Anda di halaman 1dari 7

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEBUNTINGAN

(CONCEPTION RATE) PADA SAPI POTONG SETELAH DILAKUKAN


SINKRONISASI ESTRUS DI KABUPATEN PRINGSEWU
The Influential Factors of Conception Rate on Cattle After
Estrous Synchronization in Pringsewu Regency

Tri Nurjanah1), Madi Hartono2), and Sri Suharyati2)

ABSTRACT

This study of the influential factors of conception rate on cattle after estrous synchronization in
Pringsewu Regency was held in November 2012February 2013. This study used 278 cattles
owned by 229 breeders. This study aimed to determine the factors and factor number which
influenced to the conception rate after estrous synchronization in Pringsewu Regency, Province of
Lampung. The method used in this study was method of census. The data analysis used in this
study was analysis of regression. Before doing the data analysis, coding of data of inseminators
and breeders was done to make the analysis easier, and then being analysed on program of SPSS
(Statistics Packet for Social Science ). The result of this study showed that the conception rate of
beef cattles after estrous synchronization in Pringsewu Regency was 69,42%, including in good
category. The factors which influenced the conception rate and associated positively were the
frequency of giving pasturage with the factor number of 3, 386, the amount of giving pasturage
with the factor number of 0,196, the shape of stable walls with the factor number of 10,371, the
giving concentrate with the factor number of 4,011, the knowledge of estrous and insemination
with the factor number of 7,579, while associated negatively were giving water to a large number
of factors 0,181, and the knowledge of hereditary breeding with the factor number of 3,707.

Key words: conception rate, estrous synchronization, beef cattle, Pringsewu Regency

Keterangan:
1)
Mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
2)
Dosen Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

PENDAHULUAN perkawinan per kebuntingan (service per


conception) > 2.
Populasi ternak sapi potong di Berbagai upaya untuk meningkatkan
Indonesia menurut Badan Pusat Statistik produktivitas sapi telah dilakukan
(2011) mencapai 14,8 juta ekor. Untuk pemerintah, salah satu program pemerintah
memenuhi konsumsi daging sapi sebesar 3,2 di subsektor peternakan adalah
kg/kapita/tahun, Indonesia masih mengalami meningkatkan produksi daging dalam negeri
kekurangan sekitar 25 % kebutuhan agar tercapai swasembada daging sapi dan
konsumsi daging. Menurut data Ditjen kerbau pada tahun 2014. Program
Peternakan (2010), 20,4% kebutuhan daging Swasembada Daging Sapi dan Kerbau
nasional dipenuhi dari daging sapi namun (PSDSK) tahun 2014 tercapai jika 90
30% diantaranya berasal dari impor luar kebutuhan konsumsi daging dapat dipasok
negeri. dari produksi dalam negeri.
Sistem peternakan di Kabupaten Upaya pemenuhan kebutuhan
Pringsewu sebagian besar merupakan konsumsi daging dalam negeri dapat dicapai
peternakan rakyat dan belum ada peternakan melalui peningkatan populasi dan
secara modern, produktivitasnya rendah produktivitas sapi potong. Peningkatan
sehingga masih sering menemui masalah tersebut dapat ditempuh melalui perbaikan
gangguan reproduksi. Menurut Arsyad dan secara eksternal dan internal. Salah satu
Yudistira (2010), ukuran yang dipakai untuk faktor internal adalah efisiensi reproduksi
menyatakan gangguan reproduksi adalah sapi potong. Reproduksi pada sapi potong
angka kebuntingan < 50%, jarak antar erat hubungannya dengan perkembangan
beranak (calving interval) > 400 hari, jarak populasi sapi potong tersebut.
antar melahirkan sampai bunting kembali
(service periode) > 120 hari, angka

12
Pengelolaan reproduksi merupakan buatan, peralatan sinkronisasi estrus,
hal yang sangat penting untuk meningkatkan meteran, serta alat tulis.
produktivitas ternak selain tatalaksana
pemeliharaan yang lain dan pemilihan bibit
yang baik. Salah satu cara yang dapat Metode
digunakan dalam pengelolaan reproduksi
yaitu sinkronisasi estrus. Metode penelitian yang digunakan
Sinkronisasi estrus adalah usaha yang adalah metode sensus. Data yang digunakan
bertujuan untuk mensinkronkan kondisi adalah data primer dan data sekunder. Data
reproduksi ternak sapi betina. Sinkronisasi primer diperoleh dengan cara mengamati
estrus adalah tindakan menimbulkan berahi, manajemen pemeliharaan sapi potong,
diikuti ovulasi fertil pada sekelompok atau melakukan wawancara pada peternak dan
individu ternak dengan tujuan utama untuk inseminator secara langsung yang ada di
menghasilkan konsepsi atau kebuntingan lokasi penelitian, data hasil sinkronisasi
dalam waktu yang hampir bersamaan. estrus, dan data pemeriksaan kebuntingan
Angka konsepsi atau kebuntingan yang (PKB). Data sekunder adalah data akseptor
optimum merupakan tujuan dari aplikasi yang diperoleh dari recording milik
sinkronisasi estrus (Salverson dan Perry, inseminator.
2007). Variabel dependen yang digunakan
Ada banyak faktor yang adalah nilai angka kebuntingan yang
memengaruhi keberhasilan sinkronisasi ditentukan tiga bulan setelah pelaksaan
estrus untuk mendapatkan angka inseminasi buatan (IB) dengan cara
kebuntingan yang tinggi yang sering ditemui pemeriksaan kebuntingan (Y) pada sapi
di lapangan seperti lingkungan, manajemen potong, sedangkan variabel independen
pemeliharaan (pakan dan kandang), untuk peternak dan ternak adalah umur sapi
peternak, inseminator, serta dari ternak itu (X1), bangsa sapi (X2), skor kondisi tubuh
sendiri. Oleh karena itu perlu diketahui (X3), umur pertama kali dikawinkan (X4),
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap birahi pertama setelah kelahiran (X5),
angka kebuntingan sapi setelah dilakukan perkawinan postpartum (X6), gangguan
sinkronisasi estrus agar tercapai angka reproduksi (X7), status reproduksi (X8),
kebuntingan yang maksimal. pemeriksaan kebuntingan(X9), frekuensi
pemberian hijauan (X10), jumlah hijauan
(X11), jumlah konsentrat (X12), jumlah air
MATERI DAN METODE (X13), jarak kandang (X14), bentuk dinding
kandang (X15), bahan lantai kandang (X16),
Materi bahan atap (X17), luas kandang (X18),
alasan beternak (X19), pernah mengikuti
Penelitian ini menggunakan obyek kursus di bidang peternakan(X20),
berupa data primer hasil wawancara pendidikan peternak (X21), lama beternak
pemeliharaan sapi potong kepada peternak, (X22), pemberian konsentrat (X23), sistem
hasil wawancara dengan inseminator, hasil pemberian air (X24), pekerjaan utama
sinkronisasi estrus, dan data pemeriksaan (X25), jumlah kepemilikan (X26),
kebuntingan (PKB) di Kabupaten Pringsewu pengetahuan beternak secara turun-temurun
serta data sekunder inseminator yaitu data (X27), pengetahuan birahi dan perkawinan
hasil inseminasi buatan. (X28), paritas (X29).
Jenis sapi potong yang digunakan Variabel independen untuk inseminator
dalam penelitian ini adalah sapi Bali, sapi adalah pendidikan inseminator (X1), lama
PO, sapi Limousin, sapi Simental, sapi menjadi inseminator (X2), tempat pelatihan
Brahman, dan sapi Angus. Kriteria sapi (X3), jumlah akseptor (X4), jarak menuju
yang digunakan adalah sapi betina yang akseptor (X5), produksi straw (X6), bangsa
sudah mengalami pubertas dan dewasa pejantan (X7), lama thawing (X8), ketepatan
tubuh (umur >18 bulan) yang tidak IB (X9).
mengalami gangguan reproduksi serta tidak Langkah-langkah yang dilakukan
dalam keadaan bunting. dalam penelitian ini yaitu menentukan
Peralatan yang digunakan dalam lokasi penelitian, kemudian mengumpulkan
penelitian ini adalah kuisioner untuk semua data sekunder berupa recording ternak dari
inseminator dan kuisioner peternak di masing-masing inseminator, menyeleksi sapi
Kabupaten Pringsewu, peralatan inseminasi yang akan digunakan sebagai akseptor

13
sinkronisasi estrus, sapi yang dipilih adalah (1,31%), lulus SMA sebanyak 33 orang
sapi betina yang sudah mengalami pubertas (14,41%), lulus SMP sebanyak 51 orang
dan dewasa tubuh (umur >18 bulan), tidak (22,27%), lulus SD sebanyak 137 orang
mengalami gangguan reproduksi dan dalam (59,83%) dan 2 orang peternak tidak sekolah
kondisi tidak bunting dengan melakukan (0,87%). Peternak yang pernah mengikuti
pemeriksaan kebuntingan (PKB) melalui kursus sebanyak 32 orang (13,97%) dan 196
palpasi rektal, melakukan sinkronisasi estrus orang tidak pernah mengikuti kursus
dengan 2 kali penyuntikan hormon (85,59%). Sebagian besar peternak yaitu
prostaglandin (PGF2 ) dengan selang waktu 162 orang (70,74%) memilih alasan
11 hari menggunakan dosis 2 ml/ekor secara beternak sapi adalah sebagai tabungan, 51
intra muskuler, melakukan inseminasi orang (22,27%) memelihara sapi sebagai
buatan (IB) setelah penyuntikan kedua pada gaduhan, dan sebanyak 17 orang (7,42%)
sapi yang menunjukkan gejala birahi, dan memelihara sapi potong sebagai pekerjaan
pada hari ke-3 semua sapi yang belum pokok. Rata-rata jumlah kepemilikan sapi
menunjukkan gejala birahi di IB secara adalah 2,491,24 ekor.
bersama-sama, membagikan kuisioner dan Para peternak memiliki pengetahuan
melakukan wawancara kepada seluruh cara beternak secara turun-temurun
inseminator dan peternak yang sapinya sebanyak 99 orang (43,23%), sedangkan 130
sudah disinkronisasi estrus di Kabupaten orang (56,77%) mengetahui cara beternak
Pringsewu, menghitung angka kebuntingan dari belajar. Peternak yang mengetahui
yang dilakukan tiga bulan setelah estrus dan cara mengawinkan pada sapi
pelaksanaan IB dengan cara pemeriksaan potong sebanyak 211 orang (92,14%) dan
kebuntingan (PKB) melalui palpasi rektal. yang tidak mengetahui cara mengawinkan
Pemeriksaan kebuntingan (PKB) dilakukan dan estrus pada sapi adalah 17 orang
pada sapi yang telah di IB dan tidak (7,42%). Peternak yang melakukan
mengalami berahi kembali. pemeriksaan kebuntingan pada ternaknya
Analisis data yang digunakan dalam sebelum dilakukan penelitian hanya 4 orang
penelitian ini adalah analisis regresi. (1,75%) dan sebanyak 225 orang (98,25%)
Sebelum dilakukan analisis data, dilakukan tidak melakukan pemeriksaan kebuntingan
pengkodean terhadap data inseminator dan pada ternaknya.
peternak untuk memudahkan analisis Frekuensi pemberian hijauan terhadap
kemudian diolah dalam program SPSS ternak rata-rata 2,200,62 kali/hari dengan
(Statistik Packet for Social Science ) jumlah pemberian 32,3311,93 kg/ekor/hari.
(Sarwono, 2006). Sebagian besar ternak tidak diberikan pakan
Variabel dengan nilai P terbesar berupa konsentrat yaitu sebanyak 217 ekor
dikeluarkan dari penyusunan model (78,06%) dan yang diberikan konsentrat
kemudian dilakukan analisis kembali sampai hanya 61 ekor (21,94%) dengan jumlah
didapatkan model dengan nilai P<0,12. pemberian 2,341,51 kg/ekor/hari.
Frekuensi pemberian konsentrat 1,330,59
kali/hari. Sebagian besar pemberian air
HASIL DAN PEMBAHASAN minum secara libitum yaitu sebanyak 273
ekor (98,20%) dengan jumlah pemberian
A. Gambaran Umum Peternak di 16,479,16 liter/ekor, sedangkan yang
Kabupaten Pringsewu diberikan secara adlibitum (tidak dibatasi)
hanya 5 ekor (1,80%).
Berdasarkan hasil sensus setelah Bentuk dinding kandang yang
pelaksanaan sinkronisasi estrus, diperoleh digunakan peternak sebagian besar terbuka
data jumlah peternak sebanyak 229 orang yaitu sebanyak 215 kandang (93,89%),
dengan jumlah sapi betina 278 ekor. Hasil sedangkan 14 kandang (6,11%)
sensus peternak menunjukkan bahwa 196 menggunakan dinding tertutup. Letak
orang peternak (85,59%) bermata kandang 4,724,09 m dari rumah dengan
pencaharian utama sebagai petani, 15 orang luas kandang 9.687,19 m2/ekor. Bahan
peternak (6,55%) sebagai pedagang, atap kandang sebagian besar menggunakan
12 orang peternak (5,24%) sebagai peternak, genteng yaitu sebesar 214 kandang
3 orang peternak (1,31%) sebagai PNS, dan (93,45%), sedangkan 15 kandang (6,55%)
pekerjaan lainnya sebagai pekerjaan utama menggunakan asbes sebagai bahan atap.
sebanyak 2 orang (0,87%). Peternak yang Bahan lantai yang terbuat dari tanah
lulus perguruan tinggi sebanyak 3 orang

14
sebanyak 175 kandang (76,24%) dan 54 dilakukan sinkronisasi estrus di Kabupaten
kandang (23,58%) menggunakan semen. Pringsewu adalah frekuensi pemberian
hijauan yang berasosiasi positif dengan
besar faktor 3,386, jumlah pemberian
B. Gambaran Umum Ternak di hijauan yang berasosiasi positif dengan
Kabupaten Pringsewu besar faktor 0,196, jumlah pemberian air
yang berasosiasi negatif dengan besar faktor
Dari 278 ekor sapi potong yang telah 0,181, bentuk dinding kandang yang
disinkronisasi, didapatkan sapi potong yang berasosiasi positif dengan besar faktor
bunting sebanyak 193 ekor (69,42% ) dan 10,371, pemberian konsentrat yang
yang tidak bunting 87 ekor (31,29% ). Rata- berasosiasi positif dengan besar faktor
rata umur sapi betina yang disinkronisasi 4,011, pengetahuan beternak yang
adalah 4,12,09 tahun dengan rata-rata skor berasosiasi negatif dengan besar faktor
kondisi tubuh 3,000,53. Bangsa sapi Bali 3,707, serta pengetahuan estrus dan
sebanyak 145 ekor (52,16%), sapi PO perkawinan yang berasosiasi positif dengan
(Peranakan Ongole) sebanyak 107 ekor besar faktor 7,579. Persamaan regresi yang
(38,49%), sapi Limosin 15 ekor (5,4%), sapi didapat adalah
Angus 6 ekor (2,16%), dan 2 ekor sapi
Simental (0,72%). = 28,195 + 3,386 (X10) + 0,196 (X11)
Rata-rata umur pertama kali sapi 0,181 (X13) + 10,371 (X15) +
dikawinkan adalah 25,654,17 bulan, jarak 4,011(X23) 3,707 (X27) + 7,579
sapi setelah melahirkan sampai dikawinkan (X28)
kembali (perkawinan post partum) adalah
2,952,66 bulan, estrus pertama setelah Keterangan :
= nilai duga angka kebuntingan
beranak 1,791,82 bulan. Sebagian besar X10 = frekuensi pemberian hijauan
sapi yaitu sebanyak 197 ekor (70,86%) X11 = jumlah pemberian hijauan
merupakan sapi indukan, dengan rata-rata X13 = jumlah pemberian air
paritas sapi adalah 1,882,01 dan sapi dara X15 = bentuk dinding kandang
X23 = pemberian konsentrat
sebanyak 84 ekor (30,22%). Pemeriksaan X27 = pengetahuan beternak secara turun-
kebuntingan (PKB) hanya dilakukan temurun
terhadap 5 ekor sapi (1,80%) dengan jarak X28 = pengetahuan estrus dan perkawinan
pemeriksaan PKB 5,20,76 bulan setelah
dilakukan inseminasi buatan (IB) dan yang Faktor-faktor yang tidak memengaruhi
tidak melakukan PKB sebanyak 273 ekor angka kebuntingan setelah dilakukan
(98,2%). sinkronisasi estrus di Kabupaten Pringsewu
adalah umur sapi, bangsa sapi, skor kondisi
tubuh, umur pertama kali dikawinkan, estrus
C. Faktor-Faktor yang Memengaruhi pertama setelah dikawinkan, perkawinan
Angka Kebuntingan postpartum, gangguan reproduksi, status
reproduksi, paritas, pemeriksaan
Hasil penelitian ini menunjukkan kebuntingan, jumlah konsentrat, jarak
bahwa pada sapi potong setelah dilakukan kandang, bahan lantai kandang, bahan atap,
sinkronisasi estrus di Kabupaten Pringsewu luas kandang, alasan beternak, pernah
adalah 69,42%. Hasil angka kebuntingan mengikuti kursus dibidang peternakan,
yang diperoleh ini termasuk baik, hal ini pendidikan peternak, lama beternak,
berdasarkan dari pendapat Toelihere (1981), pekerjaan utama, jumlah kepemilikan, dan
yang menyatakan bahwa angka kebuntingan sistem pemberian air.
terbaik mencapai 60--70 %. Faktor-faktor yang memengaruhi
Hasil penelitian ini menunjukkan angka kebuntingan pada sapi potong setelah
bahwa dari 278 ekor sapi yang telah dilakukan sinkronisasi estrus di Kabupaten
disinkronisasi estrus terlebih dahulu Pringsewu:
kemudian di IB didapatkan 193 ekor sapi
yang bunting (69,42%). Hasil ini ternyata 1. Frekuensi pemberian hijauan
lebih besar dibandingkan dengan asumsi
bahwa di Kabupaten Pringsewu angka Frekuensi pemberian hijauan bermakna
kebuntingan 50%. (P=0,061) dan berasosiasi positif terhadap
Faktor-faktor yang berpengaruh CR. Semakin sering frekuensi pemberian
terhadap angka kebuntingan setelah hijauan yang dilakukan oleh peternak

15
mengakibatkan semakin tinggi nilai CR. CR, artinya semakin banyak peternak
Frekuensi pemberian hijauan terhadap menggunakan dinding kandang yang terbuka
ternak di Kabupaten Pringsewu rata-rata akan meningkatkan nilai CR. Sebagian
2,200,62 kali/hari. Frekuensi pemberian besar peternak di Kabupaten Pringsewu
hijauan yang sering cenderung menggunakan bentuk dinding kandang
menyebabkan ternak mengonsumsi hijauan terbuka yaitu sebanyak 215 kandang
lebih banyak (Sari, 2010). Hal ini (93,89%), sedangkan 14 kandang (6,11%)
berhubungan dengan tingkat palatabilitas dengan dinding tertutup. Bentuk dinding
ternak, semakin sering frekuensi pemberian kandang terbuka memungkinkan sirkulasi
pakan dapat meningkatkan palatabilitas udara yang lebih baik karena mendapatkan
ternak karena ternak lebih menyukai hijauan sinar matahari yang cukup yang berfungsi
yang baru dan segar daripada hijauan yang sebagai desinfektan dan pembasmi bibit
sudah lama diberikan dan kering. penyakit serta mempercepat pengeringan
kandang agar kandang tidak lembab.
Menurut Sudono (1983), kandang yang baik
2. Jumlah hijauan yang diberikan harus memiliki sirkulasi udara yang cukup
dan mendapat sinar matahari serta tidak
Jumlah hijauan yang diberikan lembab.
bermakna (P=0,001) dan berasosiasi positif
terhadap CR. Hal ini berarti semakin
banyak hijauan yang diberikan maka 5. Pemberian konsentrat
semakin tinggi nilai CR. Menurut Tillman,
et al., (1991) pakan hijauan diberikan 10% Pemberian konsentrat bermakna
dari BB ternak dan konsenrat 1,5% dari BB (P=0,124) dan berasosiasi positif terhadap
ternak. Jika rata-rata bobot sapi potong di CR, semakin banyak peternak yang
Kabupaten Pringsewu 350 kg kebutuhan melakukan pemberian konsentrat akan
hijauannya adalah 35 kg. Rata-rata jumlah meningkatkan nilai CR. Hal ini disebabkan
pemberian hijauan di Kabupaten Pringsewu konsentrat dibutuhkan oleh sapi sebagai
adalah 32,3311,93 kg/ekor/hari. Umumnya pakan penguat untuk mencukupi kebutuhan
pakan sapi ini secara kuantitas dan kualitas nutrisi yang tidak diperoleh dari pakan
hampir mencukupi untuk kebutuhan sapi, hijauan (Novirma, 1991). Kekurangan
hal ini dapat dilihat dari keadaan sapi yang nutrisi dalam pakan akan mengakibatkan
cukup segar, kesehatannya baik dan gemuk tidak terpenuhinya kebutuhan pokok
(rata-rata skor kondisi tubuh 3,000,53). sehingga produksi menurun dan efisiensi
reproduksi rendah.

3. Jumlah pemberian air


6. Pengetahuan beternak secara turun-
Jumlah pemberian air bermakna temurun
(P=0,054) dan berasosiasi negatif terhadap
CR yang berarti semakin banyak air yang Pengetahuan beternak bermakna
diberikan akan menurunkan nilai CR. Jika (P=0,082) yang berasosiasi negatif terhadap
ternak mengkonsumsi air terlalu banyak CR, hal ini berarti semakin banyak peternak
akan menurunkan konsumsi pakannya hal yang mengetahui cara beternak secara turun
ini akan berakibat produksi daging yang menurun akan menurunkan nilai CR. Para
rendah dan akan menurunkan efisiensi peternak di Kabupaten Pringsewu memiliki
reproduksi karena ternak tidak dapat pengetahuan cara beternak secara turun
mencukupi kebutuhannya. Menurut menurun sebanyak 99 orang (43,23%),
Parakkasi (1990), peternak sebaiknya sedangkan 130 orang (56,77%) mengetahui
menyediakan air untuk ternaknya cara beternak dari belajar. Pengetahuan
sedemikian rupa sehingga ternak tersebut beternak secara belajar lebih baik daripada
dapat dengan bebas memperoleh air pengetahuan secara turun temurun, karena
secukupnya setiap saat. jika secara turun temurun pengetahuan
peternak sedikit dan hanya berdasarkan
4. Bentuk dinding kandang pengalaman-pengalaman yang sudah ada
terdahulu. Menurut Sudono (2003), dengan
Bentuk dinding kandang bermakna memperoleh pengetahuan dari belajar,
(P=0,025) dan berasosiasi positif terhadap peternak akan dengan mudah mendapatkan

16
informasi-informasi terbaru yang sangat pengetahuan beternak secara belajar,
berguna untuk efisiensi reproduksi, sehingga peternak mengetahui tentang estrus dan
masalah-masalah yang berkaitan dengan perkawinan maka nilai CR adalah 65,36%.
reproduksi dapat dikurangi. Penerapan model hasil analisis CR
yang sesuai dengan literatur adalah

7. Pengetahuan estrus dan perkawinan = 28,195 + 3,386 (X10) + 0,196 (X11)


0,181 (X13) + 10,371 (X15) + 4,011
Pengetahuan estrus dan perkawinan (X23) 3,707 (X27) + 7,579 (X28)
bermakna (P=0,056) yang berasosiasi positif
terhadap CR, yang berarti semakin banyak = 28,195 + 3,386 (4) + 0,196 (35) 0,181
peternak yang memiliki pengetahuan estrus (20) + 10,371 (1) + 4,011 (1) 3,707
dan perkawinan maka akan meningkatkan (0) + 7,579 (1)
nilai CR. Menurut Parkinson (1996) dalam
Hartono (1999), deteksi estrus merupakan = 66,94%
kunci keberhasilan suatu perkawinan.
Peternak di Kabupaten Pringsewu yang Hasil ini dapat diartikan bahwa untuk
mengetahui estrus dan cara mengawinkan menghasilkan CR sebesar 66,94 %, maka
pada sapi potong sebanyak 211 orang diperlukan nilai faktor-faktor yang
(92,14%) dan yang tidak mengetahui cara memengaruhi adalah peternak yang
mengawinkan dan estrus adalah 17 orang memberikan hijauan 4 kali sehari dengan
(7,42%). Hal ini berarti sebagian besar jumlah pemberian 35 kg/hari, jumlah
peternak memiliki kemampuan deteksi pemberian air minum sebanyak 20 liter/hari,
estrus yang baik. bentuk dinding kandang terbuka, dilakukan
pemberian konsentrat, pengetahuan beternak
secara belajar, serta peternak mengetahui
D. Penerapan Model tentang estrus dan perkawinan.

