Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Struktur Baja

Pelaksanaan konstruksi struktur baja berupa perakitan batang-batang baja

yang sudah ditentukan dimensinya, dan struktur yang dapat dipergunakan sesuai

tujuan pembangunan secara aman, nyaman, serta ekonomis baik dalam pembuatan

maupun perawatan. Berbagai aturan perencanaan dibuat sebagai petunjuk bagi

perencanaan agar dapat memenuhi tujuan dasar tersebut.

Perencanaan tradisional lebih didasarkan pada empiris, sangat dipengaruhi

pengalaman-pengalaman sebelumnya. Apabila pengalaman sebelumnya

menunjukkan bahwa ukuran-ukuran suatu struktur terlalu kecil sehingga

bangunan roboh, maka pada perencanaan berikutnya ukuran komponen struktur

diperbesar. Sebaliknya apabila penggunaan ukuran batang struktur dapat

menghasilkan bangunan yang kokoh, maka perencanaan berikutnya cenderung

dicoba ukuran yang lebih kecil agar diperoleh bangunan yang lebih ekonomis.

Baja profil merupakan material yang banyak digunakan dalam konstruksi

untuk struktur rangka atap, jembatan rangka, dan tiang trasmisi. Bahan baja yang

digunakan umumnya berupa bahan batangan dan pelat. Macam-macam profil

yang terdapat dipasaran yaituprofilsayap lebar (W), profil siku (L), profil kanal

(C), profil Pipa dan lain-lain.

4
Sifat mekanis baja ditentukan oleh jenis baja atau mutu baja. Dalam

perencanaan struktur baja, sifat mekanis sangat menentukan. Adapun sifat

mekanis baja berdasarkan jenis baja ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Sifat mekanis baja struktural (SNI, 2002)

Tegangan putus Tegangan leleh Peregangan


Jenis Baja minimum, fu minimum,fy minimum
(MPa) (MPa) (%)
BJ 34 340 210 22
BJ 37 370 240 20
BJ 41 410 250 18
BJ 50 500 290 16
BJ 55 550 410 13

Adapun sifat-sifat mekanis lain pada baja struktural untuk perencanaan adalah

sebagai berikut:

Modulus elastis (E) = 200.000 MPa

Modulus geser (G) = 80.000 MPa

Angka poisson () = 0,3

Koefisien pemuaian () = 12 . 10-6 / oC.

Baja bukan bahan alami tetapi dibuat di pabrik dan memiliki dimensi, akan

tetapi ada keterbatasan dimensi (panjang) baja sehingga harus ada sambungan.

Struktur baja merupakan gabungan dari batang-batang yang dihubungkan

dengan sambungan. Penyambungan struktur baja dapat dilakukan dengan alat

penyambung, antara lain paku keling, baut, atau dengan las (Salmon dan

Johnson, 1991),(Firmansyah, 2013)

Setiap jenis sambungan memiliki karakteristik tersendiri dan perencanaan

pemakaiannya pun berbeda. Sambungan Las faktor-faktor yang

5
mempengaruhi pendimensiannya Sambungan Las ialah ukuran , profil batang

yang bertemu di sambungan, jenis pembebanan dan besarnya luas sambungan

yang tersedia untuk pengelasan. Adapun definisi pengelasan menurut DIN

(Deutsche Industrie Normen) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam

atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dengan

kata lain, las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan

menggunakan energi panas. Dalam proses penyambungan ini adakalanya

disertai dengan tekanan dan material tambahan (filler material).

2.2. Sambungan Las

Jenis sambungan tergantung pada faktor-faktor seperti ukuran dan

profil batang yang bertemu di sambungan, jenis pembebanan, besarnya luas

sambungan yang tersedia untuk pengelasan, dan biaya relatif dari berbagai

jenis las. Sambungan las terdiri dari lima jenis dasar dengan berbagai

macam variasi dan kombinasi yang banyak jumlahnya. Kelima jenis dasar

ini adalah sambungan sebidang (butt), lewatan (lap), tegak (T), sudut, dan

sisi.

2.2.1. Sambungan bidang

Sambungan sebidang dipakai terutama untuk menyambung ujung-

ujung plat datar dengan ketebalan yang sama atau hampir sarna.

Keuntungan utama jenis sambungan ini ialah menghilangkan eksentrisitas

yang timbul pada sambungan lewatan tunggal. Bila digunakan bersama

dengan las tumpul penetrasi sempurna (full penetration groove weld),

sambungan sebidang menghasilkan ukuran sambungan minimum dan

6
biasanya lebih estetis dari pada sambungan bersusun. Kerugian utamanya

ialah ujung yang akan disambung biasanya harus disiapkan secara khusus

(diratakan atau dimiringkan) dan dipertemukan secara hati-hati sebelum

dilas.

2.2.2. Sambungan Lewatan

Sambungan lewatan pada merupakan jenis yang paling umum.

Sambungan ini mempunyai dua keuntungan utama:

Mudah disesuaikan.

Mudah disambung.

Keuntungan lain sambungan lewatan adalah mudah digunakan

untuk menyambung plat yang tebalnya berlainan.

2.2.3. Sambungan Tegak

Jenis sambungan ini dipakai untuk membuat penampang bentukan

(built-up) seperti profil T, profil 1, gelagar plat (plat girder), pengaku

tumpuan atau penguat samping (bearing stiffener), penggantung, konsol

(bracket). Umumnya potongan yang disambung membentuk sudut tegak

lurus. Jenis sambungan ini terutama bermanfaat dalam pembuatan

penampang yang dibentuk dari plat datar yang disambung dengan las sudut

maupun las tumpul.

2.2.4. Sambungan Sudut

Sambungan sudut dipakai terutama untuk membuat penampang

berbentuk boks segi empat seperti yang digunakan untuk kolom dan balok

yang memikul momen puntir yang besar.

7
2.2.5. Sambungan Sisi

Sambungan sisi umumnya tidak struktural tetapi paling sering dipakai

untuk menjaga agar dua atau lebih plat tetap pada bidang tertentu atau untuk

mempertahankan kesejajaran (alignment) awal.

Seperti yang dapat disimpulkan dari pembahasan di muka, variasi dan

kombinasi kelima jenis sambungan las dasar sebenarriya sangat banyak. Karena

biasanya terdapat lebih dari satu cara untuk menyambung sebuah batang struktural

dengan lainnya, perencana harus dapat memilih sambungan (atau kombinasi

sambungan) terbaik dalam setiap persoalan.

Klasifikasi Kualitas Sambungan LAS

1. Sambungan kelas I

2. Sambungan kelas II

3. Sambungan kelas III

2.3. Dasar-Dasar Perencanaan Struktur Baja

Perencanaan struktur adalah kombinasi seni dan ilmu pengetahuan yang

menggabungkan intuisi para ahli struktur mengenai perilaku struktur dengan

pengetahuan pada prinsip-prinsip statika, dinamika, mekanika bahan, dan analisis

struktur, untuk menghasilkan struktur yang ekonomis dan aman.

Secara umum, suatu struktur atau komponen struktur dikatakan aman

apabila bila kekuatan struktur lebih besar atau sama dengan besarnya beban yang

bekerja pada struktur.

8
(Allowable Stress Design (ASD) AISC-USA) merupakan konsep

perancangan baja awal yang hingga sekarang masih banyak diaplikasikan. AISC-

ASD merupakan peraturan terakhir di terbitkan pada tahun 1989, setelah itu tidak

ada publikasi peraturan terbaru tentang (ASD). Hinga peraturan baru yang

dikeluarkan berikutnya pada tahun 2005 adalah AISC-LRFD singkatan dari Load

and Resistance Factor Design. Konsep LRFD adalah kekuatan nominal dikalikan

dengan faktor resistensi, dan kekuatan desain yang dihasilkan kemudian

diharapkan untuk sama atau melebihi kekuatan yang diperlukan dan juga

ditentukan dengan analisis struktural untuk kombinasi beban LRFD tepat

ditentukan oleh peraturan bangunan yang berlaku.

Syarat kekuatan struktur ditujukkan pada persamaan : Pu P n

Mu M n

Vu Vn
Pu, Mu dan Vu adalah gaya-gaya akibat beban terfaktor pada kombinasi

pembebanan, dan Pn, Mn dan Vn adalah gaya-gaya nominal hasil perhitungan daya

dukung dari profil baja terpilih.

ASD dan LRFD sebenarnya memakai konsep perencanaan yang sama

menggunakan nominal stress perbedaannya hanya pada resistance factor, safety

factor dan juga load combination yang dipakai. Meskipun ketiga faktor tersebut

berbeda, tetapi keduanya telah dikalibrasi agar mempunyai tingkat keamanan

yang sama terhadap suatu kondisi pembebanan yang tertentu.

Tujuan adanya metode LRFD bukanlah mendapatkan penghematan

melainkan untuk memberikan reliabilitas yang seragam untuk semua struktur baja.

Pada ASD faktor keamanan sama diberikan pada beban mati dan beban hidup,

9
sedangkan pada LRFD faktor keamanan atau faktor beban yang lebih kecil

diberikan untuk beban mati karena beban mati dapat ditentukan dengan lebih pasti

dibandingkan beban hidup. Akibatnya, perbandingan berat yang dihasilkan dari

ASD dan LRFD akan tergantung pada rasio beban hidup terhadap beban mati.

Dalam perencanaan, kekuatan struktur direduksi dengan menggunakan faktor

tahanan (), sedangkan beban yang bekerja diberi faktor beban yang diaplikasikan

dalam kombinasi beban.


1. Faktor beban dan kombinasi
Beban yang bekerja pada struktur atau komponen struktur ditetapkan

berdasarkan peraturan pembebanan yang berlaku. Beban-beban tersebut

berupa beban mati, hidup, angin, dan gempa.


a. Beban mati (D) adalah bebanbeban yang bersifat tetap selama masa

layan, antara lain berat struktur, pipa-pipa, saluran-saluran listrik,

AC/heater, lampu-lampu, penutup, lantai/atap, dan plafon


b. Beban hidup (L) adalah beban-beban yang berubah besar dan lokasinya

selama masa layan, antara lain berat manusia (La), perabotan, peralatan

yang dapat dipindah-pindah, kendaraan, serta beban hujan (R)


c. Beban angin (W) adalah tekanan-tekanan yang berasal dari gerakan-

gerakan angin. Umumnya perlu diperhitungkan pada luas bidang tangkap

angin yang relatif luas pada bangunan dengan beban-beban yang relatif

ringan.
d. Beban gempa (E) adalah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada

struktur akibat adanya pergerakan tanah oleh gempa bumi, baik

pergerakan arah vertikal maupun horizontal.


Beban-beban yang ada diformulasikan dalam bentuk kombinasi beban,

dimana kombinasi beban diatur berdasarkan kemungkinan beban tersebut

10
bekerja secara bersamaan. Faktor dan kombinasi pengaruh beban sebagaimana

diatur dalam SNI 03-1729-2002 adalah sebagai berikut:

1) 1,4D
2) 1,2D + 1,6L + 0,5 (La atau H)
3) 1,2D + 1,6 (La atau H) + (L L atau 0,8 W)
4) 1,2D + 1,3W + L L +0,5 (La atau H)
2. Faktor tahanan
Faktor tahanan merepresentasikan koefisien reduksi material baja sesuai

dengan sifat elemen struktur yang ditinjau. Faktor tahanan yang digunakan

dalam perencanaan sesuai dengan SNI 03-1729-2002 dan dibahas pada

penjelasan selanjutnya. Adapun faktor reduksi untuk keadaan kekuatan batas

ditunjukkan pada Tabel 2.

11
2.3.1. Elemen Balok
Balok adalah elemen struktur yang memikul beban yang bekerja tegak lurus

dengan sumbu longitudinalnya yang menyebabkan balok itu melentur. Komponen

struktur balok merupakan kombinasi dari elemen tekan dan elemen tarik, karena

bagian elemen yang mengalami tekan, sepenuhnya terkekang baik dalam arah

sumbu kuat ataupun sumbu lemahnya. Asumsi ini mendekati kenyataan, sebab

dalam banyak kasus balok cukup terkekang secara lateral, sehingga masalah

stabilitas tidak perlu mendapat penekanan lebih.


Suatu komponen struktur yang memikul momen lentur pada sumbu

longitudinalnya dan dianalisis dengan metode plastis harus memenuhi persyaratan

dan dinyatakan pada persamaan : Mu Mn


dimana:
Mu = momen lentur akibat beban terfaktor, N-mm.
Mn = tahanan momen nominal penampang, N-mm.
= faktor reduksi (0,90) Tabel 2.

12
Tabel 2 Faktor reduksi () untuk keadaan kekuatan batas.
Kuat Rencana Untuk Butir Faktor Reduksi
Komponen struktur yang memikul
lentur:
Balok 8.1, 8.2 & 8.3 0,90
8.4 0,90
Balok pelat berdinding penuh
8.8 & 8.9 0,90
Pelat badan yang memikul geser
8.10 0,90
Pelat badan pada tumpuan 8.11, 8.12 & 8.13 0,90
Pengaku
Komponen struktur yang memikul gaya
tekan aksial: 9.1 & 9.2 0,85
Kuat penampang 9.1 & 9.3 0,85
Kuat komponen struktur
Komponen struktur yang memikul gaya
tarik aksial:
Terhadap kuat tarik leleh 10.1 & 10.2 0,90
Terhadap kuat tarik fraktur 10.1 & 10.2 0,75
Komponen struktur yang memikul aksi-
aksi kombinasi:
Kuat lentur atau geser 11.3 & 11.4 0,90
Kuat tarik 11.3 & 11.4 0,90
Kuat tekan 11.3 & 11.4 0,85

Komponen struktur komposit:


Kuat tekan 12.3 0,85
12.3.4 0,60
Kuat tumpu beton
12.4.2.1 & 0,85
Kuat lentur dengan distribusi
12.4.2.3
tegangan plastik 0,90
Kuat lentur dengan distribusi 12.4.2.1 & 12.4.3
tegangan elastik

Sambungan las:
Las tumpul penetrasi penuh 13.5.2.7 0,90
Las sudut dan las tumpul penetrasi 13.5.3.10 0,75
sebagian
Las pengisi 13.5.4 0,75

Untuk menghitung tahanan momen nominal penampang dibedakan antara


penampang kompak, tidak kompak, dan langsing. Batasan penampang kompak,
tidak kompak, dan langsing adalah sebagai berikut:
1. Penampang kompak ( p)

13
Tahanan momen nominal penampang untuk balok terkekang lateral dengan

penampang kompak dinyatakan pada persamaan : Mn = Mp


2. Penampang tak kompak (p < r)
Tahanan momen nominal penampang untuk balok terkekang lateral dengan

penampang tak kompak dinyatakan pada persamaan :

Mn = Mp (Mp Mr)

3. Penampang langsing ( r)
Tahanan momen nominal penampang untuk balok terkekang lateral dengan

penampang langsing dinyatakan pada persamaan : Mn = Mr (r / )2

Dimana :
Mn = momen nominal
Mp = momen plastis
Mr = momen
= kelangsingan penampang balok
r , p = Dapat dilihat dalam tabel 7.5-1 Tata Cara Perencanaan Struktur Baja
untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1729-2002)

Untuk menurunkan persamaan tegangan geser untuk penampang gilas, kuat

geser nominal pelat badan yang memikul gaya geser perlu (Vu) harus memenuhi

persyaratan pada persamaan : Vu Vn

dimana:
Vn = kuat geser nominal pelat badan, N.
= faktor reduksi (0,90) Tabel 3.

Jika pelat badan dalam kondisi stabil (artinya ketidakstabilan akibat

kombinasi geser dan lentur tak terjadi). Kuat geser nominal pelat badan harus

ditentukan pada persamaan : Vn = 0,6 . fy . Aw

dimana:

14
Aw = luas penampang pelat badan, mm.
fy = kuat leleh badan, MPa.

Persamaan tersebut dapat digunakan bila syarat kelangsingan untuk tebal

pelat badan berikut ini dipenuhi pada persamaan :

2.3.2. Elemen Balok Kolom

Suatu komponen struktur yang mengalami momen lentur dan gaya aksial

harus memenuhi persamaan yaitu :

Untuk : 0,2

+ 0,1

Untuk : < 0,2

+ < 0,1

dimana:
Nu = gaya ultimit/beban tekan maksimum terfaktor, N.
n.Nn = kuat tekan nominal terfaktor atau kuat desain atau kuat
rencana dari penampang batang tekan, N.
= faktor reduksi kekuatan (0,85) Tabel 2.
Mux, Muy = momen lentur terfaktor terhadap sumbu x dan sumbu y
Mnx, Mny = kuat nominal lentur penampang terhadap sumbu x dan
sumbu y, N-mm.
b = faktor reduksi kuat lentur (0,9) Tabel 2.

15
Untuk penampang yang mempunyai perbandingan lebar terhadap tebalnya

lebih kecil daripada nilai c. Daya dukung nominal Nn struktur tekan dihitung

menggunakan persamaan : Nn = Ag.fcr. = Ag.

dimana;
Nn = daya dukung tekan nominal
Ag = luas penampang bruto batang tekan, mm2
fcr = tegangan kritis batang tekan, MPa
fy = tegangan leleh, MPa
= taktor tekuk
= kelangsingan batang tekan.

Dengan besarnya ditentukan oleh c, yaitu:

a. Untuk c 0,25 maka = 1

b. Untuk 0,25 < c < 1,2 maka =

c. Untuk c 1,2 maka = 1,25 c2


Dimana c merupakan nilai kelangsingan kolom pada saat penampang

mengalami tegangan kritis untuk daerah elastis persamaan : c =

dimana;
c = tegangan kritis tekuk lentur
fy = tegangan leleh material, MPa
E = modulus elastisitas, MPa
= panjang tekuk, mm

16
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam struktur elemen balok kolom yaitu

tekuk lokal (local buckling) dan kondisi tekuk, berikut ini adalah penjelasan

batang tekan tersebut.

1. Tekuk lokal
Tekuk lokal pada penampang biasanya terjadi pada penampang-penampang

yang tipis. Jika tekuk lokal terjadi, maka komponen struktur tersebut tidak

akan lagi mampu memikul beban tekan secara penuh dan struktur tersebut

akan mengalami keruntuhan.


2. Tekuk Lateral

Tekuk lateral pada penampang terjadi pada arah lateral/samping (keluar

bidang pembebanan) yang terjadi pada elemen yang dibebani momen lentur.

Tekuk lateral hanya terjadi jika bekerja momen lentur pada arah sumbu kuat

penampang. Deformasi utama terjadi pada arah y (dy) dimana tegak lurus

sumbu kuat x-x dan deformasi lateral terjadi pada arah x (dx) dimana tegak

lurus sumbu lemah y-y.

Kuat komponen struktur dalam memikul momen lentur tergantung dari

panjang bentang (L) antara dua pengekang lateral yang berdekatan. Batas-

batas bentang pengekang ateral ditentukan dalam:

a. Bentang pendek (L Lp)

Mn = Mp

b. Bentang menengah Lp L Lr

M n = Cb Mp

17
Cb = 2,3

c. Bentang panjang (Lr L)

Mn = Mcr Mp

dengan Mmax adalah momen maksimum pada bentang yang ditinjau serta

MA, MB dan Mc adalah masing-masing momen pada bentang, tengah

bentang, dan bentang komponen struktur yang ditinjau.

3. Kondisi tekuk (Lk)


Panjang tekuk tergantung jenis kekangan pada ujung-ujung batang dan

panjang batang itu sendiri.Pernyataan tersebut secara rinci ditulis pada

persamaan : Lk = kc . L ,dimana :
Lk = panjang tekuk, mm
kc = faktor panjang tekuk
Nilai kc untuk masing-masing sistem portal tersebut dapat dicari dari
L = panjang batang, mm
nomogram. Terlihat dalam Gambar 4 bahwa nilai kc merupakan fungsi dari GA

dan GB yang merupakan perbandingan antara kekakuan komponen struktur

yang dominan terhadap tekan (kolom) dengan kekakuan komponen struktur

yang relatif bebas terhadap gaya tekan (balok). Nilai G ditetapkan persamaan

:G =

Dimana: I = Momen inersia penampang balok dan kolom, mm4.

L = Panjang balok atau kolom, m.

Persamaan diatas dapat dikecualikan untuk kondisi-kondisi berikut :

18
a. Untuk komponen struktur tekan yang dasarnya tidak terhubungkan

secara kaku pada pondasi (contohnya tumpuan sendi), nilai G tidak

boleh diambil kurang dari 10, kecuali bila dilakukan analisa secara

khusus untuk mendapatkan nilai G tersebut.


b. Untuk komponen struktur tekan yang dasarnya terhubungkan secara

kaku pada pondasi (tumpuan jepit), nilai G tidak boleh diambil kurang

dari 1, kecuali dilakukan analisa secara khusus untuk mendapatkan

nilai G tersebut.

Besaran dihitung dengan menjumlahkan kekakuan semua

komponen struktur tekan (kolom) dengan bidang lentur yang sama yang

terhubungkan secara kaku pada ujung komponen struktur yang sedang

ditinjau. Besaran dihitung dengan menjumlahkan kekakuan semua

komponen struktur lentur (balok) dengan bidang lentur yang sama yang

terhubungkan secara kaku pada ujung komponen struktur yang sedang

ditinjau.

19
Gambar 1. Nomogram faktor panjang tekuk, kc (SNI, 2002)

GA = nilai G untuk bawah kolom yang ditinjau

GB = nilai G untuk atas kolom yang ditinjau

2.3.3. Perencanaan Base Plate

Pelat dasar (Base Plate) merupakan pelat baja yang berperan sebagai

penghubung antara struktur bagian atas dan struktur bagian bawah, yang berfungsi

untuk menyalurkan beban dari kolom menuju struktur di bawahnya. Penggunaan

base plate atau pelat dasar pada struktur baja gedung akan meningkatkan

kekuatan pada struktur tersebut. Dengan catatan dari semua aspek perhitungan

maupun kontrol yang kiranya mendukung suatu struktur tersebut tercapai situasi

dan kondisi yang aman.

Perancangan base plate melibatkan gaya vertikal, momen, dan geser,

sehingga diperlukan perhitungan dimensi base plate untuk menahan gaya-gaya

tersebut. Umumnya ukuran base plate ditentukan dengan melihat batas kekakuan

beton pada pondasi saat hancur karena terbebani oleh beban di atasnya. Ketebalan

base plate ditentukan dengan melihat batas plastis yang disebabkan oleh

bengkoknya bagian kritis pada plat tersebut.

Perancangan base plate meliputi dua langkah utama, yaitu menentukan

panjang, lebar pelat, dan ketebalan pelat. Base plate dengan kolom baja harus

terikat atau menjadi satu kesatuan. Oleh karena itu perlu dilakukan perencanaan

20
suatu alat sambung (angkur) yang berfungsi untuk menyatukan kolom dengan

pelat dasar tersebut.

1. Perencanaan dimensi pelat dasar

Pelat dasar (base plate) adalah sambungan antara kolom dan plat kaki yang

menggunakan sambungan las pada profil kolom, dan juga sebagai joint kolom

dengan pondasi yang diikat dan diperkuat baut angkur.

Ada tiga macam tipe base plate, yaitu:

a. Base plate dengan beban vertikal (Axial load)


Perencanaan base plate dengan beban vertikal diasumsikan bahwa beban

vertikal adalah beban terpusat pada pelat ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Base plate dengan beban vertikal


Untuk menghitung dimensi berdasarkan
Tp beban vertikal dengan metode

LRFD dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah berikut:

1) Mentukan beban vertikal (Pu)


2) Menentukan luasan pelat (A1), didasarkan pada sifat-sifat dari pondasi

yang menahan dasar kolom baja tersebut persamaan : A1 =

dimana:
A1 = luas base plate, mm2
Pu = beban vertikal, N
= faktor resistensi beton, 0.6
= kuat tekan beton, MPa
f f
x d x
n
0,8 bf
bf

21
n

m 0,95 d m
N
Gambar 3. Dimensi ukuran pelat

Rumus dari batasan kritis pada pelat itu sendiri di sebutkan dengan

persamaan : N = + d + 100 mm. & B= bf +100

dimana:
N = panjang base plate, mm
= luas pelat, mm2
= 0.5 (0.95 d 0.8 bf), mm
d = diameter baut, mm

B = lebar base plate, mm


bf = lebar profil baja, mm.

22
3) Menentukan nilai m dan n menggunakan persamaan :
m=
dimana:
d = panjang profil baja,mm
bf = lebar profil baja, mm. n=

4) Menentukan ketebalan pelat (tp).


Ketebalan pelat didasarkan pada besaran nilai m, n, n yang diambil

nilai yang terbesar. Nilai-nilai m, n, n ditunjukkan pada persamaan:

m=

n =

n =

dimana:
m = panjang base plate ke profil baja, mm
n = lebar base plate ke profil baja, mm
d = panjang profil baja, mm
bf = lebar profil baja, mm.

Dari tiga persamaan diatas, diambil nilai yang paling besar yang

disimbolkan nilai c, sebagai acuan menghitung tebal pelat dengan

persamaan: tp perlu > 1,49.c.

23
dimana:
Pu = panjang kolom, mm
B = lebar base plate, mm
N = panjang base plate, mm
fy = tegangan leleh baja, MPa

5) Menentukan luas dasar beton ( ) dengan persamaan : A2 = b.h

dimana:
b = panjang kolom, mm
h = lebar kolom, mm

6) Menghitung kekuatan base plate persamaan : Pu 0,6.0,85.fc.A1

dimana:
Pu = lebar plat, mm
fc = mutu beton, MPa
A1 = luas base plate, mm2
A2 = luas kolom, mm2

b. Base plate dengan beban vertikal dan momen (Axial load plus moment).

Terdapat dua metode perencanaan untuk menentukan dimensi base plate

yang terbebani oleh gaya aksial dan momen, yaitu:

1) Perhitungan untuk eksentrisitas (e) kecil dan sedang


2) Perhitungan untuk eksentrisitas (e) besar
Jika nilai eksentrisitas (e) sama atau lebih kecil dari N/6, maka

distribusi gaya tekan terjadi di seluruh permukaan base plate, seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 11. Gaya f1 dan f2 dapat dihitung dengan

persamaan : f1. f2 = < fp


dimana:
B.N = dimensi base plate, mm

24
c = N /2,mm
I = momen inersia. (B.N3) / 12, mm4.
P

M N
e= <
P 6

Tp
f2
T1
N

Gambar 4. Base plate dengan beban vertikal dan momen

Berdasarkan LRFD (Load & Resistance Factor Design), gaya tekan

maksimum (f1) tidak boleh melebihi gaya tekan yang diizinkan (Fp),

dimana Fp dihitung menggunakan persamaan : Fp =

dimana:
c = faktor resistensi pada beton, 0.6.
fc = mutu beton, MPa
A1 = luas base plate, mm2
A2 = luas beton dasar (bantalan), mm2

c. Base plate dengan beban geser (Axial load plus hear)

Biasanya gaya geser kolom dasar secara keseluruhan dilawan oleh gesekan

karena adanya beban tekan aksial, sehingga biasanya tidak diperlukan

untuk perencanaan geser. Ada empat cara untuk menahan gaya geser yaitu

dengan pengembangan gaya gesek, dengan baut geser/bantalan,

penggunaan penahan geser (shear lug), dan dengan penanaman kolom ke

pondasi ditunjukkan pada Gambar 5.

V/1g Grout 25
G

H
Shear lug
Gambar 5. Base plate dengan beban geser

2. Perencanaan baut angkur

Baut angkur diperlukan untuk semua base plate. Baut angkur digunakan untuk

memperkuat semua pelat dan untuk mencegah kolom terbalik. Baut angkur

juga diperlukan ketika pelat menerima beban yang besar. Tipe-tipe baut

diperlihatkan pada Gambar 6.

a). batang terkait b). batang baut c). batang berulir


dengan biji

Gambar 6. Tipe-tipe baut angkur

a. Menghitung kebutuhan angkur

b. Menghitung panjang angkur

Panjang angkur minimum dapat dihitung berdasarkan mutu baja dan mutu

beton dengan menggunakan persamaan : Lmin =

dimana:
Lmin = panjang minimum, mm
fy = tegangan leleh baja, MPa
fc = mutu beton, MPa.

26
Menurut Shipp and Haninger (1983), panjang minimum angkur tertanam

dan jarak minimum ke ujung bawah pondasi berdasarkan jenis material

baut disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Desain baut angkur material baut (Shipp and Haninger, 1983)
Jenis Jarak minimum
material Panjang minimum angkur ke ujung bawah
Baut pondasi
5 x diameter baut > 4
A307, A36 12 x diameter baut
in.
7 x diameter baut > 4
A325, A449 17 x diameter baut
in.

27

Anda mungkin juga menyukai