Anda di halaman 1dari 5

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI ANGKA KEBUNTINGAN

(CONCEPTION RATE ) PADA SAPI POTONG SETELAH DILAKUKAN


SINKRONISASI ESTRUS DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
Zulfi Al Arifa, Madi Hartonob, Sri Suharyatib
a
The Student of Department of Animal Husbandry Faculty of Agriculture Lampung University
b
The Lecture of Department of Animal Husbandry Faculty of Agriculture Lampung University
Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture Lampung University
Soemantri Brojonegoro No.1 Gedung Meneng Bandar Lampung 35145

ABSTRACT

This research used 287 cattle cows owned by 198 breeders, involve 3 sub-districts in Central Lampung District.
This research aimed to determine factors affecting conception rate after oestrous synchronization in cattle cows in
Central Lampung District, Lampung Province in November 2012-Februari 2013.
The result of this research showed that the conception rate cattle cows after oestrous synchronization in Central
Lampung District was 60,53 %, included in less good category. The factors affecting conception rate after oestrous
synchronization in Central Lampung District were the amount of pasture given which positively associate with the
factor amount of 0,020, the shape of cage wall which negatively associate with the factor amount of 1,473, the
material of cage floor which positively associate with the factor amount of 0,701, the cage width which negatively
associate with the factor amount of 0,062, & the breeding long time which positively associate with the factor
amount of 0,057.

Keywords: conception rate, cattle cows, oestrous synchronization, factors

PENDAHULUAN mendapatkan 1 ekor anak dalam satu tahun tidak bisa


tercapai. Kendala dalam reproduksi ternak sapi yaitu
Sapi potong di Indonesia khususnya di bahwa sapi bersifat monotokus dan memiliki interval
Provinsi Lampung merupakan aset sehingga kelahiran yang panjang sehingga sapi betina hanya
keberadaannya perlu dikembangkan, dilestarikan dan dapat menghasilkan keturunan dalam jumlah terbatas
ditingkatkan produktivitasnya. Sapi potong juga sepanjang masa produktifnya.
merupakan komoditas peternakan yang memiliki nilai Pada kelompok sapi betina yang tidak bunting,
strategis karena kontribusinya pada penyediaan tahap siklus birahinya berbeda-beda. Sekitar 40%
pangan nasional, dan sebagian besar dipelihara oleh akan berada dalam tahap folikuler, sisanya 60%
petani peternak dalam membantu perekonomian dan dalam tahap luteal. Pada kondisi normal, 5%
kehidupan sosial masyarakat. populasi sapi betina berada dalam keadaan birahi
Populasi sapi potong di Provinsi Lampung setiap hari (Toelihere, 1985).
pada tahun 2011 sebesar 742.776 ekor dan populasi Deteksi birahi dan ketepatan waktu Inseminasi
sapi potong di Kabupaten Lampung Tengah sebesar Buatan (IB) merupakan hal penting yang dapat
288.449 ekor (BPS, 2012), sedangkan produksi memengaruhi keberhasilan kebuntingan pada ternak
daging sapi dalam memenuhi kebutuhan konsumsi yang di IB (kawin suntik). Untuk meningkatkan
daging adalah sebesar 59.756.868 ton (BPS, 2011). angka kebuntingan dengan IB maka salah satu cara
Permintaan daging sapi diperkirakan akan terus dapat dilakukan sinkronisasi estrus (penyerentakan
mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan birahi). Sinkronisasi estrus dirancang untuk
penduduk, perbaikan ekonomi masyarakat dan menjadikan seluruh betina birahi secara serempak
meningkatnya kesadaran masyarakat tentang
pentingnya gizi sehingga produksi daging sapi dan
lainnya diusahakan terus ditingkatkan. MATERI DAN METODE
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan mencanangkan Program Swasembada Daging Materi
Sapi Kerbau (PSDSK) pada tahun 2014 dengan usaha
penambahan populasi ternak sapi yang ada. Salah Penelitian ini menggunakan obyek berupa data
satu permasalahan yang dihadapi dalam upaya primer hasil wawancara peternak, data sinkronisasi
PSDSK adalah masalah rendahnya efisiensi estrus (SE) pada sapi, dan data pemeriksaan
reproduksi pada ternak. Permasalahan reproduksi ini kebuntingan (PKB) pemeliharaan sapi potong milik
dapat merugikan peternak dikarenakan harapan untuk

22
peternak yang ada di Kabupaten Lampung Tengah (X8), ketepatan IB (X9). Skor kondisi tubuh sapi
dan data sekunder inseminator yaitu data hasil IB. dinilai untuk pengisian kuesioner dilakukan
Jenis sapi potong yang digunakan dalam berdasarkan teknik pengamatan bagian-bagian
penelitian ini adalah sapi Bali, sapi PO, sapi tertentu sesuai dengan pedoman yang dikemukakan
Limousin, sapi Simental, sapi Brahman, dan sapi oleh Santoso (2004).
Angus. Kriteria sapi yang digunakan adalah sapi
betina yang sudah mengalami pubertas dan dewasa 3. Pelaksanaan Penelitian
tubuh yang tidak mengalami gangguan reproduksi
serta tidak dalam keadaan bunting. Teknis pelaksanaan penelitian ini adalah :
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1. menentukan lokasi penelitian, kemudian
kuisioner untuk semua inseminator dan kuisioner mengumpulkan data sekunder berupa recording
untuk semua peternak yang ada di Kabupaten ternak dari masing-masing inseminator;
Lampung Tengah, peralatan inseminasi buatan, 2. menyeleksi sapi yang akan digunakan sebagai
peralatan sinkronisasi estrus, meteran, timbangan, akseptor sinkronisasi estrus, sapi yang dipilih
pita ukur, serta alat tulis. adalah sapi dalam kondisi tidak bunting dengan
Penelitian ini dilaksanakan pada November melakukan pemeriksaan kebuntingan (PKB)
2012--Februari 2013, di Kecamatan Punggur, melalui palpasi rektal dan tidak sedang
Seputih Mataram, dan Seputih Banyak, Kabupaten mengalami gangguan reproduksi;
Lampung Tengah. 3. melakukan sinkronisasi estrus dengan 2 kali
penyuntikan hormon prostaglandin (PGF2 )
dengan selang waktu 11 hari menggunakan dosis
Metode Penelitian 2 ml/ekor secara intra muskuler;
4. melakukan inseminasi buatan (IB) setelah
1. Teknik Pengambilan Sampel penyuntikan kedua pada sapi yang menunjukkan
gejala birahi, dan pada hari ke-3 semua sapi yang
Metode penelitian yang digunakan adalah belum menunjukkan gejala birahi di IB secara
metode sensus. Data yang digunakan adalah data bersama-sama;
primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan 5. membagikan kuisioner dan melakukan
cara mengamati ternak dan menajemen pemeliharaan wawancara kepada seluruh inseminator dan
sapi potong, serta melakukan wawancara pada semua peternak yang sapinya sudah disinkronisasi estrus
peternak dan inseminator yang ada di lokasi di Kabupaten Pringsewu. Pengisian kuisioner
penelitian,data sinkronisasi estrus (SE) pada sapi, dan dilakukan dengan cara mewancarai inseminator
data pemeriksaan kebuntingan (PKB). Data sekunder dan peternak, mengamati secara langsung
adalah data akseptor yang diperoleh dari recording kegiatan inseminator dan mengamati manajemen
inseminator. pemeliharaan sapi potong di lokasi penelitian;
6. menghitung angka kebuntingan yang dilakukan
2. Variabel yang Digunakan tiga bulan setelah pelaksanaan IB dengan cara
pemeriksaan kebuntingan (PKB) melalui palpasi
Variabel dependen yang digunakan adalah rektal. Pemeriksaan kebuntingan (PKB)
nilai angka kebuntingan dengan cara PKB setelah 2 dilakukan pada sapi yang telah di IB dan tidak
bulan dilakukan IB (Y) pada sapi potong, sedangkan mengalami berahi kembali. Menurut Blakely dan
variabel independen untuk peternak dan ternak adalah Bade (1991) kebuntingan pada sapi dapat
umur sapi (X1), bangsa sapi (X2), skor kondisi tubuh didiagnosa melalui palpasi rektal. Prinsip palpasi
(X3), umur pertama kali dikawinkan (X4), birahi rektal adalah memasukkan tangan dan lengan ke
pertama setelah kelahiran (X5), perkawinan dalam rektum seekor sapi betina dan dari dinding
postpartum (X6), gangguan reproduksi (X7), status rektum dirasakan adanya tanda-tanda
reproduksi (X8), pemeriksaan kebuntingan(X9), kebuntingan.
frekuensi pemberian hijauan (X10), jumlah hijauan
(X11), jumlah konsentrat (X12), jumlah air (X13), 4. Analisis Data
letak kandang (X14), bentuk dinding kandang (X15),
bahan lantai kandang (X16), bahan atap (X17), luas Analisis data yang digunakan dalam penelitian
kandang (X18), alasan beternak (X19), pernah ini adalah analisis logistic regression . Sebelum
mengikuti kursus di bidang peternakan (X20), dilakukan analisis data, dilakukan pengkodean
pendidikan peternak (X21), lama beternak (X22). terhadap data inseminator dan peternak untuk
Variabel independen untuk inseminator adalah memudahkan analisis kemudian diolah dalam
pendidikan inseminator(X1), lama menjadi program SPSS (Statistik Packet for Social Science )
inseminator (X2), tempat pelatihan (X3), jumlah (Sarwono, 2006).
akseptor (X4), jarak menuju akseptor (X5), produksi
straw (X6), bangsa pejantan (X7), lama thawing

23
Variabel dengan nilai P terbesar dikeluarkan dari mengikuti kursus di bidang peternakan, pendidikan
penyusunan model kemudian dilakukan analisis peternak.
kembali sampai didapatkan model dengan nilai Faktor-faktor yang memengaruhi angka kebuntingan
P<0,10. pada sapi potong setelah dilakukan sinkronisasi estrus
di Kabupaten Lampung Tengah:

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Jumlah hijauan yang diberikan

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Angka Jumlah hijauan yang diberikan bermakna


Kebuntingan (P=0,101) dan berasosiasi positif terhadap CR dengan
odds ratio sebesar 0,020, yang berarti semakin
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa banyak hijauan yang diberikan maka akan
angka kebuntingan pada sapi potong setelah meningkatkan nilai CR sebesar 0,020. Hal ini
dilakukan sinkronisasi estrus di Kabupaten Lampung disebabkan karena pemberian hijuan yang cukup
Tengah adalah 60,63%. Hasil angka kebuntingan akan meningkatkan pemenuhan kebutuhan nutrisi
yang diperoleh ini termasuk kurang baik, hal ini baik kebutuhan pokok maupun kebutuhan produksi
berdasarkan dari pendapat Toelihere (1985), yang pada sapi. Menurut Tillman, et al., (1991) pakan
menyatakan bahwa angka kebuntingan (CR) hijauan diberikan 10% dari BB ternak dan konsentrat
normalnya sekitar 70%. Direktorat Jenderal 1,5% dari BB ternak. Jika rata-rata bobot sapi potong
Peternakan (2010) memberikan pedoman dalam di Kabupaten Lampung Tengah 350 kg kebutuhan
mengevaluasi keberhasilan pelaksanaan inseminasi hijauannya adalah 35 kg. Rata-rata jumlah
buatan (IB) dengan memberikan nilai standar CR pemberian hijauan di Kabupaten Lampung Tengah
62,5%, service per conception (S/C) 1,6, dan calving adalah 42,6612,70 kg/ekor/hari, umumnya pakan
interval (CI) 12 bulan. Pelaksanaan IB di Kabupaten sapi ini secara kuantitas dan kualitas hampir
Lampung Tengah masih kurang berhasil jika dilihat mencukupi untuk kebutuhan sapi, hal ini dapat dilihat
dari besarnya nilai CR yaitu 60,63% lebih kecil dari dari keadaan sapi yang cukup segar, kesehatannya
62,5%. baik, ukuran bandannya tidak terlalu gemuk dan tidak
Faktor- faktor yang berpengaruh terhadap terlalu kurus (rata-rata skor kondisi tubuh 3,190,49).
angka kebuntingan setelah dilakukan sinkronisasi Menurut Siregar, et al., (1997), pakan yang
estrus di Kabupaten Lampung Tengah adalah jumlah berkualitas baik adalah pakan yang mengandung zat
pemberian hijauan yang berasosiasi positif dengan makanan yang lengkap dan cukup kandungan gizinya
besar faktor 0,020, bentuk dinding kandang yang sehingga kebutuhan nutrisi sapi dapat terpenuhi baik
berasosiasi negatif dengan besar faktor 1,473, bahan untuk kebutuhan pokok maupun tingkat
lantai kandang yang berasosiasi positif dengan besar reproduksinya. Terjadinya kekurangan pemberian
faktor 0,701, luas kandang berasosiasi negatif dengan pakan bukan saja berakibat pada produksi daging
besar faktor 0,062, serta lama beternak berasosiasi yang rendah, namun juga tidak tercapai efisiensi
positif dengan besar faktor 0,057. reproduksi yang baik.
Persamaan regresi yang didapat adalah Hijauan yang diberikan oleh peternak di
Kabupaten Lampung Tengah adalah rumput, legum,
= 0,712 + 0,020 (X11) 1,473 (X15) + 0,701 jerami, biasanya sapi-sapi ini ada juga yang
(X16) 0,062 (X18) + 0,057 (X22) digembalakan. Bila dibutuhkan pada musim kemarau
para peternak menyimpan jerami, penyimpanan
Keterangan: bahan pakan ini tidak perlu banyak karena rata-rata
Y = nilai duga angka kebuntingan peternak hanya memelihara ternak 4--6 ekor
X11 = jumlah pemberian hijauan (4,465,32 ekor).
X15 = bentuk dinding kandang
X16 = bahan lantai kandang 2. Bentuk dinding kandang
X18 = luas kandang
X22 = lama beternak Bentuk dinding kandang bermakna (P=0,000)
dan berasosiasi negatif terhadap CR dengan odds
Faktor-faktor yang tidak memengaruhi angka ratio sebesar 1,473, artinya semakin banyak peternak
kebuntingan setelah dilakukan sinkronisasi estrus di menggunakan dinding kandang yang tertutup akan
Kabupaten Lampung Tengah adalah umur sapi, menurunkan nilai CR sebesar 1,473. Sebagian besar
bangsa sapi, skor kondisi tubuh, umur pertama kali peternak di Kabupaten Lampung Tengah
dikawinkan, birahi pertama setelah kelahiran, menggunakan bentuk dinding kandang tertutup yaitu
perkawinan postpartum, gangguan reproduksi, status sebanyak 166 kandang (57,84%), sedangkan 121
reproduksi, pemeriksaan kebuntingan, frekuensi kandang (42,16%) dengan dinding terbuka. Bentuk
pemberian hijauan, jumlah konsentrat, jumlah air, dinding kandang tertutup mengurangi sirkulasi udara
letak kandang, bahan atap, alasan beternak, pernah dan sinar matahari yang masuk ke dalam kandang,

24
sehingga udara yang bersih sedikit dan pengeringan injakan, dan awet serta memberikan kenyamanan
kandang berkurang. Menurut Sudono (1983), apabila ternak berdiri ataupun pada saat berbaring.
kandang yang baik harus memiliki sirkulasi udara
yang cukup dan mendapat sinar matahari serta tidak 4. Luas kandang
lembab. Bangunan kandang sapi potong harus
menjamin adanya aliran angin sehingga pertukaran Luas kandang bermakna (P=0,000) dan
udara yang kotor keluar dan udara yang segar ke berasosiasi negatif terhadap CR dengan odds ratio
dalam kandang dapat terjadi. Dinding kandang sebesar 0,062, artinya semakin luas kandang yang
sebaiknya terbuka, namun pada daerah yang digunakan untuk ternak akan menurunkan nilai CR
hembusan anginnya cukup kuat dinding kandang sebesar 0,062. Hal ini berarti kandang yang yang
setinggi sapi diperlukan untuk menahan kencangnya luas melebihi luas kandang yang ditentukan akan
tiupan angin. Namun, kandang harus mendapat mengakibatkan ternak semakin banyak bergerak,
cukup sinar matahari baik langsung maupun tidak sehingga energi yang digunakan untuk beraktifitas
langsung sehingga keadaannya terang. semakin banyak. Rata-rata luas bangunan kandang
Dalam mendesain konstruksi kandang sapi sapi potong di Kabupaten Lampung Tengah adalah
potong harus didasarkan agroekosistem wilayah 18,49 + 12,23 m2/ekor, luas ini termasuk tempat
setempat, tujuan pemeliharaan, dan status fisiologis pakan dan tempat pembuangan limbah, sedangkan
ternak. Model kandang sapi potong di dataran tinggi, untuk luasan ternak berkisar antar 5--6 m2.
diupayakan lebih tertutup untuk melindungi ternak Luas kandang yang dibutuhkan untuk sapi
dari cuaca yang dingin, sedangkan untuk dataran potong adalah tidak boleh kurang dari 2,0 m2/ekor
rendah kebalikannya yaitu bentuk kandang yang lebih atau volume kandang sebaiknya 5,06 m3/ekor bila
terbuka (Rasyid dan Hartati, 2007). Wilayah keadaan lingkungan terkontrol. Luas kandang yang
kandang milik peternak di Kabupaten Lampung kurang dari ukuran standar mengakibatkan sirkulasi
Tengah sebagian besar berada di daerah yang rawan udara terganggu dan sapi tidak bergerak dengan
akan pencurian untuk itu sebagian besar peternak bebas. Sirkulasi udara yang kurang baik secara terus
menggunakan bentuk kandang tertutup. menerus menyebabkan gangguan fisiologis dan
kesehatan, sehingga memengaruhi CR (Santoso,
3. Bahan lantai kandang 2004).

Bahan lantai kandang bermakna (P=0,022) 5. Lama Beternak


dan berasosiasi positif terhadap CR dengan odds
ratio sebesar 0,701, artinya semakin banyak peternak Faktor lama beternak bermakna (P=0,017) dan
menggunakan bahan lantai kandang semen akan berasosiasi positif terhadap CR dengan odds ratio
meningkatkan nilai CR sebesar 0,701. Sebagian sebesar 0,057, artinya semakin lama peternak
besar peternak di Kabupaten Lampung Tengah memelihara tenak akan menaikkan nilai CR sebesar
menggunakan bahan lantai kandang semen yaitu 163 0,057. Hal ini disebabkan karena pengalaman
kandang (56,79%), sedangkan 124 kandang dengan peternak dalam memelihara dan penanganan beternak
bahan lantai kandang dari tanah. Hal ini berarti yang semakin meningkat dan mahir. Pengalaman ini
peternak lebih senang menggunakan bahan lantai dari peternak dapatkan dari hasil lapangan selama
semen karena pada saat sanitasi lantai kandang yang peternak memelihara ternak dan dari data hasil
terbuat dari semen lebih mudah dibersihkan bertanya baik dari sesama peternak dan inseminator
dibandingkan dengan jenis bahan lantai kandang dari yang datang. Rata-rata peternak memelihara sapi di
tanah sehingga dapat mencegah terjadinya gangguan Kabupaten Lampung Tengah selama 9.68 6,68
reproduksi. Menurut Hardjopranjoto (1995), sanitasi tahun, sehingga dalam kurun waktu itu peternakan
lingkungan khususnya kandang, sangat menentukan mendapatkan pengetahuan yang cukup untuk
tingkat pencemaran uterus setelah induk beranak memelihara dan mengelola peternakan sapi.
karena lantai kandang merupakan tempat berkembang Pengelolaan reproduksi yang kurang baik oleh
biaknya bakteri nonspesifik penyebab infeksi uterus peternak dapat menyebabkan CR menjadi rendah.
seperti streptococcus, Stafilococcus, E. Coli, dan Pengelolaan yang kurang baik akibat kesalahan atau
Corine bacterium piogens serta dapat menyebabkn ketidaktahuan peternak yang biasa terjadi adalah
kawin berulang atau repeat breeder . deteksi birahi kurang akurat, penentuan waktu
Lantai kandang dari semen juga lebih mengawinkan kurang tepat, pemberian pakan yang
memberikan kenyamanan pada sapi karena kandang kurang, kandang yang sempit dan padat, serta sapi
menjadi cepat kering, kaki sapi tidak mudah amblas tidak pernah dikeluarkan dari kandang sehingga
ke dalam lantai kandang, dan lantai kandang tahan kurang gerak (Hardjopranjoto, 1995).
lama. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugeng (1992) Penerapan Model
dalam Rosmawati (2009) bahwa pembuatan lantai Penerapan model hasil analisis CR yang sesuai
kandang harus benar-benar memenuhi syarat, yaitu dengan yang terjadi di Kabupaten Lampung Tengah
tidak licin, tidak mudah menjadi lembab, tahan adalah

25
DAFTAR PUSTAKA
= 0,712 + 0,020 (X11) 1,473 (X15) +
0,701(X16 0,062 (X18) + 0,057 (X22) Ainur Rasyid, dan Hartati. 2007. Petunjuk Teknis
= 0,712 + 0,020 (40) 1,473 (0) + 0,701 (1) Perkandangan Sapi Potong. Pusat Penelitian
0,062 (5) + 0,057 (10) dan Perkembangan Peternakan. Departemen
= 0,712 + 0,8 0 + 0,701 0,31 + 0,57 Pertanian
= 2,473% Badan Pusat Statistik. 2011. Populasi Sapi di
= 2,48% Indonesia.
http/yuari.wordpress.com /2011/08/18/hasil-sensus-
Keterangan: ternak-2011-menghasilkan-data-populasi-sapi-
Y = nilai (perubahan) duga angka kebuntingan yang-lebih-valid/. (28 Oktober 2012)
X11 = jumlah pemberian hijauan Badan Pusat Statistik. 2012. Populasi Sapi di
X15 = bentuk dinding kandang Indonesia. http / yuari.wordpress.com
X16 = bahan lantai kandang /2011/08/18/hasil-sensus-ternak-2012-
X18 = luas kandang menghasilkan-data-populasi-sapi-yang-lebih-
X22 = lama beternak valid/
Blakely, J. dan D. H. Bade. 1994. Ilmu Peternakan.
Hasil di atas dapat diartikan bahwa peternak Edisi keempat. Alihbahasa Ir. Bambang
yang memelihara sapi potong dengan jumlah Srigandono, M.Sc. Gadjah Mada University
pemberian rumput 40 kg, bentuk dinding kandang Press. Yogyakarta
terbuka, bahan lantai kandang dari semen, luas Hardjopranjoto, H.S. 1995. Ilmu Kemajiran pada
kandang 5 m2, dan lama beternak 10 tahun maka Ternak. Airlangga University Press.
conception rate meningkat sebesar 2,48 %. Surabaya
Rosmawati. 2008. Faktor-faktor yang Memengaruh
Repeat Breeder Sapi Potong di Kecamatan
SIMPULAN DAN SARAN Seputih Mataram Kabupaten Lampung
Tengah. Skripsi. Universitas Lampung.
Simpulan Bandar Lampung
Santosa, U. 2004. Tata Laksana Pemeliharaan
Berdasarkan hasil penelitian pada peternak, Ternak Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta
ternak, dan insemintor di Kabupaten Lampung Sarwono, J. 2006. Analisis Data Penelitian
Tengah maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Menggunakan SPSS. Penerbit Andi.
1. conception rate (CR) pada sapi potong setelah Yogyakarta
disinkronisasi estrus adalah 60,63%; Siregar T.N. dan Hamdan. 2007. Teknologi
2. pada tingkat ternak dan peternak, faktor yang Reproduksi Pada Ternak. Hand Out CV. Mita
memengaruhi conception rate dan berasosiasi Mulia. Banda Aceh
negatif adalah bentuk dinding kandang dengan Sudono. 1983. Produksi Sapi Perah. Departemen
besar faktor 0,00, dan luas kandang dengan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan.
besar faktor 0,00, sedangkan yang berasosiasi IPB. Bogor
positif adalah jumlah hijauan dengan besar Tilman, A.D., H. Hartadi., S. Reksohardiprojo., S.
faktor 0,101, bahan lantai kandang dengan besar Prawirokusumo., dan S. Lebdosoekojo. 1997.
faktor 0,022, dan lama beternak dengan besar Ilmu Makanan Ternak Dasar. Universitas
faktor 0,017. Gadjah Mada. Yogyakarta
Toelihere, M. R. 1985. Inseminasi Buatan pada
Saran Ternak. Penerbit Angkasa Bandung

Dari hasil penelitian penulis menyarankan bahwa


usaha yang dapat dilakukan peternak adalah
memberikan pakan minimal sejumlah 40 kg, bentuk
dinding kandang terbuka, bahan lantai kandang
semen, dan luas kandang 5 m2.

26

Anda mungkin juga menyukai