Jossevalt
LO 7 PENATALAKSAAN ANEMIA
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit
dasar. Oleh karena itu pengobatan anemia seyogianya dilakukan atas indikasi yamg jelas. Terapi dpaat
dilakukan dengan terapi darurat, terapi suportif, terapi kausal dan terapi ang khas pada masing masing
anemia.
1) Pengobatan hendaknya diberikan sesuai dengan diagnosis defenitif yang telah ditegakkan dari
awal
2) Pemberian hemanitik tanpa indikasi yang jelas tidak dianjurkan
3) Terapi untuk anemia dapat berupa :
a) Terapi darurat, seperti pada perdarahan akut pada kasus anemia aplastik
b) Terapi suportif,
c) Terapi yang khas pada masing masing anemia
d) Terapi kausal ntuk mengatasi penyakit dasar yang menyebabkan anemia
4) Bila diagnosis tidak dapat ditegakkan, terpaksa memberi terapi percobaan dengan pemantuan
yang ketat terhadap terapi dan perubahan perjalanan penyakit pasien yang dievaluasi secara terus
menerus.
5) Transfusi diberikan pasca perdarahan akut dengan tanda tanda gangguan hemodinamik
3. Terapi suportif
Bila terdapat keluhan akibat anemia, diberi transfusi eritrosit berupa packed red cells samapai
kadar Hb 7-8g/dl atau lebih pada pasien dengan ganguan kardiovaskular. Transfusi trombosit
diberi bila terdapat perdarahan atau kadar trombosit < 20.000/ mm3. Bila terjadi sensitisasi maka
donor diganti dengan yang cocok HLA-nya(orangtua atau saudara kandung) atau pemberian
gammaglobulin dosis terapi.
C. Terapi lainnya
1. Diet :
perbaikan diet sehari-hari yaitudiberikan makanan yang bergizi dengan tinggi
protein dalam hal ini diutamakan protein hewani.
2. Vitamin C
pemberian vitamin C ini sangat diperlukan mengingat vitamin C ini akan membantu
penyerapan besi. Diberikan dengandosis 3 x 100mg.
3. Transfusi darah
Pada anemia defisiensi besi ini jarang memerlukan transfusi kecuali dengan indikasi
tertentu. Indikasi transfusi darah pada ADB ialah :
1) Penyakit jantung anemi dengan ancaman payah jantung
2) Anemia yang sangat simtomatik
3) Pasien membutuhkan peningkatan kadar hemoglobin dengan cepat seperti pada
kehamilan trimester akhir atau preoperasi.
Setelah anemia defisiensi B12 (kobalamin) ditegakkan, maka perlu diberi terapi spesifik
berkaitan dengan penyakit dasar yang melatarbelakangi, misalnya pertumbuhan bakteri berlebih dalam
intestinum, maka diberi antibiotik. , sedangkan terapi utama ialah terapi pengganti. Sebab defek yang ada,
biasanya selalu malabsorbsi maka pasein diberi pengobatan parenteral terutama bentuk suntikan
kobalamain i.m.
Awal pemberian terapi parenteral dengan Kobalamin 1000g i.m tiap 1 minggu sampai 8 minggu,
kemudian dilanjutkan suntikan i.m Kobalamin 1000g tiap bulan dari sisa hidup pasien. Terapi defisiensi
kobalamin dapat juga dikelola dengan kristalin B12 dengan dosis 2 mg/hari, namun ini rentan dengan
ketidakpatuhan pasien.
Pada kebanayakan kasus anemia defisiensi kobalamin, terapi pengganti sudah cukup. Terkadang
pasien menunjukkan anemia yang berat disertai gangguan yang membahayakan keadaan kardiovaskular
maka diperlukan transfusi. Ini dilakukan dengan hati hati, karena pasien dengan kondisi demikian dapat
mengidap gagal jantung karena kelebihan cairan. Darah harus dberikan perlahan dalam bentuk Packed
red cells dan harus selalu dalam pengawasan. Pemberian PRC dengan perlahan akan cukup guna untuk
menghindari masalah gagal jantung akut.
Folat dalam dosis benar dapat mengoreksi anemia megaloblastik karena defisiensi kobalamin tanpa
mengubah abnormalitas neurologik. Defisiensi folat akan terselubung dengan pasien yang mengkonsumsi
folat dosis tinggi. Oleh karna itu, respon hematologis folat jangan dijadikan tolak ukur keberhasilan
pasien dengan defisiensi kobalamin.
Pada psien berusia lanjut, defek absorbsi kobalamin mungkin meningkat. Defisiensi kobalamin berat
akan menunjukkan gejala neurologis dibanding gejala hematologis. Beberapa pakar menyarankan
pemberian kristalin kobalamin PO dengan dosis 0,1 mg/hari sebagai profilaksis pada usia > 65 tahun.
2. Splenektomi
Bila terapi sterpid tidak adekuat atau tidak dapat dilaksanakan selama 3 bulan, maka arus
dipertimbangkan tindakan splenektomi. Setelah Prosedur ini dilaksanakan, pemakain
glukokortikoid dosis rendah masih sering digunakan.
3. Imunosupresi
Azahtriophin : 50-200 mg/ hari (80mg/ m2)
Siklofosfamid : 50-150mg/ hari (60mg/ m2)
4. Terapi Lain
Danazol : 600-800mg/hari.
Umumnya Danazol diberikan beserta dengan steroid. Bila ada perbaikan, dosis steroid
diturunkan atau dihentikan dan dosis Danaxol diturunkan menjadi 200-400mg/ hari. Efek
Danazol menurun bila terjadi relaps.
Terapi Immunoglobulin i.m : 400mg/kgBB/hari, selama 5 hari.
Menunjukkan perbaikan pada beberapa pasien, dan juga diaporkan tidak efektif pada
pasien yang lainnya.
Micophenolate mofetil : 500-1000mg/ hari
Dilaporkan memberi hasil yang bagus pada Autoimmune hemolytic anemia (AIHA)
refrakter.
Rituximab dan alemtuxumab dilaporkan memperlihatkan respon yang menggembirakan
pada terapi penyelamatan.
Rituximab : 100mg/minggu, selama 4 minggu tanpa
memperhitungkan luas permukaan tubuh.
5. Transfusi
Pada kondisi mengancam (Hb 3g/ dL) dapat diberikan sambil menggu steroid dan
immunoglobulin untuk ber efek
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya anemia dapat berupa :
a. Pendidikan Kesehatan
1. Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, pemakaian alas kaki
sehingga dapat mencegah penyakit cacing tambang.
2. Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorbsi besi.
b. Pemberantasan infeksi cacing tambang dengan pengobatan masal menggunakan anthelmentik
dan perbaikan sanitasi.
c. Penuhi kebutuhan makro dan mikronutrien
d. Konsumsi vitamin C dan vitamin B12
Pemberian besi profilaksis pada penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita
Sudoyo, Aru dkk. Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi IV. Ed.Aru W Sudoyo. Jakarta : Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.2006
Bridges, K dan Franklin Bunn. Anemia dengan Metabolisme Besi Terganggu dalam Prinsip Prinsip
Ilmu Penyakit Dalam. Volume 4. Ed. Ahmad H.Asdie. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000