Anda di halaman 1dari 14

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN

ISPA PADA BALITA DI DESA CEPOKOMULYO WILAYAH


KERJA PUSKESMAS GEMUH I KABUPATEN KENDAL

Manuscript

Oleh :

Gilang Setya Prabowo

NIM : G2A008053

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2012
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Manuscript dengan judul

Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Desa
Cepokomulyo Wilayah Kerja Puskesmas Gemuh I Kabupaten Kendal

Telah diperiksa dan disetujui untuk dipublikasikan

Semarang, Agustus 2012

Pembimbing I

Ns. Vivi Yosafiyanti Pohan, M.Kep.

Pembimbing II

Ir. Enik Sulistyowati, M.Kes.


HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA
BALITA DI DESA CEPOKOMULYO WILAYAH KERJA PUSKESMAS
GEMUH I KABUPATEN KENDAL
Gilang Setya Prabowo1, Ns. Vivi Yosafiyanti Pohan, M.Kep.2,
Ir. Enik Sulistyowati, M.Kes.3

ABSTRAK

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kesakitan dan
kematian pada anak terutama pada bayi karena saluran nafas pada bayi masih sempit
dan daya tahan tubuhnya masih rendah. Tingginya angka kejadian ISPA pada balita
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah keadaan gizi (nutrisi) yang
buruk pada balita. Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA
dibandingkan balita dengan gizi normal, karena faktor daya tahan tubuh yang kurang.
Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan
mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita akan lebih mudah
terserang Infeksi Saluran Pernapasan Akut berat bahkan serangannya lebih lama.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan
kejadian ISPA di desa Cepokomulyo wilayah kerja Puskesmas Gemuh I Kabupaten
Kendal. Jenis penelitian ini adalah diskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional.
Penelitian ini dilakukan pada ibu yang memiliki balita di Puskesmas Gemuh I pada bulan juli
2012 sebanyak 158 responden. Tehnik sampling yang digunakan adalah teknik sampel
aksidental. Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita dengan kategori KEP yaitu
27,7% dan balita dengan kejadian ISPA sebanyak 41,1%. Dari hasil perhitungan Chi
Square didapatkan nilai value sebesar 0,000, maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di desa Cepokomulyo
wilayah kerja Puskesmas Gemuh I Kabupaten Kendal.

Kata Kunci : Status Gizi, ISPA

ABSTRACT
Acute Respiratory Infection (ARI) constitute one of painfulness and death cause on
child especially on baby because breath respirate on baby was still constrict and its
body resistance be still low. In height ARI instance number on toddlers causes of
more factor, amongst those was nutrition status situation that bad on toddlers.
Toddlers with nutrition status one less will a lot easier attacked by ARI than toddlers
with nutrition normal, because body resistance factor that insufficiently. Infection
disease will cause toddlers not have appetite and begets malnutrition. On subtracted
nutrition situation, toddlers will a lot easier attacked by heavy Acute Respiratory
Infection even attack it more long time. The purpose of this study was to know the
correlation between nutrition status and ARI instance on toddlers at Cepokomulyo,
job region of Puskesmas Gemuh I Kendal. This research used descriptive correlation
with cross sectional approach. This research was done on mother that has toddlers at
Puskesmas Gemuh in July 2012 as much 158 respondents. Samples taken used
accidental sampling. The result of this research that toddlers with KEP category was
27,7% and toddlers with ARI instance as much 41,1%. Count result of Chi Square
gotten pointed value 0,000, concluded that there was correlation between nutrient
state and ARI instance on toddlers at Cepokomulyo, job region of Puskesmas Gemuh
I Kendal.

Keyword : Nutrition Status, ARI

PENDAHULUAN
World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas
40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia balita.
Menurut WHO 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian
besar kematian tersebut terdapat di negara berkembang, dimana pneumonia
merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh 4 juta anak
balita setiap tahun (Depkes, 2000 dalam Asrun, 2006). Dilaporkan pula, tiga per
empat kasus ISPA pada balita di dunia berada di 15 negara, dan Indonesia salah satu
diantara ke 15 negara tersebut menduduki peringkat ke 6 (Kartasasmita, 2008).
Sejak tahun 1984, WHO telah menerapkan program pemberantasan ISPA. Pada tahun
1990, konferensi Tingkat Tinggi (KTT) anak di New York telah membuat
kesepakatan untuk menurunkan kematian akibat ISPA sebesar 30% pada tahun 2000.
Implementasi strategi pemberantasan ISPA telah dilakukan oleh banyak negara
termasuk Indonesia, tetapi hasil yang dicapai bervariasi (Rahajoe, 2008).
ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan
balita di Indonesia. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit
terbanyak di rumah sakit. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun
2005, menempatkan ISPA sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia
dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Anonymous, 2008).
ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Episode penyakit batuk
pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 6 kali per tahun. ISPA juga merupakan
salah satu penyebab utama kunjungan pasien di sarana kesehatan. Sebanyak 40% -
60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15% - 30% kunjungan berobat di bagian
rawat jalan dan rawat inap Rumah Sakit disebabkan oleh ISPA (DepKes RI, 2008).
Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian
pada anak terutama pada bayi, karena saluran napas pada bayi masih sempit dan daya
tahan tubuh pada bayi masih rendah (Ngastiyah, 2005). ISPA adalah proses infeksi
akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan
menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung
(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti
sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Anonim, 2007). Gejala awal yang timbul
biasanya berupa batuk pilek, yang kemudian diikuti dengan napas cepat dan sesak
napas. Pada tingkat yang lebih berat terjadi kesukaran bernapas, tidak dapat minum,
kejang, kesadaran menurun,dan meninggal bila tidak segera diobati (Syair, 2009).
Insiden ISPA di negara berkembang adalah 2 10 kali lebih banyak dari pada negara
maju. Perbedaan berhubungan dengan etiologi dan faktor resiko. Di negara maju
ISPA di dominasi oleh virus, sedangkan Negara berkembang oleh bakteri, seperti S.
pneumonia dan H. influenza. Di negara berkembang , ISPA dapat menyebabkan 10
25 % kematian, dan bertanggung jawab 1/3 1/2 kematian pada balita. Pada bayi,
angka kematiannya dapat mencapai 45 per 1000 kelahiran hidup (Rahajoe, 2008).
Tingginya angka kejadian ISPA pada balita disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah keadaan gizi (nutrisi) yang buruk pada balita. Balita dengan gizi
yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi
normal, karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan
menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan
gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita akan lebih mudah terserang Infeksi Saluran
Pernapasan Akut berat bahkan serangannya lebih lama (Syair, 2009).
Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah kesehatan, namun penanggulangannya
tidak dapat dilakukan pada pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja
(Supariasa, 2001). Pembangunan kesehatan tidak akan berhasil tanpa peran aktif dari
semua pelaku pembangun kesehatan. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan kesehatan, pembangunan kesehatan dan kemampuan hidup sehat.
Rendahnya pengetahuan masyarakat terutama pengetahuan ibu tentang ISPA juga
berpengaruh dalam kejadian ISPA pada balita (Syair, 2009).
Kejadian ISPA pada balita di Indonesia diperkirakan sebesar 10-20%. Berdasarkan
hasil SKRT, penyakit ISPA pada tahun 1986 berada di urutan ke-4 (12,4%) sebagai
penyebab kematian bayi. Sedangkan pada tahun 1992 dan 1995 menjadi penyebab
kematian bayi yang utama yaitu 37,7% dan 33,5%. Hasil SKRT pada tahun 1998 juga
menunjukkan bahwa penyakit ISPA merupakan penyebab kematian utama pada bayi
(36%). Dan hasil SKRT pada tahun 2001 menunjukkan bahwa prevalensi tinggi ISPA
yaitu sebesar 39% pada bayi dan 42% pada balita.(Anonymous,2008).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal tahun 2009 tercatat 51.979
balita berumur 1-5 tahun menderita ISPA terbagi atas 4078 (7,84%) kasus pneumonia
dan 47.901 (92,16%) kasus batuk bukan pneumonia. Pada tahun 2010 tercatat 53.399
balita berumur 1-5 tahun yang menderita ISPA, terbagi atas 5216 (9,76%) kasus
pneumonia dan 48.183 (90,24%) kasus batuk bukan pneumonia. Data dari Puskesmas
Gemuh I tahun 2009 tercatat kasus ISPA yaitu 846 kasus pneumonia (31,4%) dan
1104 kasus batuk bukan pneumonia (40,97%) dari 2.694 balita. Tahun 2010 terdapat
1673 kasus ISPA, terbagi atas 411 (24,56%) kasus pneumonia dan 1226 (75,44%)
kasus batuk bukan pneumonia.
Pada studi dokumentasi yang dilakukan bulan November, Desember 2011 dan
Januari 2012 di Puskesmas Gemuh I ditemukan kasus ISPA sebanyak 416 kasus dari
1055 atau 39,43% dari jumlah pengunjung usia 1 -- 5 tahun Puskesmas Gemuh I
Kabupaten Kendal. Puskesmas Gemuh I merupakan salah satu dari puskesmas
dengan angka kejadian ISPA tinggi di Kabupaten Kendal dan pengunjung terbanyak
penderita ISPA terdapat pada desa Cepokomulyo (Stratifikasi Puskesmas Gemuh I,
2011). Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut maka perlu dilakukan upaya
pencegahan dan penanganan pada balita dengan ISPA secara baik. Sehingga penulis
tertarik akan melakukan penelitian tentang hubungan antara status gizi balita dengan
kejadian ISPA pada balita di desa Cepokomulyo wilayah kerja Puskesmas Gemuh I
Kabupaten Kendal.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan metode kuantitatif,
menggunakan pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari
korelasi antara faktor-faktor resiko dengan cara observasi atau pengumpulan data
sekaligus pada suatu saat (point time approach) yaitu subjek penelitian hanya
diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan pada status karakter tiap variabel
pada saat memberikan kuesioner (Notoatmodjo, 2005). Sampel dalam penelitian ini
menggunakan metode sampling aksidental, yaitu balita di desa Cepokomulyo wilayah
kerja Puskesmas Gemuh I yaitu sebanyak 158 balita. Alat Pengumpulan Data dengan
kuesioner yang telah dilakukan uji coba sebelumnya. Penelitian dilaksanakan pada
bulan Juli 2012. Data dianalisis secara univariat dan bivariat dengan menggunakan uji
(Chi-Square).
HASIL
Jenis kelamin sampel perempuan sebanyak 88 sampel (55,7%), sampel laki-laki yaitu
sebanyak 70 responden (44,3%). Sebagian besar status gizi sampel adalah dalam
status gizi baik yaitu sebanyak 99 sampel (70,9%), status gizi kurang sebanyak 41
sampel (25,9%), status gizi lebih sebanyak 3 sampel (1,9%), dan status gizi buruk
sebanyak 2 sampel (1,3%). Sebagian besar balita di Desa Cepokomulyo dalam
kategori tidak KEP yaitu sebanyak 115 (72,8%) sampel, yang dalam kategori KEP
yaitu sebanyak 43 (27,2%) sampel dan sebanyak 93 (58,9%) tidak ISPA, dan
sebanyak 65 responden (41,1%) responden terkena ISPA. Hasil uji hubungan antara
status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di desa Cepokomulyo wilayah kerja
puskesmas Gemuh I Kabupaten Kendal diperoleh hasil bahwa dari 115 responden
yang tidak KEP sebanyak 81 (70,4%) responden tidak ISPA, sedangkan sebanyak 12
(27,9%) responden terkena ISPA. Dan dari 43 responden yang menderita KEP
sebanyak 31 (72,1%) responden terkena ISPA dan 12 (27,9%) responden tidak ISPA.
Berdasarkan analisis bivariat didapatkan hasil ada hubungan yang signifikan antara
status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di desa Cepokomulyo wilayah kerja
puskesmas Gemuh I Kabupaten Kendal. Berikut hasil penelitian dalam bentuk
diagram dan tabel:

Tabel 1
Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin balita di Desa Cepokomulyo wilayah
kerja Puskesmas Gemuh 1 Kabupaten Kendal
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki-laki 70 44,3%
Perempuan 88 55,7%
Total 158 100%
Tabel 2
Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan ibu di Desa Cepokomulyo
wilayah kerja Puskesmas Gemuh 1 Kabupaten Kendal

Pendidikan Frekuensi Persentase

SD 84 53,2

SMP 49 31

SMA 25 15,8

TOTAL 158 100

Tabel 3
Distribusi frekuensi berdasarkan usia ibu di Desa Cepokomulyo wilayah kerja
Puskesmas Gemuh 1 Kabupaten Kendal
n Mean Median Minimum Maksimum SD

158 24,91 25,00 19 33 3,230

Tabel 4
Distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan ibu di Desa Cepokomulyo
wilayah kerja Puskesmas Gemuh 1 Kabupaten Kendal

Pekerjaan Frekuensi Persentase

Ibu rumah tangga 96 60,8

Swasta 62 39,2

TOTAL 158 100


Tabel 5
Distribusi frekuensi berdasarkan status gizi pada balita di Desa Cepokomulyo
wilayah kerja Puskesmas Gemuh 1 Kabupaten Kendal

Status Gizi Frekuensi Persentase


Buruk 2 1,3%
Kurang 41 25,9%
Baik 112 70,9%
Lebih 3 1,9%
Total 158 100%

Tabel 6
Distribusi frekuensi berdasarkan kategori KEP pada balita di Desa Cepokomulyo
wilayah kerja Puskesmas Gemuh I Kabupaten Kendal.

Status Gizi Frekuensi Persentase


KEP 43 27,2%
Tidak KEP 115 72,8%
Total 158 100%

Tabel 7
Distribusi frekuensi berdasarkan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepokomulyo
wilayah kerja Puskesmas Gemuh 1 Kabupaten Kendal

Kejadian ISPA Frekuensi Persentase


Tidak ISPA 93 58,9%
ISPA 65 41,1%
Total 158 100%
Tabel 8
Distribusi berdasarkan hubungan status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di
Desa Cepokomulyo wilayah kerja Puskesmas Gemuh 1 Kabupaten Kendal

Kejadian
P
Total
Value
Kategori Tidak ISPA ISPA

N % N % N %

KEP 12 27,9 31 72,1 43 100 0,000

Tidak KEP 81 70,4 34 29,6 115 100

Total 93 58,9 65 41,1 158 100

PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kategori balita di desa Cepokomulyo wilayah
kerja Puskesmas Gemuh 1 Kabupaten Kendal diketahui bahwa sebagian besar status
gizi balita adalah dalam kategori tidak KEP yaitu sebanyak 72,8% responden dan
dalam kategori KEP yaitu sebanyak 27,2%. KEP merupakan keadaan kurang gizi
yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari
hari, sehingga tidak memenuhi anggka kecukupan gizi. Status gizi merupakan
ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variable tertentu, atau perwujudan
dari nutriture dalam bentuk variable tertentu (Supariasa, 2001).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian ISPA pada balita di Desa
Cepokomulyo wilayah kerja Puskesmas Gemuh I Kabupaten Kendal dalam kategori
tidak ISPA yaitu sebanyak 58,9% responden dan dalam kategori ISPA yaitu sebanyak
41,1% responden, lebih banyak dibanding balita desa Cepokomulyo yang berobat di
Puskesmas Gemuh I karena ISPA yaitu sebanyak 32,1% balita, dari jumlah balita
yang berobat karena ISPA per bulan Desember 2011. Yang dimaksud kategori ISPA
dalam penelitian ini adalah balita yang terkena penyakit infeksi saluran pernafasaan
akut dengan tanda dan gejala batuk, pilek, hidung tersumbat, sesak nafas, frekuensi
nafas cepat, dan disertai atau tanpa disertai demam. ISPA merupakan proses
inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikroplasma), atau aspirasi
substansi asing yang melibatkan suatu atau semua bagian saluran pernapasan (Wong,
2003).
Hasil penelitian dengan menggunakan uji korelasi Chi-Square didapatkan koefisiensi
korelasi sedang yaitu sebesar 0,359 dengan nilai p value sebesar 0,000. Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan antara status gizi
dengan kejadian ISPA pada balita desa Cepokomulyo wilayah kerja Puskesmas
Gemuh I Kabupaten Kendal. Dari hasil tabulasi menunjukan bahwa 70,4% responden
tidak KEP dan tidak ISPA, sedangkan sebanyak 27,9% responden tidak KEP tetapi
terkena ISPA. Dan sebanyak 72,1% responden dalam kategori KEP dan terkena
ISPA, sedangkan 27,9% responden dalam kategori KEP tetapi tidak ISPA. Tingginya
angka kejadian ISPA pada balita disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
keadaan gizi (nutrisi) yang buruk pada balita. Balita dengan gizi yang kurang akan
lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal, karena faktor
daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita
tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan
gizi kurang, balita akan lebih mudah terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih
lama (Syair, 2009).

PENUTUP
Sebagian besar balita di Desa Cepokomulyo yaitu sebanyak 115 (72,8%) responden
tidak mengalami KEP dan sebanyak 43 (27,2%) responden mengalami KEP.
Sebagian besar balita di Desa Cepokmulyo sebanyak 93 (58,9%) responden tidak
ISPA, dan 65 (41,1%) responden terkena ISPA. Ada hubungan yang signifikan antara
status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepokomulyo wilayah kerja
puskesmas Gemuh I Kabupaten Kendal.
Masyarakat sebaiknya lebih meningkatkan pengetahuan tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi status gizi pada balita, serta tahu tentang tata cara pencegahan dan
penanggulangan ISPA pada balita dengan cara membaca dari leaflet ataupun bertanya
langsung kepada tenaga kesehatan dan bagi petugas kesehatan hendaknya
meningkatkan kualitas pelayanan, penyuluhan dan pendidikan kesehatan terhadap
masyarakat khususnya orang tua yang mempunyai balita sehingga setiap balita
terhindar dari segala jenis penyakit khususnya ISPA dan mendapat asupan gizi cukup
agar terhindar dari berbagai penyakit dan tercipta balita yang sehat dan cerdas.

1
Gilang Setya Prabowo: Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan FIKKES
Universitas Muhammadiyah Semarang

2
Ns. Vivi Yosafiyanti Pohan, M.Kep.: Dosen Kelompok Keilmuan Keperawatan
Anak FIKKES Universitas Muhammadiyah Semarang

3
Ir. Enik Sulistyowati, M.Kes.: Staf Dosen Jurusan FIKKES Universitas
Muhammadiyah Semarang

KEPUSTAKAAN
Depkes RI. (2008). Pembangunan Kesehatan Berbasis Preventiv dan Promotif. from
http//www.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 27 Maret 2012

Kartasasmita. (2009). Pneumonia Pembunuh Balita yang Terlupakan. from


http//pustaka.unpad.ac.id. Diakses tanggal 13 Maret 2012.
Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit edisi 2. Jakarta: EGC.

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.


Supariasa, I. (2002). Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Syair, A. (2009). Faktor Resiko Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
pada Balita. from http//syair79.wordpress.com. Diakses pada tanggal 17
Maret 2012.

Wong, Donna L. (2003). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai