. Pasien tidak merasa tidur siang berikut segar dan karena itu melawan
kantuk selama mereka mampu. Beberapa pasien mengeluh sakit kepala, episode
pingsan, hipotensi ortostatik.

Pasien dengan hipersomnia primer peningkatan risiko mengembangkan gangguan


depresi mayor. Gejala khas termasuk mood depresi, anhedonia
(kehilangan minat dan kesenangan), penurunan energi, agitasi psikomotor
atau retardasi, penurunan atau peningkatan nafsu makan (yang dapat
menyebabkan penurunan berat badan atau keuntungan), penurunan perhatian
dan konsentrasi, penurunan libido, perasaan bersalah atau tidak berharga, dan,
dalam kasus yang parah, keinginan bunuh diri, proses berpikir delusi, halusinasi
pendengaran.
Pada pasien dengan bentuk berulang hipersomnia terjadi selama berhari-hari
hingga berminggu-minggu beberapa kali dalam setahun. Beberapa pasien
mungkin mengalami gejala mudah marah, mudah tersinggung, hypersexuality,
hyperphagia, perilaku impulsif, depersonalisasi, halusinasi, depresi, dan
disorientasi. 11

KRITERIA HIPERSOMNIA

Berdasarkan Pedoman Diagnostik Gangguan Jiwa dari PPDGJ III dan ICD-10
Hipersomnia termasuk dalam urutan Hierarki Blok Diagnosis Gangguan Jiwa No
V. F50-F59 tentang Sindrom Prilaku yang Berhubungan dengan Gangguan
Fisiologis dan Faktor Fisik. Pada urutan F51 Gangguan Tidur Non- Organik,
yaitu F51.1 Hipersomnia Non-Organik.12

F51 Gangguan Tidur Non-Organik

Kelompok gangguan ini termasuk :

a) Dysomnia : kondisi psikogenik primer dimana gangguan utamanya adalah


jumlah, kualitas atau waktu tidur yang disebabkan oleh hal-hal emosional,
misalnya : insomnia, hipersomnia, gangguan jadwal tidur jaga.

b) Parasomnia : peristiwa episodik abnormal yang terjadi selama tidur, pada anak-
anak hal ini terkait terutama dengan perkembangan anak, sedangkan pada dewasa
terutama pengaruh psikogenik. Misalnya : somnambulisme (sleep walking), teror
tidur (night terrors), mimpi buruk (night mares)

Pada kebanyakan kasus, gangguan tidur adalah salah satu gejala dari gangguan
lainnya, baik mental atau fisik. Walaupun gangguan tidur yang spesifik terlihat
secara klinis berdiri sendiri sejumlah faktor psikiatrik dan atau fisik yang terkait
memberikan kontribusi pada kejadiannya. Secara umum adalah lebih
baik membuat diagnosis gangguan tidur yang spesifik bersaman dengan diagnosis
lain yang relevan untuk menjelaskan secara adekuat psikopatologi dan
atau patofisiologi.12
a) Dysomnia : kondisi psikogenik primer dimana gangguan utamanya adalah
jumlah, kualitas atau waktu tidur yang disebabkan oleh hal-hal emosional,
misalnya : insomnia, hipersomnia, gangguan jadwal tidur jaga.

b) Parasomnia : peristiwa episodik abnormal yang terjadi selama tidur, pada anak-
anak hal ini terkait terutama dengan perkembangan anak, sedangkan pada dewasa
terutama pengaruh psikogenik. Misalnya : somnambulisme (sleep walking), teror
tidur (night terrors), mimpi buruk (night mares)

Pada kebanyakan kasus, gangguan tidur adalah salah satu gejala dari gangguan
lainnya, baik mental atau fisik. Walaupun gangguan tidur yang spesifik terlihat
secara klinis berdiri sendiri sejumlah faktor psikiatrik dan atau fisik yang terkait
memberikan kontribusi pada kejadiannya. Secara umum adalah lebih
baik membuat diagnosis gangguan tidur yang spesifik bersaman dengan diagnosis
lain yang relevan untuk menjelaskan secara adekuat psikopatologi dan
atau patofisiologi. 12

F51.1 Hipersomnia Non-Organik

Pedoman Diagnostik :

Gambaran klinis dibawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti :

a) Rasa kantuk pada siang hari yang berlebihan atau adanya serangan tidur/ sleep
attacks (tidak disebabkan oleh jumlah tidur yang kurang), dan atau transisi yang
memanjang dari saat mulai bangun tidur sampai sadar sepenuhnya (sleep
drunkenness)

b) Gangguan tidur terjadi setiap hari selama lebih dari 1 bulan atau berulang
dengan kurun waktu yang lebih pendek, menyebabkan penderitaan yang cukup
berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan

c) Tidak ada gejala tambahan narcolepsy (cataplexy, sleep paralysis,


hynagogic hallucination) atau bukti klinis untuk sleep apnoe

d) Tidak ada kondis neurologis atau medis yang menunjukkan gejala rasa kantuk
pada siang hari. Bila hipersomnia hanya merupakan salah satu gejala dari
gangguan jiwa lain, misalnya Gangguan Afektif, maka diagnosis harus sesuai
dengan gangguan yang mendasarinya. Diagnosis hipersomnia psikogenik
harus ditambahkan bila hipersomnia merupakan keluhan yang dominan dari
penderita dengan gangguan jiwa lainnya.12

Menurut kriteris DSM-IV-TR dibagi menjadi 2 yaitu : Hipersomia


Primer dan Hipersomnia Akibat Gangguan Jiwa Lain. 10

1. Hipersomnia Primer

a) Keluhan yang dominan adalah rasa mengantuk berlebihan untuk waktu


sedikitnya 1 bulan (atau kurang jika berulang) yang tampak baik dengan
episode tidur lama atau episode siang hari yang terjadi hampir setiap hari

b) Rasa mengantuk yang berlebihan menyebabkan penderita yang


secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area
fungsi penting lain

c) Rasa mengantuk sebaiknya tidak disebabkan oleh insomnia dan


tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan tidur lain (seperti,
narkolepsi, gangguan tidur yang terkain dengan pernafasan, gangguan
tidur irama sirkadian atau parasomnia) dan tidak dapat disebabkan karena
kurangnya tidur. Gangguan ini tidak hanya terjadi selama perjalanan
gangguan jiwa lain ( seperti gangguan depresif berat, gangguan
ansietas menyeluruh, delerium)

d) Gangguan ini bukan disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat ( seperti

penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum.

Tentukan jika : Berulang : jika terdapat periode rasa mengantuk

berlebihan yang berlangsung sedikitnya selama 3 hari terjadi beberapa kali

dalam setahun selama sedikitnya 2 tahun.

2. Hipersomnia Akibat Gangguan Jiwa Lain. 10


a) Keluhan yang dominan adalah rasa mengantuk berlebihan
setidaknya 1 bulan seperti adanya episode tidur malam atau
episode siang hari yang terjadi hampir setiap hari

b) Rasa mengantuk yang berlebihan menyebabkan penderita


yang secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial,
pekerjaan, atau area fungsi penting lain

c) Hipersomnia dianggap terkain dengan gangguan Aksis I atau Aksis


II lain (contoh, gangguan depresif berat, gangguan distimik) tetapi
cukup berat sehingga memerlukan perhatian klinis sendiri.

Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan tidur


lain (contoh, narkolepsi, gangguan tidur terkait pernafasan, parasomnia)
atau kurang tidur. Gangguan ini tidak disebabkkan efek fisiologis langsung
suatu zat (contoh penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis
umum.

Tata laksana

a) Non Psikofarmaka

1. Pendekatan hubungan antara pasien dan dokter, tujuannya :

Untuk mencari penyebab dasarnya dan pengobatan yang adekuat

Untuk mencegah komplikasi sekunder yang diakibatkan oleh


penggunaan obat hipnotik, alkohol, gangguan mental

Untuk mengubah kebiasaan tidur yang jelek

2. Psikotherapi

Psikotherapi sangat membantu pada pasien dengan gangguan psikiatri


seperti depresi, obsessi, kompulsi, gangguan tidur kronik. Dengan
psikoterapi ini kita dapat membantu mengatasi masalah-masalah
gangguan tidur yang dihadapi oleh penderita tanpa penggunaan
obat hipnotik.

