Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

AKNE VULGARIS

Oleh:
Grady Adrian 0910714074
Hanim Isyfi Fahmi 0910711007
Vidi Prasetyo Utomo 0910710128
Yordan W. Ashari 0910710134

Pembimbing:
dr. Sinta Murlistyarini, Sp.KK

LABORATORIUM / SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RSUD DR. SAIFUL ANWAR
MALANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai
dengan adanya komedo, papul, pustul, dan kista. Predileksi akne vulgaris pada
daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung.1
Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85%
terjadi pada remaja dengan beberapa derajat keparahan. Dimana didapatkan
frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin.
Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun. Pada waktu
pubertas terdapat kenaikan hormon androgen yang beredar dalam darah yang
menyebabkan hiperplasia dan dipertrofi dari glandula sebasea.2
Penyebab pasti dari akne vulgaris belum diketahui secara pasti. Akan
tetapi, terdapat beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan akne, antara lain:
genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan,
keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, pengaruh musim, infeksi bakteri
(Propionibacterium acnes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya. Ada empat hal
penting yang berhubungan dengan terjadinya akne yaitu: peningkatan sekresi
sebum, adanya hiperkeratinisasi folikel, bakteri anaerob Propionibacterium acnes,
dan peradangan (inflamasi).2,3
Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk
beratnya akne yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan
tipe (komedoal/papular, pustular/noduokistik) dan atau beratnya penyakit
(ringan/sedang/berat). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai inflamasi dan non-
inflamasi. Akne ringan didefinisikan sebagai lesi non-inflamasi (komedo), lesi
inflamasi yang sedikit (papulopustular), atau keduanya. Akne sedang
didefinisikan sebagai lesi yang lebih inflamasi, beberapa nodul dan sedikit
jaringan parut. Akne berat didefinisikan sebagai lesi inflamasi yang lebih luas
disertai nodul dan jaringan parut.2
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan penunjang. Diagnosis banding akne vulgaris antara lain
erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral.2,4
Penatalaksanaan akne vulgaris berupa terapi sistemik, topikal, fisik, dan
diet. Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup baik, pengobatan sebaiknya
dimulai pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk menghindari
sekuele yang bersifat permanen.2,5,6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai


dengan adanya komedo, papul, pustul, dan kista. Predileksi akne vulgaris pada
daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung. 1

EPIDEMIOLOGI

Akne vulgaris pertama kali dipublikasikan pada tahun 1931 oleh Bloch.
Pada saat itu dinyatakan bahwa insiden terjadinya akne vulgaris lebih banyak pada
anak perempuan dibanding anak laki-laki dengan usia sekitar 13% pada anak usia
6 tahun dan 32% pada anak usia 7 tahun. Sejak saat itu tidak ada evolusi yang
signifikan mengenai usia timbulnya jerawat. Menurut studi yang berbeda dari
literatur berbagai negara, usia awal rata-rata 11 tahun pada anak perempuan dan
12 tahun pada anak laki-laki.5
Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85%
terjadi pada remaja dengan beberapa derajat akne. Hal tersebut terjadi dengan
frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin.
Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun. Bagaimanpun,
terdapat variabilitas yang besar pada usia saat onset dan resolusi 12% perempuan
dan 3% laki-laki akan berlanjut secara klinis sampai usia 44 tahun. Sebagian kecil
akan menjadi papul dan nodul inflamasi sampai usia dewasa akhir.7
Akne vulgaris derajat ringan biasanya terjadi pada bayi yang terjadi oleh
karena stimulasi folikular oleh kelenjar androgen adrenal yang berlanjut pada
periode neonatal. Akne juga biasanya bermanifestasi awal pada pubertas, dengan
komedo sebagai lesi predominan pada pasien yang sangat muda. Jumlah kasus
terbanyak terjadi pada periode pertengahan sampai akhir remaja, setelah itu
insidennya akan menurun. Namun pada wanita dapat terus berlanjut sampai lebih
dari dekade ketiga.2

ETIOLOGI
Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti
belum diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa faktor yang dapat
menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic
factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, musim,
infeksi bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya.3
1. Sebum
Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Pada
akne terjadi peningkatan sebum. Sebum yang meningkat tidak hanya
terjadi pada akne, tetapi dapat juga pada penyakit parkinson dan
akromegali.3
2. Bakteri
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne
adalah Propionibacterium aknes, Stafilococcus epidermidis, dan
Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini yang terpenting
yakni Propionibacterium aknes. Bakteri ini merupakan bakteri komensal
pada kulit. Pada keadaan patologik, bakteri ini membentuk koloni pada
duktus pilosebasea yang menstimulasi trigliserida untuk melepas asam
lemak bebas, memproduksi substansi kemotaktik pada sel-sel inflamasi,
dan menginduksi duktus epitel untuk mensekresi sitokin pro-inflamasi.3
3. Herediter
Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas
kelenjar palit (glandula sebasea). Apabila kedua orang tua mempunyai
parut bekas akne, kemungkinan besar anaknya akan menderita akne.3
4. Hormon
Hormon androgen berasal dari testis, ovarium, dan kelenjar
adrenal. Hormon ini menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan
produksi sebum meningkat pada remaja laki-laki dan perempuan.1
Hormon androgen merupakan stimulus utama pada sekresi
sebum oleh kelenjar sebasea. Pada penderita akne, kelenjar sebasea
berespon sangat cepat pada peningkatan kadar hormon ini di atas
normal. Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan aktivitas 5-
reductase yang lebih tinggi pada kelenjar sebasea dibanding kelenjar lain
dalam tubuh..3
5. Diet
Pada beberapa pasien, akne dapat diperburuk oleh beberapa jenis
makanan, seperti coklat, kacang, kopi, dan minuman ringan.1
6. Iklim
Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne
bertambah hebat pada musim dingin, dan dapat pula meningkat oleh
paparan cahaya matahari langsung.1
7. Faktor iatrogenik
Kortikosteroid baik topikal maupun sistemik dapat meningkatkan
keratinisasi duktus polisebasea. Androgen, gonadotropin, dan
kortikotropin dapat menginduksi akne pada dewasa muda. Kontrasepsi
oral dapat pula menginduksi terjadinya akne.1

PATOFISOLOGI
Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi banyak faktor dan
kadang-kadang masih kontroversial. Ada empat hal penting yang berhubungan
dengan terjadinya akne, yakni peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi
folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi).2
1. Peningkatan sekresi sebum
Faktor pertama yang berperan dalam patogenesis akne ialah
peningkatan produksi sebum oleh glandula sebacea. Pasien dengan akne
akan memproduksi lebih banyak sebum dibanding yang tidak terkena akne
meskipun kualitas sebum pada kedua kelompok tersebut adalah sama.
Salah satu komponen dari sebum yaitu trigliserida mungkin berperan
dalam patogenesis akne. Trigliserida dipecah menjadi asam lemak bebas
oleh P.aknes, flora normal yang terdapat pada unit pilosebacea. Asam
lemak bebas ini kemudian menyebabkan kolonisasi P.aknes, mendorong
terjadinya inflamasi dan dapat menjadi komedogenik.1,2
Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum. Serupa
dengan aktifitasnya pada keratinosit infundibuler follikular, hormon
androgen berikatan dan mempengaruhi aktifitas sebosit. Orang-orang
dengan akne memiliki kadar serum androgen yang lebih tinggi dibanding
dengan orang yang tidak terkena akne. 5-reduktase, enzim yang
bertanggung jawab untuk mengubah testosteron menjadi DHT poten
memiliki aktifitas yang meningkat pada bagian tubuh yang menjadi
predileksi timbulnya akne yaitu pada wajah, dada, dan punggung.1,2
Peranan estrogen dalam produksi sebum belum diketahui secara
pasti. Dosis estrogen yang diperlukan untuk menurunkan produksi sebum
jauh lebih besar jika dibandingkan dengan dosis yang diperlukan untuk
menghambat ovulasi. Mekanisme dimana estrogen mungkin berperan ialah
dengan secara langsung melawan efek androgen dalam glandula sebacea,
menghambat produksi androgen dalam jaringan gonad melalui umpan
balik negatif pelepasan hormon gonadotropin, dan meregulasi gen yang
yang menekan pertumbuhan glandula sebacea atau produksi lipid.2

P
a b c d
Gambar. 1. Patogenesis Akne: a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c)
Inflamasi papul (pustul) d) Nodul
(Diambil dari kepustakaan 2)

2. Keratinisasi folikel
Hiperproliferasi epidermis follikular menyebabkan pembentukan
lesi primer akne yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut paling atas,
yaitu infundibulum menjadi hiperkeratosis dengan meningkatnya kohesi
dari keratinosit. Kelebihan sel dan kekuatan kohesinya menyebabkan
pembentukan plug pada ostium follikular. Plug ini kemudian
menyebabkan konsentrasi keratin, sebum, dan bakteri terakumulasi di
dalam folikel. Hal tersebut kemudian menyebabkan pelebaran folikel
rambut bagian atas, yang kemudian membentuk mikrokomedo. Stimulus
terhadap proliferasi keratinosit dan peningkatan daya adhesi masih belum
diketahui. Namun terdapat beberapa faktor yang diduga menyebabkan
hiperproliferasi keratinosit yaitu stimulasi androgen, penurunan asam
linoleat, dan peningkatan aktifitas interleukin (IL)-1.2
Hormon androgen dapat berperan dalam keratinosit follikular
untuk menyebabkan hiperproliferasi. Dihidrotestosteron (DHT)
merupakan androgen yang poten yang memegang peranan terhadap
timbulnya akne. 17-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5-reduktase
merupakan enzim yang berperan untuk mengubah dehidroepiandrosteron
(DHEAS) menjadi DHT. Jika dibandingkan dengan keratinosit epidermal,
keratinosit follikular menunjukkan peningkatan aktifitas 17-
hidroksisteroid dehidrogenase dan 5-reduktase yang pada akhirnya
meningkatkan produksi DHT. DHT dapat menstimulasi proliferasi
keratinosit follikular. Hal lain yang mendukung peranan androgen dalam
patogenesis akne ialah bahwa pada orang dengan insensitivitas androgen
komplet tidak terkena akne.1,2
Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya asam
linoleic. Asam linoleic merupakan asam lemak esensial pada kulit yang
akan menurun pada orang-orang yang terkena akne. Kuantitas asam linolic
akan kembali normal setelah penanganan dengan isotretinoin. Kadar asam
linoleic yang tidak normal dapat menyebabkan hiperproliferasi keratinosit
follikular dan memproduksi sitokin proinflamasi. Terdapat asumsi bahwa
asam linoleic diproduksi dengan kuantitas yang tetap tetapi akan
mengalami dilusi seiring dengan meningkatnya produksi sebum..2
IL-1 juga memiliki peranan dalam hiperproliferasi keratinosit.
Keratinosit follikular pada manusia menunjukkan adanya hiperproliferasi
dan pembentukan mikrokomedoe ketika diberika IL-1. Antagonis reseptor
IL-1 dapat menghambat pembentukan mikrokome.2
3. Bakteri
Faktor ketiga yakni bakteri. Propionibacterium aknes juga
memiliki peranan aktif dalam proses inflamasi yang terjadi. P.aknes
merupakan bakteri gram-positif, anaerobik, dan mikroaerobik yang
terdapat pada folikel sebacea. Remaja dengan akne memiliki konsentrasi
P.aknes yang lebih tinggi dibanding orang yang normal. Bagaimanapun
tidak terdapat korelasi antara jumlah P.aknes yang terdapat pada glandula
sebacea dan beratnya penyakit yang diderita.2
Dinding sel P.aknes mengandung antigen yang karbohidrat yang
menstimulasi perkembangan antibodi. Pasien dengan akne yang paling
berat memiliki titer antibodi yang paling tinggi pula. Antibodi
propionibacterium meningkatkan respon inflamasi dengan mengaktifkan
komplemen, yang pada akhirnya mengawali kaskade proses pro-inflamasi.
P.aknes juga memfalisitasi inflamasi dengan merangsang reaksi
hipersensitifitas tipe lambat dengna memproduksi lipase, protease,
hyaluronidase, dan faktor kemotaktik. Disamping itu, P.aknes tampak
menstimulasi regulasi sitokin dengan berikatan dengan Toll-like receptor 2
pada monosit dan sel polimorfonuklear yang mengelilingi folikel sebacea.
Setelah berikatan dengan Toll-like receptor 2, sitokin proinflamasi seperti
IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF- dilepaskan.2

4. Inflamasi
Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses
pembentukan komedo, namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi dermal
sesungguhnya mendahului pembentukan komedo. Biopsi yang diambil
pada kulit yang tidak memiliki komedo dan cenderung menjadi akne
menunjukkan peningkatan inflamasi dermal dibandingkan dengan kulit
normal. Biopsi kulit dari komedo yang baru terbentuk menunjukkan
aktifitas inflamasi yang jauh lebih hebat.1,2
Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri
yang lebih terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan menyebabkan
distensi yang mengakibatkan ruptur dinding follikular. Ekstrusi dari
keratin, sebum, dan bakteri ke dalam dermis mengakibatkan respon
inflamasi yang cepat. Tipe sel yang dominan pada 24 jam pertama ruptur
komedo adalah limfosit. CD4+ limfosit ditemukan di sekitar unit
pilosebacea dimana sel CD8+ ditemukan pada daerah perivaskuler. Satu
sampai dua hari setelah ruptur komedo, neutrofil menjadi sel yang
predominan yang mengelilingi mikorkomedo.2

Keempat elemen dari patogenesis akne yaitu hiperprofliferasi keratinosit


follikular, seboroik, inflamasi, dan P.aknes merupakan langkah-langkah yang
saling berkaitan dalam pembentukan akne.1,2

GEJALA KLINIS
Akne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari folikel
pilosebasea yang memiliki karakteristik komedo, papul, pustul, dan nodul. Tempat
predileksi akne vulgaris adalah muka, bahu, dada bagian atas, dan punggung
bagian atas. Lokasi kulit lain misalnya leher, lengan atas, dan glutea kadang-
kadang terkena. Dapat disertai rasa gatal, namun umumnya keluhan penderita
adalah keluhan estetis.7
Komedo merupakan lesi primer dari akne. Hal tersebut dapat dilihat
sebagai papul yang datar atau sedikit meninggi dengan pembukaan sentral yang
melebar berisi keratin hitam (komedo terbuka). Komedo tertutup biasanya berupa
papul kekuningan berukuran 1 mm yang membutuhkan peregangan pada kulit
untuk dapat terlihat. Makrokomedo, yang jarang terjadi, dapat mencapai ukuran 3-
4 mm. Papul dan pustul biasanya berukuran 1-5 mm dan disebabkan oleh
inflamasi, oleh sebab itu pasti terdapat eritema dan edema. Bentuk tersebut dapat
membesar dan membentuk nodul dan bergabung membentuk plak yang
terindurasi mengandung traktus sinus dan cairan apakah itu serosaginosa atau pus
kekuningan.4,8,9
Gambar dikutip dari kepustakaan 10

Akne umumnya muncul pada saat pubertas dan seringkali merupakan


tanda awal dari produksi hormon seks yang meningkat. Ketika akne muncul pada
usia 8-12 tahun, yang tampak biasanya berupa komedo yang utamanya muncul
pada dahi dan pipi. Hal tersebut dapat tetap menjadi ringan dalam ekspresinya
dengan papul inflamasi yang kadang-kadang terjadi. Bagaimanpun, sebagaimana
kadar hormon meningkat pada usia-usia pertengahan remaja, pustul dan nodul
inflamasi yang lebih berat dapat terjadi yang dapat menyebar pada tempat lainnya.
Laki-laki muda cenderung memiliki kompleks yang lebih berminyak dan
penyebaran penyakit yang lebih berat dibanding perempuan usia muda.
Perempuan dapat mengalami perjalanan penyakit yang berat dari lesi
papulopustular seminggu sebelum mensturasi. Akne juga dapat muncul pada
perempuan usia 20-35 tahun yang belum mendapatkan akne pada saat remaja.
Akne ini kebanyakan bermanifestasi sebagai papul, pustul, dan nodul dalam
persisten yang nyeri pada daerah dagu dan leher bagian atas.8

KLASIFIKASI

Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk


beratnya akne yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan
tipe ( komedoal/papular, pustular/noduokisitk) dan/atau beratnya penyakit
( ringan/sedang/sedang-berat/ berat). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai
inflamasi dan non-inflamasi.11

1. Klasifikasi sederhana
Akne ringan (Mild acne): Komedo merupakan lesi utama. Papul dan
pusutl mungkin ada tetapi memiliki ukuran yang kecil serta jumlah sedikit
(umumnya < 10).11
Akne sedang (Moderate acne): Jumlah papul dan pustul yang cukup
banyak (10-40). Jumlah komedo yang cukup banyak (10-40) juga ada.
Kadang-kadang disertai penyakit yang ringan pada badan.11
Akne sedang berat (Moderately severe akne): Jumlah papul dan pustul
yang sangat banyak (40-100), biasanya dengan banyak komedo (40-100) dan
kadang-kadang terdapat lesi nodular dalam yang besar dan terinflamasi
(mencapai 5). Area yang luas biasanya melibatkan wajah, dada, dan
punggung.11
Akne sangat berat (Very severe akne) : Akne nodulokistik dan akne
konglobata dengan lesi yang parah; banyak lesi nodular/pustular yan besar
dan nyeri bersama dengan banyak komdeon, papul, pustul, dan komedo yang
lebih kecil.11
2. FDA global grade
Grade 0 : Kulit yang bersih tanpa lesi inflamasi atau non-inflamasi
Grade 1 : Hampir bersih dengan lesi inflamasi atau non-inflamasi
Grade 2 : Ringan, grade 1 ditambah dengan beberapa lesi non-inflamasi
dengan sangat sedikit lesi inflamasi yang ada ( papul/pustul, tidak ada lesi
nodular )
Grade 3 :Sedang, grade 2 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan
mungkin terdapat beberapa lesi inflamasi, tetapi tidak lebih dari satu lesi
nodular
Grade 4 : Berat, grade 3 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan
inflamasi, dengna sedikit lesi nodular.11

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Umumnya, pemeriksaan laboratorium diindikasikan kecuali pada pasien
dengan suspek hyperandrogenism. Sejumlah pengalaman klinis, peningkatan
hormon androgen mendasari terjadinya akne vulgaris pada usia remaja ataupun
pada usia dewasa. Dari 623 gadis prepebertal yang diobservasi, gadis yang
mempunyai akne mengalami peningkatan level DHEAS dibandingkan dengan
kontrol yang tidak mempunyai akne. DHEAS menjadi precussor untuk
testosterone dan DHT. Peningkatan level hormon androgen dapat ditemukan pada
kasus akne kistik yang berat dan berhubungan dengan keadaan varietas endokrin
seperti, congenital adrenal hyperplasia, ovarium, tumor adrenal dan polycystic
ovarian disease. Pada umunya pasien akne kadar hormon androgennya dalam
batas normal.2
Banyak pasien yang dilaporkan dengan peningkatan akne sepanjang
periode stress mereka. Meskipun keterbatasan data objektif stress diketahui
meningkatkan output steroid adrenal, yang berefek pada kerja kelenjar sebasea.
Ini memperlihatkan pasien dengan akne terjadi peningkatan level glukokortikoid
urin setelah pemeriksaan korticotropin.2
Pemeriksaan lainnya yaitu ekskohleasi sebum, pengeluaran sumbatan
sebum dengan komedo ekstraktor (sendok Unna). Sebum yang menyumbat folikel
tampak sebagai massa padat seperti lilin atau masa luunak bagai nasi yang
ujungnya kadang berwarna hitam. Pemeriksaan histopatolgis memperlihatkan
gambaran tidak spesifik berupa sel radang kronis disekitar folikel pilosebasea
dengan massa sebum di dalam folikel. Pada kista radang sudah menghilang
diganti dengan jaringan ikat pembatas, massa cair sebum yang bercampur dengan
darah, jaringan mati dan keratin yang lepas.

DIAGNOSIS BANDING

1. Erupsi akneiformis adalah reaksi kulit berupa peradangan folikular akibat


adanya iritasi epitel duktus polisebasea yang terjadi yang disebkan oleh
induksi obat, misalnya kortokosteroid, INH, barbiturate, bromide, yodida,
difenil hidantoin, trimetadion, ACTH, kina dan lainnya. Klinisnya berupa
erupsi papulo pustule mendadak tanpa adanya komedo dihampir seluruh
bagian tubuh. Dapat disertai demam dan dapat terjadi di semua usia.7
Anamnesis dan pemerikasaan fisis : onset muncul setelah minum obat-
obatan yang dapat memicu terjadinya erupi akneiformis, papul dan pustule
terasa nyeri, tidak terasa gatal, tidak terasa panas, dapat disertai demam.7
2. Rosasea merupakan penyakit peradangan kronik dengan daerah predileksi
pada daerah sentral wajah (hidung, pipi, dagu, kening, dan alis) yang
ditandai dengan kemerahan pada kulit dan telangiektasis disertai episode
peradangan yang memunculkan erupsi papul, pustul, dan edema. Tidak
terdapat komedo kecuali bila kombinasi dengan akne vulgaris.7
Anamnesis dan pemeriksaan fisis : onset mulai munculnya tiba-tiba, dapat
pula dicetuskan oleh riwayat mengonsumsi alkohol, paparan sinar matahari
dan demodex folliculorum, papul tidak terasa nyeri, tidak gatal, dan tidak
terasa panas.7
3. Dermatitis perioral adalah peradangan kronik dengan bentuk papulopustular
pada daerah kulit di seluruh bagian luar mulut. Artinya bisa muncul di dagu,
pipi, samping dan di bawah hidung.12
Anamnesis dan pemeriksaan fisis : onset munculnya tiba-tiba, terdapat
bercak kemerahan pada daerah sekitar mulut, bercak terasa seperti terbakar,
nyeri, dan kadang disertai gatal.12

PENATALAKSANAAN
Ada beberapa pembagian yang menyangkut prinsip dari petalaksanaan akne
vulgaris vulgaris yaitu: mengurangi produksi sebum, menghilangkan bakteri
P.akne, Menormalisasikan kulit, dan menghilangkan inflamasi. Pengobatan akne
dibagi menjadi terapi sistemik, topikal, fisik, dan diet.2

1. Terapi Sistemik
a. Antibiotik oral
Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan akne yang mansih
meradang. Antibiotik yang diberikan adalah Tetrasiklin (tetrasiklin,
doksisiklin,minosiklin) eritromisin, kotrimoksasole, dan klindamisin. Antibiotik
ini mengurangi peradangan akne dengan menghambat pertumbuhan dari
P.acnes.2,5,13
Tetrasiklin generasi pertama (tetrasiklin, oksitetrasiklin, tetrasiklin
klorida) merupakan obat yang sering digunakan unutk akne.Obat ini digunakan
sebagai terapi lini pertama karena manfaat dan harganya yang murah, walaupun
angka kejadian resistensinya cukup tinggi. Dalam 6 minggu pengobatan
menurunkan reaksi peradangan 50% dan biasa diberikan dalam dosis 1 gram/hari
(500mg diberikan dalam 2 kali), setelah beberapa bulan dapat diturunkan 500
mg/hari. Karena absorbsinya dihambat oleh makanan, maka obat ini diberika 1
jam sebelum makan dengan air untuk absorbs yang optimal. Alternatif lain,
tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin) diberikan 100mg-200mg/ hari dan 50
mg/hari sebagai maintainance dose, (minosiklin) biasanya diberikan 100mg/hari.
Golongan obat ini lebih mahal akan tetapi larut lemak dan diabsorbsi lebih baik di
saluran pencernaan. 2,5,13
Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen alternative. Obat ini
sama efektifnya dengan tetrasiklin, tapi menimbulkan resistensi yang tinggi
terhadap P.aknes dan sering dikaitkan dengan kegagalan terapi. Klindamisin
merupakan jenis obat yang sangat efektif, akan tetapi tidak baik digunakan untuk
jangka panjang karena dapat menimbulkan perimembranous colitis.
Kotrimoksasole (sulfometoksasol/trimetoprim, 160/800mg, dua kali sehari)
direkomendasikan untuk pasien dengan inadequate respon dengan antibiotik yang
lain dan untuk pasien dengan gram negative folikulitis. 2,5,13
b. Isotretionoin oral
Isotretinoin oral merupakan obat sebosupressive paling efektif dan
diberikan untuk akne yang berat. Seperti retinoid lainnya, isotretinoin mngurangi
komedogenesis, mengecilkan ukuran glandula sabaseus hingga 90% dengan
menurunkan proliferasi dari basal sebocyte, menekan produksi sebum invivo dan
menghambat diferensiasi termina sebocyte. Walaupun tidak berefek langsung
terhadap P.aknes, ini menghambat efek dari produksi sebum dan menurunkan
jumlah P.Aknes yang mengakibatkan inflamasi. 2,13
Terapi awal yang diberikan 1gram/kgBB/hari untuk 3 bulan pertama, dan
diturunkan 0.5mg/kgBB/hari, jika memungkinkan dapat diberikan 0.2 untuk 3-9
bulan tambahan untuk mngoptimalkan hasil terapi. 2,13
c. Hormonal
Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak mempunyai respon
terhadap terapi konvensional. Mekanisme kerja obat-obat hormonal ini secara
sistemik mengurangi kadar testosteron dan dehidroepiandrosterone, yang pada
akhirnya dapat mengurangi produksi sebum dan mengurangi terbentuknya
komedo. Ada tiga jenis terapi hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan
prednisolon, estrogen dengan cyproterone acetate (Diane, Dianette) dan
spironolakton. Terapi hormonal harus diberikan selama 6-12 bulan dan penderita
harus melanjutkan terapi topikal. Seperti halnya antibiotik, tingkat respon obat-
obat hormonal juga lambat, dalam bulan pertama terapi tidak didapatkan
perubahan dan perubahan kadang-kadang baru dapat terlihat pada bulan ke enam
pemakaian. Terapi setelah itu akan terlihat perubahan yang nyata. Perubahan yang
dihasilkan pada penggunaan diane hampir mirip dengan tetrasiklin 1 g/hari. Diane
merupakan kombinasi antara 50 g ethinylestradiol dan 2 mg cyproterone acetate.
Pada wanita usia tua (> 30 tahun) dengan kontraindikasi relatif terhadap pil
kontrasepsi yang mengandung estrogen, salah satu terapi pilihan adalah dengan
penggunaan spironolakton. Dosis efektif yang diberikan antara 100-200 mg.2,5

2. Topikal
Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu cara yang
banyak dipilih dalam mengatasi penyakit akne vulgaris. Tujuan diberikan terapi
ini adalah untuk mengurangi jumlah akne yang telah ada, mencegah terbentuknya
spot yang baru, dan mencegah terbentuknya scar (bekas jerawat). Terapi topikal
diberikan untuk beberapa bulan atau tahun, tergantung dari tingkat keparahan
akne.4,13
Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:
a. Retinoid topical.
Mekanisme kerja dari retinoid topical:
-
Mengeluarkan komedo matur, serta menghambat pembentukan dari
mikrokomedo.
-
Menghambat reaksi inflamasi.
-
Menekan perkembangan mikrokomedo baru yang penting untuk maintenance
terapi.13
b. Tretinoin
Tretinoin merupakan retinoid pertama yang diperkenalkan oleh Stuttgen
dan Beer.Mengurangi komedo secara signifikan dan juga lesi peradangan
akne.Hal ini ditunjukkan pada percobaan untuk 12 minggu menurunkan 32-81%
untuk non-inflamnatory lesi dan 17-71% untuk inflammatory lesi. Tretinoin
tersedian dalam galanic formulation: cream 0.025%, 0.1%, gel 0.01%, 0.025%)
dan dalam solution (0.05%). Formula topical gel ini mengandung
polyoprepolymer-2, tretinoin prenetration.13,14
c. Isotretinoin
Isotretinoin tersedia dalam sediaan gel, mempunyai efikasi yang sama
dengan tretinoin, mereduksi komedo antara 48-78% dan inflammatory lesi antar
24 dan 55% setelah 12 minggu pengobatan.13
d. Adapalene
Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid tersedia dalam gel, cream,
atau solution dalam konsentrasi 0.1%.dalam survey yang melibatkan 1000
pasienditunjukkan bahwa adapalen 0.1% gel mempunya efikasi yang sama dengan
tretinoin 0.025%. 13
e. Tazarotene
Disamping untuk psoriasis, tazarotene juga digunakan sebagai terapi untuk
akne, di US 0.5 dan 0.1% gel atau cream. 13
f. Antibiotik Topikal
Kegunaan paling penting dan mendasar dari antibiotik topical adalah
rendah iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah obat-obat yang resisten
terhadap P.aknes dan S. Aureus.Untuk mengatasi masalah ini, klindamisin dan
eritromisin ditingkatkan konsentrasinya dari 1 menjadi 4% dan formulasi baru
dengan zinc atau kombinasi produk dengan BPOs atau retinoid. 2,5,13
Antibiotika topikal banyak digunakan sebagai terapi akne. Mekanisme
kerja antibiotik topikal yang utama adalah sebagai antimikroba. Hal ini telah
terbukti pada efek klindamisin 1% dalam mengurangi jumlah P.aknes baik
dipermukaan atau dalam saluran kelenjar sebasea. Lebih efektif diberikan pada
pustul dan lesi papulopustular yang kecil. Klindamisin adalah suatu antibiotik
terdiri atas 7-dioksi-7 kloro derivat linkomisin. Kerjanya sebagai antibakterial
ialah dengan jalan mengikat ribosom, dengan demikian menghalangi pemindahan
RNA (Ribo Nucleic Acid) yang berguna untuk pembentukan kompleks
ribosomal/messenger-RNA dari kuman dengan akibat mikroorganisme tersebut
tidak dapat membentuk protein esensial.
Eritromisin 3% dengan kombinasi benzoil peroksida 5% tersedia dalam
bentuk gel. Thomas dkk melakukan penelitian dengan membandingkan
eritromisin 1,5% dengan klindamisin 1% mendapatkan hasil yang sama-sama
efektif, duapertiga pasien mendapatkan respon yang sangat baik dalam waktu 12
minggu, tetapi penggunaan eritromisin secara tunggal tidak direkomendasikan
karena dapat menyebabkan resistensi. Penggunaan eritromisin kombinasi dengan
benzoil peroksida lebih direkomendasikan. 2,5,13
Keefektifan antibiotik topikal pada akne terbatas karena mekanisme kerja
dalam mengeliminasi bakteri membutuhkan jangka waktu yang panjang. Bakteri
dapat timbul di mana-mana dan tidak secara langsung menyebabkan akne. Pada
keadaan di mana kelenjar sebasea memproduksi sebum berlebihan, pori-pori kulit
juga akan lebih mudah terbuka sehingga banyak bakteri yang akan masuk dan
berkembang. Adanya sel kulit mati juga bisa memperburuk keadaan. Bila kelenjar
sebasea tidak memproduksi sebum berlebihan, maka bakteri tidak mudah masuk
ke dalam kulit. Dengan kata lain, jumlah produksi sebum menjadi masalah utama
dalam akne. Antibiotik topikal kerjanya terbatas, karena tidak mengatasi masalah
dalam jumlah produksi sebum. 2,5,13
g. Asam Salisilat
Asam salisilat efek utamanya adalah keratolitik, meningkatkan konsentrasi
dari substansi lain, selain itu juga mempunyai efek bakteriostatik dan
bakteriosidal. 2,5,13
h. Anti-androgen
Sejak diketahui bahwa akne merupakan salah satu penyakit yang
berhubungan dengan aktivitas hormon androgen, beberapa dermatologis dan
industri farmakologi mengembangkan anti androgen topikal sebagai salah satu
terapi akne yang tidak mempunyai efek sistemik. Studi yang dikembangkan
adalah tentang penggunaan topikal dari 17-propylmesterolone, akan tetapi
preparat ini belum tersedia secara komersial. 2,5,13

3. Terapi Fisik
Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan
dengan menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah:
a. Ekstraksi komedo
Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan
menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne. Secara teori,
pengangkatan closed comedos dapat mencegah pembentukan lesi inflamasi.
Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran untuk mendapatkan hasil yang lebih
baik.13
b. Kortikosteroid Intralesi
Nodul-nodul yang mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang
baik dalam kurun waktu 48 jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis yang
biasa digunakan adalah 2,5 mg/ml triamsinolon asetonid dan menggunakan
syringe 1ml. Jumlah total obat yang diinjeksikan pada lesi berkisar antara 0,025
sampai 0,1 ml dan penyuntikan harus ditengah lesi. Penyuntikan yang terlalu
dalam atau terlalu superfisial akan menyebabkan atrofi.5,13
Injeksi glukokortikoid dapat menurunkan secara drastic ukuran dari lesi
nodular. Injeksi 0.05-0.25 ml perlesi dari triamcinolone acetat dengan suspense
(2.5-10mg/ml) direkomendasikan sebagai anti inflamasi. Terapi jenis ini sangat
bermanfaat dibandingkan terapi lain untuk akne tipe nodular. Akan tetapi harus
diulang dalam 2-3 minggu. Manfaat utamanya adalah menghilangkan lesi nodular
tanpa insisi sehingga mengurangi pembentukan scar.5,13
c. Radiasi Ultraviolet
Radiasi UV mempunyai efek untuk menghambat inflamasi dengan
menghambat aksi dari sitokin. Radiasi UVA dan UVB sebaiknya diberikan secara
bersama-sama untuk meningkatkan hasil yang ingin dicapai. Fototerapi dapat
diberikan dua kali seminggu.Radiasi ultraviolet alami (UVR) yang didapat dari
paparan matahari, 60% dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada akne, tetapi
sekarang terapi ini tidak dianjurkan lagi.2,5,13

4. Diet
Beberapa artikel menyarankan pengaturan diet untuk penderita akne
vulgaris. Implikasi dari penelitian tentang diet coklat, susu, dan makanan
berlemak dan hubungannya dengan akne masih diteliti. Hingga saat ini belum ada
evidence base yang mendukung bahwa eliminasi makanan akan berdampak pada
akne, akan tetapi beberapa pasien akan mengalami kemunculan akne setelah
mengkonsumsi makanan tersebut.5
PROGNOSIS

Prognosis keseluruhan untuk orang-orang dengan jerawat yang baik.


Namun, jerawat yang lama dapat mengakibatkan gangguan psikososial dan
fisik jaringan parut. Pengobatan sebaiknya dimulai pada awal onset munculnya
akne dan cukup agresif untuk menghindari sekuele yang bersifat permanen.2
Akne biasanya dapat sembuh dengan sendirinya. Akne vulgaris biasanya
sembuh sebelum mencapai usia 30-40 an. Jarang terjadi akne vulgaris yang
menetap sampai tua atau mencapai gradasi sangat berat sehingga perlu dirawat
inap dirumah sakit.15
BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. Ika Nurul
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 22 tahun
Alamat : Jl. Wonokromo III No. 55 Malang
Pekerjaan : Swasta (SPG)
Suku : Jawa
Agama : Islam
No. RM : 11208270
Tanggal periksa : 18 November 2014

ANAMNESIS
Keluhan utama : jerawat pada wajah
Pasien mengeluhkan adanya jerawat yang hilang timbul sejak 5 tahun yang
lalu. Jerawat terutama muncul atau makin parah saat stres dan sekitar 1 minggu
sebelum menstruasi. Jerawat tidak dipengaruhi oleh makanan tertentu. Pasien
tidak ada riwayat minum jamu-jamuan ataupun obat oral antibiotik untuk
mengatasi jerawatnya. Dahulu pasien sering memakai bedak padat namun jerawat
makin parah sehingga diganti bedak tabur.
Riwayat Pengobatan : Dua tahun terakhir pasien sempat berobat ke 2 dokter
umum dan masing-masing memberikan krim malam warna kuning, krim pagi, dan
sabun. Keluhan sempat membaik kemudian kambuh lagi.
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tidak pernah sakit yang parah.
Riwayat Keluarga : Riwayat orang tua berjerawat disangkal.
Riwayat Sosial : Pasien sehari-hari bekerja sebagai SPG (sales promotion girl)
yang mengharuskannya memakai make-up. Pemakaian bedak padat sudah diganti
dengan bedak tabur.
Riwayat Alergi : Pasien tidak mempunyai alergi terhadap makanan maupun obat-
obatan.

PEMERIKSAAN KLINIS
Status Generalisata
Keadaan Umum : compos mentis, GCS 456
Kepala/Leher : anemis (-), ikterus (-), kaku kuduk (-), pembesaran KGB (-)
Thorax : Pulmo/ dbN
Cor/ dbN
Abdomen : Hepar/Lien tidak teraba, bising usus (+) N
Extremitas : akral hangat, edema (-)
Status Dermatologis
Lokasi : wajah
Distribusi : lokal
Ruam : - Komedo terbuka dan tertutup 50 lesi
- Papula erythematous bentuk bulat, batas tegas, ukuran 3-5 mm,
pustule (+), jumlah 5 lesi
- Total lesi = 55 lesi

DIAGNOSIS BANDING
1. Akne Vulgaris derajat sedang
2. Acneiform eruption

PEMERIKSAAN PENUNJANG
(-)

DIAGNOSIS KERJA
Akne vulgaris derajat sedang

TERAPI
Kausatif:
- Tretinoin 0,025% cream (dioleskan rata seluruh wajah pada malam hari)
- Benzoyl peroxide 5% + Clindamycin phosphate 1,2% gel (dioleskan rata
seluruh wajah pada pagi dan sore hari)
Supportif:
- Jaga kebersihan wajah
- Hindari memencet jerawat

FOLLOW UP
Kembali lagi ke poliklinik setelah 1 bulan atau jika obat habis atau jika ada gejala
gatal, perih (cekit-cekit), panas, atau reaksi iritasi lainnya setelah penggunaan obat
yang mengganggu aktivitas.

