Terdapat hubungan yang menarik antara ibu yang mengunyah xylitol dan penurunan perkembangan karies pada anak mereka. Sampai umur sekitar 3 tahun, sistem imun anak tidak berkembang, dan oleh karena tu bayi yang baru lahir sangat rentan dengan kolonisasi bakteri. Anak pada usia ini sering menerima ciuman dari orangtua/pengasuh mereka dan juga berbagi alat makan. Oleh karena it, orang tua dapat mentransmisikan S.mutans dari mulut mereka ke mulut anaknya. Penggunaan xylitol regular dilaporkan mengurangi transmisi vertikal karies dari ibu ke anak. Kepatuhan pasien merupakan faktor yang penting yang mempengaruhi keefektifan xylitol Kehamilan bisa menjadi waktu yang sesuai untuk mengurangi S.Mutans ibu-anak. Penelitian melaporkan bahwa anak-anak yang menggunakan xylitol memiliki tingkat MS-negatif pada ridge gigi, atau lidah dan ridge gingiva pada usia 9, 12 dan 24 bulan. Anak-anak kelompok xylitol juga secara signifikan lebih kecil kemungkinannya untuk menjadi MS positif daripada kelompok kontrol anak-anak pada dan setelah usia 9 bulan. Anak-anak yang ibunya tidak mengunyah permen karet xylitol memperoleh MS 8.8 bulan lebih awal daripada mereka yang ibunya mengunyah permen karet. Konsumsi permen karet xylitol diantara wanita hamil dengan tingkat S.mutans yang tinggi di saliva dibandingkan dengan perawatan menggunakan fluoride dan chlorhexidine varnish secara acak. Ibunya mengonsumsi sekitar 6-7 gram xylitol per hari, dimana fluoride dan chlorhexidine varnish diaplikasikan 2 kali setahun sampai anak mencapai usia 2 tahun. Persentase kolonisasi S. Mutans adalah 10% pada kelompok xylitol, 29% pada kelompok klorhexidine dan 49% pada fluordie varnish pada anak usia 2 tahun. Pada usia 3 tahun, kejadian karies diamati menjadi 71% lebih rendah pada kelompok xylitol dibandingkan dengan kelompok fluroide varnish. Setelah 10 tahun, kebutuhan akan restorasi lebih sedikit pada kelompok xylitol.
Xylitol dan Oral Hygiene
Konsumsi xylitol mengurangi jumlah S.Mutans pada plak tetapi tidak ada efek terhadap komposisi mikroba pada plak atau saliva pada umumnya. Dalam sebuah penelitian, xylitol dibandingkan dengan madu manuka dan obat kumur klorhexidine untuk dilihat keefektifan anti plaknya. Penelitian ini dilakukan di antara siswa kedokteran gigi berusia antara 21 dan 25 tahun, dan skor plak mereka dikurangi menjadi nol dengan melakukan profilaksis oral sebelum onset penelitian. Meskipun begitu, diamati bahwa klorhexidin dan madu Manuka secara signifikan memiliki sifat antiplak yang lebih baik ketika status OH pasien baik. Pada saat yang sama, xylitol direkomendasikan, terutama pada anak-anak atau individu yang kekurangan ketangkasan manual dan saat penyikatannya tidak dapat diawasi. Bila digunakan pada anak-anak cacat mental, penggunaan permen xylitol secara teratur setiap tiga hari secara efektif mengurangi skor indeks plak dan gingiva, sehingga mendukung perannya dalam rutinitas kebersihan mulut pada anak-anak tersebut. Studi terbatas tersedia dalam literatur tentang efek sinergis dari xylitol dan produk promosi kesehatan oral lainnya seperti fluorides, chlorhexidine, dan probiotik. Xylitol bila dikombinasikan dengan probiotik telah terbukti bermanfaat mempengaruhi mikroflora usus. Probiotik seperti L. reuteri dan L. rhamnosus GG sangat efektif dalam mengurangi jumlah patogen oral ini dan keuntungan dari adanya xylitol di dalamnya.