Anda di halaman 1dari 43

PROPOSAL TESIS

EFEK SUPLEMENTASI BESI, VITAMIN C, DAN PENYULUHAN GIZI


TERHADAP PERUBAHAN KADAR HEMOGLOBIN REMAJA PUTRI
DI AKADEMI KEBIDANAN DHARMA PRAJA
BONDOWOSO

SINOPSIS
PROPOSALTESIS
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
pendaftaran S2 Kebidanan

Oleh :
Fany Yanuarti

PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Memasuki era globalisasi yang di tandai dengan adanya persaingan pada
berbagai aspek, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi
agar mampu bersaing dengan negara lain. Kesehatan dan gizi merupakan faktor
penting karena secara langsung berpengaruh terhadap kualitas sumber daya
manusia di suatu negara, yang digambarkan melalui pertumbuhan ekonomi,
tingkat pendidikan dan masalah anemia.
Anemia adalah keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih
rendah dari harga normal (Sadikin, 2001). Menurut World Health Organization
(WHO 1997) untuk diagnosis anemia bagi remaja putri apabila kadar Hb kurang
dari 12 gr/dl. Hb sendiri memiliki fungsi sebagai pengikat O2 ke seluruh tubuh
untuk kebutuhan respirasi sel dalam rangka pembentukan energi oleh tubuh.
(Pearce, 2004).
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong
yang apda akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia
bentuk ini merupakan bentuk anemia yang sering ditemukan di dunia, terutama di
Negara yang sedang berkembang, salah satunya Indonesia. Penyebab utama
anemia gizi di Indonesia adalah rendahnya asupan zat besi (Fe). Anemia gizi besi
dapat menyebabkan penurunan kemampuan fisik, produktivitas kerja, dan
kemampuan berpikir. Selain itu anemia gizi juga dapat menyebabkan penurunan
antibodi sehingga mudah sakit karena terserang infeksi (Almatsier, 2003).
Dari aspek kesehatan dan gizi, remaja sebagai generasi penerus
merupakanan kelompok yang perlu mendapat perhatian. Data dari beberapa
penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh remaja putri di Indonesia
menderita anemia. Remaja putri secara normal akan mengalami kehilangan darah
melalui menstruasi setiap bulan. Bersamaan dengan menstruasi akan dikeluarkan
sejumlah zat besi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin. Oleh karena
itu kebutuhan zat besi untuk remaja wanita lebih banyak dibandingkan pria. Dilain
pihak remaja putri cenderung untuk membatasi asupan makanan karena mereka
ingin langsing. Hal ini merupakan salah satu penyebab prevalensi anemia cukup
tinggi pada remaja wanita. Keadaan seperti ini sebaiknya tidak terjadi, karena
masa remaja merupakan masa pertumbuhan yang membutuhkan zat-zat gizi yang
lebih tinggi (Herman, 2003).
Anemia merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia dan masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat (Public Health Problem). Diperkirakan 30%
penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini adalah anemia
defisiensi besi terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil dan
menyusui.Prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 57,1 % diderita
oleh remaja putri, 27,9 % diderita oleh Wanita Usia Subur (WUS) dan 40,1 %
diderita oleh ibu hamil.
Menurut Conrad (2003) prevalensi anemia sekitar 10 30% dimana
sebagian besar berada dinegara sedang berkembang, termasuk Indonesia (Joko,
2007),prevalensi anemia di Indonesia masih tinggi. Penelitian yang dilakukan
Departemen Kesehatan RI pada tahun 2001/2002 di 2 propinsi yaitu Jawa Tengah
dan Jawa Timur yakni meliputi 10 kabupaten menemukan bahwa sekitar 82%
remaja putri mengalami anemia yaitu kadar Hb 12gr/%. (BKKBN, 2007).
Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2004 menunjukkan tingginya kejadian
anemia pada kelompok umur tertentu yaitu usia sekolah dan lebih sering terjadi
pada wanita (Sumiati, 2007). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di
Akademi Kebidanan Dharma Praja Bondowoso, dari 10 mahasiswa terdapat 70%
mahasiswa tingkat I Akademi Kebidanan Dharma Praja Bondowoso yang
mengalami anemia yaitu kadar Hb <12gr%.
Anemia menyebabkan beberapa komplikasi baik dalam tubuh yang normal
maupun dalam keadaan tertentu seperti pada keadaan saat sakit. Seorang remaja
putri suatu saat akan mengalami kehamilan dan persalinan. Dengan demikian
semakin banyak remaja putri yang mengalami anemia dan bila tidak mendapatkan
penanganan secara tepat akan berpotensi mengalami anemia pula pada saat terjadi
kehamilan dan persalinan yang nantinya akan menyebabkan terjadinya abortus,
partus prematurus, inersia uteri, atonia uteri, syok, payah jantung, hingga
terjadinya kematian.
Suplementasi zat besi adalah satu cara untuk meningkatkan status gizi dan
kesehatan pada pekerja wanita, dan meningkatkan produktivitas kerja di dalam
mengembangkan sumber daya manusia yang tangguh dan mantap (Tigakarsa,
2008). Tablet tambah darah adalah tablet suplementasi penanggulangan anemia
gizi yang setiap tablet mengandung Ferro Sulfat 200 mg (Anonymous, 2007).
Zat besi mempunyai fungsi yaitu untuk pembentukan Hemoglobin, mineral
dan pembentukan enzim. Hemoglobin bertindak sebagai unit pembawa oksigen
darah yang membawa oksigen dari paru-paru ke sel-sel, serta membawa CO2
kembali ke paru-paru. Defisiensi besi dapat mengakibatkan cadangan zat besi
dalam hati menurun, sehingga pembentukan sel darah merah terganggu akan
mengakibatkan pembentukan kadar hemoglobin rendah atau kadar Hemoglobin
darah di bawah normal.
Pendidikan atau penyuluhan gizi adalah pendekatan edukatif untuk
menghasilkan perilaku individu atau masyarakat yang diperlukan dalam
meningkatkan perbaikan pangan dan status gizi (Suhardjo, 1989; Madanijah,
2004). Harapan dari upaya adalah orang bisa memahami pentingnya makanan dan
gizi, sehingga mau bersikap dan bertindak mengikuti norma-norma gizi
(Suhardjo, 1989). Pendidikan gizi pada anak anemia di sekolah dasar diberikan
dengan harapan pengetahuan gizi anak dan pola makan makan anak akan berubah
sehingga asupan makan terutama asupan besi anak akan lebih baik. Dengan
asupan besi yang lebih baik, maka kadar hemoglobin anak akan meningkat.
Namun, hingga kini masalah anemia merupakan masalah kesehatan yang
tingkat prevalensinya masih tinggi. Berbagai hasil evaluasi terhadap program
suplementasi telah dilakukan di beberapa tempat menunjukkan bahwa tidak semua
subyek yang diberi suplementasi memiliki waktu sama untuk mencapai kadar
hemoglobin normal. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa pemberian
suplementasi besi yang dikombinasikan unsur vitamin dapat meningkatkan
bioavailabilitas besi dan lebih efektif meningkatkan kadar hemoglobin
dibandingkan dengan hanya suplementasi besi saja (Bloem,MW 1998).
Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan penanggulangan
terhadap anemia gizi zat besi pada remaja putri mengingat mereka adalah generasi
penerus bangsa. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian dengan
memberikan suplementasi zat besi dan suplementasi zat besi ditambah vitamin C
untuk mengetahui adakah perbedaan perubahan kadar hemoglobin pada anak SD
yang anemia pada kelompok suplementasi besi dan vitamin C, kelompok
suplementasi vitamin C dan pendidikan gizi, serta kelompok suplementasi besi,
vitamin C dan pendidikan gizi?

1.1 Rumusan Masalah


Dari latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan masalah:
apakah ada perbedaan perubahan kadar hemoglobin pada anak SD yang anemia
pada kelompok suplementasi besi dan vitamin C, kelompok suplementasi vitamin
C dan pendidikan gizi, serta kelompok suplementasi besi, vitamin C dan
pendidikan gizi.

1.2 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mempelajari efek suplementasi besi, vitamin C, dan pendidikan gizi
terhadap perubahan kadar hemoglobin anak SD yang anemia.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Menganalisis perbedaan pengetahuan gizi remaja putri yang
anemia sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok
suplementasi besi dan vitamin C, kelompok suplementasi vitamin
C dan pendidikan gizi, serta kelompok suplementasi besi, vitamin
C dan penyuluhan gizi.
1.3.2.2 Menganalisis perbedaan asupan zat gizi remaja putri yang anemia
pada kelompok suplementasi besi dan vitamin C, kelompok
suplementasi vitamin C dan pendidikan gizi, serta kelompok
suplementasi besi, vitamin C dan penyuluhan gizi.
1.3.2.3 Menganalisis perbedaan perubahan kadar hemoglobin remaja putri
yang anemia sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok
suplementasi besi dan vitamin C, kelompok suplementasi vitamin
C dan pendidikan gizi saja, serta kelompok suplementasi besi,
vitamin C dan penyuluhan gizi.
1.3 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Tenaga Kesehatan
Bagi bidang kesehatan, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
upaya pencegahan terjadinya anemia defisiensi besi pada remaja sebagai
persiapan proses kehamilan dan persalinan.
1.4.2 Bagi Pengembang Sistem Pendidikan
Dengan diadakan penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
serta informasi pencegahan anemia yaitu melalui program pemberian
suplemen zat besi dan zat besi plus vitamin C kepada mahasiswi, sebagai
upaya pencegahan terjadinya anemia.
1.4.3 Bagi Pembaca/Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan pembaca umumnya dan khususnya remaja putri tentang cara
pola hidup guna pencegahan terjadinya anemia.
1.4.4 Bagi Peneliti
Dengan diadakan penelitian ini diharapkan peneliti dapat memberikan
sikap perhatian yang lebih terhadap pola hidup remaja putri.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Anemia
2.1.1 Pengertian
Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin darah
kurang dari normal ( <12 gr%) (Supariasa, 2001).
Anemia adalah seseorang dengan keadaan kadar hemoglobin dalam darah
kurang dari yang seharusnya. Anemia dapat dikatakan bilamana ukuran dan
jumlah eritrosit dalam hemoglobin kurang dari normal. Berikut ini batas normal
Hemoglobin seseorang yang dihitung berdasarkan umur dan jenis kelamin.
Tabel 2.1 Batas normal Hb seseorang
Kelompok Umur Hemoglobin (g/100ml)
Anak 6 bulan sampai 6 tahun 11
6 14 tahun 12
Dewasa laki-laki 13
wanita 12
wanita hamil 11
(Akhmadi, 2006)

2.1.2 Etiologi
Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam
pembentukan Hemoglobin, baik karena kekurangan konsumsi atau karena
gangguan absorpsi. Zat gizi yang bersangkutan adalah besi, protein, vitamin B6,
yang berperan sebagai katalisator dalam sintesis hem di dalam molekul
Hemoglobin, vitamin C yang mempengaruhi absorpsi dan pelepasan besi dari
transferin ke dalam jaringan tubuh, dan vitamin E yang mempengaruhi stabilitas
membran sel darah merah (Almatsier, 2001).
Menurut (Akhmadi, 2006) penyebab lain dari anemia gizi pada seseorang,
yaitu:
a. Banyaknya kehilangan darah
Kehilangan darah dalam hal ini biasanya disebabkan oleh karena
kecelakaan yang mengakibatkan kehilangan banyak darah.Selain itu dapat
juga yang disebabkan karena perdarahan kronis yang terjadi sedikit demi
sedikit tapi terus menerus seperti pada kanker saluran pencernaan, peptic
ulser maupun ambeien.
Tak kalah pentingnya penyebab kehilangan darah ini karena cacing
tambang yang masih banyak terjadi di beberapa wilayah di Indonesia.Dan
yang terakhir adalah yang terjadi pada remaja putri dan wanita dewasa yaitu
datangnya haid yang terjadi tiap bulan sekali.
b. Kerusakan sel darah merah
Kerusakan berlangsung di dalam pembuluh darah akibat penyakit
tertentu seperti malaria dan thalasemia, yang dikatakan sebagi anemia
hemolitik.Pada kejadian ini sel darah merah telah rusak namun zat besi yang
ada di dalamnya tidak ikut rusak dan tetap bisa digunakan untuk membuat
sel-sel darah merah yang baru.Untuk kasus ini perlu adanya penambahan
asam folat karena asam folat yang ada dalam sel darah merah telah rusak.
c. Minimnya produksi sel darah merah
Pembuatan sel merah ini akan terganggu bila konsumsi seseorang
tentang zat besi tidak mencukupi kandungan zat besinya. Hal ini dapat
disebabkan karena konsumsi makanan kurang mengandung zat gizi yang
penting seperti zat besi, asam folat, vitamin B12, vitamin C, protein dan zat
gizi penting lainnya. Selain itu dapat juga disebabkan oleh tidak berfungsinya
pencernaan dengan baik sehingga mengganggu penyerapan makanan Selain
itu penyebab lainnya :
1) Pertumbuhan bakteri abnormal dalam usus halus yang menghalangi
penyerapan vitamin B12
2) Penyakit tertentu (misalnya penyakit Crohn)
3) Pengangkatan lambung atau sebagian dari usus halus dimana vitamin B12
diserap
4) Vegetarian
2.1.3 Tanda dan Gejala
Seseorang yang menderita anemia biasanya memiliki tanda dan gejala
sebagai berikut : Lelah, lesu, lemah, letih, lalai (5L), bibir tampak pucat, nafas
pendek, lidah licin, denyut jantung meningkat, susah buang air besar, nafsu makan
berkurang, kadang-kadang pusing, mudah mengantuk (Almatsier, 2001).

2.1.4 Klasifikasi anemia


Menurut (Mansjoer, 2001) anemia di kelompokan menjadi:
a. Anemia mikrositik hipokrom
1) Anemia defisiensi besi
Anemia Karena Kekurangan Zat Besi adalah suatu keadaan dimana
jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein pengangkut oksigen)
dalam sel darah berada dibawah normal, yang disebabkan karena
kekurangan zat besi.Manifestasi klinis selain gejala-gejala umum anemia,
defisiensi besi yang berat akan mengakibatkan perubahan kulit dan
mukosa yang progresif, seperti lidah yang halus, keilosis.
2) Anemia penyakit kronik
Anemia jenis ini banyak dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi,
seperti infeksi ginjal, paru, inflamasi kronik, dan Neoplasma. Manifestasi
Klinis Berat ringannya anemia berbanding lurus dengan aktifitas
penyakit. Hematokrit biasanya berkisar antara 2-30%, biasanya
normasitik atau normokrosom. Apabila disertai dengan penurunan kadar
besi dalam serum, anemia akan berbentuk hipokrom mikrositik.
b. Anemia makrositik
1) Defisiensi vitamin B12
Anemia pernisiosa (anemia karena kekurangan vitamin B12) adalah
suatu keadaan dimana vitamin B12 tidak dapat diserap oleh karena
lambung tidak dapat menghasilkan faktor intrinsik, yang akan bergabung
dengan vitamin B12 dan mengangkutnya kedalam aliran darah. Anemia
ini kadang-kadang terjadi karena suatu sistem kekebalan yang berlebihan
menyerang sel-sel lambung yang menghasilkan faktor intrinsik (reaksi
autoimun). Manifestasi Klinisdidapatkan karena adanya anoreksi, diare,
dispepsia, lidah yang licin, pucat, dan agak ikterik. Terjadi gangguan
neurologis, biasanya dimulai dengan parestesia, lalu gangguan
keseimbangan, dan pada kasusyang berat terjadi perubahan cerebral,
demensia, dan perubahan neuropsikiatrik lainnya.
2) Defisiensi asam folat
Asam folat terutama terdapat pada daging, susu dan pada daun-daun yang
hijau. Penurunan absorpsi asam folat jarang terjadi karena absorpsi asam
folat terjadi saluran pencernaan. Manifestasi Klinis didapatkan karena
adanya anoreksi, diare, dispepsia, lidah yang licin, pucat, dan agak
ikterik. Terjadi gangguan neurologis, biasanya dimulai dengan parestesia,
lalu gangguan keseimbangan, dan pada kasusyang berat terjadi
perubahan cerebral, demensia, dan perubahan neuropsikiatrik lainnya.
c. Anemia karena perdarahan
Anemia karena perdarahan terbagi atas:
1) Perdarahan Akut
Mungkin timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup banyak,
sedangkan penurunan kadar Hb baru terjadi beberapa hari kemudian.
2) Perdarahan kronik
Pengeluaran darah sedikit-sedikit,sehingga tidak diketahui pasien.
Penyebab yang sering terjadi ulkus peptiku, perdarahan saluran cerna dan
epitaksis
Manifestasi Klinis: Tanda hemolisis antara lain ikterus dan splenomegali
d. Anemia hemolitik
Anemia yang disebabkan oleh penghancuran atau pemacahan sel darah merah
yang lebih cepat dari pembuatannya). Tanda-tandanya adalah Ikterus dan
Splenomegali.
Penatalaksanaannya disesuaikan dengan penyebabnya, bila reaksi toksin-
imunologik yang didapat diberikan adalah kortikosteroid (prednison,
prednisolon). Jika perlu dilakukan splenektomi apabila keduanya tidak berhasil
maka diberikan obat-obatan sitostatik, seperti klorambasil dan siklofosfamid.
e. Anemia aplastik
Manifestasi Klinis Anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang
pembentuk sel darah baru, untuk memastikan dilakukan pemeriksaan : Darah tepi
lengkap, pemeriksaan fungsi sternal, pemeriksaan Retikulosit. Biasanya memiliki
tanda seperti pucat, lemah, demam, purpura, dan perdarahan. Untuk itu diperlukan
penatalaksanaan sebagai berikut : diberikan preparat Fe, tranfusi darah segar,
diberi antibiotik untuk mencegah timbulnya infeksi, kurtiko steroid, androgen,
imuno surpresif, dan transplantasi sumsum tulang. Untuk terapinya adalah jika
mengancam nyawa diberikan transfusi darah, pemberian Fe, dan pemberian
eritropoeltin.
2.1.5 Kriteria Anemia
Menurut WHO 2003, kriteria Anemia pada Wanita
Hb 12 gr % : Normal
Hb 10 11,9 gr % : Anemia Ringan
Hb 7 9,9 gr % : Anemia Sedang
Hb < 7 gr % : Anemia Berat
2.1.6 Dampak dari Anemia
Anemia gizi besi dapat mengakibatkan gangguan kesehatan dari tingkat
ringan sampai berat. Anemia sedang dan ringan dapat menimbulkan gejala lesu,
lelah, pusing, pucat, dan penglihatan sering berkunang-kunang. Bila terjadi pada
anak sekolah, anemia gizi akan mengurangi kemampuan belajar. Sedangkan pada
orang dewasa akan menurunkan produktivitas kerja. Selain itu, penderita anemia
lebih mudah terserang infeksi (Almatsier, 2003).

2.1.7 Penanggulangan Anemia


Tindakan penting yang dilakukan untuk mencegah kekurangan besi antara
lain :
2.1.7.1 Konseling untuk membantu memilih bahan makanan dengan kadar
besi yang cukup secara rutin pada usia remaja.
2.1.7.2 Meningkatkan konsumsi besi dari sumber hewani seperti daging,
ikan, unggas, makanan laut disertai minum sari buah yang
mengandung vitamin C (asam askorbat) untuk meningkatkan
absorbsi besi dan menghindari atau mengurangi minum kopi, teh, teh
es, minuman ringan yang mengandung karbonat dan minum susu
pada saat makan atau setelah mengkonsumsi tablet besi.
2.1.7.3 Suplementasi besi. Merupakan cara untuk menanggulangi ADB di
daerah dengan prevalensi tinggi. Pemberian suplementasi besi pada
remaja dosis 1 mg/KgBB/hari.
2.1.7.4 Untuk meningkatkan absorbsi besi, sebaiknya suplementasi besi
tidak diberi bersama susu, kopi, teh, minuman ringan yang
mengandung karbonat, multivitamin yang mengandung phosphate
dan kalsium.
2.1.7.5 Skrining anemia. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit masih
merupakan pilihan untuk skrining anemia defisiensi besi (Lubis,
2008).

2.2 Konsep Dasar Hemoglobin


2.2.1 Pengertian
Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi yang memiliki afinitas
(daya gabung) terhadap oksigen dengan membentuk oxihaemoglobin di dalam sel
darah merah. Haemoglobin merupakan pigmen yang memberikan warna merah
pada darah ( Sadikin, 2001).
Haemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran
kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang
(Pearce, 2002).
2.2.2 Pembentukan Hemoglobin
Beberapa zat gizi diperlukan dalam pembentukan sel darah merah. Yang
paling penting adalah zat besi, vitamin B12 dan asam folat; tetapi tubuh juga
memerlukan sejumlah kecil vitamin C, riboflavin dan tembaga serta
keseimbangan hormon, terutama eritropoietin (hormon yang merangsang
pembentukan sel darah merah). Tanpa zat gizi dan hormon tersebut, pembentukan
sel darah merah akan berjalan lambat dan tidak mencukupi, dan selnya bisa
memiliki kelainan bentuk dan tidak mampu mengangkut oksigen sebagaimana
mestinya (Dahlan, 2009).

2.2.3 Katabolisme Hemoglobin


Kalau sel darah merah tua dihancurkan di dalam sistem makrofag jaringan,
bagian globin molekul hemoglobin ini dipisahkan, dan hemenya dikonversi menjadi
biliverdin.Enzim yang terlibat adalah heme oksigenase dan pada proses ini terbentuk
CO. CO mungkin adalah suatu perantara (messenger)interseluler, seperti NO.
Pada manusia, kebanyakan biliverdin dikonversi menjadi bilirubindan diekskresi
ke dalam empedu. Besi dari heme digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin.
Pemajanan kulit terhadap cahaya putih mengonversi bilirubin menjadi
lumirubin, yang mempunyai waktu paruh lebih singkat daripada bilirubin.
Fototerapi(pemajanan terhadap cahaya) sangat bernilai untuk merawat bayi yang
mengalami ikterus akibat hemolisis. Besi bersifat esensial untuk sintesis hemoglobin;
kalau darah hilang dari tubuh dan defisiensi besinya tidak dikoreksi, akan terjadi
anemia defisiensi besi (Ganong, 2002).
2.2.4 Fungsi Hemoglobin
Menurut Pearce (2004), Fungsi utama haemoglobin mengikat oksigen
yang kemudian bersama dengan sirkulasi darah melakukan proses difusi osmosis
dalam proses respirasi sel.
Menurut Sadikin (2001), Fungsi utama adalah mengikat dan membawa
oksigen dari paru untuk diedarkan dan dibagikan ke seluruh sel di berbagai
jaringan.
Menurut FKUI dalam eksperimen Laboratorium Biokimia (2001)
disebutkan bahwa fungsi haemoglobin antara lain:
a. Mengikat dan membawa oksigen dari paru ke seluruh jaringan tubuh.
b. Mengikat dan membawa karbondioksida dari seluruh jaringan tubuh ke paru
c. Memberi warna merah pada darah
d. Mempertahankan keseimbangan asam basa dari tubuh

2.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kadar Hemoglobin (Guyton, Arthur C,


1997)
Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya kadar hemoglobin. Beberapa
hal yang mempengaruhi kadar hemoglobin antara lain:
a. Perdarahan
Setelah mengalami perdarahan yang cepat, maka tubuh akan mengganti
cairan plasma dalam waktu 1-3 hari. Namun hal ini akan membuat
konsentrasi sel darah merah menjadi rendah.
b. Abnormal/kecacatan sel darah merah
Ada bermacam-macam sel darah merah yang abnormal, sel-sel ini bersifat
rapuh, sehingga mudah robek sewaktu melewati kapiler, terutama sewaktu
melewati limpa. Walaupun sel darah merah yang terbentuk jumlahnya
normal, atau bahkan lebih dari normal ternyata masa hidupnya sangat
singkat sehingga mengakibatkan anemia yang parah.
c. Konsumsi zat besi
Besi merupakan komponen yang paling besar dalam haemoglobin dan
memiliki fungsi yang besar. Besi merupakan komponen yang paling besar
dalam haemoglobin dan memiliki fungsi yang besar dalam pengikatan
oksigen dalam darah. Apabila mengalami defisiensi besi maka tubuh akan
mengalami penurunan kadar haemoglobin.
d. Gangguan fungsi sum-sum tulang
Sum-sum tulang adalah tempat diproduksinya sel darah merah, apabila
sum-sum tulang mengalami gangguan atau tidak berfungsi maka proses
produksi eritrosit juga terganggu.
Faktor yang Mempengaruhi Kadar Hb Remaja Putri ( Wijanarko, 2007 )
a. Kekurangan darah yang disebabkan oleh perdarahan menstruasi
b. Kurangnya zat besi dalam beberapa makanan yang dikonsumsi
c. Penyakit yang kronis, misalnya TBC, hepatitis, dsb.
d. Pola hidup remaja putri berubah dari yang semula serba teratur menjadi
kurang teratur misalnya sering terlambat makan atau kurang tidur.
e. Ketidakseimbangan asupan gizi dan aktifitas yang dilakukan.
2.2.6 Cara Pengukuran Kadar Hb
Penetapan kadar hemoglobin dapat ditentukan dengan bermacam-macam
cara salah satunya dengan menggunakan alat test kadar hemoglobin dalam darah
yang bekerja secara digital dengan hasil prediksi lebih cepat,akurat,tidak
sakit,kapan saja dan dimana saja, atau dikenal dengan Hb digital (Ridha, 2010).
Alat, bahan dan cara kerja Hb digital
1. Alat dan bahan :
- Hb digital
- Lancet dan autoclick
- Test strips
- Kapas alkohol
2. Cara kerja :
- Bersihkan ujung jari yang akan ditusuk dengan kapas alkohol, lalu
tunggu hingga kering.
- Nyalakan Hb digital dan masukkan test strips dalam lubang/ tempat
yang ada pada Hb digital.
- Tusuk ujung jari yang sudah dibersihkan dengan menggunakan lanset,
kemudian darah yang keluar dari ujung jari dimasukkan kedalam test
strips sampai tanda batas.
- Tunggu hasil kadar Hb beberapa saat, pada monitor Hb digital.
Evaluasi nilai hemoglobin juga perlu memperhatikan usia penderita
karena nilai normal berbeda pada bayi dan pada orang dewasa. Nilai
normal pada pemeriksaan kadar hemoglobin adalah sebagai berikut :
- Pria : 14 - 18 g/dl
- Wanita : 12 - 16 g/dl
- Bayi : 20 - 22 g/dl
2.3 Konsep Dasar Remaja
2.3.1 Definisi remaja
Berdasarkan umur kronologis dan berbagai kepentingan terdapat berbagai
definsi tentang remaja.
a. Pada buku-buku pediatri, pada umumnya mendefinisikan remaja adalah bila
seorang anak telah mencapai umur 10-18 tahun untuk anak perempuan dan
12-20 tahun dan untuk anak laki-laki.
b. Menurut Undang-Undang No 4 tahun 1979 mengenai Kesejahteraan Anak,
remaja adalah individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.
c. Menurut Undang-Undang Perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah
mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat
untuk tinggal.
d. Menurut Undang-Undang Perkawinan 1 Tahun 1974, anak dianggap sudah
remaja apabila cukup matang untuk menikah, yaitu umur 16 tahun untuk anak
perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki.
e. Menurut Dinas Kesehatan anak dianggap remaja apabila anak sudah berumur
18 tahun, yang sesuai dengan saat Lulus Sekolah Menengah.
2.3.2 Pembagian Masa Remaja
Menurut pendapat Gilmer yang dikutip oleh Sri Rumini (2004) masa
remaja dibedakan atas beberapa bagian, diantaranya:
a. Preadolesen / Masa Pra Remaja (10 13 tahun)
Dalam tahap ini bukan anak-anak lagi, tetapi belum remaja. Tanda-tanda
kelamin sekunder sudah mulai tumbuh, tetapi organ reproduksinya belum
sepenuhnya berkembang. Pada masa ini anak bersifat agresif bahkan kearah
destruktif, misalnya suka mengkritik, mencemooh dan sejenisnya. Terjadinya
ambivalensi antara harga diri dan kebutuhan otoritas yang obyektif. Mereka
mengembangkan fikiran-fikiran baru, cepat tertarik dengan lawan jenis. Masa
ini ditandai dengan sifat-sifat negatif (disebut masa negatif) seperti perasaan
tidak tenang, kurang suka bekerja, pesimistis, menarik diri dari masyarakat
atau agresif terhadap masyarakat.
b. Adolesen Awal / Remaja Awal (13 17 )
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ada
kecenderungan yaitu menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat
sama dengan dirinya. Tidak jarang remaja mulai meragukan tentang apa yang
disebut baik atau buruk. Jadi pada remaja awal dalam menilai benar atau
salah terhadap sekitarnya masih mempengaruhi oleh egosentris sehingga
dalam membantah kadang-kadang tidak menjaga perasaan orang lain.
c. Adolesen Akhir / Remaja Akhir (18 21 )
Selama periode ini, remaja mulai memandang dirinya sebagai orang dewasa
mampu menunjukkan fikiran, sikap dan perilaku yang semakin dewasa.Oleh
karena itu orang tua dan masyarakat mulai memberi kepercayaan yang
selayaknya pada mereka.Masa remaja akhir ini kondisi emosinya sudah stabil.
2.3.3 Tahap Perkembangan Remaja
Berdasarkan kutipan Soetjinigsih (2004) Perkembangan remaja di bagi
beberapa tahap diantaranya :
a. Remaja awal (early adolescense) umur 11-13 tahun seorang remaja pada
tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada
tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-
perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang
menyertai perubahan itu, menyebabkan para remaja awal sulit mengerti dan
dimengerti orang dewasa.
b. Remaja madya (middle adolescense) umur 14-16 tahun pada saat ini remaja
sangat membutuhkan kawan-kawan. Ada kecenderungan mencintai diri-
sediri. Selain itu dia berada dalam kondisi kebinggungan karena tidak tahu
harus memilih yang mana yang peka atau tidak peduli, optimis atau pesimis.
c. Remaja akhir (late adolessence) umur 18 21 tahun
Tahap ini masa konsulidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan
pencapaian 5 hal di bawah ini :
1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek
2) Ego untuk mencari kesempatan untuk bersatu dengan dengan orang lain
3) Egosentrisme diganti dengan keseimbangan antara kepentinga pribadi
dengan orang lain
4) Tumbuh dinding yang memisahkan diri dengan masyarakat umum
2.3.4 Perubahan Fisik pada Remaja Putri
Diantara perubkahan-perubahan fisik, yang terbesar pengaruhnya pada
perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh mulai fungsinya alat-alat
reproduksi.
Ciri-ciri pertumbuhan somatik pada remaja:
a. Peningkatan masa tulang
b. Peningkatan masa otot
c. Peningkatan masa lemak
d. Kenaikan berat badan
e. Pertumbuhan payudara pada remaja
f. Pertubuhan rambut pada pubis
2.3.5 Kebutuhan Gizi Remaja
Kebutuhan gizi pada masa tumbuh kembang remaja yaitu energi (aktifitas
aktif). Protein (membentuk sel-sel baru ), lemak (sumber energi & membentuk
sel-sel saraf/transport vitamin, vitamin dan mineral & air (metabolisme tubuh),
serat (membantu proses pencernaan, Fe & zinc/Zn (berperan untuk pembentukan
jaringan tubuh), kalsium, phosphor & Vitamin D (pembentukan tulang/gigi),
Vitamin B1, niacin & riboflavin (metabolisme karbohidrat), Vitamin B6, asam
folat & vitamin B12. Berikut kebutuhan diet remaja sehari (Soetjiningsih, 2004)