3. Sleep hygiene terdiri dari:


Tidur dan bangunlah secara reguler/kebiasaan

Hindari tidur pada siang hari

Jangan mengkonsumsi kafein pada malam hari

Jangan mengkonsumsi alkohol

Jangan menggunakan obat-obat stimulan seperti decongestan

Lakukan latihan/olahraga yang ringan sebelum tidur

Hindari makan pada saat mau tidur, tapi jangan tidur dengan perut
kosong

Hindari rasa cemas atau frustasi

Buat suasana ruang tidur yang sejuk, sepi, aman dan enak

Perubahan perilaku yang baik misalnya menghindari kerja malam


dan kegiatan sosial yang menunda waktu tidur

b) Psikofarmaka

1. Antidepresan

2. Antipsikosis

3. Amfetamin

Amfetamin meningkatkan pelepasan katekolamin yang mengakibatkan


jumlah neurotransmiter golongan monoamine (dopamin, norepinefrin, dan
serotonin) dari saraf pra-sinapsis meningkat. Amfetamin memiliki banyak
efek stimulan diantaranya meningkatkan aktivitas dan gairah hidup,
menurunkan rasa lelah, meningkatkan mood, meningkatkan konsentrasi,
menekan nafsu makan, dan menurunkan keinginan untuk tidur. Akan tetapi,
dalam keadaan overdosis, efek-efek tersebut menjadi berlebihan.

Secara klinis, efek amfetamin sangat mirip dengan kokain, tetapi amfetamin
memiliki waktu paruh lebih panjang dibandingkan dengan kokain (waktu paruh
amfetamin 10 15 jam) dan durasi yang memberikan efek euforianya 4 8
kali lebih lama dibandingkan kokain.
4. Methylphenidate

Secara khus adalah inhibitor reuptake dopamin, lebih lemah inhibitor


reuptake norepinefrine, dan meningkatkan neurotransmitter diotak.

5. Modafinil

Menghambat aksi reuptake dari dopamine.

DAFTAR PUSTAKA

1. Japardi I. gangguan tidur. bagian bedah Fak Kedokt Univ sumatera utara.
2002:1-11.
2. Atmadja B. Fisiologi Tidur. bagian bedah saraf Fak Kedokt unpad. 2014.
3. Kyeger M, Zee P. Sleep-Wake Cycle: Its Physiology and Impact on
Health. Natl sleep Found. 2006:1-27.
4. The International Classification of Sleep Disorders, Revised. USA:
American Academy of Sleep Medicine; 2001:19.
5. Leger D, Poursain B, Neubauer D, Uchiyama M. An International Survey
of Sleeping Problems in The General Population. Medical Research and
Opinion. 2008;24(1):307.
6. Chawla, J. Insomnia. Medscape [Serial Online]. Didapat dari URL
http://emedicine.medscape.com/article/1187829-overview. [29 Maret
2017]
7. Hewlett W. A. Insomnia. Dalam : Current Diagnosis & Treatment
Psychiatry, Second Edition. New York: McGraw Hill; 2009
8. Buysse, D. J. Treatment of Psychiatry Chronic Insomnia. American
Journal of Psychiatry 165:6, June 2008
9. Sherwood L. Fisiologi Manusia. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2001: 136-138
10. Wulff k, Dijk DJ, et. All. Sleep and circadian rhythm disruption in
schizophrenia. The British Journal of Psychiatry.2012.308-316
11. Wilson FJ, Nutt DJ, Alford C, et all. British Association for
Psychopharmacology consensus statement on evidence-based treatment of
insomnia, parasomnias and circadian rhythm disorders.Journal of
psychopharmacology.2010. 24(11):1577-1600
12. Harvey GA. Sleep and Circadian Rhythms in Bipolar Disorder: Seeking
Synchrony, Harmony, and Regulation. American Journal of
Psychiatry.2008. 165 :820-865
13. Kaplan, H.I, Sadock BJ. 2010.Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri.
Ed:Wiguna, I Made.Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher
14. Sadock BJ, Sadock VA. Sleep Disorders . Dalam: Sadock BJ, Sadock VA.
Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry. Edisi ke-10. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2007: 753-72
15. B.K Puri, P.J. Laking, dkk. Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2. EGC. cetakan
2011

Anda mungkin juga menyukai