Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS TATA RUANG DALAM KESEHATAN MASYARAKAT : PENGGUNAAN

AERMOD PADA PEMODELAN DISPERSI EMISI DARI SO2 DAN NO2 UNTUK
IDENTIFIKASI AREA YANG TERPAPAR YANG BERISIKO PADA KESEHATAN

ABSTRAK:

Latar Belakang : Industri semen adalah salah satu kontributor utama gas polutan pada
lingkungan melalui emisi cerobong

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk memodelkan dispersi gas SO2 dan NO2 dan untuk
menentukan area dispersi dengan American Meteorological Society Environmental Protection
Agency Regulation Model atau AERMOD yang telah dimanfaatkan oleh PT. Semen Tonasa
(Tonasa Semen, Ltd).

Metode : Data meteorologi dari AERMENT dikumpulkan dari analisis ulang data MM5.
Sementara data topografi diekstraksi dari satelit data SRTM30. Model ini dilakukan selama satu
tahun, selama musim kemarau dan hujan.
Hasil : Hasil pemodelan menunjukkan bahwa nilai puncak konsentrasi polutan SO2 dan NO2
selama satu jam masing-masing 135 mg / m3 dan 160 ug / m3 (standar kualitas SO2 dan NO2
900 ug / Nm3 dan 400 mg / Nm3). Daerah dispersi cenderung di wilayah timur, seperti
Kabupaten Minasatene (Kecamatan Bontoa, Kalabbirang, Minasatene Dan Biraeng), Kabupaten
Bungoro (Kecamatan Biringere, Sapanang, Mangilu, Bulu Tellue) dan Kabupaten Labakkang
(Kecamatan Taraweang).
Kata Kunci : analisis spasial, AERMOD, pabrik semen, daerah yang terekspos, SO2 dan NO2

Kata Pengantar
Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) adalah hasil dari realisasi integrasi ekonomi
antara negara-negara ASEAN untuk meningkatkan stabilitas ekonomi mereka. Akibatnya, barang
dari setiap negara bisa bebas masuk dalam ASEAN. Indonesia, sebagai salah satu produsen
semen terkemuka di dunia, menghadapi banyak tuntutan di pasar dunia, yang telah meningkat
karena AEC. Dengan demikian, industri semen di Indonesia, termasuk PT. Semen Tonasa di
Pangkep, akan meningkatkan produksi mereka untuk memenuhi permintaan pasar.
PT. Semen Tonasa adalah salah satu dari delapan industri semen terbesar di Indonesia.
Mereka telah memproduksi dan menjual semen untuk pasar nasional dan internasional sejak
1968. Area pertambangan batu kapur untuk Perusahaan di Maros dan Pangkep, Sulawesi Selatan,
yang merupakan salah satu daerah karst terbesar di negara ini. Cluster karst di daerah ini,
termasuk beberapa bagian dari Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, mencakup 43,750 ha.
Perusahaan itu sendiri memiliki hak untuk mengelola wilayah 750 ha. di Desa Biringere,
Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkep, Indonesia.

Sekitar 5.980.000 ton semen dapat diproduksi oleh perusahaan karena didukung oleh
empat unit pabrik; Pabrik Tonasa Unit II, III, IV dan V. Dengan menggunakan proses kering,
0.590.000 ton semen diproduksi oleh Unit II dan III, dan 2,3 dan 2,5 juta ton semen diproduksi
oleh Unit III dan IV masing-masing. dalam proses produksinya, perusahaan akan menggunakan
lebih banyak bahan bakar fosil sebagai akibat dari produksi yang besar. Sebuah pabrik semen
memiliki andil cukup besar dalam menimbulkan polusi udara. Nitrogen oksida, atau NO2, dan
sulfur dioksida, atau SO2, adalah gas utama yang dihasilkan dari pembakaran semen.

Studi epidemiologi menunjukkan hubungan yang kuat antara dispersi polusi udara dan
penyakit kardiovaskular atau pernapasan ditemukan di antara orang-orang yang tinggal di daerah
dekat pabrik. Setiap industri seharusnya mencegah polusi sebelum menciptakan lebih banyak
masalah. Salah satu metode pencegahan dalam studi kesehatan masyarakat adalah dengan
menggunakan studi spasial untuk mengidentifikasi orang-orang yang tinggal di daerah dengan
polusi dispersi tinggi.

U.S. EPA (Environmental Protection Agency) berkolaborasi dengan American


Meteorological Society (AMS) dan membentuk sebuah komite yang disebut AMS/EPA
Regulatory Model Improvement Committee, AERMIC, yang terdiri dari para ilmuwan dari AMS
dan EPA. Komite ini lebih lanjut membuat American Meteorology Society/Environmental
Protection Agency Regulatory Model atau disingkat AERMOD. Ini adalah model untuk
memprediksi pola polutan dispersi dengan memperkirakan konsentrasi di beberapa daerah
melalui simulasi kondisi atmosfer dan meteorologi.