2.4 Konsep Zat Besi (Fe)


2.4.1 Definisi
Tablet tambah darah adalah suplemen yang mengandung zat besi. Zat besi
adalah mineral yang dibutuhkan untuk membentuk sel darah merah (Soebroto,
2009).
2.4.2 Fungsi Zat Besi
Zat besi berfungsi untuk membentuk sel darah merah, sementara sel darah
merah bertugas mengangkut oksigen dan zat zat makanan keseluruh tubuh serta
membantu proses metabolisme tubuh untuk mengahasilkan energi,jika asupan zat
besi kedalam tubuh berkurang dengan sendirinya sel darah merah juga akan
berkurang, tubuh pun akan kekurangan oksigen akibatnya timbullah gejala gejala
anemia (Samuel, 2006).
2.4.3 Akibat Kekurangan Zat Besi
Zat besi bagi remaja penting untuk pembentukan dan mempertahankan sel
darah merah. Kecukupan sel darah merah akan menjamin sirkulasi oksigen dan
metabolisme zat zat gizi yang dibutuhkan.
Anemia karena kekurangan zat besi juga bisa terjadi pada remaja putri
yang sedang tumbuh dan mulai mengalami siklus menstruasi, jika mereka
mengkonsumsi makanan yang tidak mengandung daging. Bila cadangan besi
dalam tubuh berkurang, dapat terjadi anemia. Gejalanya berupa pucat, kuku-kuku
tampak tipis dan berbentuk cekung/berlekuk), kelemahan yang disertai dengan
berkurangnya kekuatan otot , dan perubahan dalam tingkah laku kognitif (Junita,
2006).Kebutuhan zat besi adalah unsur penting untuk pembentukan sel darah
merah. Kekurangan zat besi berakibat anemia gizi besi (AGB), terutama diderita
oleh remaja. Kebutuhan zat besi pada remaja meningkat karena terjadinya
pertumbuhan cepat. Pada perempuan, kebutuhan yang tinggi akan besi terutama
disebabkan kehilangan zat besi selama menstruasi. Hal ini mengakibatkan
perempuan lebih rawan terhadap anemia besi.
Tabel 2.2 Kebutuhan diet sehari nutrisi remaja putri
Diet nurisi Remaja
Energi (kkal/kg) 38
Protein (g) 46
Vitamin D (g) 10
Riboflafin (g) 1,3
Niasin (mg NE) 15
Vitamin B6 (mg) 1,6
Folat (g) 180
Vitamin B12 (mg) 2
Kalsium (mg) 1200
Fosfot (mg) 1200
Besi (mg) 15
Seng (mg) 12
(Story M, 2007)

2.4.5 Farmakologi Dasar


Salah satu unsur penting dalam proses pembentukan sel darah merah
adalah zat besi. Secara alamiah zat besi diperoleh dari makanan. Kekurangan zat
besi dalam menu makanan sehari-hari dapat menimbulkan penyakit anemia gizi
atau yang dikenal masyarakat sebagai penyakit kurang darah. Fe terdapat dalam
bahan makanan hewani, kacang-kacangan, dan sayuran berwarna hijau tua.
Pemenuhan Fe oleh tubuh memang sering dialami sebab rendahnya tingkat
penyerapan Fe di dalam tubuh, terutama dari sumber Fe nabati yang hanya diserap
1-2%. Penyerapan Fe asal bahan makanan hewani dapat mencapai 10-20%. Fe
bahan makanan hewani (heme) lebih mudah diserap daripada Fe nabati (non
heme).
Keanekaragaman konsumsi makanan sangat penting dalam membantu
meningkatkan penyerapan Fe di dalam tubuh. Kehadiran protein hewani, vitamin
C, vitamin A, zink (Zn), asam folat, zat gizi mikro lain dapat meningkatkan
penyerapan zat besi dalam tubuh. Manfaat lain meng-konsumsi makanan sumber
zat besi adalah terpenuhinya kecukupan vita-min A. Makanan sumber zat besi
umumnya merupakan sumber vitamin A.
Penyerapan besi dapat maksimal apabila saat minum tablet atau sirup zat
besi dengan memakai air minum yang sudah dimasak.
( Andajani. 2002 )
2.4.6 Farmakokinetika
Tubuh memiliki suatu sistem yang rumit untuk mempertahankan pasokan
zat besi yang diperlukan untuk hematopoiesis. Sistem ini melibatkan protein-
protein transpor dan penyimpanan yang khusus yang konsentrasinya diatur oleh
permintaan tubuh untuk sintesis hemoglobin dan penyimpanan zat besi yang
adekuat. Sebagian zat besi yang digunakan untuk membantu hematopoiesis
diperoleh kembali dari katalisis hemoglobin dalam eritrosit-eritrosit tua. Secara
normal, hanya sejumlah kecil zat besi hilang dari tubuh setiap hari, sehingga
kebutuhan dalam diet hanya sedikit dan mudah dipenuhi oleh zat besi yang
tersedia dalam berbagai macam makanan. Namun, pada populasi tertentu yang
membutuhkan peningkatan zat besi (misalnya, anak dalam masa pertumbuhan,
wanita hamil) atau kehilangan zat besi yang meningkat (misalnya, pada wanita
yang sedang menstruasi) kebutuhan-kebutuhan zat besi dapat melebihi pasokan
makanan yang normal sehingga dapat menimbulkan defisiensi zat besi.
Proses pembentukan eritrosit dari pronormoblas sampai dengan normoblas
polikromatofil memerlukan waktu 2-4 hari. Selanjutnya proses perubahan
retikulosit menjadi eritrosit memakan waktu 2-3 hari; dengan demikian seluruh
proses pembentukan eritrosit dari pronormoblas dalam keadaan "normal"
memerlukan waktu 5 sampai dengan 9 hari.
( Reksodiputro. 2005 )
a. Absorpsi
Zat besi biasanya diabsorpsi di duodenum dan jejunum proksimal,
meskipun bila perlu usus kecil yang lebih distal dapat mengabsorpsi zat besi.
Absorpsi meningkat sebagai respons simpanan zat besi yang rendah atau
kebutuhan zat besi yang meningkat. Absorpsi total meningkat sampai 1-2
mg/hari pada wanita normal yang sedang menstruasi. Bayi dan orang dewasa
muda juga membutuhkan zat besi yang meningkat selama masa pertumbuhan
cepat.
Zat Besi dapat dibagi menjadi dua jenis, jika ditinjau berdasarkan
mekanisme penyerapannya. Dua jenis zat besi tersebut, yaitu :
1. Heme Iron :
Heme iron merupakan zat besi yang terdapat di dalam hemoglobin dan
myoglobin. Sumber dari Heme Iron adalah daging-dagingan. Heme Iron
diserap sebagai iron phorpyrin complex yang dipecah oleh enzim heme
oxygenase di dalam sel mukosa usus. Senyawa ini akan meninggalkan sel
mukosa dalam bentuk kimia yang sama dengan non heme iron. Kandungan
heme di dalam heme iron dapat terdenaturasi oleh proses pemanasan pada
suhu tinggi dan waktu yang lama sehingga berpengaruh terhadap
bioavailabilitas heme iron. Bioavailabilitas heme iron tidak dipengaruhi oleh
komposisi bahan makanan.
2. Non Heme Iron :
Senyawa ini secara alami terdapat di dalam daging, serealia, sayur dan
buah-buahan. Bioavailabilitas non heme iron dipengaruhi oleh keberadaan
senyawa inhibitor (phythate, tannin). Penyerapan non heme iron akan
semakin meningkat ketika kebutuhan tubuh akan zat besi juga semakin
meningkat. Jika suplai zat besi dari makanan telah habis terserap maka proses
penyerapan zat besi akan berhenti dan menyebabkan konstipasi.
( Rusiman. 2008 )
b. Transpor
Zat besi ditranspor dalam plasma dengan terikat transferring- yang
khusus mengikat besi ferric. Kompleks besi transferring-ferric memasuki sel
eritroid dewasa melalui mekanisme reseptor khusus. Reseptor-reseptor
transferin-glikoprotein membran yang integral yang ada dalam jumlah yang
sangat besar di sel-sel eritroid yang berpoliferasi mengikat kompleks besi-
transferrin dan menginternalisasi zat besi tersebut, merilisnya di dalam sel.
Transferrin dan reseptor transferring didaur ulang, dan membentuk suatu
mekanisme yang efisien untuk menggabungkan zat besi ke hemoglobin untuk
pembentukan sel-sel darah merah.
c. Penyimpanan
Zat besi disimpan, terutama dalam bentuk ferritin, dalam sel-sel
mukosa usus dan dalam makrofag di dalam hati, limpa, dan tulang. Sintesis
apoferritin diatur oleh kadar zat besi bebas. Apabila kadar ini rendah, sintesis
apoferritin dihambat dan keseimbangan ikatan zat besi bergeser menuju
transferring. Apabila kadar zat besi bebas tinggi, maka lebih banyak apoferrin
yang diproduksi sebagai usaha untuk mengamankan lebih banyak zat besi dan
melindungi organ-organ dari efek-efek toksik kelebihan zat besi bebas.
d. Eliminasi
Tidak ada mekanisme untuk mengekskresi zat besi. Sejumlah kecil zat
besi akan hilang melalui eksfoliasi sel-sel mukosa usus ke dalam feses, dan
sisanya diekskresi ke dalam empedu, urine, dan keringat. Namun, yang hilang
ini semua tidak lebih dari 1 mg zat besi setiap harinya. Karena kemampuan
tubuh untuk meningkatkan ekskresi zat besi ini begitu terbatas, pengaturan
keseimbangan zat besi harus dicapai dengan mengubah absorpsi dan
penyimpanan zat besi, tergantung pada kebutuhan tubuh.( Katzung. 2002 )

2.4.7 Penyerapan Zat Besi


Absorbsi zat besi dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu :
a. Kebutuhan tubuh akan besi, tubuh akan menyerap sebanyak yang
dibutuhkan. Bila besi simpanan berkurang, maka penyerapan besi akan
meningkat.
b. Rendahnya asam klorida pada lambung (kondisi basa) dapat menurunkan
penyerapan Asam klorida akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih
mudah diserap oleh mukosa usus.
c. Adanya vitamin C gugus SH (sulfidril) dan asam amino sulfur dapat
meningkatkan bsorbsi karena dapat mereduksi besi dalam bentuk ferri
menjadi ferro. Vitamin C dapat meningkatkan absorbsi besi dari makanan
melalui pembentukan kompleks ferro askorbat. Kombinasi 200 mg asam
askorbat dengan garam besi dapat meningkatkan penyerapan besi sebesar
25 50 persen.
d. Kelebihan fosfat di dalam usus dapat menyebabkan terbentukny kompleks
besi fosfat yang tidak dapat diserap.
e. Adanya fitat juga akan menurunkan ketersediaan Fe
f. Protein hewani dapat meningkatkan penyerapan Fe
g. Fungsi usus yang terganggu, misalnya diare dapat menurunkan penyerapan
Fe.
h. Penyakit infeksi juga dapat menurunkan penyerapan Fe

2.5 Konsep Vitamin C


2.5.1 Definisi Vitamin C
Vitamin C adalah derivate heksosa yang cocok digolongkan sebagai suatu
karbohidrat. Vitamin ini dalam bentuk kristal berwarna putih, sangat larut dalam
air dan oksalat. Vitamin C stabil dalam keadaan kering, tetapi mudah teroksidasi
dalam keadaan larutan, apalagi dalam suasana basa. Asam askorbat adalah bahan
yang kuatkemampuan reduksinya dan bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi-
reaksi hidroksilasi (Suharjo, 1992).
2.5.2 Fungsi Vitamin C
Menurut Moedji (2002), berbagai penelitian menunjukkan beberapa fungsi
vitamin C antara lain adalah :
a. Untuk pembentukan sel jaringan tubuh
b. Untuk pembentukan Collagen. Collagen adalah sejenis protein yang
diperlukan dalam pembentukan jaringan ikat. Diperlukan proses
penyembuhan luka.
c. Memperkuat pembuluh darah.
d. Diperlukan dalam penyerapan Fe.
e. Beberapa dalam metabolisme kolesterol karena dapat menurunkan kadar
kolesterol darah.
2.5.3 Metabolisme Vitamin C
Vitamin C mudah diserap secara aktif dan secara difusi pada bagian atas
usus halus masuk ke peredaran darah melalui Vena Porta. Rata-rata absorbsi
adalah 90% untuk konsumsi antara 20-120 mg sehari kemudian vitamin C dibawa
ke semua jaringan. Vitamin C stabil dalam suasana basa.
2.5.4 Angka Kecukupan Vitamin C
Angka kecukupan gizi sehari vitamin C Indonesia menurut Widya Karya
Pangan dan Gizi (1998) dapat dilihat tabel 2.3
Tabel 2.3 ANGKA KECUKUPAN VITAMIN C UNTUK INDONESIA
Angka Kecukupan Vitamin C untuk Indonesia
Golongan Umur AKG 1 mg
Wanita
10-12 50
13-15 60
16-19 60
20-45 60
45-59 60
60 60
Sumber : Widya Karya Pangan dan Gizi 1998

2.6 Metabolisme Fe dalam Pembentukan Kadar Hemoglobin (Hb)


Salah satu komposisi yang terdapat dalam makanan salah satunya adalah
Phitic Acid, senyawa-senyawa yang telah terbukti menghalangi pertumbuhan
tumor dalam berbagai penelitian hewan. Phitic Acid ini berfungsi untuk mengikat
zat besi. (Almatsier, 2003)
Zat besi merupakan komponen yang sangat penting dari hemoglobin.
Hemoglobin merupakan alat transportasi bagi oksigen. Oksigen yang diisap oleh
paru-paru akan bersenyawa dengan hemoglobin menjadi HbO2 yang kemudian
disalurkan oleh darah ke seluruh tubuh, dimana oksigen dilepaskan ke jaringan-
jaringan yang memerlukan (Minarno dan Hariani, 2008). Zat besi berfungsi juga
dalam proses oksidasi reduksi dalam sel yang berhubungan dengan pembentukan
energi. Dalam hal ini, zat besi merupakan kofaktor dari beberapa enzim yang
terlibat dalam metabolisme energi (Minarno dan Hariani, 2008).
Kebutuhan akan besi meningkat selama masa pertumbuhan. Jika tidak
terdapat cukup besi untuk memenuhi kebutuhan tubuh, maka jumlah hemoglobin
dalam sel darah merah berkurang dan volume sel darah merah (eritrosit) juga
menurun.Hal ini disebabkan hemoglobin untuk mengisi sel berkurang.Keadaan
seperti ini, dikenal sebagai anemia (kurang darah) defisiensi besi (Suhardjo dkk,
2006).
Zat besi dalam makanan dapat berbentuk heme yang berikatan dengan
protein dan terdapat dalam bahan makanan yang berasal dari hewani. Lebih dari
35% hem ini dapat diabsorbsi langsung. Bentuk lain adalah non heme yaitu
senyawa besi anorganik yang kompleks terdapat dalam bahan makanan nabati
yang hanya dapat diabsorbsi 5 % (Mulyawati, 2003).
Farmakodinamik zat besi, penggantian besi terutama diberikan untuk
memperbaiki atau mengendalikan anemia difisiensi zat besi, yang didiagnosis
dengan sediaan apusan darah. Respon pertama yang terukur terhadap keberhasilan
terapi zat besi dapat dilihat dalam waktu kurang dari seminggu, ketika
retikulokositosis terjadi dengan cepat, yaitu karena sel-sel darah merah yang
mengandung hemoglobin yang baru dibentuk dari sumsum tulang memasuki
aliran darah. Kadar hemoglobin akan meningkat secara signifikan dalam waktu 2-
4 minggu (Almatsier, 2005). Alur perjalanan besi dalam tubuh dapat dilihat pada
gambar berikut.
Fe dalam saluran cerna

Fe diangkut Transferin mukosa

Sel mukosa usus halus : Fe pindah ke alat


transport transferin reseptor

Kelebihan disimpan
sebagai feritin
Fe dalam alat transport
transferin reseptor

Sebagian hilang melalui


sel usus halus yang
Fe dibawa darah oleh
dibuang
transferin

Kelebihan disimpan
Sebagian hilang
sebagai feritin &
dalam keringat,
hemosiderin
kulit, uria
Hati & limfa mengeluarkan Fe dari Sumsum tulang
sel darah merah dan mengikatkan mengikatkan Fe ke Hb sel
ke transferin darah merah

Menyimpan kelebihan
Sebagian tulang sebagai metalotionin
melalui darah Darah mengangkut Fe sebagai
Hb sel darah merah
Gambar 2.3 Skema Perjalanan Fe di dalam tubuh
(Whitney & Rolfes 1999)

Dalam tubuh, besi disimpan dalam bentuk feritin atau hemosiderin dalam
hati, limpa, dan sumsum tulang. Simpanan besi ada di hati, sumsum tulang yaitu
sebagai feritin dan hemosiderin. Simpanan zat besi sebagai feritin dan
hemosiderin sebanyak 30%, sumsum tulang belakang 30% dan selebihnya di
dalam limfa dan otot. Dari simpanan besi tersebut hingga 50 mg sehari dapat
dimobilisasi untuk keperluan tubuh seperti pembentukan Hb (Almatsier, 2002).
Metabolisme besi termasuk unik karena kecilnya pertukaran besi dengan
lingkungan setiap harinya. Hal ini tergambar dari hanya 1 mg yang harus diserap
tubuh untuk mempertahankan keseimbangan besi karena ekskresi. Rangkaian
metabolisme besi di dalam tubuh terdiri dari lima tahap yaitu penyerapan,
transportasi, pemanfatan/pengawetan, penyimpanan dan ekskresi.

2.7 Metabolisme Fe plus vitamin C dalam Pembentukan Kadar


Hemoglobin (Hb)
Penyerapan mineral dalam usus halus dipengaruhi oleh beberapa faktor
salah satunya adalah adanya interaksi dengan zat gizi lain. Interaksi ini dapat
dalam bentuk interaksi sinergistik (saling bekerjasama / menguntungkan).
Interaksi zat besi sinergistik terlihat antara zat besi dengan vitamin C. Vitamin C
mempunyai peranan yang sangat penting dalam penyerapan besi terutama dari
besi non hem yang banyak ditemukan dalam makanan nabati. Bahan makanan
yang mengandung besi hem yang mampu diserap sebanyak 37% sedangkan bahan
makanan golongan besi non hem hanya 5% dapat diserap oleh tubuh. Penyerapan
besi non hem dapat ditingkatkan dengan kehadiran zat pendorong penyerapan
seperti vitamin C dan factor-faktor pendorong lain seperti daging, ayam, ikan
(Berdanier, 1998). Vitamin C bertindak sebagai enhancer yang kuat dalam
mereduksi ion ferri menjadi ion ferro, sehingga mudah diserap dalam pH lebih
tinggi dalam duodenum dan usus halus (Almatsier, 2003). Vitamin C menghambat
pembentukan hemosiderin yang sukar dimobilisasi untuk membebaskan besi bila
diperlukan. Absorpsi besi dalam bentuk nonhem meningkatkan empat kali lipat
bila ada vitamin C. Vitamin C berperan dalam memindahkan besi dari transferin
di dalam plasma ke ferritin (Almatsier, 2003).
Banyaknya besi yang dimanfaatkan untuk pembentukan hemoglobin
umumnya sebesar 20-25 mg per hari. Pada sumsum tulang yang berfungsi baik,
dapat memproduksi sel darah merah dan hemoglobin sebanyak enam kali. Besi
yang berlebihan disimpan sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin
di dalam sel retikuloendotelial sumsum tulang, hati, dan limfa.
Ekskresi dari besi sebanyak 0,5-1,0 mg per hari, dikeluarkan bersama-
sama urin, keringat, dan feses. Dapat pula besi dalam hemoglobin keluar dari
tubuh melalui perdarahan, menstruasi dan saluran urin. Sisanya dibawa ke bagian
tubuh lain yang membutuhkan.
Penyebaran (transport) besi dari sel mukosa ke sel-sel tubuh berlangsung
lebih lambat dibandingkan penerimaannya pada saluran cerna, bergantung pada
simpanan besi dalam tubuh dan kandungan besi dalam makanan. Laju transport
besi diatur oleh jumlah dan tingkat kejenuhan transferin. Laju transport besi juga
dipengaruhi peranan beberapa vitamin yaitu vitamin C. Vitamn C juga dapat
mencegah anemia dengan cara meningkatkan penyerapan besi dari usus atau
dengan membantu mobilisasi besi dan disimpan tubuh (Fishman, Christian &
West, 2000).
Vitamin C

Vitamin C

Gambar 2.5 Absorbsi Besi dan Vitamin C di Usus Halus (Andrews, 2005)

Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum


proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks
dan terkendali. Besi heme dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh
asam lambung. Pada brush border dari sel absorptive (terletak pada puncak vili
usus, disebut apical cell), besi feri direduksi menjadi besi fero oleh enzim
ferireduktase (Gambar 2.5), mungkin dimediasi oleh protein, salah satunya yaitu
vitamin C. Transpor melalui membran difasilitasi oleh divalent metal transporter
(DMT 1) yaitu dibantu oleh peran vitamin yaitu salah satunya vitamin C.
Kemudian besi bentuk feri diikat oleh apotransferin dalam kapiler usus.
Sementara besi non-heme di lumen usus akan berikatan dengan
apotransferin membentuk kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke
dalam sel mukosa dibantu oleh vitamin C (DMT 1). Besi non-heme akan
dilepaskan dan apotransferin akan kembali ke dalam lumen usus.

2.8 PENDIDIKAN GIZI

Pendidikan atau penyuluhan gizi adalah pendekatan edukatif untuk


menghasilkan perilaku individu atau masyarakat yang diperlukan dalam
meningkatkan perbaikan pangan dan status gizi (Suhardjo, 1989; Madanijah,
2004). Pada dasarnya program pendidikan gizi bertujuan merubah perilaku yang
kurang sehat menjadi perilaku yang lebih sehat (Sahyoun, Pratt & Anderson,
2004;Olivares, et al., 2005), terutama perilaku makan. Beberapa penelitian di
berbagai negara menemukan bahwa pendidikan gizi sangat efektif untuk merubah
pengetahuan dan sikap anak terhadap makanan, tetapi kurang efektif untuk
merubah praktek makan (Februhartanty, 2005).
Pendidikan gizi di sekolah mempunyai beberapa keuntungan antara lain
anak-anak mempunyai pemikiran yang terbuka dibanding orang dewasa dan
pengetahuan yang diterima dapat merupakan dasar bagi pembinaan kebiasaan
makan anak. Melalui pendidikan gizi di sekolah diharapkan anak mempunyai
pengetahuan, sikap dan cara praktek yang baik tentang konsumsi pangan. Selain
itu diharapkan anak juga dapat mempengaruhi keluarga dan anggotanya untuk
merubah kebiasaan yang salah menjadi kebiasaan yang mengikuti syarat syarat
Ilmu Gizi. Menurut Suhardjo (1989) pendidikan gizi sebaiknya diberikan sedini
mungkin, dimulai dari anak masuk sekolah dasar kemudian diteruskan di sekolah-
sekolah lanjutan. Pendidikan gizi bisa merupakan bagian dari mata ajaran yang
sudah ada atau merupakan mata ajaran sendiri jika keadaan memungkinkan.
Pendidikan gizi bisa diberikan di dalam kelas atau di luar kelas sebagai kegiatan
praktikum (Suhardjo, 1989).
Beberapa penelitian tentang pendidikan gizi terutama tentang besi dan
kadar hemoglobin melaporkan bahwa pendidikan gizi memberikan pengaruh yang
positif terhadap pengetahuan gizi besi dan kadar hemoglobin. Penelitian Jamil
(2001) menunjukkan bahwa pendidikan gizi pada suami dapat meningkatkan
pengetahuan, sikap dan praktek gizi suami. Kepatuhan minum pil besi dan kadar
hemoglobin ibu hamil kelompok yang diberikan pendidikan gizi lebih tinggi
dibandingkan kelompok yang tidak diberikan pendidikan gizi. Sarwa (2003)
menunjukkan bahwa intensifikasi penyuluhan gizi dalam pemberian tablet besi
merupakan determinan terhadap pencapaian nilai hemoglobin harapan ibu hamil.
Hasil serupa terlihat pada penelitian Rojhani & Niewiadomska-Bugaj (2004)
bahwa pendidikan gizi pada ibu efektif meningkatkan pengetahuan gizi besi dan
mengurangi prevalensi anemia pada anak usia 1-5 tahun. Selanjutnya terdapat
perbedaan bermakna pengetahuan gizi besi ibu dan kadar hemoglobin anak antara
kelompok yang mendapatkan pendidikan gizi dengan kelompok yang tidak
mendapatkan .
2.8 KERANGKA KONSEP
Kerangka Konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang
diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan
(Notoatmodjo, 2005).
Pada penelitian ini dijelaskan pada bagan sebagai berikut :

Remaja Putri
- SOSIAL EKONOMI
Suplementasi :
(Pendidikan,
- Zat besi
Pendpatan) - Vitamin C
Fe dalam saluran cerna

Fe diangkut Transferin mukosa

Sel mukosa usus halus : Fe pindah ke alat


transport transferin reseptor
Vit. C
Fe dalam alat transport meningkatkan
transferin reseptor absorbsi Fe

Fe dibawa darah oleh Ekskresi zat


transferin besi mel.
Perdarahan/
menstruasi

Jaringan Periferal Mukosa usus Sumsum Tulang Simpanan


besi + Vit. C
Kadar Hemoglobin
(hati, darah)

- Naik : terjadi kenaikan min0,1 gr/dl dari nilai Hb awal


- Tetap: apabila tidak ada perubahan dari nilai Hb awal
- Turun: apabila terjadi penurunan min0,1 gr/dl dari nilai Hb awal
Keterangan :
Diteliti
Tidak Diteliti
Gambar 2.6 Kerangka konseptual perbedaan kenaikan Hb dengan
pemberian Fe dan Fe plus Vitamin C pada remaja putri di
Akademi Kebidanan Dharma Praja Bondowoso
2.9 HIPOTESIS
Ada perbedaan perubahan kadar hemoglobin anak SD yang anemia
pada kelompok besi dan vitamin C, kelompok vitamin C dan pendidikan
gizi, serta kelompok besi, vitamin C dan pendidikan gizi.
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah Quasy experiment dengan rancangan pretest
postest control group. Dalam penelitian ini digunakan tiga kelompok perlakuan
yaitu: kelompok suplementasi besi dan vitamin C, kelompok suplementasi vitamin
C dan pendidikan gizi, serta kelompok suplementasi besi, vitamin C, dan
penyuluhan gizi. Perlakuan suplementasi dilakukan setiap hari dalam 3 minggu
(Arisman, 2004; Schultink, Gross, Gliwitzki, Karyadi & Matulesi, 1995).
Penyuluhan gizi pada remaja yang anemia diberikan 2x dalam seminggu dalam 3
minggu. Rancangan penelitian sebagai berikut :
O1a X1 O1b
O2a X2 O2b
O3a X3 O3b
Gambar 4. Rancangan Penelitian
Keterangan :
O1a = Kadar hemoglobin remaja sebelum intervensi X1
O2a = Kadar hemoglobin remaja sebelum intervensi X2
O3a = Kadar hemoglobin remaja sebelum intervensi X3
X1 = Intervensi besi dan vitamin C
X2 = Intervensi vitamin C dan penyuluhan gizi
X3 = Intervensi besi, vitamin C, dan penyuluhan gizi
O1b = Kadar hemoglobin remaja setelah intervensi X1
O2b = Kadar hemoglobin remaja setelah intervensi X2
O3b = Kadar hemoglobin remaja setelah intervensi X3
3.2 Populasi, Sampel, Sampling, Kriteria Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian/objek yang diteliti
(Notoatmodjo, 2002).
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh remaja putri
mahasiswa tingkat 1 Akademi Kebidanan Dharma Praja Bondowoso sebanyak
114 mahasiswa
3.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005)
Penentuan besar sampel yang dibutuhkan untuk penelitian menggunakan rumus
Lemeshow, et al.(1995):
22(Z 1-/2 + Z 1-)2 n =
___________________
(1- 2)2

Keterangan:
n = Besar sampel tiap kelompok.
Z 1-/2 = Nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan tingkat
kemaknaan (nilai Z pada = 0,05 adalah 1,96).
Z 1-= Nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan kuasa (power)
sebesar yang diinginkan (nilai Z pada = 0,20 adalah 0,842).
= Standar deviasi kadar Hemoglobin = 0,8 g/dL.
c= Rata-rata kadar Hemoglobin sebelum intervensi.
I= Rata-rata kadar Hemoglobin setelah intervensi.
Tingkat kemaknaan yang digunakan adalah 95% atau
=0,05 dan tingkat kuasa atau power 80% atau
=0,20,
=0,8 ,
estimasi selisih antara rata-rata Hemoglobin = 0,6 (Sakti, dkk., 2003), maka
estimasi besar sampel tiap kelompok adalah :

n = 2(0,8)2(1,96 + 0,842)2
(0,6)2
= 27,9 dibulatkan 28 anak SD

3.2.2 Teknik Sampling


Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel.
(Sugiyono, 2009) Dalam penelitian ini menggunakan tehnik pengambilan sampel
dengan simple random sampling. Simple Random Sampling adalah cara
pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2009).

3.2.3 Kriteria Sampel


a. Kriteria Inklusi
Pada penelitian ini kriteria inklusi adalah
1) Remaja putri mahasiswa tingkat I di Akademi
Kebidanan Dharma Praja Bondowoso yang bersedia diteliti dan
menandatangani informed consent.
2) Berusia 18-21 tahun.
3) Tidak sedang menstruasi
4) Tidak sedang mengkonsumsi vitamin atau
suplemen tambahan.
5) Tidak sedang menjalani program diet
6) Tidak sedang mengalami penyakit seperti
benjolan di bawah perut, diare, radang usus.
b. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang
memenuhi kriteria inklusi dari suatu studi karena berbagai sebab.
Pada penelitian ini kriteria eksklusi yaitu mengalami hipermenore.
3.1 Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai cirri, sifat atau ukuran yang
dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian
tertentu (Notoatmodjo, 2005).
3.3.1 Variabel bebas (Independent variabel )
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau variabel
penyebab atau variabel bebas (Notoatmodjo, 2005).Variabel bebas pada penelitian
ini adalah pemberian Fe dan Fe+vitamin C pada mahasiswi tingkat I Akademi
Kebidanan Dharma Praja Bondowoso.
3.3.2 Variabel tergantung (Dependent Variabel)
Variabel dependen adalah variabel terikat atau variabel akibat atau variabel
tergantung (Notoatmodjo, 2005). Variabel dependen adalah variabel terikat atau
variabel akibat atau variabel tergantung (Notoatmodjo, 2005).Variabel tergantung
pada penelitian ini adalah perubahan kadar Hb pada Mahasiswi tingkat I Akademi
Kebidanan Dharma Praja Bondowoso.

3.2 Definisi Operasional


Definisi variabel operasional adalah mendefinisikan variabel secara
operasional dan berdasarkan karakteristik yang diamati dalam melakukan
pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena dengan
menggunakan parameter yang jelas (Hidayat, 2007)
1. Suplementasi besi adalah pemberian tambahan besi dalam bentuk sirup
yang mengandung 60 mg Fe dan 60 mg vitamin C diberikan setiap hari
dalam 4 minggu.
Skala : nominal
2. Penyuluhan gizi adalah penyuluhan tentang anemia meliputi pengertian,
orang yang berisiko terkena, penyebab, cara pencegahan, cara
penanggulangan serta materi-materi lain yang berhubungan dengan
anemia. Materi disiapkan dan diberikan oleh peneliti sendiri.
Skala : Nominal
3. Perubahan kadar hemoglobin (Hb) remaja adalah selisih nilai kadar
hemoglobin anak SD sebelum dan sesudah perlakuan. Skala : Rasio

3.3 Kerangka Operasional

Populasi
Seluruh mahasiswi Akademi Kebidanan Dharma Praja
Bondowoso yaitu sebanyak 114 orang
Sampel
Mahasiswa yang sesuai dengan kriteria inklusi

