Anda di halaman 1dari 3

35

BAB IV
ANALISIS KASUS

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan


fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif
yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan .Gagal
jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk mempertahankan curah jantung
(Caridiac Output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Apabila
tekanan pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema paru dan bendungan
di system vena, maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif.
Diagnosis gagal jantung dapat ditegakan berdasarkan kriteria klinis
menggunakan kriteria klasik Framingham, yang terdiri dari kriteria mayor dan kriteria
minor. Kriteria mayor dalam Framingham adalah paroksismal nokturnal dispnea,
distensi vena leher, ronchi paru, kardiomegali, edema paru akut, gallop S3,
peningkatan vena jugularis, refluks hepatojugular. Sedangkan kriteria minor adalah
edema ekstremitas, batuk malam hari, dispnea deffort, hepatomegali, efusi pleura,
penurunan kapasitas vital paru 1/3 dari normal, dan takikardi. Diagnosis gagal
jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor. Pada pasien
ini, ditemukan 4 kriteria mayor yaitu paroksismal nokturnal dispnea, distensi vena
leher, ronchi paru, kardiomegali dan 2 kriteria minor yaitu edema ekstremitas, batuk
malam hari, dispnea deffort, hepatomegali, takikardi.
Cor pulmonal kronik adalah hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan akibat
hipertensi pulmonal yang disebabkan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh
darah paru yang tidak berhubungan dengan kelainan jantung kiri. Adapun etiologinya
dapat digolongkan menjadi 5 kelompok: 1) Vasokonstriksi paru akibat hipoksia
alveolar. Keadaan ini dapat mengakibatkan hipertensi pulmonal dan jika hipertensi
pulmonal berat dapat menyebabkan kor pulmonal. 2)Berbagai gangguan paru-paru
36

baik gangguan di paru-paru atau parenkim alveolar menyebabkan peningkatan


tekanan pada pembuluh darah paru. Penyakit paru obstruktif kronik adalah penyebab
paling sering dari kor pulmonal. Penyakit paru yang menimbulkan jaringan ikat dapat
juga mengakibatkan hipertensi pulmonal dan kor pulmonal (TB) 3) Penyakit kelainan
darah yang berhubungan dengan peningkatan viskositas darah seperti polisitemia
vera, penyakit sel sabit, macroglobulinemia.4 )Peningkatan aliran darah di pembuluh
darah paru. 5)Hipertensi Pulmonal Idiopatik primer. Pada pasien ini didapatkan data
dari anamnesis bahwa pasien sering menderita batuk yang lama (>3 bulan dalam
setahun) batuk berdahak, kadang disertai bunyi mengi serta adanya riwayat merokok
lama yang merupakan faktor resiko berat untuk terjadinya PPOK. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan sela iga melebar, ronchi basah halus nyaring yang merupakan
gambaran dari penderita PPOK. PPOK yang telah lama diderita oleh pasien akan
mengakibatkan hipertensi pulmonal yang akan berlanjut menjadi gagal nya jantung
kanan dan kiri, dimana dari anamnesis didapatkan bahwa adanya edema tungkai,
hepatomegali, asites, distensi vena jugularis merupakan tanda-tanda gagal jantung
kanannya, sedangkan mudah lelah, sesak nafas (dispnea de effort, paroxismal
nokturnal dispnea), batuk merupakan gejala dari gagal jantung kiri.
Penatalaksanaan kor pulmonal dari aspek jantung bertujuan untuk
menurunkan hipertensi pulmonal, mengobati gagal jantung kanan, meningkatkan
kelangsungan hidup, dan mengobati penyakit dasar dan komplikasinya. Pertama
adalah Tirah baring sangat penting untuk mencegah memburuknya hipoksemia, yang
nantinya akan lebih menaikkan lagi tekanan arteri pulmonalis. Mekanisme bagaimana
terapi oksigen dapat menigkatkan kelangsungan hidup belum diketahui pasti, namun
ada 2 hipotesis: (1) terapi oksigen mengurangi vasokontriksi dan menurunkan
resistensi vaskuler paru yang kemudian meningkatkan isi sekuncup ventrikel kanan,
(2) terapi oksigen meningkatkan kadar oksigen arteri dan meningkatkan hantaran
oksigen ke jantung, otak, dan organ vital lainnya. Indikasi terapi oksigen adalah PaO2
55 mmHg atau SaO2 88%, PaO2 55-59 mmHg, dan disertai salah satu dari tanda
seperti, edema yang disebabkan gagal jantung kanan, P pulmonal pada EKG. Pada
37

pasien ini tatalaksana sudah sesuai, dimana diberikan oksigen melalui sungkup 3
L/menit untuk mencukupi kebutuhan oksigen di sistemik. Yang kedua adalah
pemberian diuretika diberikan untuk mengurangi tanda-tanda gagal jantung kanan.
Pada pasien ini juga diberikan diuretik yaitu berupa injeksi furosemid. Yang ketiga
adalah pemberian vasodilator, pemakaian vasodilator seperti nitrat, hidralazin,
antagonis kalsium, agonis alfa adrenergik, ACE-I, dan postaglandin belum
direkomendasikan pemakaiannya secara rutin, pada pasien ini juga tidak diberikan
pemakaian vasodilator.

Anda mungkin juga menyukai