Model ini dapat digunakan untuk beberapa sumber dan reseptor di daerah terekspos.
Artikel ini menggambarkan penggunaan AERMOD sebagai alat penilaian teori dispersi Gaussian
dalam mengevaluasi efek gas emisi dari pabrik semen. Model ini belum sangat populer di
Indonesia tetapi telah digunakan di beberapa negara.

METODE

A. Model AERMOD

AERMOD adalah model Gaussian jangkauan pendek (kurang dari 50 km) untuk
mensimulasikan dispersi emisi cerobong dari kegiatan industri. Model ini telah dikalibrasi dan
diadopsi oleh U.S. EPA sejak tahun 2005, menggantikan model ISC3. AERMOD menggunakan
Planetary Boundary Layer atau PBL kesamaan teorema untuk menghitung dispersi dipengaruhi
oleh pemanasan, permukaan, dan gesekan. Model ini membutuhkan beberapa informasi yang
terkait dengan permukaan, seperti panjang, kekasaran, kelembaban dan refleksivitas.

Selain itu, informasi lengkap tentang atmosfer bagian atas juga diperlukan untuk
menentukan ketinggian campuran dan membuat penetrasi parsial di atasnya. Model AERMOD
terdiri dari AERMOD sebagai model utama, AERMET sebagai prosesor meteorologi, dan
AERMAP sebagai prosesor geomorfologi. Model AERMET digunakan untuk menyediakan data
meteorologi, seperti kecepatan dan arah angin, suhu, awan, dan data yang terkait dengan
permukaan, seperti albedo, kekasaran permukaan dan rasio Bowen. Semua data ini diproses oleh
AERMET untuk menghitung parameter permukaan PBL, seperti kecepatan gesekan, panjang
Monin-Obukov, skala kecepatan konvektif, skala suhu, ketinggian pencampuran, dan panas
permukaan.

Selain itu, parameter PBL udara atas juga dihitung, seperti profil vertikal kecepatan
angin, profil lateral dan vertikal fluktuasi trubulen, gradien, dan suhu potensial. Selanjutnya,
AERMAP akan memberikan data topografi dari grid data dipilih dari data Digital Elevation
Model atau DEM, dan posisi reseptor dihitung dari permukaan laut atau MSL.

B. Pengumpulan Data Meteorologi dan geografis

Tingkat akurasi input data meteorologi di AERMOD sangat penting untuk prediksi yang
akurat. Profil meteorologi vertikal dilakukan per jam diperlukan untuk mensimulasikan bidang
angin dan tinggi pencampuran. Sayangnya, jenis data ini tidak tersedia di Indonesia. Dengan
demikian, data satelit atau data dari prediksi model atmosfer regional seperti MM5 atau WRF
diperlukan. Data prognostik ini selanjutnya akan di skala kebawah, di mana satu derajat bernilai
12 x 12 km. Prediksi menggunakan data ini akan memberikan hasil yang lebih baik.

Data meteorologi prognostik yang diambil per jam selama tahun 2013 diperoleh dari
Mesoscale Model MM5. Output ini kemudian diformat untuk memperoleh data meteorologi
permukaan dan udara bagian atas yang cocok untuk AERMET masukan. Pusat grid diatur pada
koordinat 4.787917 S n 119.616722 E dengan lebar sel 12 x 12 km bertepatan dengan cerobong
utama. Ketinggian anemometer dan elevasi dasar adalah 15 meter dan 149 meter di atas
permukaan laut masing-masing. Data DEM diekstrak dari citra satelit SRTM30 sementara
penggunaan lahan ditentukan melalui pengamatan visual.

C. Data dari Emisi cerobong

Data dari emisi cerobong diperoleh dari rata-rata emisi tahunan pada tahun 2014, seperti
yang ditunjukkan pada Tabel-1. data mentah ini menggunakan unit mg / l yang kemudian
dikonversi dengan g / s unit berdasarkan karakteristik masing-masing cerobong. Standar mutu
ambien nasional digunakan untuk menganalisis pengaruh emisi cerobong; konsentrasi ditoleransi
SO2 dan NO2 selama satu jam, 24 jam dan satu tahun adalah 900 ug / Nm3, 365 ug / Nm3, 60 ug
/ Nm3 untuk SO2 dan 400 mg / Nm3, 150 mg / Nm3, 100 g / Nm3 untuk NO2.

HASIL

A. Analisis data Meteorologi


Data meteorologi yang dianalisis di sini terdiri dari data tentang permukaan dan profil.
Hasil analisis naiknya angin di permukaan dan angin profil menunjukkan bahwa angin bertiup
dari Timur ke Barat dengan kecepatan rata-rata 4,25 m / s dan frekuensi tenang 4,25%. Kedua
kenaikan angin menunjukkan karakteristik hampir sama. Untuk menguji validitas model data,
digunakanlah angin bangkit dari pengukuran radiosonde dari Bandara Sultan Hasanuddin. Semua
kenaikan angin menunjukkan hasil ini serupa. Ini berarti bahwa data angin dari pemodelan dan
hasil pengukuran di lapangan yang sama.

B. Pemodelan Dispersi SO2 dan NO2


Berdasarkan masukan tentang emisi cerobong, topografi dan model data angin,
AERMOD telah digunakan selama satu tahun. Hasil pemodelan dispersi SO2 dan NO2 rata-rata
untuk satu jam, tiga jam, 24 jam, dan satu tahun menunjukkan bahwa dispersi ini jauh di bawah
standar kualitas. Puncak nilai untuk satu jam adalah 135 ug / m 3 untuk SO2 dan 160m 3 untuk
NO2. Selanjutnya, nilai puncak selama satu tahun adalah 0,907 mg / m 3 untuk SO2 dan 1,93
ug / m 3 untuk NO2. Arah dispersi emisi sesuai dengan arah angin, yang merupakan Timur-
Barat. Rata-rata konsentrasi tertinggi dalam satu jam tidak melebihi standar mutu. Namun, pola
dispersi pada gambar memberitahu kita mana daerah memiliki risiko lebih besar oleh karena
terkena emisi cerobong industri semen.
PEMBAHASAN
emisi cerobong dari PT. Semen Tonasa cenderung menuju ke Timur. Hasil ini
didasarkan pada analisis data meteorologi (Gambar 1 dan 2) dan data topografi (citra satelit dari
SRTM30), dan selanjutnya dianalisis menggunakan model AERMOD. Angin dari Barat ke Timur
memiliki efek yang lebih terhadap dispersi emisi karena tidak terhalang apapun. Selain itu, angin
dari arah lain akan terhambat, karena ketinggian pegunungan. Gunung-gunung memecah dan
menguraikan angin dari Timur. Kecepatan angin rata-rata 4.26 m / s dengan frekuensi tenang
4,25%. Model AERMOD dapat memberikan informasi rinci tentang daerah yang terkena emisi
cerobong dari PT. Semen Tonasa.
Gambar 3 dan 4 menunjukkan daerah berisiko lebih besar terhadap SO2 dan NO2;
kabupaten Minasatene (Kecamatan Bontoa, Kalabbirang, Minasatene dan Biraeng), Kabupaten
Bungoro (Kecamatan Biringere, Sapanang, Mangilu, Bulu Tellue) dan Kabupaten Labakkang
(Kecamatan Taraweang). Nilai puncak dalam satu jam adalah 135 ug / m 3 untuk SO2 dan 160
mg / m 3 untuk NO2, di bawah standar mutu 900 ug / m 3 untuk SO2 dan 400 mg / m 3 untuk
NO2. Nilai puncak dalam satu tahun juga menunjukkan hal yang sama, berada di bawah standar
kualitas SO2: 60 ug / m 3 dan NO2 100 ug / m 3. Nilai untuk periode ini adalah 0,907 mg / m 3
untuk SO2 dan 1,93 ug / m 3 untuk NO2. Standar kualitas di sini didasarkan pada peraturan
pemerintah Indonesia PP RI No. 41 Tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara.
Dari informasi ini, dapat dilihat bahwa polusi udara paling berisiko disebabkan oleh
emisi dari industri semen terjadi di Kabupaten Minasatene (Kecamatan Bontoa). Meskipun
konsentrasi emisi cerobong bawah standar kualitas, paparan terus-menerus dalam jangka panjang
dapat mencemari lingkungan dan risiko kesehatan masyarakat. polusi tidak hanya mempengaruhi
udara dan perubahan iklim global, tetapi juga menyebabkan penyakit pernapasan.
Dengan menggunakan model yang AERMOD ini, daerah yang terkena dengan emisi
dari industri semen dapat terungkap dalam rangka untuk mengetahui upaya untuk merawat
lingkungan. Melalui ini, tingkat morbiditas dapat dicegah, terutama penyakit yang berhubungan
dengan sistem pernapasan yang disebabkan oleh paparan emisi dalam jangka panjang.
KESIMPULAN
Emisi SO2 dan NO2 dari tumpukan PT. Semen pabrik Tonasa cenderung menuju
kearah Timur, sesuai dengan arah angin dan kondisi topografi. Konsentrasi dalam satu jam
puncak adalah 135 ug / m 3 untuk SO2 dan 160m 3 untuk NO2, di bawah standar kualitas.
Daerah dengan risiko yang lebih tinggi dari emisi ini adalah Kabupaten Minasatene (Kecamatan
Bontoa, kalabbirang, minasatene dan Biraeng), Kabupaten Bungoro (Kecamatan Biringere,
Sapanang, Mangilu, Bulu Tellue) dan Kabupaten Labakkang (Kecamatan Taraweang). Pada
akhirnya, diperlukan upaya untuk menyelamatkan lingkungan, terutama di daerah-daerah
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai