Decomp Cordis
Decomp Cordis
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Dekompensasi kordis atau gagal jantung adalah suatu sindroma klinis yang
disebabkan oleh gagalnya mekanisme kompensasi otot miokard dalam mengantisipasi
peningkatan beban volume berlebihan ataupun beban tekanan berlebih yang tengah
dihadapinya, sehingga tidak mampu memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan tubuh. Kemampuan jantung sebagai pompa sesungguhnya sangat
bergantung pada kontraktilitas otot jantung. Dan kemampuan kontraksi ini, ternyata tidak
hanya ditentukan oleh kontraktilitas sarkomer miokard itu sendiri, tetapi juga sangat
dipengaruhi oleh besarnya preload (beban volume), afterload (beban tekanan), dan heart
rate (frekuensi denyut jantung).
Ada dua penyebab utama gagal jantung. Pertama, yang disebut "kegagalan
overcirculation," bisa disebabkan oleh penyakit jantung bawaan maupun didapat yang
menimbulkan beban volume (preload) atau beban tekanan (afterload) yang berlebih
atau insufisiensi miokard. Yang kedua, sebut "pompa kegagalan," terjadi ketika otot
jantung menjadi rusak dan tidak ada kontraksi yang normal lagi. Penyebab lain adalah
takikardi supraventrikular, blok jantung komplit, anemia berat, dan korpulmonale akut.
Disamping faktor penyebab yaitu penyakit jantung bawaan sebagai penyebab utama,
juga faktor umur yang menyebabkan jantung dan organ lainnya masih lebih baik
regenerasinya, memberikan harapan penyembuhan yang lebih baik (Wayman, 2005) .
Sampai saat ini belum ada data yang valid mengenai insidens gagal jantung akut
pada anak. Gagal jantung memberi kontribusi terhadap estimasi 15 juta kematian anak
tiap tahun di dunia, penyebab tersering adalah PJB. Menurut dr.Sukman Tulus Putra,
SpA, Ketua Divisi Kardiologi Anak RSCM, penderita PJB 90% meninggal karena gagal
jantung dalam usia kurang dari satu tahun, sedangkan sisanya terjadi pada umur 1-5
tahun. Penyebab gagal jantung pada umur 5-15 tahun umumnya kelainan jantung di
dapat (diantaranya demam reumatik).
Pada umumnya gagal jantung pada anak adalah gagal jantung kanan, atau
kombinasi kanan dan kiri, dan jarang sekali terjadi gagal jantung kiri yang berdiri
sendiri. Bila gejala bendungan vena sistemik tidak disertai gejala bendungan paru, maka
keadaan yang terjadi disebut gagal jantung murni, seperti misalnya pada stenosis katup
yang berat. Bila disertai gagal jantung kiri maka disebut gagal jantung kongesti.
Gagal jantung kongestif pada bayi dan anak merupakan kegawatdaruratan yang
sangat sering dijumpai oleh petugas kesehatan dimanapun berada. Keluhan dan gejala
sangat bervariasi sehingga sering sulit dibedakan dengan akibat penyakit lain di luar
jantung.
1
Saat ini penentuan derajat gagal jantung masih menggunakan kriteria klinis gagal
jantung yaitu kriteria Ross (kemampuan minum, laju jantung, laju nafas, dan keringat
yang berlebihan) dan pada pemeriksaan penunjang non invasive yaitu ekokardiografi.
Tetapi sayangnya penilaian secara klinis pada anak usia di bawah 3 tahun seringkali tidak
spesifik karena infeksi paru juga dapat menunjukkan tanda-tanda yang sama. Sampai saat
ini strategi yang efektif dan cost-effective masih terus dikembangkan untuk menegakkan
diagnosis gagal jantung secara obyektif melalui pemeriksaan laboratorium pada
penderita yang telah memiliki penyakit atau pada penderita yang memiliki risiko untuk
terjadi gagal jantung. Diharapkan dengan strategi yang tepat memungkinkan klinisi
memberikan terapi awal, mencegah atau paling tidak memperlambat terjadinya gagal
jantung.
Kebanyakan gagal jantung disertai dengan curah jantung yang rendah, tetapi
dapat pula disertai dengan curah jantung yang normal atau tinggi, misalnya gagal jantung
pada anemia atau hipertiroidi. Makin muda usia saat timbulnya gagal jantung, makin
buruk prognosisnya. Sering pengobatan medikamentosa saja tidak dapat mengatasi
semua beban yang berlebihan pada jantung, sehingga tidak memberi hasil yang
memuaskan. Dalam keadaan ini, pertimbangan untuk menentukan perlu atau tidaknya
tindakan operasi, meneruskan pengobatan, atau modifikasi pengobatan membutuhkan
diagnosis anatomis dan fungsional yang tepat.
2
BAB II
Pembahasan
Jantung berbentuk seperti buah pir atau kerucut terletak seperti piramida terbalik
dengan apeks (puncak) berada di bawah dan basis (alas) berada di atas. Jantung yang
normal terletak di rongga dada sebelah kiri, di dalam ruang mediastinum. Apeks
jantung menghadap ke kiri depan bawah. Besar jantung lebih kurang sebesar kepalan
tangan pemiliknya. Pada bayi ukurannya relatif lebih besar daripada dewasa. Pada bayi,
perbandingan jantung terhadap rongga dada (rasio kardiotoraks) mencapai 60%, pada
anak besar sampai dewasa muda mencapai 50%.
2. Lapisan jantung
3
visceral terdapat ruangan perikardium yang berisi cairan serosa berjumlah 15-50 ml dan
berfungsi sebagai pelumas.
Miokardium terdiri dari dua berkas otot yaitu sinsitium atrium dan sinsitium
ventrikel. Setiap serabut otot dipisahkan diskus interkalaris yang berfungsi
mempercepat hantaran impuls pada setiap sel otot jantung. Antara sinsitium atrium dan
sinsitium ventrikel terdapat lubang yang dinamakan anoulus fibrosus yang merupakan
tempat masuknya serabut internodal dari atrium ke ventrikel. Lapisan endokardium
merupakan lapisan yang membentuk bagian dalam jantung dan merupakan lapisan
endotel yang sangat licin untuk membantu aliran darah.
3. Ruang-Ruang Jantung
4
Jantung terdiri dari empat ruang, dua ruang berdinding tipis disebut atrium dan
dua ruang berdinding tebal disebut ventrikel.
1. Atrium
Atrium kanan. Berfungsi menampung darah yang rendah oksigen dari seluruh
tubuh yang mengalir dari vena kava superior dan inferior serta sinus
koronarius yang berasal dari jantung sendiri. Kemudian darah dipompakan ke
ventrikel kanan dan selanjutnya ke paru-paru.
Atrium kiri. Berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru
melalui empat buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke ventrikel
kiri dan dipompakan ke seluruh tubuh melalui aorta.
2. Ventrikel
Ventrikel kiri. Berfungsi memompakan darah yang kaya oksigen dari atrium
kiri ke seluruh tubuh melalui aorta(7).
4. Katup Jantung
5
Katup jatung terbagi menjadi 2 bagian, yaitu katup yang menghubungkan antara
atrium dengan ventrikel dinamakan katup atrioventrikuler, sedangkan katup yang
menghubungkan sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal dinamakan katup semilunar.
Katup atrioventrikuler terletak antara atrium dan ventrikel. Katup yang terletak
antara atrium kanan dan ventrikel kanan disebut katup trikuspidalis. Katup yang
terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri disebut katup bikuspidalis atau katup
mitral. Katup atrioventrikuler memungkinkan darah mengalir dari masing-masing
atrium ke ventrikel pada saat diastolik dan mencegah aliran balik pada saat ventrikel
berkontraksi memompa darah keluar jantung yaitu pada saat sistolik.
Katup semilunar terdiri dari katup pulmonal yaitu katup yang menghubungkan
antara ventrikel kanan dengan pulmonal trunk, katup semilunar yang lain adalah katup
yang menghubungkan antara ventrikel kiri dengan asendence aorta yaitu katup aorta.
Katup berfungsi mencegah aliran darah balik ke ruang jantung sebelumnya sesaat
setelah kontraksi atau sistolik dan sesaat saat relaksasi atau diastolik. Tiap bagian daun
katup jantung diikat oleh chordae tendinea sehingga pada saat kontraksi daun katup
tidak terdorong masuk keruang sebelumnya yang bertekanan rendah. Chordae tendinea
sendiri berikatan dengan otot yang disebut muskulus papilaris(7,8).
6
Keseluruhan sistem peredaran (sistem kardiovaskuler) terdiri dari arteri, arteriola,
kapiler, venula dan vena.
Arteri
Arteri berfungsi untuk transportasi darah dengan tekanan yang tinggi ke seluruh
jaringan tubuh. Dinding arteri kuat dan elastis (lentur), kelenturannya membantu
mempertahankan tekanan darah diantara denyut jantung. Dinding arteri banyak
mengandung jaringan elastis yang dapat teregang saat sistol dan mengadakan
rekoil saat diastol.
Arteriola
Merupakan cabang paling ujung dari sistem arteri, berfungsi sebagai katup
pengontrol untuk mengatur pengaliran darah ke kapiler. Arteriol mempunyai
dinding yang kuat sehingga mampu kontriksi atau dilatasi beberapa kali ukuran
normal, sehingga dapat mengatur aliran darah ke kapiler. Otot arteriol dipersarafi
oleh serabut saraf kolinergik yang berfungsi vasodilatasi. Arteriol merupakan
penentu utama resistensi/tahanan aliran darah, perubahan pada diameternya
menyebabkan perubahan besar pada resistensi.
Kapiler
Merupakan pembuluh darah yang halus dan berdinding sangat tipis, yang berfungsi
sebagai jembatan diantara arteri (membawa darah dari jantung) dan vena
(membawa darah kembali ke jantung). Kapiler memungkinkan oksigen dan zat
makanan berpindah dari darah ke dalam jaringan dan memungkinkan hasil
metabolisme berpindah dari jaringan ke dalam darah.
Venula
Dari kapiler darah mengalir ke dalam venula lalu bergabung dengan venul-venul
lain ke dalam vena, yang akan membawa darah kembali ke jantung.
7
Vena
Vena memiliki dinding yang tipis, tetapi biasanya diameternya lebih besar daripada
arteri, sehingga vena dapat mengangkut darah dalam volume yang sama tetapi
dengan kecepatan yang lebih rendah dan tidak terlalu dibawah tekanan. Karena
tekanan dalam sistem vena rendah maka memungkinkan vena berkontraksi
sehingga mempunyai kemampuan untuk menyimpan atau menampung darah sesuai
kebutuhan tubuh(9).
a. Arteri
Left Coronary Arteri (LCA) : left main kemudian bercabang besar menjadi: left
anterior decending arteri(LAD), left circumplex arteri (LCX)
Right Coronary Arteri
7. Sirkulasi jantung
8
Lingkaran sirkulasi jantung dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu sirkulasi
sistemik dan sirkulasi pulmonal. Namun demikian terdapat juga sirkulasi koroner yang
juga berperan sangat penting bagi sirkulasi jantung.
Sirkulasi Sistemik
Sirkulasi Pulmonal
Sirkulasi Koroner
Efisiensi jantung sebagi pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi yang cukup
pada otot jantung itu sendiri. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung dan
membawa oksigen untk miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial yang kecil-
kecil.
Peningkatan aktifitas
Jantung berdenyut
9
Rangsang sistem saraf simpatis.
8. Siklus jantung
Setiap siklus jantung terdiri dari urutan peristiwa listrik dan mekanik yang saling
terkait. Rangsang listrik dihasilkan dari beda potensial ion antar sel yang selanjutnya
akan merangsang otot untuk berkontraksi dan relaksasi. Kelistrikan jantung merupakan
hasil dari aktivitas ion-ion yang melewati membran sel jantung. Aktivitas ion tersebut
disebut sebagai potensial aksi. Mekanisme potensial aksi terdiri dari fase depolarisasi dan
repolarisasi:
Depolarisasi
Merupakan rangsang listrik yang menimbulkan kontraksi otot. Respon mekanik dari
fase depolarisasi otot jantung adalah adanya sistolik.
Repolarisasi
Mid Diastole
Merupakan fase pengisian lambat ventrikel dimana atrium dan ventrikel dalam
keadaan istirahat. Darah mengalir secara pasif dari atrium ke ventrikel melalui katup
atrioventrikuler, pada saat ini katup semilunaris tertutup dan terdengar sebagai bunyi
jantung kedua.
Diastole Lanjut
10
Sistole Awal
Sistole Lanjut
Diastole Awal
Didalam otot jantung terdapat jaringan khusus yang menghantarkan aliran listrik.
Jaringan tersebut mempunyai sifat-sifat :
11
Berdasarkan sifat diatas, secara spontan dan teratur jantung akan menghasilkan
impuls yang akan disalurkan melalui sistem hantar untuk merangsang otot jantung dan
menimbulkan kontraksi otot. Perjalanan impuls jantung dimulai dari SA nodus sampai
dengan serabut purkinye.
1. SA nodus
Disebut pemacu alami karena secara otomatis mengeluarkan aliran listrik yang
kemudian menggerakkan otot jantung secara otomatis. Impuls yang dikeluarkan
oleh SA nodus antara 60-100 kali per menit. SA nodus dapat menghasilkan impuls
karena adanya sel-sel pacemaker yang dipengaruhi syaraf simpatis dan
parasimpatis. SA nodus terletak didekat muara vena kava superior.
2. Traktus intermodal
3. AV Nodus
Terletak didalam dinding septum atrium sebelah kanan, tepat diatas katup
trikuspidalis dekat muara sinus koronarius. Berfungsi menahan impuls jantung
selama 0,08-0,12 detik untuk memungkinkan pengisian ventrikel selama atrium
berkontraksi dan mengatur jumlah impuls atrium yang mencapai atrium. SA nodus
dapat menghasilkan impuls dengan frekuensi 40-60 kali per menit.
4. Bundle of his
Merupakan lanjutan dari bundle of his yang bercabang menjadi dua yaitu :
6. Serabut purkinye
12
Merupakan bagian ujung dari bundle branch, menghantarkan impuls syaraf menuju
lapisan sub endokard pada kedua ventrikel sehingga terjadi depolarisasi yang di
ikuti oleh kontraksi ventrikel. Impuls yang dihasilkan antara 20-40 kali per menit.
Faktor jantung dipengaruhi oleh faktor utama yang saling berkaitan dalam
menentukan isi sekuncup (stroke volume) dan curah jantung (cardiac output)
Beban Awal
13
dan mengurangi peningkatan lebih lanjut dari volume dan tekanan. Perubahan dalam
volume intrakardia dan perubahan akhir pada tekanan bergantung pada kelenturan
daya regang ruang-ruang jantung. Ruang jantung yang sangat besar, daya regangnya
dapat menampung perubahan volume yang relative besar tanpa peningkatan tekanan
yang bermakna. Sebaliknya, pada ruang ventrikel yang gagal, yang kurang lentur,
penambahan volume yang kecil dapat mengakibatkan peningkatan tekanan yang
bermakna dan dapat berlanjut menjadi pembendungan dan edema ( Carleton,P.F dan
M.M. ODonnell, 1995 ).
Kontraktilitas
Beban Akhir
Beban akhir adalah besarnya tegangan dinding ventrikel yang harus dicapai
untuk mengejeksikan darah sewaktu sistolik. Menurut Hukum Laplace , ada tiga
variabel yang mempengaruhi tegangan dinding yaitu ukuran atau radius intraventrikel,
tekanan sistolik ventrikel dan tebal dinding. Vasokonstriksi arteri yang meningkatkan
tahanan terhadap ejeksi ventrikel dapat meningkatkan tekanan sistolik ventrikel,
sedangkan retensi cairan dapat meningkatkan radius intraventrikel. Pemberian
vasodilator dan hipertrofi ventrikel sebagai konsekuensi lain dari gagal jantung dapat
mengurangi beban akhir ( Carleton,P.F dan M.M. ODonnell, 1995 )(12).
Lingkaran sirkulasi dapat dibagi atas dua bagian besar yaitu sirkulasi sistemik dan
sirkulasi pulmonalis
Sirkulasi Sistemik
14
1. Mengalirkan darah ke berbagi organ
2. Memenuhi kebutuhan organ yang berbeda
3. Memerlukan tekanan permulaan yang besar
4. Banyak mengalami tahanan
5. Kolom hidrostatik panjang
Sirkulasi Pulmonal
Sirkulasi Koroner
Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung dan membawa oksigen untuk
miokardium melalui cabang cabang intar miokardial yang kecil. Aliran darah koroner
meningkat pada:
1. Aktifitas
2. Denyut jantung
3. Rangsang sistem syaraf simpatis.
B. DECOMPENSATIO CORDIS
1. Definisi
2. Epidemiologi
3. Etiologi
Seperti ditampilkan pada tabel 1, setiap keadaan yang mengakibatkan perubahan pada
struktur atau fungsi ventrikel kiri (Left ventricular/LV) dapat menyebabkan pasien terkena HF.
Walaupun etiologi HF pada pasien dengan EF yang normal berbeda dengan yang EF yang
menurun, terdapat suatu etiologi yang dianggap overlap untuk kedua keadaan ini. Pada
negara industrialisasi, penyakit jantung koroner (PJK) merupakan suatu penyebab dominant
pada pria dan wanita dan terjadi pada 60-75% kasus HF. Hipertensi berperan pada
perkembangan HF pada 75% pasien, termasuk pasien dengan PJK. Baik PJK dan hipertensi
dapat bekerja sama untuk meningkatkan resiko HF, begitu pula dengan diabetes mellitus.
a
Note: Mengindikasikan keadaan yang dapat menyebabkan gagal jantung dengan
fraksi injeksi yang normal.
Pada 2030% kasus HF dengan EF yang menurun, dasar etiologi pasti belum
diketahui secara pasti. Pasien ini dikatakan memiliki kardiomyopati yang noniskemik,
dilatasi atau idiopatik jika sebabnya tidak diketahui. Infeksi virus sebelumnya atau
paparan toxin (mis. alcohol atau kemoterapi) dapat pula menyebabkan kardiomyopati
dilatasi.
4. Prognosis
5. Patogenesis
Walaupun alasan yang tepat mengapa pasien dengan disfungsi LV dapat tetap
asimptomatis belum dipastikan, salah satu penjelasannya kemungkinan karena
beberapa mekanisme kompensasi menjadi aktif dengan keberadaan jejas pada jantung
dan/atau disfungsi LV, dan sepertinya hal ini dapat dipertahankan dan mengatur fungsi
LV selama beberapa bulan atau tahun. Daftar mekanisme kompensasi yang telah
dijelaskan diatas termasuk (1) aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) dan
sistem saraf adrenergic, dimana berperan dalam menjaga kardiak output dengan
meningkatkan retensi garam dan ait (Gambar 2), dan (2) meningkatkan kontraktilitas
myokard. Disertai dengan aktivasi dari molekul yang menghambat vasodilatasi,
termasuk peptida natriuretik otak dan atrial (ANP dan BNP), prostaglandin (PGE 2 dan
PGI2), dan nitric oxide (NO), yang menimbulkan vasokonstriksi vaskuler perifer yang
berlebihan. Latar belakang genetis, jenis kelamin, umur, dan lingkungan dapa
mempengaruhi mekanisme kompensasi tersebut, dimana dapat memodulasi fungsi LV
dalam suatu homeostatik yang fisiologis, pada keadaan demikian, kapasitas
fungsional dari pasien dapat dijaga atau hanya sedikit menurun. Sehingga, pasien
dapat menjadi tetap asimpomatis atau dengan gejala minimum untuk jangka waktu
beberapa bulan bahkan tahun. Namun, pada suatu poin ,pasien akan mendapatkan
gejala yang jelas, disertai dengan peningkatan mortalitas dan morbiditas. Walaupun
mekanisme pasti yang berperan dalam transisi ini tidak diketahui, seperti yang
dijelaskan dibawah, transisi antara HF asimptomatik menjadi simptomatik diikuti oleh
adanya peningkatan aktivasi sistem neurohormonal, adrenergik, dan sitokin yang
mengakibatkan beebrapa perubahan adaptif dalam myokard yang secara keseluruhan
disebut LV remodelling.
LV remodeling terjadi akibat adanya kejadian kompleks yang terjadi pada level
molekuler dan seluler. Perubahan ini termasuk : (1) hipertrofi myosit; (2) perubahan
pada kemampuan kontraktilitas myosit; (3) kematian myosit progressif melalui
nekrosis, apoptosis, dan aotophagic; (4) desensitasi -adrenergic; (5) tingkat
metabolisme dan energi abnormal pada jantung; dan (6) reorganisasi dari matriks
ekstraseluler dengan kerusakan dari struktur kolagen yang mengelilingi myosit dan
digantikan dengan matriks kolagen interstitial yang tidak memberikan dukungan
structural terhadap myosit. Stimulus biologis untuk perubahan ini termasuk regangan
mekanis pada myosit, sirkulasi neurohormonal (misal, norepinephrin, angiotensin II),
sitokin inflamasi [misal. tumor necrosis fator (TNF)], peptide dan faktor pertumbuhan
lainnya (mis. endothelin) dan jenis oksigen reaktif (mis. superoxide, NO). Walaupun
molekul ini secara kolektif dianggap neurohormon, terminology neurohormon selama
ini hanya mengarah kepada neurohormon klasik seperti norepinephrin dan angiotensin
II, yang dapat disintesis langsung di dalam myokard dan kemudian bekerja dalam
mekanisme autokrin dan parakrin.Akan tetapi, konsep paling penting adalah adanya
ekspresi yang berlebihan dari molekul yang secara biologis aktif berperan dalam
menimbulkan efek yang merusak pada jantung dan sirkulasi sehingga menimbulkan
progresi HF. Sehingga kemudian, pandangan ini membentuk rasionalisasi klinis untuk
pemakaian agen farmakologis yang melawan sistem ini [mis. angiotensin-converting
enzyme (ACE) inhibitor dan beta blocker] dalam menangani pasien HF.
Disfungsi Sistolik
7. Manifestasi Klinis
a. Gejala
20
Gejala kardinal dari HF adalah kelemahan dan sesak napas. Walaupun mudah
lelah dahulunya dianggap akibat kardiak output yang rendah pada HF, sepertinya
abnormalitas otot skeletal dan komorbiditas non-kardiak lainnya (misal anemia)
juga berkontribusi terhadap gejala ini. Pada tahap HF yang dini, sesak napas
dialami pada saat beraktivitas berat (dyspneu deffort); namun semakin penyakit
ini berkembang, sesak napas juga dialami pada aktivitas ringan, dan pada
akhirnya bahkan pada saat beristirahat. Banyak faktor yang menyebabkan sesak
napas pada HF. Mekanisme paling penting adalah kongesti pulmoner dengan
adanya akumulasi dari cairan interstitial atau intraalveolar, yang mengaktivasi
reseptor juxtacapillary J, yang akan menstimulasi pernapasan cepat dan dangkal
yang khas untuk sesak napas kausa penyakit jantung. Faktor lain yang berperan
terhadap terjadinya sesak napas pada saat beraktivitas berat adalah menurunnya
komplians pulmoner, peningkatan resistensi saluran napas, kelemahan otot napas
atau/dan diaphragma, dan anemia. Sesak napas dapat menjadi lebih jarang dengan
adanya onset kegagalan ventrikuler kanan dan regurgitasi tricuspid.
I. Orthopnea
Istilah ini berarti adanya episode akut dari sesak napas yang berat dan
batuk yang biasanya terjadi pada malam hari dan membangunkan pasien dari
tidur, biasanya 1-3 jam setelah pasien tidur. PND dapat bermanifestasi
sebagai batuk-batuk atau wheezing, kemungkinan karena peningkatan
tekanan pada arteri bronchial menyebabkan kompresi saluran udara, disertai
dengan edema pulmoner interstitial yang meyebabkan peningkatan resistensi
saluran udara. Diketahui bahwa orthopnea dapat meringan setelah duduk
tegak, sedangkan pasien PND seringkali mengalami batuk dan wheezing
yang persisten walaupun mereka mengaku telah duduk tegak.
Edema Pulmoner akut biasanya timbul dengan onset sesak napas pada
istirahat, tachynepa, tachycardia, dan hypoxemia berat. Rales dan wheezing
akibat kompresi saluran udara dari perbronchial cuffing dapat terdengar.
Hipertensi biasanya terjadi akibat pelepasan cathecolamine endogenous.
b. Gejala Lainnya
8. Pemereksaan Fisik
Pemeriksaan fisis yang teliti selalu penting dalam mengevaluasi pasien dengan
HF. Tujuan pemeriksaan adalah untuk membantu menentukan penyebab dari HF,
begitu pula untuk menilai keparahan dari sindrom yang menyertai. Memperoleh
informasi tambahan mengenai keadaan hemodinamika dan respon terhadap terapi
serta menentukan prognosis merupakan tujuan tambahan lainnya pada pemeriksaan
fisis.
Pada gagal jantung ringan dan moderat, pasien sepertinya tidak mengalami
gangguan pada waktu istirahat, kecuali perasaan tidak nyaman jika berbaring pada
permukaan yang datar dalam beberapa menit. Pada HF yang lebih berat, pasien
harus duduk dengan tegak, dapat mengalami sesak napas, dan kemungkinan tidak
dapat mengucapkan satu kalimat lengkap karena sesak yang dirasakan. Tekanan
22
darah sistolik dapat normal atau tinggi pada HF ringan, namun biasanya berkurang
pada HF berat, karena adanya disfungsi LV berat. Tekanan nadi dapat berkurang
atau menghilang, menandakan adanya penurunan stroke volume. Sinus takikardi
merupakan tanda nonspesifik disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik.
Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer dan
sianosis pada bibir dan kuku juga disebabkan oleh aktivitas adrenergik berlebih.
b. Vena Jugularis
c. Pemeriksaan pulmoner
d. Pemeriksaan Jantung
f. Cardiac Cachexia
Pada kasus HF kronis yang berat, dapat ditandai dengan penurunan berat
badan dan cachexia yang bermakna. Walaupun mekanisme dari cachexia pada HF
tidak diketahui, sepertinya melibatkan banyak faktor dan termasuk peningkatan
resting metabolic rate; anorexia, nausea, dan muntah akibat hepatomegali
kongestif dan perasaan penuh pada perut; peningkatan konsentrasi sitokin yang
bersirkulasi seperti TNF, dan gangguan absorbsi intestinal akibat kongesti pada
vena di usus. Jika ditemukan, cachexia menandakan prognosis keseluruhan yang
buruk.
9. Diagnosis
Diagnosis HF relatif tidak sulit jika pasien datang dengan gejala dan tanda
klasik untuk HF; akan tetapi, gejala dan tanda HF kebanyakan tidak spesifik dan tidak
sensitive. Karena hal tersebut, kunci untuk mendiagnosis adalah mempunyai tingkat
kecurigaan tinggi terutama pada pasien beresiko. Ketika pasien datang dengan gejala
dan tanda HF, pemeriksaan laboratorium penunjang sebaiknya dilakukan.
b. Elektrokardiogram (EKG)
c. Radiology
d. Penilaian fungsi LV
e. Biomarker
f. Pemeriksaan latihan
Treadmill atau latihan bersepeda tidak rutin dianjurkan pada pasien HF,
namun bermanfaat untuk menilai perlunya transplantasi kardiak pada pasien
dengan HF berat.
HF sebaiknya dipandang sebagai suatu seri yang terdiri dari 4 stadium yang saling
berkaitan. Stadium A termasuk pasien dengan resiko tinggi terkena HF namun tanpa
gangguan structural jantung atau gejala HF (pasien diabetes mellitus atau hipertensi).
Stadium B termasuk pasien yang memiliki gangguan structural pada jantung namun tanpa
gejala HF (misal. pasien dengan riwayat MI dan disfungsi LV asimptomatis). Stadium C
termasuk pasien yang memiliki gangguan structural pada jantung dan memiliki gejala HF
yang berkembang (misal. pasien dengan riwayat MI dengan sesak napas dan kelemahan ).
Stadium D termasuk pasien dengan HF refrakter yang membutuhkan intervensi khusus
(pasien dengan HF refrakter yang membutuhkan transplantasi jantung). Pada seri ini, setiap
usaha sebaiknya dilakukan untuk mencegah HF, tidak hanya dengan menangani penyebab HF
yang dapat dicegah (hipertensi) namun dengan mengatasi pasien pada stadium B dan
stadium C dengan obat yang mencegah progresi penyakit ini (mis. ACE inhibitor dan beta
blocker) dan dengan penanganan simptomatik pasien pada stadium D.
Sumber: Adaptasi dari New York Heart Association, Inc., Diseases of the Heart and
Blood Vessels: Nomenclature and Criteria for Diagnosis, 6th ed. Boston, Little
Brown, 1964, p. 114.
Aktivitas
Walaupun aktivitas fisik berat tidak dianjurkan pada HF, suatu latihan
rutin ringan terbukti bermanfaat pada pasien HF dengan NYHA kelas I-III.
Pasien euvolemik sebaiknya didorong untuk melakukan latihan rutin isotonic
seperti jalan atau mengayuh sepeda ergometer statis, yang dapat ditoleransi.
Beberapa penelitian mengenai latihan fisik memberikan hasil yang positif
dengan berkurangnya gejala, meningkatkan kapasitas latihan, dan
27
memperbaiki kualitas dan durasi kehidupan. Manfaat pengurangan berat badan
dengan restriksi intake kalori belum diketahui secara jelas
Diet
Diet rendah garam (2-3 g per hari) dianjurkan pada semua pasien HF
(baik dengan penurunan EF maupun EF yang normal). Restriksi lebih lanjut
(<2g) asimtomatik karena kurangnya bukti manfaat dan berpotensi untuk
interaksi negative dengan terapi HF.
Diuretik
Tabel 4 Obat yang digunakan dalam penatalaksanaan Gagal Jantung (EF <40%)
Dosis Awal Dosis Maksimal
Diuretics
Furosemide 2040 mg qd or bid 400 mg/da
28
Dosis Awal Dosis Maksimal
Candesartan 4 mg qd 32 mg qd
Irbesartan 75 mg qd 300 mg qdb
Losartan 12.5 mg qd 50 mg qd
Receptor Blockers
Carvedilol 3.125 mg bid 2550 mg bid
Bisoprolol 1.25 mg qd 10 mg qd
Metoprolol succinate 12.525 mg qd Target dose 200 mg qd
CR
Additional Therapies
Spironolactone 12.525 mg qd 2550 mg qd
Eplerenone 25 mg qd 50 mg qd
Kombinasi 1025 mg/10 mg tid 75 mg/40 mg tid
hydralazine/isosorbide
dinitrate
Dosis tetap 37.5 mg/20 mg (one tablet) tid75 mg/40 mg (two
hydralazine/isosorbide tablets) tid
dinitrate
Digoxin 0.125 mg qd <0.375 mg/db
a
Dosis harus disesuaikan hingga mengurangi gejela kongestif pada pasien
b
Dosis target tidak diketahui
29
Terdapat banyak bukti yang menyatakan bahwa ACE inhibitor
sebaiknya digunakan pada pasien simptomatis dan asimptomatis dengan EF
menurun. ACE inhibitor mempengaruhi sistem rennin-angiotensin dengan
menginhibisi enzyme yang berperan terhadap konversi angiotensin menjadi
angiotensin II. Tidak hanya itu, karena ACE inhibitor (ACEI) juga dapat
menghambat kininase II, sehingga dapat mengakibatkan peningkatan
bradykinin, yang akan meningkatkan efek bermanfaat dari supresi angiotensin.
ACEI menstabilkan LV remodeling, meringankan gejala, mengurangi
kemungkinan opname, dan memperpanjang harapan hidup. Karena retensi
cairan dapat menurunkan efek ACEI, dianjurkan untuk diberikan diuretic
sebelum memulai terapi ACEI. Akan tetapi, penting untuk mengurangi dosis
diuretic selama awal pemberian ACEI dengan tujuan mengurangi
kemungkinan hipotensi simptomatik. ACEI sebaiknya dimulai dengan dosis
rendah, diikuti dengan peningkatan dosis secara bertahap jika dosis rendah
dapat ditoleransi.
Obat ini ditoleransi dengan baik pada pasien yang tidak dapat diberikan
ACE karena batuk, rash kulit, dan angioedema. Walaupun ACEI dan ARB
menghambat sistem rennin-angiotensin, kedua golongan obat ini bekerja
dalam mekanisme yang berbeda. ACEI memblokir enzim yang berperan dalam
mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II, ARB memblokir efek
angiotensin II pada reseptor angiotensin tipe I. Beberapa penelitian klinik
menunjukkan manfaat terapeutik dari penambahan ARB pada terapi ACEI
pada pasien HF kronis.
30
-Adrenergic Receptor Blockers
Efek samping dari beta bloker biasanya terkait dengan komplikasi yang
timbul dari penurunan sistem saraf adrenergic. Reaksi ini umumnya terjadi
beberapa hari setelah permulaan terapi dan biasanya responsive setelah dosis
dikurangi. Terapi betabloker dapat menyebabkan bradykardia dan/atau
eksaserbasi heart block. Maka dari itu, dosis beta blocker sebaiknya
diturunkan jika heart rate menurun hingga receptor yang dapat mengakibatkan
efek vasodilatasi.
Antagonis Aldosteron
31
diatasi dengan warfarin dengan permulaan 3 bulan setelah MI, kecuali terdapat
kontraindikasi terhadap pemakaiannya.
Inotropes
Dobutamine 12 g/kg per menit 210 g/kg per menitb
Vasoconstrictors
Dopamine for hypotension 5 g/kg per menit 515 g/kg per menit
Epinephrine 0.5 g/kg per menit 50 g/kg per menit
Phenylephrine 0.3 g/kg per menit 3 g/kg per menit
Vasopression 0.05 units/menit 0.10.4 units/ menit
a
Biasanya <4>
b
Inotrope juga memiliki kemampuan vasodilators.
c
Diakui diluar Amerika Serikat untuk penanganan gagal jantung akut
DAFTAR PUSTAKA
32