Anda di halaman 1dari 24

A.

Latar Belakang
Masa nifas merupakan masa yang cukup penting untuk dipantau oleh petugas
kesehatan karena pelaksanaan yang kurang maksimal dapat menyebabkan berbagai
masalah pada ibu seperti infeksi. Infeksi merupakan penyebab kematian terbanyak
sehingga sangat tepat jika para petugas kesehatan memberikan perhatian yang besar pada
masa ini. (Sulistyawati, 2009)
Faktor langsung penyebab tingginya AKI adalah perdarahan (45%), terutama
perdarahan postpartum. Selain itu ada keracunan kehamilan (24%), infeksi (11%) dan partus
lama atau macet (7%). Komplikasi obstetrik umumnya terjadi pada waktu persalinan, yang
waktunta pendek yaitu sekitar 8 jam. Dalam mencapai upaya percepatan penurunan Angka
Kematian Ibu maka salah satu upaya promotif dan preventif sebagai kebijakan yang
diberlakukan adalah kunjungan pada masa nifas sebanyak minimal 4 kali. (DepKes RI, 2010)
Luka episiotomi dilakukan untuk melebarkan jalan lahir guna menghindari
robekan yang tidak teratur. Tidak semua ibu bersalin normal dilakukan tindakan ini. Banyak
juga ibu yang perineumnyasiap menerima kelahiran bayi tanpa mengalami suatu robekan.
Telah dilaporkan bahwa kasus infeksi akibat dari episiotomi adalah sebanyak
0,3%. Meskipun presentase tersebut masih rendah, kasus infeksi penyebab AKI di Indonesia
tergolong tinggi yaitu 11%. Untuk mencegah timbulnya infeksi atau komplikasi lainnya pada
masa nifas, perlu dilakukan perawatan luka pada perineum dengan meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan antara lain perawatan perineum secara intensif. (surgeryencyclopedia,
2011)
Berdasarkan penelitian yang diakukan oleh Muhammad Yani di Puskesmas Batee
Kecamatan Batee Kabupaten Pidie tahun 2014 jumlah ibu nifas terhitung dari bulan Mei
2014 yaitu sebanyak 34 orang .
Dari hasil wawancara dengan 10 ibu nifas dan data yang diberikan oleh puskesmas
terdapat 7 orang ibu yang terinfeksi ringan, sedang dan berat yang ditandai beberapa gejala.
Beberapa diantaranya telah dilakukan penanganan oleh tenaga kesehatan akan tetapi ibu tidak
mengerti tentang infeksi pada masa nifas. Oleh karena itu penulis berkesimpulan bahwa
masih banyak ibu yang pengetahuan dan pendidikannya rendah sehingga tidak mengetahui
tentang penyebab infeksi yang disebabkan karena persalinan yang tidak steril sehingga bisa
timbul masalah dalam masa nifas. Dinas kesehatan Kabupaten Kediri melaporkan bahwa AKI
tetinggi berada di wilayah kecamatan Wates.
Berdasarkan hal diatas, penulis tertarik untuk memberikan asuhan kebidanan pada Ny.K
dengan luka perineum di BPS Hartini, S.ST Kecamatan Wates karena masih tingginya jumlah
ibu nifas yang memiliki luka perineum dan rentan terkena infeksi.

B. Batasan Masalah
Berdasarkan ruang lingkup asuhan yang diberikan kepada ibu nifas fisiologis dimulai
hari pertama hingga hari keempat belas.

C. Tujuan
Tujuan Umum :
Memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan menggunakan pendekatan
manajemen kebidanan

Tujuan Khusus :
Mengetahui kesesuaian dan kesenjangan antara
- Asuhan kebidanan pada kajian pustaka dengan asuhan kebidanan yang telah
dilakukan pada 2 jam postpartum
- Asuhan kebidanan pada kajian pustaka dengan asuhan kebidanan yang telah
dilakukan pada 6 jam postpartum
- Asuhan kebidanan pada kajian pustaka dengan asuhan kebidanan yang telah
dilakukan pada 6 hari postpartum
- Asuhan kebidanan pada kajian pustaka dengan asuhan kebidanan yang telah
dilakukan pada 2 minggu postpartum
- Asuhan kebidanan pada kajian pustaka dengan asuhan kebidanan yang telah
dilakukan pada 6 minggu postpartum

D. Manfaat
- Bagi peneliti :
Dapat mempraktikkan teori yang di dapat secara langsung dalam memberikan
asuhan kebidanan pada ibu selama masa nifas dan menambah ilmu pengetahuan
dan ketrampilan dalam asuhan kebidanan.
- Bagi institusi :
Sebagai referensi dalam penyusunan LTA dan kegiatan proses belajar mengajar
tentang asuhan kebidanan pada ibu nifas.
- Bagi tempat peneliti
Dapat dijadikan sebagai acuan untuk dapat mempertahankan mutu pelayanan dan
tenaga kesehatan. Dapat memberikan ilmu yang dimiliki serta mau membimbing
kepada mahasiswa tentang cara memberikan asuhan yang berkualitas.
- Bagi responden
Klien mendapatkan asuhan kebidanan pada ibu selama nifas yang sesuai dengan
standar pelayanan kebidanan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1.Nifas
a. Pengertian
Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Nifas (puerperium)
berasal dari bahasa latin. Puerperium bersal dari 2 kata yakni peur dan parous.
Puer berarti bayi dan parous berarti melahirkan. Jadi dapat disimpulkan bahwa
puerperium merupakan masa setelah melahirkan . (Asih, Yusari dan Risneni,
2016)
Puerperium atau nifas juga dapat diartikan sebagai masa postpartum atau
masa sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim sampai 6
minggu berikutnya disertai pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan
dengan kandungan yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain
sebagainya yang berkaitan saat melahirkan.
Masa nifas adalah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Masa nifas kira-kira 6 minggu. (Buku Acuan Nasional Yankes Maternal dan
Neonatal, 2006)

b. Tahapan Masa Nifas


Masa nifas terbagi menjadi tiga periode (Kemenkes RI, 2015) yaitu :
1. Periode pasca salin segera (immediate postpartum) 0-24 jam
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam . Pada masa
ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena
atonia uteri. Oleh sebab itu, tenaga kesehatn harus dengan teratur
melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lochea,
tekanan darah dan suhu.
2. Periode pasca salin awal (early postpartum) 24 jam 1 minggu
Pada periode ini tenaga kesehatan memastikan involusi uteri dalam
keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk,
tidak ada demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta
ibu dapat menyusui bayinya dengan baik.
3. Periode pasca salin lanjut (late postpartum) 1 minggu 6 minggu
Pada periode ini tenaga kesehatan tetap melakukan perawatan dan
pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB. (Saleha, 2009)

c. Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas


Adaptasi psikologis masa nifas menurut Saleha (2009), terjadi pada tiga tahap
berikut ini :
1) Taking in period
Terjadi pada 1 2 hari setelah persalinan, ibu masih pasif dan
sangat bergantung pada orang lain, fokus perhatian terhadap
tubuhnya, ibu lebih mengingat pengalaman melahirkan dan
persalinan yang dialami, serta kebutuhan tidur dan nafsu makan
meningkat.
2) Taking hold period
Berlangsung 3 4 hari postpartum ibu lebih baik berkonsentrasi
pada kemampuannya dalam menerima tanggung jawab sepenuhnya
terhadap perawatan bayi. Pada masa ini ibu menjadi sangat sensitif,
sehingga membutuhkan bimbingan dan dorongan perawat untuk
mengatasi kritikan yang dialami ibu.
3) Letting go period
Dialami setelah ibu dan bayi tiba di rumah. Ibu mulai secara penuh
menerima tanggung jawab sebagai seorang ibu dan menyadari atau
merasa kebutuhan bayi sangat bergantung pada dirinya.
d. Perubahan Fisiologis Masa Nifas
Pada masa nifas terjadi perubahan perubahan fisiologis terutama pada
alat-alat genitalia eksterna maupun interna, dan akan berangsur-angsur pulih
kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan pada masa nifas meliputi :
1) Perubahan sistem reproduksi
Perubahan pada sistem reproduksi secara keseluruhan disebut proses
involusi, disamping itu juga terjadi perubahan perubahan penting lain
yaitu terjadinya hemokonsentrasi dan timbulnya laktasi. Organ dalam
sistem reproduksi yang mengalami perubahan yaitu:
a. Uterus
Uterus adalah organ yang mengalami banyak perubahan besar karena
telah mengalami proses kehamilan dan persalinan. Pembesaran uterus
tidak akan terjadi secara terus-menerus, sehingga adanya janin tersebut
melebihi waktu yang seharusnya, maka akan terjadi kerusakan serabut
otot jika tidak dikehendaki.
Fundus uteri kira-kira sepusat dalam hari pertama bersalin. Penyusutan
antara 1 1,5cm atau sekitar 1 jar perhari. Dalam 10-12 hari uterus
tidak teraba lagi di abdomen karena sudah masuk dibawah simpisis.
Pada buku keperawatan maternitas pada hari ke 9 uterus sudah tidak
teraba.
Proses penurunan tinggi fundus uteri hingga sampai menjadi dalam
keadaan semula dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1 : Proses Involusi Uteri


No. Waktu Involusi Tinggi Fundus Berat Diameter
Uteri Uterus Uterus
1. Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm
2. Uri/plasenta lahir Dua jari 750 gram 12,5 cm
dibawah pusat
3. 1 minggu Pertengahan 500 gram 7,5 cm
pusat simpisis
4. 2 minggu Tidak teraba 300 gram 5 cm
diatas simpisis
5. 6 minggu Bertambah 60 gram 2,5 cm
kecil
Sumber : Asih Yusari (2016)

Involusi ligament uterus berangsur-angsur, pada awalnya cenderung


miring ke belakang. Kembali normal antefleksi dan posisi anteverted
pada akhir minggu ke enam.

b. Afterpains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada
umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering
dialami multipara dan biasa menimbulkan nyeri yang bertahan
sepanjang masa awal puerperiaQum. Rasa nyeri setelah melahirkan ini
lebih nyata setelah ibu melahirkan, di tempat uterus terlalu teregang
(misalnya pada bayi besar dan kembar)

c. Lochea
Pelepasan plasenta dan selaput janin dari dinding rahim terjadi pada
stratum spongiosum bagian atas. Setelah 2 -3 hari tampak lapisan atas
stratum yang tinggal menjadi nekrotis, sedangkan lapisan bawah yang
berhubungan dengan lapisan otot terpelihara dengan baik dan menjadi
lapisan endometrium yang baru. Bagian yang nekrotis akan akan
keluar menjadi lokhea.
Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas mempunyai
reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih
cepat. Lochea mempunyai bau anyir, meskipun tidak terlau menyengat
dan volumenya berbeda pada setiap wanita. Lochea juga mengalami
perubahan karena proses involusi. Perubahan tersebut adalah :
- Lochea rubra (cruenta)
Muncul pada hari pertama sampai hari kedua postpartum,
warnanya merah mengandung darah dari luka pada plasenta dan
serabut dari desidua dan chorion.
- Lochea sanguinolenta
Berwarna merah, kuning. Berisi darah lendir pada hari ke 3 7
pasca persalinan.
- Lochea serosa
Muncul pada hari ke 7 14 , berwarna kecoklatan mengandung
lebih banyak serum, lebih sedikit darah juga leukosit dan laserasi
plasenta.
- Lochea alba
Sejak 2 6 minggu setelah persalinan, warnanya putih kekuningan
mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan selaput jaringan
yang mati.

d. Perineum, vagina, vulva dan anus


Berkurangnya sirkulasi progesteron membantu pemulihan otot
panggul, perineum, vagian dan vulva ke arah elastisitas dari
ligamentum otot rahim. Merupakan proses yang bertahap akan
berguna jika ibu melakukan ambulasi dini, dan senam nifas.
Involusi serviks terjadi bersamaan dengan uterus kira-kira 2-3mingg,
serviks menjadi seperti celah. Ostium eksternum dapat dilalui oleh 2
jari, pinggirannya tidak rata, tetapi retak-retak karena robekan dalam
persalinan. Pada akhir minggu pertama dilalui oleh 1 jari. Karena
hyperplasia dan retraksi dari serviks, robekan serviks menjadi sembuh.
Pada awal masa nifas, vagina dan muara vagina membentuk suatu
lorong luas berdinding licin yang berangsur-angsur mengecil
ukurannya tapi jarang kembali ke bentuk nulipara. Rugae mulai
tampak pada minggu ketiga. Himen muncul kembali sebagai
kepingan-kepingan kecil jaringan, yang setelah mengalami siktrisasi
akan berubah menjadi caruncule mirtiformis. Estrogen pascapartum
yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina dan
hilangnya rugae.
Mukosa vagina tetap atrofi pada wanita yang menyusui sekurang-
kurangnya sampai menstruasi dimulai kembali. Penebalan mukosa
vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan estrogen
menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan penipisan
mukosa vagina. Kekeringan lokal dan rasa tidak nyaman saat koitus
(dispareunia) menetap sampai fungsi ovarium kembali normal dan
menstruasi dimulai lagi. Mukosa vagina memakan waktu 2-3 minggu
untuk sembuh tetapi pemulihan luka sub-mukosa lebih lama yaitu 4-6
minggu. Beberapa laserasi superficial yang dapat terjadi akan sembuh
relatif lebih cepat. Laserasi perineum sembuh pada hari ke 7 dan otot
perineum akan pulih pada hari ke 5 6.
Pada anus umumnya terlihat heoroid (varises anus), dengan ditambah
gejala seperti rasa gatal, tidak nyaman, dan perdarahan berwarna
merah terang pada waktu defekasi. Ukuran hemoroid biasanya
mengecil beberapa minggu postpartum.

2) Perubahan sistem pencernaan


Ibu menjadi lapar dan siap untuk makan pada 1 2jam setelah bersalin.
Konstipasi dapat menjadi masalah pada awal puerperium akibat dari
kurangnya makanan dan pengendalian diri terhadap BAB. Ibu dapat
melakukan pengendalian terhadap BAB karena kurang pengetahuan dan
kekhawatiran lukanya akan terluka bila BAB.
Dalam buka keperawatan maternitas (2004), buang air besar secara
spontan bisa tertunda selama 2 3 hari setelah ibu melahirkan. Keadaan
ini biasa disebabkan oleh karena tonus otot usus menurun.
Selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum
persalinan, kurang makan atau dehidrasi. Ibu seringkali sudah menduga
nyeri saat defekasi karena nyeri yang diraskannya di perineum akibat
episiotomi, laserasi atau hemoroid. Kebiasaan buang air yang teratur perlu
dicapai kembali setelah tonus otot usus kembali ke normal.

3) Perubahan sistem perkemihan


Terjadi diuresis yang banyak dalam hari hari pertama puerperium.
Diuresis yang banyak mulai segera setelah persalinan sampai 5 hari
postpartum. Empat puluh persen ibu postpartum tidak mempunyai
proteinuri yang patologi dari segera setelah lahir sampai hari kedua
postpartum, kecuali ada gejala infeksi dan pre eklampsi. Dinding saluran
kencing memperlihatkan oedema dan hyperanemia. Kadang-kadang
oedema dari trigonum, menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga terjadi
retensio urin. Kandung kencing dalam puerperium kurang sensitif dan
kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kencing penuh atau sesudah
kencing masih tinggal urin residual.

4) Perubahan sistem muskoloskeletal


Adaptasi sistem muskoloskeletal yang terjadi mencakup hal-hal yang
dapat membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan berat
ibu akibat pembesaran uterus. Stabilisasi sendi lengkap akan terjadi pada
minggu ke 6 sampai ke 8 setelah wanita melahirkan.
Striae pada abdomen tidak dapat menghilang sempurna tetapi berubah
menjadi halus/samar . Dinding abdomen menjadi lembek setelah
persalinan karena teregang selama kehamilan. Pada ibu mengalami
tingkatan diastasis yang mana terjadi pemisahan muskulus rektus
abdominus.
Beratnya diastasis tergantung pada faktor-faktor penting termasuk
keadaan umum ibu, tonus otot , aktivasi/pergerakan yang tepat , paritas,
jarak kehamilan, kejadian/kehamilan dengan overdistensi . Faktor tersebut
menentukan lama waktu yang diperlukan untuk mendapatkan kembali
tonus otot.

5) Perubahan sistem endokrin


a. Oksitosin
Oksitosin dikeluarkan oleh glandula pituitary posterior dan bekerja
terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Oksitosin di dalam
sirkulasi darah menyebabkan kontraksi otot uterus dan pada waktu
yang sama membantu proses involusi uterus.
b. Prolaktin
Penurunan estrogen menjadikan prolaktin yang dikeluarkan oleh
glandula pituitary anterior bereaksi terhadap alveoli dan payudara
sehingga menstimulasi produksi ASI. Pada ibu yang menyusui kadar
prolaktin tetap tinggi dan merupakan permulaan stimulasi folikel di
dalam ovarium ditekan.
c. HCG, HPL, Estrogen dan Progesterone
Ketika plasenta lepas dari dinding uterus dan lahir, tingkat hormone
HCG, HPL, estrogen dan progesterone di dalam darah ibu menurun
dengan cepat, normalnya setelah 7 hari.
d. Pemulihan ovulasi dan menstruasi
Pada ibu yang menyusui bayinya, ovulasi jarang sekali terjadi sebelum
20 minggu dan tidak terjadi diatas 28 minggu pada ibu yang
melanjutkan menyusui untuk 6 bulan. Pada ibu yang tidak menyusui
ovulasi dan menstruasi biasanya mulai antara 7 10 minggu.

6) Perubahan tanda tanda vital


Tekanan darah seharusnya stabil dalam kondisi normal. Temperatur
kembali ke normal dari sedikit peningkatan selam periode intrapartum
dan menjadi stabil dalam 24jam pertama postpartum. Nadi dalam keadaan
normal kecual partus lama dan persalinan sulit, pernafasan harus berada
dalam rentang normal.

7) Perubahan sistem kardiovaskular


Cardiac output meningkat selama persalinan dan peningkatan lebih lanjut
setelah kala tiga, ketika besarnya volume darah dari uterus terjepit di
dalam sirkulasi. Penurunan setelah hari pertama puerperium dan kembali
normal pada akhir minggu ketiga. Meskipun terjadi penurunan didalam
aliran darah ke organ setelah hari pertama, aliran darah ke payudara
meningkat untuk mengadakan laktasi. Merupakan perubahan umum yang
penting keadaan normal dari sel darah merah dan putih pada akhir
puerperium. Pada beberapa hari pertama setelah kelahiran, fibrinogen,
plasminogen dan faktor pembekuan menurun dengan cepat. Akan tetapi
darah lebih mampu untuk melakukan koagulasi dengan peningkatan
viskositas dan ini berakibat meningkatkan resiko trombosis.

8) Perubahan sistem hematologi


Lekositosis meningkat, sel darah putih sampai berjumlah 15.000 selama
persalinan tetap meningkat pada beberapa hari pertama postpartum.
Jumlah sel darah putih dapat meningkat lebih lanjut sampai 25.000
30.000 di luar keadaan patologi. Jika ibu mengalami partus lama, Hb,Ht
dan eritrosit jumlahnya berubah di dalam awal puerperium.

9) Perubahan kulit
Pada waktu hamil terjadi pigmentasi kulit pada beberapa tempat karena
proses hormonal. Pigmentasi ini berupa kloasma gravidarum pada pipi,
hiperpigmentasi kulit sekitar payudara, hiperpigmentasi kulit dinding
perut (striae gravidarum). Setelah persalinan, hormonal berkurang dan
hiperpigmentasi pun menghilang. Pada dinding perut akan terjadi putih
mengkilap yaitu striae albican.

e. Perawatan Masa Nifas


1. Early Ambulation
Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan, lebih lebih bila
persalinan berlangsung lama. Pada perawatan nifas terdahulu, setelah
persalinan ibu harus cukup beristirahat, dimana ibu harus tidur telentang
selama 8 jam postpartum untuk pengawasan perdarahan postpartum.
Kemudian ia boleh miring ke kanan dan ke kiri untuk mencegah
terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari kedua telah dapat
duduk, hari ketiga telah dapat berjalan-jalan dan hari keempat dan kelima
sudah boleh pulang. Mobilisasi ini tidak mutlak, bervariasi tergantung
pada adanya komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka. Pada masa
sekarang, ibu nifas lebih diajarkan untuk mobilisasi dini, karena degan
persalinan yang dialami ibu akan lebih mudah pulih dan tidak mengalami
kelelahan yang berlebihan. Keuntungan mobilisasi dini adalah agar ibu
merasa lebih kuat dan lebih sehat, fungsi usus dan kandung kencing lebih
baik, memungkinkan bidan mengajak ibu untuk melaksanakan peran pada
anaknya seperti lebih sering menyusui, memandikan, mengganti pakaian
dan perawatan lainnya.

2. Diet
Diet adalah pengaturan makan. Salah satu keuntungan bagi ibu menyusui
adalah lebih mudah dan cepat untuk kembali ke berat badan ideal. Pilihan
asupan makanan ibu ketika hamil dan menyusui dapat mempengaruhi
kesehatan bayi. Melalui ASI, bayi memakan makanan yang ibu makan.
Cara terbaik memberikan makanan sehat bagi bayi adalah memakan
makanan yang sehat.
Makanan ibu menyusui secara umum sama dengan menu makanan
keluarga. Makan beragam makanan yang tersedia dan terjangkau di
lingkungan sekitar ibu. Pastikan bergizi seimbang dan jaga kebersihannya.
Ibu yang menyusui ASI Eksklusif membutuhkan tambahan kalori kurang
lebih 700kkal/hari untuk memproduksi 780ml ASI . Ibu yang menyusui
bayi yang sudah makan MPASI membutuhkan tambahan kalori sebesar
1500 kkal perhari . Ibu yang menyusui membutuhkan total kalori
sebanyak 2200 2700 kkal dalam sehari. Saat menyusui, ibu butuh dua
porsi makanan tambahan/snack diantara 3x jam makan.

3. Miksi dan defekasi


Buang air kecil harus secepatnya dilakukan sendiri. Kadang kadang
wanita sulit kencing karena pada persalinan kandung kemih mengalami
tekanan oleh kepala janin. Juga oleh karena adanya oedem kandung kemih
yang terjadi selama persalinan.
Bila kandung kemih penuh dengan urine maka wanita sulit kencing.
Sebaiknya lakukan kateterisasi, sebab hal ini dapat mengundang
terjadinya infeksi. Bila infeksi sudah terjadi (urethtritis, cystitis, pyelitis)
maka diberikan antibiotik.
Buang air besar harus sudah terjadi dalam 3-4 hari postpartum. Bila terjadi
obstipasi dan timbul buang air besar yang keras, dapat kita lakukan
pemberian obat pencahar (laxatia) peroral atau parenteral atau dilakukan
klisma bila masih belum berakhir. Karena jika tidak, feses dapat tertimbun
di rektum dan menimbulkan demam.

4. Perawatan payudara
Perawatan payudara telah dimulai sejak wanita hamil. Supaya puting susu
lemas, tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya.
Laktasi adalah proses produksi, sekresi dan pengeluaran ASI. Faktor yang
mempengaruhi produksi ASI adalah motivasi diri dan dukungan
suami/keluarga untuk menyusui bayinya, adanya pembengkakan payudara
karena bendungan ASI , kondisi status gizi ibu yang buruk dapat
mempengaruhi kuantitas dan kualitas ASI , ibu yang lelah/kurang
istirahat/ stress. Maka dari itu dilakukan perawatan payudara secara rutin,
serta lebih sering menyusui tanpa di jadwal sesuai dengan kebutuhan
bayinya. Semakin sering bayi menyusu dan semakin kuat daya isapnya,
payudara akan memproduksi ASI lebih banyak.

2. Episiotomi

a. Pengertian episiotomi
Episiotomi ialah insisi dari perineum untuk memudahkan persalinan dan
mencegah ruptur perineum totalis (Sulistyawati, 2013). Pada masa lalu dianjurkan
untuk melakukan episiotomi secara rutin yang tujuannya untuk mencegah
robekan berlebihan pada perineum, membuat tepian luka rata agar mudah
dilakukan penjahitan, mencegah penyulit atau tahanan pada kepala dan infeksi;
tetapi hal itu tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup. Sebaliknya, hal
ini tidak boleh diartikan bahwa episiotomi tidak deiperbolehkan karena ada
indikasi tertentu untuk tetap dilakukannya tindakan episiotomi. Para penolong
persalinan harus cermat untuk melakukan tindakan episiotomi atau tidak.

b. Alasan tidak dilakukannya tindakan episiotomi


1) Jumlah darah yang hilang meningkat dan resiko terjadinya hematom
2) Kejadian laserasi derajat tiga atau empat lebih banyak terjadi pada episiotomi
rutin daripada tanpa episiotomi.
3) Meningkatnya nyeri pascapersalinan di daerah perineum.
4) Meningkatnya resiko infeksi (terutama jika prosedur PI diabaikan)

c. Indikasi episiotomi
1) Gawat janin dan janin akan segera dilahirkan dengan tindakan
2) Penyulit kelahiran pervaginam misalnya karena bayi sungsang, distosia bahu,
ekstraksi vakum atau forsep.
3) Jaringan parut pada perineum atau vagina yang memperlambat kemajuan
persalinan. (Sulistyawati, 2013)

d. Tujuan tindakan episiotomi


Tujuan episiotomi adalah supaya tidak terjadi robekan perineum yang tidak
teratur dan robekan pada muskulus sfingter ani (ruptur perinei totalis) yang tidak
bisa dijahit dan dirawat dengan baik, karena jika terjadi akan mengakibatkan
inkontensia alvi (beser berak). Berikut adalah tujuan tindakan episiotomi :
1) Mempercepat persalinan dengan memperlebar jalan lahir
2) Mengendalikan robekan perineum untuk memudahkan menjahit
3) Menghindari robekan perineum spontan
4) Memperlebar jalan lahir pada tindakan persalinan pervagina

e. Macam macam / teknik episiotomi


Menurut Winkjosastro (2010), macam macam / teknik episiotomi ada 3 yaitu :
1) Episiotomi medialis
Pada teknik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai
batas atas otot-otot sfingter ani.
2) Episiotomi mediolateralis
Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju
ke arah belakang dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan ke arah kanan
ataupun kiri, tergantung pada orang yang biasa melakukannya. Panjang insisi
kira-kira 4 cm.
3) Episiotomi lateralis
Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira pada jam
3 atau 9 menurut arah jarum jam.

f. Cara episiotomi
Menurut Saifuddin (2006), cara melakukan episiotomi yaitu :
1. Episiotomi dilakukan bila perineum telah tipis, atau kepala bayi tampak
sekitar 3 4 cm.
2. Meletakkan 2 jari diantara kepala bayi dan perineum dengan
menggunakan sarung tangan steril.
3. Menggunakan gunting dan buat sayatan 3 4 mediolateral.
4. Menjaga perineum dengan tangan pada saat kepala bayi lahir agar insisi
tidak meluas.

g. Derajat luka episiotomi


Derajat luka episiotomi menurut Sulistyawati (2010), yaitu :
1. Derajat I
Robekan hanya terjadi jika pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa
atau mengenai kulit perineum sedikit.
2. Derajat II
Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selain mengenai selaput lendir
vagina juga mengenai muskulus perinei transversalis tetapi tiak mengenai
sfingter ani.
3. Derajat III
Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai mengenai otot-
otot sfingter ani.
4. Derajat IV
Mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, otot
sfingter ani, dinding depan rektum.

3. Perawatan Perineum
Bidan berperan menjelaskan pada ibu dan suaminya tentang perawatan
perineum selama masa nifas :
a. Menganjurkan ibu untuk tidak menggunakan tampon pascapartum karena
resiko infeksi.
b. Menjelaskan perkembangan perubahan lochea dari rubra ke serosa hingga
menjadi lochea alba
c. Menganjurkan ibu untuk menyimpan dan melaporkan bekuan darah yang
berlebihan serta pembalut yang dipenuhi darah banyak.
d. Mengajari ibu cara mengganti pembalt setiap kali berkemih atau defekas
dan setelah mandi.
e. Ibu dapat menggunakan kompres es segera mungkin dengan
menggunakan sarung tangan/bungkus es untuk mencegah edema.
f. Mengajari pentingnya membersihkan perineum dari arah depan ke
belakang untuk mencegah kontaminasi.
g. Menjelaskan pentingnya mengosongkan kandung kemih secara adekuat.
h. Mengidentifikasi gejala ISK. Menjelaskan pentingnya asupan cairan
adekuat setiap hari.
B. Konsep Asuhan Manajemen Kebidanan
1. Pengertian
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam
menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian,
analisis data, diagnosis kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
(Ambarwati, 2010)

2. Proses manajemen kebidanan


Proses manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang
memperkenalkan sebuah metode atau pemikiran dan tindakan-tindakan dengan
urutan yang logis sehingga pelayanan komprehensif dan aman dapat tercapai.
(Ambarwati, 2010) . Proses tersebut meliputi :
a. Langkah I : Pengkajian
Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan semua data
yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. Merupakan langkah pertama
untuk mengumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang
berkaitan dengan kondisi pasien. (Anggraini, 2010). Pengumpulan data ini meliputi
:
1) Data Subyektif
Data subyektif adalah data yang didapat dari klien sebagai suatu pendapat
terhadap situasi dan kejadian, informasi tersebut tidak dapat ditentukan oleh
tenaga kesehatan secara independen tetapi melalui suatu suatu sistem interaksi
atau komunikasi. Data ini meliputi :
a. Identitas istri dan suami
Berisi nama, latar belakang pendidikan, pekerjaan, suku dan agama, serta
alamat lengkap. Hal ini berguna agar saat pemberian asuhan dapat diberikan
dengan memperhatikan sosial, budaya dan ekonomi. Pencantuman alamat
lengkap memudahkan dalam kunjungan rumah dan kondisi yang
mengharuskan tindak lanjut di rumah pasien. (Asih, Yusari dan Risneni,
2016)
b. Data biologis/fisiologis
1. Keluhan utama
Kaji apa yang menjadi keluhan saat ini, sejak kapan dan bagaimana
pengaruhnya pada ibu. Misalnya ibu merasa nyeri pada perineum akibat
adanya jahitan luka jalan lahir, sehingga ibu merasa sakit jika duduk dan
upaya yang dilakukan adalah duduk miring ke kiri atau kanan.
2. Riwayat kelahiran dan persalinan
Kaji riwayat persalinan secara lengkap dengan menyertai durasi setiap
kala dalam persalinan serta masalah yang dilakukan dalam mengatasi
setiap masalah.
3. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas terdahulu
Terutama apabila ibu sudah pernah hamil dan atau melahirkan
sebelumnya.
4. Riwayat kesehatan yang lalu
Kaji apakah ibu pernah atau sedang menderita penyakit yang dianggap
berpengaruh pada kondisi kesehatan saat ini. Misalnya penyakit
penyakit degeneratif (jantung, DM dan lain lain), infeksi saluran
kencing.
5. Riwayat penyakit keturunan dalam keluarga
Misalnya penyakit ashma dan penyakit keturunan lainnya
6. Riwayat penyakit menular dalam keluarga
Misalnya TBC, hepatitis dan HIV/AIDS
c. Pemenuhan kebutuhan dasar
Dikaji dengan tetap memerhatikan kondisi pasien masa nifas. Kebutuhan
akan nutrisi, eliminasi, istirahat, personal hygiene, mobilisasi dan sexual.
d. Data pengetahuan/perilaku ibu
Kaji pengetahuan ibu yang berhubungan dengan perawatan bayi, perawatan
nifas, ASI Eksklusif, cara menyusui, KB serta hal-hal lain yang penting
diketahui ibu dalam masa nifas dan menyusui.
e. Data psikososial, ekonomi dan spiritual :
1. Respon ibu dan suami terhadap kelahiran bayi
2. Pola hubungan ibu, suami dan keluarga
3. Kehidupan spiritual dan ekonomi keluarga
4. Kepercayaan dan adat istiadat
f. Data tambahan
Dapat berisi beberapa data tambahan misalnya obat-obatan yang diperoleh
selama masa nifas.
2) Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang sesungguhnya dapat diobservasi dan dilihat oleh
tenaga kesehatan . Data ini meliputi :
a. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, bidan harus melakukan pemeriksaan menyeluruh
dan berfokus pada masa nifas.
b. Pemeriksaan penunjang
Berupa pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.
c. Riwayat kesehatan ibu
1. Keluhan yang dirasakan ibu saat ini
Adakah kesulitan atau gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-
hari misalnya pola makan, buang air kecil atau buang air besar,
kebutuhan istirahat, mobilisasi.
2. Riwayat tentang persalinan meliputi adakah komplikasi, laserasi atau
episiotomi
3. Obat/suplemen yang dikonsumsi saat ini
4. Perasaan ibu saat ini berkaitan dengan kelahiran bayi, penerimaan
terhadap peran baru sebagai orangtua termasuk suasana hati yang
dirasakan ibu sekarang, kecemasan, kekhawatiran.
5. Adakah kesulitan dalam pemberian ASI dan perawatan bayi sehari-hari
6. Bagaimana rencana menyusui nanti, rencana merawat bayi dirumah.
7. Bagaimana dukungan suami atau keluarga terhadap ibu
8. Pengetahuan ibu tentang nifas
b. Langkah II : Interpretasi data
Mengidentifikasi diagnosa kebidanan dan masalah berdasarkan interpretasi
yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Dalam langkah ini data
yang telah dikumpulkan diinterpretasikan menjadi diagnosa kebidanan dan
masalah. Keduanya digunakan karena beberapa masalah tidak dapat
diselesaikan seperti diagnosa tetapi membutuhkan penanganan yang
dituangkan dalam rencana asuhan terhadap passien, masalah sering berkaitan
dengan pengalaman wanita yang diidentifikasikan oleh bidan. (Anggraini,
2010)
1) Diagnosa kebidanan
Diagnosa yang ditegakkan oleh bidan dalam lingkup praktek kebidanan.
(Varney, 2007)
Misal : Ny. K P2A0 umur 26 tahun nifas dengan luka episiotomi
Data dasar, yaitu :
a) Data subyektif
- Adakah nyeri pada luka jahitan
- Adakah rasa mulas pada perutnya
- Tanggal dan jam lahir
b) Data obyektif
- Keadaan umum cukup dan kesadaran composmentis
- Tanda vital : tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi
- Hasil pemeriksaan TFU
- Bagaimana kontraksi uterus
- Bagaimana kondisi jahitan pada perineum
- Jenis pengeluaran lochea
- Pemeriksaan laboratorium
2) Masalah
Masalah aadalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang
ditemukan dari hasil pengkajian yang menyertai diagnosa sesuai dengan
keadaan pasien. (Varney, 2008)
Masalah yang muncul pada ibu nifas dengan perawatan luka episiotomi
adalah rasa nyeri pada luka jahitan post episiotomi. (Saifudin, 2006)
3) Kebutuhan
Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan klien dan belum teridentifikasi
dalam diagnosa dan masalah. Didapatkan dengan menganalisa data.
(varney, 2007). Kebutuhan ibu nifas dengan perawatan luka episiotomi
dengan cara mengurangi rasa nyeri (teknik relaksasi). (Bobak, 2005)
c. Langkah III : Diagnosa potensial
Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial yang mungkin akan terjadi.
Pada langkah ini diidentifikasikan masalah atau diagnosa potensial
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa, hal ini membutuhkan antisipasi,
pencegahan, bila memungkinkan menunggu, mengamati dan bersiap-siap
apabila hal tersebut benar-benar terjadi. Melakukan asuhan yang aman penting
sekali dalam hal ini. Diagnosa potensial yang muncul pada kasus ibu nifas
dengan perawatan luka episiotomi adalah terjadi infeksi. (Triajengayu, 2012)
d. Langkah IV : Antisipasi
Langkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen kebidanan.
Identifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter
dan atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim
kesehatan lain sesuai kondisi pasien. (Anggraini, 2010)
Antisipasi untuk tanda-tanda infeksi pada kasus perawatan luka episiotomi
dapat dilakukan pemberian obat analgetik atau anti inflamasi dan atibiotik jika
perlu. Memberikan nasehat tentang kebersihan dan pemakaian pembalut yang
bersih dan sering diganti. (Saifuddin, 2006)
e. Langkah V : Perencanaan
Langkah ini ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya yang merupakan
lanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah di identifikasi atau di
antisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang
sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari setiap masalah yang berkaitan ,
tetapi juga berkaitan dengan kerangka pedoman antisipasi bagi wanita tersebut
yaitu apa yang akan terjadi berikutnya. (Anggraini, 2010)
Perencanaan menurut Rukiyah (2010), yaitu :
1) Cuci tangan
2) Isi botol plastik yang dimiliki dengan ar hangat
3) Buang pembalut yang telah penuh dengan gerakan kebawah mengarah ke
rektum dan letakkan pembalut tersebut ke dalam kantung plastik.
4) Berkemih dan BAB ke toilet
5) Membasuh perineum dengan air bersih hangat dan sabun
6) Mengeringkan perineum dengan menggunakan tissue dari depan ke
belakang.
7) Pasang pembalut
8) Rasa gatal pada sekitar area jahitan adalah normal dan merupakan tanda
penyembuhan. Namun, untuk meredakan rasa tidak nyaman atasi dengan
mandi berendam air hangat atau kompres dingin dengan kain pembalut
yag didinginkan.
9) Berbaring miring, hindari berdiri/duduk lama untuk mengurangi tekanan
pada daerah tersebut.
10) Lakukan latihan kegel sesering mungkin guna merangsang peredaran
darah sekitar perineum. Dengan demikian, akan mempercepat
penyembuhan dan memperbaiki fungsi otot-otot. Tidak perlu terkejut bila
tidak merasakan apapun saat pertama kali berlatih karena area tersebt akan
kebal setelah persalinan dan pulih secara bertahap dalam beberapa
minggu.
f. Langkah VI : Pelaksanaan
Menurut Varney (2004), pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti
yang telah diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan
aman. Pelaksanaan asuhan ini dapat dilakukan maupun kolaborasi atau
melakukan rujukan bila perlu melakukannya. Penatalaksanaan rencana asuhan
pada ibu nifas dengan perawatan luka episiotomi disesuaikan dengan rencana
tindakan, yaitu :
1) Mencuci tangan
2) Mengisi botol plastik yang dimiliki dengan ar hangat
3) Membuang pembalut yang telah penuh dengan gerakan kebawah
mengarah ke rektum dan letakkan pembalut tersebut ke dalam kantung
plastik.
4) Berkemih dan BAB ke toilet
5) Membasuh perineum dengan air bersih hangat dan sabun
6) Mengeringkan perineum dengan menggunakan tissue dari depan ke
belakang.
7) Memasang pembalut
8) Rasa gatal pada sekitar area jahitan adalah normal dan merupakan tanda
penyembuhan. Namun, untuk meredakan rasa tidak nyaman atasi dengan
mandi berendam air hangat atau kompres dingin dengan kain pembalut
yag didinginkan.
9) Berbaring miring, hindari berdiri/duduk lama untuk mengurangi tekanan
pada daerah tersebut.
10) Melakukan latihan kegel sesering mungkin guna merangsang peredaran
darah sekitar perineum. Dengan demikian, akan mempercepat
penyembuhan dan memperbaiki fungsi otot-otot. Tidak perlu terkejut bila
tidak merasakan apapun saat pertama kali berlatih karena area tersebt akan
kebal setelah persalinan dan pulih secara bertahap dalam beberapa
minggu.
g. Langkah VII : Evaluasi
Langkah ini merupakan langkah terakhir guna mengetahui apa yang telah
dilakukan bidan. Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang diberikan, ulangi
kembali proses manajemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan yang
sudah dilaksanakan tetapi belum efektif atau merencanakan kembali yang
belum terlaksana. (Anggraini, 2010)
Evaluasi padaibu nifas dengan perawatan luka episiotomi berdasarkan
pelaksanaan yaitu :
1) Ibu sudah mencuci tangan
2) Botol plastik sudah diisi air hangat
3) Pembalut yang penuh sudah dibuang
4) Ibu bersedia berkemih dan BAB di toilet
5) Perineum sudah dikeringkan dengan tissue
6) Pembalut sudah dipasang
7) Ibu bersedia berendam dengan air hangat
8) Ibu bersedia miring ke kiri dan ke kanan
9) Ibu bersedia melakukan senam kegel

3. Data perkembangan SOAP


Menurut Varney (2004), data perkembangan ditulis dengan SOAP. Pencatatan SOAP
didasarkan pada sebuah daftar masalah, yang ditulis dengan cara berikut :
S : Subyektif
Menggambarkan hasil pendokumentasian, hasil pengumpulan data melalui
anamnesa

O : Obyektif
Menggambarkan hasil pendokumentasian, hasil pemeriksaan fisik klien.

A : Assesment
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi data
subyektif dan obyektif dalam suatu lingkungan identifikasi :
a. Diagnosa atau masalah
b. Antisipasi diagnosa atau masalah potensial
c. Perlunya tindakan segera setelah bidan atau dokter, konsultasi atau kolaborasi dan
atau rujukan sebagai langkah interpretasi data, diagnosis potensial dan intervensi.

P : Planning
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan dan evaluasi
berdasarkan assesment sebagai langkah rencana tindakan, implementasi dan evaluasi.

Anda mungkin juga menyukai