KIE
- Menjelaskan tentang penyakit pasien, yaitu akne vulgaris atau biasa disebut
jerawat. Pasien menderita akne vulgaris derajat sedang.
- Memberikan saran bila membersihkan wajah dengan sabun atau
mengeringkan wajah sebaiknya tidak menggosok secara kasar karena bisa
menyebabkan iritasi.
- Pemakaian obat dioleskan merata pada wajah namun dihindari pemakaian
pada daerah bawah mata, tepi hidung, dan bawah bibir.
- Pemakaian obat harus rutin, tidak bisa hanya sekali dua kali karena komedo
masih ada dan ketika ada iritasi atau faktor hormonal menstruasi, jerawat bisa
muncul lagi.
- Efek samping obat bisa menyebabkan kulit wajah kemerahan dan
mengelupas.
- Menghindari faktor pencetus yang dapat memperparah timbulnya jerawat,
seperti pemakaian bedak padat.

FOTO PASIEN
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Faktor Resiko Akne Vulgaris

Akne vulgaris dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Penyebab pasti akne
vulgaris belum diketahui secara pasti, namun terdapat faktor yang dapat
menyebabkan acne vulgaris, antara lain : genetik, endokrin, faktor makanan,
keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, musim, infeksi bakteri atau
kosmetika.3

1. Genetik
Faktor genetik sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar sebasea.
Apabila orang tua mempunyai parut bekas akne, kemungkinan besar anaknya
akan menderita akne.3
2. Hormon Androgen
Hormon androgen berasal dari testis, ovarium dan kelenjar adrenal. Hormon ini
menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi sebum
meningkat pada remaja laki-laki dan perempuan. Hormon androgen merupakan
stimulus utama pada sekresi sebum oleh kelenjar sebasea.1 Hormon estrogen
tidak mempengaruhi terhadap terjadinya akne vulgaris. Sedangkan, hormon
progesteron dapat menyebabkan akne premenstrual.
3. Faktor makanan
Faktor makanan terhadap terjadinya akne vulgaris masih kontroversial. Pada
beberapa pasien, akne dapat diperburuk oleh beberapa jenis makanan seperti
coklat, kacang, kopi dan minuman ringan.1
4. Keaktifan kelenjar sebasea
Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Pada akne terjadi
peningkatan sebum.
5. Faktor Psikis
Pada beberapa penderita, stres dan gangguan emosi dapat menyebabkan
eksaserbasi akne. Kecemasan menyebabkan penderita memanipulasi aknenya
secara mekanis, sehingga terjadi kerusakan pada dinding folikel dan timbul lesi
yang meradang.
6. Iklim
Di daerah yang memiliki empat musim, biasanya akne bertambah hebat pada
musim dingin dan dapat pula meningkat oleh paparan cahaya matahari
langsung
7. Bakteri
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne adalah Propionibacterium
aknes, Stafilococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba
ini yang terpenting yaitu Propionibacterium aknes. Bakteri ini merupakan
flora normal pada kulit. Pada keadaan patologik, bakteri ini membentuk koloni
pada duktus pilosebasea.
8. Faktor Iatrogenik
Kortikosteroid oral maupun topikal dapat meningkatkan keratinisasi duktus
pilosebasea. Kontrasespsi oral dapat pula menginduksi terjadinya akne.3

Pada kasus, akne timbul ketika pasien stress, premenstruasi dan ketika
pasian berganti bedak. Sesuai dengan teori yang telah dipaparkan, pasien memang
memiliki resiko untuk terjadinya akne vulgaris yaitu resiko faktor psikis, faktor
hormon progestero dan bahan-bahan kosmetika.

4.2 Diagnosis Akne vulgaris

Diagnosis Akne vulgaris dapat ditegakkan dengan anamnesa dan


pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang juga dapat dilakukan untuk
pemeriksaan mikrobiologi. Dari anamnesa dapat diketahui faktor resiko terjadinya
akne vulgaris hingga riwayat pengobatan dari akne vulgaris. Sedangkan, dari
pemeriksaan fisik terutama pemeriksaan dermatologis merupakan dasar dari
diagnosis akne vulgaris. Akne vulgaris merupakan peradangan pada kelenjar
pilosebasea yang ditandai dengan lesi komedo, papul, pustul, nodul atau kista. 1
Diagnosis akne vulgaris dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu klasifikasi
sederhana dan FDA global grade. Pada klasifikasi sederhana, akne dibedakan
menjadi akne ringan, akne sedang, dan akne sangat berat. 2 Sedangkan, klasifikasi
FDA global grade dibedakan menjadi grade 0, grade 1, grade 2, grade 3 dan grade
4.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien akne vulgaris


adalah pemeriksaan histopatologi, pemeriksaan mikrobiologi dan dapat juga
dilakukan pemeriksaan laboratorium. Akan tetapi, pemeriksaan penunjang pada
pasien akne vulgaris jarang dilakukan.

Pada pasien, dari anamnesis didapatkan keluhan berupa bintik jerawat


pada wajah yang mulai muncul kembali. Jerawat ada yang berupa benjolan
kemerahan agak besar. Jerawat sudah diderita sejak 5 tahun lalu dan hilang
timbul. Dari pemeriksaan fisik didapatkan lesi komedo terbuka dan tertutup
sebanyak 50 lesi dan lesi papulo pustular sebanyak 5 lesi yang berlokasi di wajah
daerah dahi dan pipi kanan kiri serta terlokalisir. Dari pemeriksaan dermatologis,
pasien tersebut didiagnosis banding akne vulgaris dan acneiform eruption.
Hal tersebut bisa dibedakan dari anamnesa dimana tidak didapatkan
riwayat penggunaan obat yang dapat memicu timbulnya akne. Pasien juga
mengeluhkan jerawatnya hilang timbul dan tidak pernah minum jamu-jamuan.
Sedangkan dari pemeriksaan fisik, ditemukan komedo yang merupakan lesi khas
dari akne vulgaris. Oleh karena itu, diagnosis banding acneiform eruption dapat
disingkirkan.

4.3 Penatalaksanaan Akne vulgaris

Penatalaksanaan akne vulgaris terdari dari terapi non farmakologis dan


terapi farmakologis. Penatalaksanaan non farmakologis terdiri dari penghindaran
terhadap faktor resiko akne vulgaris seperti pemilihan penggunaan bedak tabur,
faktor makanan ataupun penggunaan pelembab pada pasien yang memiliki tipikal
kulit berminyak. Terapi farmakologis akne vulgaris terdiri dari terapi sistemik,
terapi topikal, terapi fisik dan diet. Terapi tersebut diberikan sesuai dengan
patogenesis terjadinya akne vulgaris yaitu peningkatan sekresi sebum, keratinisasi
folikel, bakteri, dan inflamasi.2,5,6

Pada pasien, dilakukan penatalakasanaan non farmakologi dan


farmakologi. Terapi non farmakologi berupa penggantian bedak padat menjadi
bedak tabur karena bedak padat dapat menimbulkan sumbatan pada duktus
kelenjar sebasea sehingga jerawat lebih sering muncul. Penatalaksanaan
farmakologi pada pasien tersebut terdiri dari tretinoin 0,025% cream yang
digunakan pada malam hari dan Benzoyl peroxide 5% dan Clindamycin
phosphate 1,2% dalam bentuk gel yang digunakan pada pagi dan sore hari.
Tretinoin merupakan obat topikal retinoid yang berfungsi mengeluarkan komedo
yang telah matur, menghambat pembentukan dan jumlah mikrokomedo,
menghambat reaksi inflamasi, dan menekan perkembangan mikrokomedo baru
yang penting untuk maintenance. Sedangkan Benzoyl peroxide merupakan asam
salisilat yang berfungsi sebagai keratolitik yang bisa mengurangi jumlah keratin
yang menumpuk sehingga menghindarkan terjadinya sumbatan pada muara
kelenjar sebacea. Pemberian antibiotik Clindamycin dimaksudkan untuk menekan
jumlah bakteri Propionibacterium acnes. Diberikan obat kombinasi dalam bentuk
gel dikarenakan untuk mengurangi resistensi bakteri terhadap penggunaan
antibiotik tunggal. Hal ini telah sesuai dengan pedoman untuk pengobatan akne
vulgaris.
BAB V
RINGKASAN

Telah dilaporkan pasien atas nama Nn. IN diagnosis akne vulgaris derajat
sedang. Diagnosa akne vulgaris tegak dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
dilakukan pada pasien. Dari anamnesis, didapatkan data penting yaitu bahwa
pasien merupakan pasien wanita usia 22 tahun dengan keluhan adanya jerawat
yang hilang timbul sejak 5 tahun yang lalu di wajah. Jerawat terutama muncuk
ketika pasien stres dan sekitar seminggu sebelum menstruasi Pasien tidak
merasakan panas atau gatal di benjolan tersebut. Pemeriksaan fisik didapatkan
komedo yang merupakan ciri patognomonis pada akne dan lesi papulo pustular.

Pengobatan pada pasien diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien


(topikal) dan sesuai dengan kajian teoritis (sesuai dengan empat prinsip terapi
pengobatan akne vulgaris). Pasien juga diberikan komunikasi, informasi, dan
edukasi yang konsisten mengenai terapi dan penggunaan kosmetik yang baik
dengan tujuan untuk menghilangkan keluhan, mengurangi jerawat, serta
menghindari penyakit berulang. Prognosis pada Akne Vulgaris adalah baik apabila
terapi dilakukan dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA

1. Boxton PK. ABC of Dermatology 4th ed. London:BMJ Group;2003. p:47-9.

2. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and
Acneiform Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller
A, Leffell D, eds. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th ed. New
York: McGraw-Hill; 2007. p: 690-703.

3. Hunter John, Savin John, Dahl Mark. Clinical Dermatology 3rd ed.
Massachusetts: Blackwell Science,Inc.;2002. p:148-156.

4. Batra, Sonia. Acne. In: Ardnt KA, Hs JT, eds. Manual of Dermatology
Therapeutics 7th ed. Massachusetts:Lippincot Williams and Wilkins; 2007.
P:4-18

5. Dreno B, Poli F. Epidemiology of Acne. Dermatology, Acne Symposium at


the World Congres of Dermatology Paris July 2002. p:7-9. 2003

6. Webster, Guy. Overview of the Patogenesis of Acne. In: Webster GF,


Rawlings AV, eds. Acne and Its Therapy. London:Informa Healthcare;2007.
p:1-5

7. Wasitaatmadja S M . Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofima . Dalam :


Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia ; 2007 . hal . 253 - 259.

8. James WD, Berger TG, Elston DM. Acne. In : James W, Berger T, Elston
DM, eds. Andrews disease of the skin Clinical Dermatology 10th ed. Canada :
El Sevier; 2000. p: 231-44.

9. Sheen, Barbara. Diseases and Disorders Acne. Framington Hills: Lucent


Books;2005. p:10-20.

10. National Institute of Health. Comedo. (online) January 2006. Available from:
www.akne vulgarispain.com

11. Anonim. Acne Vulgaris. Available from:


http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/
monograph/basics/classification.html

12. Medicastore : Dermatitis perioral. (online) Available from:


http://medicastore.com/ penyakit/814/Dermatitis_Perioral.html

13. Zouboulis, Christos C. Update and Future of Systemic Acne Treatment.


Dermatology, Acne Symposium at the World Congres of Drematology Paris
July 2002. p:37-42. 2003

14. Boothroyd, Steve. Topical therapy and formulation priciples. In: Webster GF,
Rawlings AV, eds. Acne and its Therapy. London:Informa Healthcare;2007.
p:253-256

15. Garner SE. Acne vulgaris. In: Wiiliams H, Bigbi Mc, Diepgen T, Herxheimer
H, Nalgi L, Rzany B. Evidence-Based Dermatology. London:BMJ
Books;2003. p:87-98.

Anda mungkin juga menyukai