Penerapan model hasil analisis CR


yang sesuai dengan yang terjadi di KESIMPULAN DAN SARAN
Kabupaten Pringsewu adalah
Kesimpulan
= 28,195 + 3,386 (X10) + 0,196 (X11)
0,181 (X13) + 10,371 (X15) + Angka kebuntingan pada sapi potong
4,011(X23) 3,707 (X27) + 7,579 setelah dilakukan sinkronisasi estrus di
(X28) Kabupaten Pringsewu adalah 69,42%
termasuk dalam katagori baik, dengan
= 28,195 + 3,386 (3) + 0,196 (35) 0,181 faktor-faktor yang memengaruhi dan
(10) + 10,371 (1) + 4,011 (1) 3,707 berasosiasi positif adalah frekuensi
(0) + 7,579 (1) pemberian hijauan dengan besar faktor
3,386, jumlah pemberian hijauan dengan
= 65,36% besar faktor 0,196, bentuk dinding kandang
dengan besar faktor 10,371, pemberian
Keterangan : konsentrat dengan besar faktor 4,011,
= nilai duga angka kebuntingan
X10 = frekuensi pemberian hijauan pengetahuan birahi dan perkawinan dengan
X11 = jumlah pemberian hijauan besar faktor 7,579, sedangkan yang
X13 = jumlah pemberian air berasosiasi negatif adalah jumlah pemberian
X15 = bentuk dinding kandang air dengan besar faktor 0,181, serta
X23 = pemberian konsentrat
X27 = pengetahuan beternak secara turun- pengetahuan beternak secara turun temurun
temurun dengan besar faktor 3,707.
X28 = pengetahuan estrus dan perkawinan
Saran

Hasil ini dapat diartikan bahwa Dari hasil penelitian ini penulis
peternak yang memberikan hijauan 3 kali menyarankan kepada peternak untuk
sehari dengan jumlah pemberian 35 kg/hari, menaikkan angka kebuntingan sebaiknya:
jumlah pemberian air minum sebanyak 10
liter/hari, bentuk dinding kandang terbuka,
melakukan pemberian konsentrat,

17
1. memberikan hijauan 4 kali sehari Hartono, M. 1999. Faktor-Faktor Dan
dengan jumlah pemberian 35 kg/hari; Analisis Garis Edar Selang Beranak
2. jumlah pemberian air minum sebanyak Pada Sapi Perah di Kecamatan Musuk
20 liter/hari; Kabupaten Boyolali. Tesis. Pasca
3. menggunakan bentuk dinding kandang Sarjana. Universitas Gadjah Mada.
terbuka; Yogyakarta
4. melakukan pemberian konsentrat; Novirma. J. 1991. Penyediaan,
5. menambah pengetahuan dengan cara Pemanfaatan dan Nilai Gizi
belajar terus menerus; Limbah Pertanian. Sebagai
6. menambah pengetahuan tentang birahi Makanan Ternak di Sumatera Barat.
dan perkawinan. Pusat Penelitian, Universitas
Sumatera Utara
Parakkasi, Aminuddin. 1990. Ilmu Gizi
UCAPAN TERIMA KASIH dan Makanan Ternak Monogastrik.
Penerbit Angkasa. Bandung
Ucapan terima kasih disampaikan Salverson, R. and Perry, G. 2007.
kepada Dinas Peternakan dan Kesehatan Understanding Estrus
Hewan Provinsi Lampung atas bantuan dan Synchronization of Cattle. South
kerja sama selama pelaksanaan Sinkronisasi Dakota State University-Cooperative
Estrus di Kabupaten Pringsewu pada Extension Service-USDA, Pp 1-6
November 2012 Februari 2013. Sari, M.S. 2010. Conception Rate pada
Sapi Perah Laktasi di Koperasi
Peternakan Sapi Bandung Utara Jawa
DAFTAR PUSTAKA Barat. Skripsi. Universitas Lampung.
Bandar Lampung
Arsyad dan Yudistira. 2010. Penanganan Sudono, A. 1983. Produksi Sapi Perah.
Kesehatan Hewan (Kasus Gangguan Departemen Ilmu Produksi Ternak.
Reproduksi pada Ternak Sapi). Dinas Fakultas Peternakan IPB. Bogor
Peternakan dan Kesehatan Hewan Sudono, A. 2003. Beternak Sapi Perah
Provinsi Lampung. Lampung Secara Intensif. Agromedia Pustaka.
Badan Pusat Statistik. 2011. Populasi sapi di Jakarta
Indonesia. http/ yuari.wordpress.com Tillman, A. D.,S, Reksohadiprodjo, S.
/2011/08/18/hasil-sensus-ternak-2011- Prawirokusumo, H. Hartadi dan S.
menghasilkan-data-populasi-sapi-yang- Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan
lebih-valid/. (28 Oktober 2012) Ternak Dasar. Gadjah Mada
Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Blue University Press. Yogyakarta
Print Program Swasembada Daging Toelihere, M.R. 1981. Fisiologi
Sapi 2014. Kementrian Pertanian Reproduksi pada Ternak. Angkasa.
Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta Bandung.

18

Anda mungkin juga menyukai