Pengolahan data

Meliputi editing, skoring, coding, transfering, tabulating

Teknik Pengumpulan Data

Dilakukan pengukuran Hb sebelum pemberian Fe,


vitamin C+ penyuluhan,dan Fe+vitamin
C+penyuluhan dan sesudah perlakuan

Analisis data

Hasil

Kesimpulan

Gambar 3.1: Kerangka operasional


3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
Tempat atau lokasi : Akademi Kebidanan Dharma Praja Bondowoso
Waktu penelitian ini : Agustus dan September Tahun 2014
3.5 Prosedur Pengumpulan Data
3.7.1 Persiapan
Mempersiapkan bahan dan alat yang digunakan, antara lain:
a. Data identitas responden meliputi nama, umur,
pendidikan dan alamat.
b. Hb digital, test strips, lanset, kapas alcohol.
c. Fe dan Vitamin C
3.7.2 Pelaksanaan
a. Mengadakan pendekatan kepada subyek penelitian dengan
menjelaskan maksud dan tujuan.
b. Setiap remaja putri dilakukan anamnesa awal, dan diseleksi
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.
c. Menanyakan kesediaan calon responden untuk menjadi responden.
d. Responden menandatangani informed consent jika bersedia menjadi
responden.
e. Pelatihan tugas lapangan, yaitu mengajarkan kepada mahasiswi
Akademi Kebidanan Dharma Praja Bondowoso tersebut tentang tata
cara mengkonsumsi Fe dan Fe+vitamin C.
f. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk penelitian. Alat
yang digunakan dalam penelitian adalah Hb digital test strips, lanset,
kapas alkohol. Bahan yang digunakan adalah Fe (200 mg) dan
vitamin C (60 mg).
g. Mengukur kadar Hb awal pada remaja putri sebelum diberi perlakuan
dan dicatat dalam lembar observasi.
h. Memberikan Fe , vitamin C+penyuluhan dan Fe+Vitamin
C+penyuluhan pada remaja putri yang baru selesai mengalami
menstruasi, diminum sehari 1 kali, diberikan setiap siang hari selama
3 minggu (21 hari) dan dicatat dalam lembar observasi.
i. Mengukur kembali kadar Hb setelah diberi perlakuan (hari ke 22).
j. Menuliskan hasil pengukuran kadar Hb pada lembar observasi.
3.8 Instrumen Penelitian
Alat ukur yang digunakan dalam penelitan ini adalah berupa Hb
digital dan lembar observasi.
3.9 Pengolahan Data dan Analisis Data
Setelah data terkumpul maka dilakukan analisa data sebagai berikut :
3.9.1 Pengumpulan Data
Setelah data terkumpul, maka dilakukan pengolahan data sebagai berikut :
a. Editing
Editing dilakukan segera setelah data terkumpul dan dilakukan ditempat
pengumpulan data, memeriksa apakah kuisioner atau lembar observasi
sudah diisi seluruhnya atau apakah ada yang kurang.
b. Coding
Dengan pemberian kode pada data yang telah diperoleh diharap bisa
mempermudah peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data.
Pada penelitian ini peneliti memberi kode sebagai berikut:
1) Kode kelompok Responden :
Kelompok perlakuan (pemberian Fe) =1
Kelompok perlakuan (penyuluhan gizi+Vitamin C) =2
Kelompok perlakuan (penyuluhan gizi+Vitamin C+Fe) = 3
2) Kode responden
R1 responden pertama
R2 responden kedua
R3 responden ketiga, dan seterusnya
3) Umur
Umur 18 thn = 1
Umur 19 thn = 2
Umur 20 thn = 3
Umur 21 thn = 4
c. Transfering
Memindahkan kedalam media tertentu misalnya master sheet atau kartu
kode. Dalam penelitian ini peneliti memindahkan jawaban atau kode
jawaban kedalam bentuk tabel.
d. Tabulasi Data
Pengumpulan data dengan mengukur kadar Hb sebelum dan setelah
pemberian perlakuan. Kemudian dilakukan pencatatan sesuai dengan
pengelompokannya.
3.9.2 Analisis Data
Analisa Bivariat, dilakukan untuk menguji perbedaan kadar hemoglobin
awal, kadar hemoglobin akhir, pengetahuan gizi awal, pengetahuan gizi
akhir pada masing-masing kelompok. Apabila data berdistribusi normal,
maka uji beda yang digunakan untuk analisis adalah uji Paired Samples T-
Test, sedangkan bila distribusi data tidak normal dilakukan transformasi
data. Apabila hasil transformasi data masih tidak normal, maka uji beda
yang digunakan adalah uji Wilcoxon Signed Ranks Test. Untuk menguji
perbedaan pendidikan ayah, pendidikan ibu, pendapatan perkapita, jenis
kelamin, umur sampel, asupan zat gizi, kadar hemoglobin awal, kadar
hemoglobin akhir,perubahan kadar hemoglobin, pengetahuan gizi awal,
pengetahuan gizi akhir, perubahan pengetahuan antara kelompok
intervensi dilakukan uji One Way Anova bila data berdistribusi normal.
Sedangkan bila distribusi data tidak normal dilakukan transformasi data.
Apabila hasil transformasi
data masih tidak normal, maka uji beda yang digunakan adalah uji Kruskal
Wallis Test, Analisa dengan General Linier Model(GLM) dilakukan untuk
menguji perbedaan perubahan kadar hemoglobin antara kelompok dengan
memasukkan beberapa kovariat

3.10 Etika Penelitian


3.10.1 Right to Self Determination
Responden mempunyai hak untuk memutuskan apakah mereka berkenan
menjadi responden atau tidak, tanpa adanya sangsi apapun terhadap
dirinya.
3.10.2 Lembar Persetujuan (Informed Consent)
Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian kemudian
memberikan lembar persetujuan kepada responden.Jika bersedia,
responden menandatangani lembar persetujuan, namun jika responden
tidak tersedia, peneliti tidak akan memaksa dan tetap akan menghormati
haknya.

3.10.3 Tanpa Nama (Anonimity)


Nama remaja yang menjadi responden tidak perlu dicantumkan dilembar
pengumpulan data, hanya nomor kode yang digunakan sebagai identitas
responden.
3.10.4 Kerahasiaan (Confidenticlity)
Kerahasiaan informasi yang telah diberikan responden, dijamin oleh
peneliti. Hanya data tertentu yang akan disajikan pada hasil penelitian
dengan tetap menjaga privasi dan nilai-nilai keyakinan responden.
DAFTAR PUSTAKA

Akhmadi (2006), Anemia Remaja (http://www akhmadi.multiply.com)

Almatsier, Sunita (2003), Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.

Andrews, N.C. (2005), Understanding Heme Transport, England : J Med.

Anonymous (2007), Tujuh dari Sepuluh Wanita Terkena Anemia, diakses 2 Januari
2012.

Bloem,MW (1998), Interdependence of Vitamin C and Iron :Short-term Effects of


a Single, Oral, Massive dose on Iron, Am J Clin Nutr.
Conrad, ME, dan Umbreit, JN (2003), Sebuah Tinjauan Singkat : Penyerapan Zat
Besi Jalur Musim-Mobilferin-Integrin, America : American Journal of
Hematology.

Dahlan (2009), Fungsi Zat Gizi dan Sumber dalam Bahan Makanan, (http://www
Dahlan forum.Wordpress.com) diakses tanggal 20/12/2009

Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia. 2007. Farmakologi danTerapan. Jakarta: Gaya Baru

Dinkes (2007), Program Perbaikan Gizi Masyarakat, Jakarta

Fairweather, Susan (1995), Bioavailibility of Iron, Iron Interverentions for Chid


Survival.

Guyton, A. C. 2007. Buku Ajar FisiologiKedokteran. Jakarta: EGC

Herman (2003), Gizi, Anemia, dan Remaja Putri (http: www wnpg.org.c0.id).

Hughes dkk. (1996), Absorpstion Ascorbic Acid and Ferrous, England : Fishman.

Husaini, M.A. (1989), Study Nutritional Anemia An Assesment of Information


Complication for Supporting and Formulating National Policy and
Program, Bogor.

Katzung, BG (2002), Farmakologi :Dasar dan Klinik. Penerjemah Bagian


Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Jakarta :
Salemba Medika.

Mansjoer,Arif (2001), Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta:Media Aesculapius.

Moedji (2002), Ilmu Gizi, Jakarta : Bhratara.

Nelson (2003), Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta : EGC.

Notoatmodjo, Soekidjo (2005), Metodologi penelitian Kesehatan, Jakarta, PT


Rineka Cipta

Nursalam(2008), Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta: Salemba


Medika.
Parakkasi, A (1992), Biokimia Nutrisi dan Metabolisme (Nutritional Biochemistry
and Metabolism karangan asli Linder). Jakarta : FKUI.

Pearce, Evelyn (2004) Anatomi dan Fisiologis untuk Paramedis, Jakarta:


Gramedia.

Reksodiputro,A, Haryanto (2001), Mekanisme Anemia Defisiensi Besi, Jakarta :


FKUI.

Rumini, S (2004), Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta : Rineka Cipta

Sadikin, Mohammad (2001), Biokoimia: Eksperimen Laboratorium. Bagian


Biokimia FKUI, Jakarta: Widya Medika.

Soetiningsih (2004),Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahan, Jakarta : EGC

Suhardjo dkk. (2006), Pangan, Gizi, dan Pertanian, Jakarta : UI.

Sugiyono (2009), Statistika Untuk Pelatihan, Bandung : Alfabeta.

Supariasa, I DewaNyoman, dkk (2001), Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Svanberg (1995), Dietary Interventions to Prevent Iron Deficiency in Preschool


Children.

Wirakusumah, ES (1999), Perencanaan Menu Anemia Gizi Besi, Jakarta : Trubus


Agrowidya.

Anda mungkin juga menyukai