Ipi272569 PDF
Ipi272569 PDF
ABSTRACT
This research used 287 cattle cows owned by 198 breeders, involve 3 sub-districts in Central Lampung District.
This research aimed to determine factors affecting conception rate after oestrous synchronization in cattle cows in
Central Lampung District, Lampung Province in November 2012-Februari 2013.
The result of this research showed that the conception rate cattle cows after oestrous synchronization in Central
Lampung District was 60,53 %, included in less good category. The factors affecting conception rate after oestrous
synchronization in Central Lampung District were the amount of pasture given which positively associate with the
factor amount of 0,020, the shape of cage wall which negatively associate with the factor amount of 1,473, the
material of cage floor which positively associate with the factor amount of 0,701, the cage width which negatively
associate with the factor amount of 0,062, & the breeding long time which positively associate with the factor
amount of 0,057.
22
peternak yang ada di Kabupaten Lampung Tengah (X8), ketepatan IB (X9). Skor kondisi tubuh sapi
dan data sekunder inseminator yaitu data hasil IB. dinilai untuk pengisian kuesioner dilakukan
Jenis sapi potong yang digunakan dalam berdasarkan teknik pengamatan bagian-bagian
penelitian ini adalah sapi Bali, sapi PO, sapi tertentu sesuai dengan pedoman yang dikemukakan
Limousin, sapi Simental, sapi Brahman, dan sapi oleh Santoso (2004).
Angus. Kriteria sapi yang digunakan adalah sapi
betina yang sudah mengalami pubertas dan dewasa 3. Pelaksanaan Penelitian
tubuh yang tidak mengalami gangguan reproduksi
serta tidak dalam keadaan bunting. Teknis pelaksanaan penelitian ini adalah :
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1. menentukan lokasi penelitian, kemudian
kuisioner untuk semua inseminator dan kuisioner mengumpulkan data sekunder berupa recording
untuk semua peternak yang ada di Kabupaten ternak dari masing-masing inseminator;
Lampung Tengah, peralatan inseminasi buatan, 2. menyeleksi sapi yang akan digunakan sebagai
peralatan sinkronisasi estrus, meteran, timbangan, akseptor sinkronisasi estrus, sapi yang dipilih
pita ukur, serta alat tulis. adalah sapi dalam kondisi tidak bunting dengan
Penelitian ini dilaksanakan pada November melakukan pemeriksaan kebuntingan (PKB)
2012--Februari 2013, di Kecamatan Punggur, melalui palpasi rektal dan tidak sedang
Seputih Mataram, dan Seputih Banyak, Kabupaten mengalami gangguan reproduksi;
Lampung Tengah. 3. melakukan sinkronisasi estrus dengan 2 kali
penyuntikan hormon prostaglandin (PGF2 )
dengan selang waktu 11 hari menggunakan dosis
Metode Penelitian 2 ml/ekor secara intra muskuler;
4. melakukan inseminasi buatan (IB) setelah
1. Teknik Pengambilan Sampel penyuntikan kedua pada sapi yang menunjukkan
gejala birahi, dan pada hari ke-3 semua sapi yang
Metode penelitian yang digunakan adalah belum menunjukkan gejala birahi di IB secara
metode sensus. Data yang digunakan adalah data bersama-sama;
primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan 5. membagikan kuisioner dan melakukan
cara mengamati ternak dan menajemen pemeliharaan wawancara kepada seluruh inseminator dan
sapi potong, serta melakukan wawancara pada semua peternak yang sapinya sudah disinkronisasi estrus
peternak dan inseminator yang ada di lokasi di Kabupaten Pringsewu. Pengisian kuisioner
penelitian,data sinkronisasi estrus (SE) pada sapi, dan dilakukan dengan cara mewancarai inseminator
data pemeriksaan kebuntingan (PKB). Data sekunder dan peternak, mengamati secara langsung
adalah data akseptor yang diperoleh dari recording kegiatan inseminator dan mengamati manajemen
inseminator. pemeliharaan sapi potong di lokasi penelitian;
6. menghitung angka kebuntingan yang dilakukan
2. Variabel yang Digunakan tiga bulan setelah pelaksanaan IB dengan cara
pemeriksaan kebuntingan (PKB) melalui palpasi
Variabel dependen yang digunakan adalah rektal. Pemeriksaan kebuntingan (PKB)
nilai angka kebuntingan dengan cara PKB setelah 2 dilakukan pada sapi yang telah di IB dan tidak
bulan dilakukan IB (Y) pada sapi potong, sedangkan mengalami berahi kembali. Menurut Blakely dan
variabel independen untuk peternak dan ternak adalah Bade (1991) kebuntingan pada sapi dapat
umur sapi (X1), bangsa sapi (X2), skor kondisi tubuh didiagnosa melalui palpasi rektal. Prinsip palpasi
(X3), umur pertama kali dikawinkan (X4), birahi rektal adalah memasukkan tangan dan lengan ke
pertama setelah kelahiran (X5), perkawinan dalam rektum seekor sapi betina dan dari dinding
postpartum (X6), gangguan reproduksi (X7), status rektum dirasakan adanya tanda-tanda
reproduksi (X8), pemeriksaan kebuntingan(X9), kebuntingan.
frekuensi pemberian hijauan (X10), jumlah hijauan
(X11), jumlah konsentrat (X12), jumlah air (X13), 4. Analisis Data
letak kandang (X14), bentuk dinding kandang (X15),
bahan lantai kandang (X16), bahan atap (X17), luas Analisis data yang digunakan dalam penelitian
kandang (X18), alasan beternak (X19), pernah ini adalah analisis logistic regression . Sebelum
mengikuti kursus di bidang peternakan (X20), dilakukan analisis data, dilakukan pengkodean
pendidikan peternak (X21), lama beternak (X22). terhadap data inseminator dan peternak untuk
Variabel independen untuk inseminator adalah memudahkan analisis kemudian diolah dalam
pendidikan inseminator(X1), lama menjadi program SPSS (Statistik Packet for Social Science )
inseminator (X2), tempat pelatihan (X3), jumlah (Sarwono, 2006).
akseptor (X4), jarak menuju akseptor (X5), produksi
straw (X6), bangsa pejantan (X7), lama thawing
23
Variabel dengan nilai P terbesar dikeluarkan dari mengikuti kursus di bidang peternakan, pendidikan
penyusunan model kemudian dilakukan analisis peternak.
kembali sampai didapatkan model dengan nilai Faktor-faktor yang memengaruhi angka kebuntingan
P<0,10. pada sapi potong setelah dilakukan sinkronisasi estrus
di Kabupaten Lampung Tengah:
24
sehingga udara yang bersih sedikit dan pengeringan injakan, dan awet serta memberikan kenyamanan
kandang berkurang. Menurut Sudono (1983), apabila ternak berdiri ataupun pada saat berbaring.
kandang yang baik harus memiliki sirkulasi udara
yang cukup dan mendapat sinar matahari serta tidak 4. Luas kandang
lembab. Bangunan kandang sapi potong harus
menjamin adanya aliran angin sehingga pertukaran Luas kandang bermakna (P=0,000) dan
udara yang kotor keluar dan udara yang segar ke berasosiasi negatif terhadap CR dengan odds ratio
dalam kandang dapat terjadi. Dinding kandang sebesar 0,062, artinya semakin luas kandang yang
sebaiknya terbuka, namun pada daerah yang digunakan untuk ternak akan menurunkan nilai CR
hembusan anginnya cukup kuat dinding kandang sebesar 0,062. Hal ini berarti kandang yang yang
setinggi sapi diperlukan untuk menahan kencangnya luas melebihi luas kandang yang ditentukan akan
tiupan angin. Namun, kandang harus mendapat mengakibatkan ternak semakin banyak bergerak,
cukup sinar matahari baik langsung maupun tidak sehingga energi yang digunakan untuk beraktifitas
langsung sehingga keadaannya terang. semakin banyak. Rata-rata luas bangunan kandang
Dalam mendesain konstruksi kandang sapi sapi potong di Kabupaten Lampung Tengah adalah
potong harus didasarkan agroekosistem wilayah 18,49 + 12,23 m2/ekor, luas ini termasuk tempat
setempat, tujuan pemeliharaan, dan status fisiologis pakan dan tempat pembuangan limbah, sedangkan
ternak. Model kandang sapi potong di dataran tinggi, untuk luasan ternak berkisar antar 5--6 m2.
diupayakan lebih tertutup untuk melindungi ternak Luas kandang yang dibutuhkan untuk sapi
dari cuaca yang dingin, sedangkan untuk dataran potong adalah tidak boleh kurang dari 2,0 m2/ekor
rendah kebalikannya yaitu bentuk kandang yang lebih atau volume kandang sebaiknya 5,06 m3/ekor bila
terbuka (Rasyid dan Hartati, 2007). Wilayah keadaan lingkungan terkontrol. Luas kandang yang
kandang milik peternak di Kabupaten Lampung kurang dari ukuran standar mengakibatkan sirkulasi
Tengah sebagian besar berada di daerah yang rawan udara terganggu dan sapi tidak bergerak dengan
akan pencurian untuk itu sebagian besar peternak bebas. Sirkulasi udara yang kurang baik secara terus
menggunakan bentuk kandang tertutup. menerus menyebabkan gangguan fisiologis dan
kesehatan, sehingga memengaruhi CR (Santoso,
3. Bahan lantai kandang 2004).
25
DAFTAR PUSTAKA
= 0,712 + 0,020 (X11) 1,473 (X15) +
0,701(X16 0,062 (X18) + 0,057 (X22) Ainur Rasyid, dan Hartati. 2007. Petunjuk Teknis
= 0,712 + 0,020 (40) 1,473 (0) + 0,701 (1) Perkandangan Sapi Potong. Pusat Penelitian
0,062 (5) + 0,057 (10) dan Perkembangan Peternakan. Departemen
= 0,712 + 0,8 0 + 0,701 0,31 + 0,57 Pertanian
= 2,473% Badan Pusat Statistik. 2011. Populasi Sapi di
= 2,48% Indonesia.
http/yuari.wordpress.com /2011/08/18/hasil-sensus-
Keterangan: ternak-2011-menghasilkan-data-populasi-sapi-
Y = nilai (perubahan) duga angka kebuntingan yang-lebih-valid/. (28 Oktober 2012)
X11 = jumlah pemberian hijauan Badan Pusat Statistik. 2012. Populasi Sapi di
X15 = bentuk dinding kandang Indonesia. http / yuari.wordpress.com
X16 = bahan lantai kandang /2011/08/18/hasil-sensus-ternak-2012-
X18 = luas kandang menghasilkan-data-populasi-sapi-yang-lebih-
X22 = lama beternak valid/
Blakely, J. dan D. H. Bade. 1994. Ilmu Peternakan.
Hasil di atas dapat diartikan bahwa peternak Edisi keempat. Alihbahasa Ir. Bambang
yang memelihara sapi potong dengan jumlah Srigandono, M.Sc. Gadjah Mada University
pemberian rumput 40 kg, bentuk dinding kandang Press. Yogyakarta
terbuka, bahan lantai kandang dari semen, luas Hardjopranjoto, H.S. 1995. Ilmu Kemajiran pada
kandang 5 m2, dan lama beternak 10 tahun maka Ternak. Airlangga University Press.
conception rate meningkat sebesar 2,48 %. Surabaya
Rosmawati. 2008. Faktor-faktor yang Memengaruh
Repeat Breeder Sapi Potong di Kecamatan
SIMPULAN DAN SARAN Seputih Mataram Kabupaten Lampung
Tengah. Skripsi. Universitas Lampung.
Simpulan Bandar Lampung
Santosa, U. 2004. Tata Laksana Pemeliharaan
Berdasarkan hasil penelitian pada peternak, Ternak Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta
ternak, dan insemintor di Kabupaten Lampung Sarwono, J. 2006. Analisis Data Penelitian
Tengah maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Menggunakan SPSS. Penerbit Andi.
1. conception rate (CR) pada sapi potong setelah Yogyakarta
disinkronisasi estrus adalah 60,63%; Siregar T.N. dan Hamdan. 2007. Teknologi
2. pada tingkat ternak dan peternak, faktor yang Reproduksi Pada Ternak. Hand Out CV. Mita
memengaruhi conception rate dan berasosiasi Mulia. Banda Aceh
negatif adalah bentuk dinding kandang dengan Sudono. 1983. Produksi Sapi Perah. Departemen
besar faktor 0,00, dan luas kandang dengan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan.
besar faktor 0,00, sedangkan yang berasosiasi IPB. Bogor
positif adalah jumlah hijauan dengan besar Tilman, A.D., H. Hartadi., S. Reksohardiprojo., S.
faktor 0,101, bahan lantai kandang dengan besar Prawirokusumo., dan S. Lebdosoekojo. 1997.
faktor 0,022, dan lama beternak dengan besar Ilmu Makanan Ternak Dasar. Universitas
faktor 0,017. Gadjah Mada. Yogyakarta
Toelihere, M. R. 1985. Inseminasi Buatan pada
Saran Ternak. Penerbit Angkasa Bandung
26