Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir. (Wiknjosastro, 2007, hal 709)

Asfiksia akan terjadi apabila saat lahir mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2
sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2. Pada keadaan ini
biasanya bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Sampai sekarang
asfiksia masih merupakan salah satu penyebab penting morbilitas dan mortalitas perinatal. Banyak
kelainan pada masa neonatus mempunyai kaitan dengan faktor asfiksia ini. (Sarwono, 2007, hal 709)

Kematian bayi akibat asfiksia salah satunya bisa diakibatkan karena kurang terampilnya tenaga
kesehatan dalam penanganan asfiksia pada bayi baru lahir. Untuk mengurangi angka kematian
tersebut dibutuhkan pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal dan pelayanan
kesehatan neonatal oleh tenaga yang profesional yang terutama memiliki keterampilan dan
kemampuan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir. Untuk mengantisipasi hal ini perlu dilakukan
suatu manajemen asuhan kebidanan agar mampu menangani asfiksia pada bayi baru lahir (BBL).
Dengan harapan penerapan tersebut dapat menekan angka kematian bayi akibat asfiksia. (Asuhan
Persalinan Normal, 2007, hal 89)

Asfiksia dibagi menjadi : 1) Asfiksia Berat (nilai APGAR 0 3) resusitasi aktif dalam keadaan ini harus
segera dilakukan. Langkah utama ialah memperbaiki ventilasi paruparu dengan memberikan O2
secara tekanan langsung dan berulangulang. Bila setelah beberapa waktu pernapasan spontan tidak
timbul dan frekuensi jantung menurun maka pemberian obat-obatan lain serta massase jantung
sebaiknya segera dilakukan. 2) Asfiksia Sedang (nilai APGAR 4 6) pernapasan aktif yang sederhana
dapat dilakukan secara pernapasan kodok. (http://www.Firmanphaross blog diakses tanggal 25 Mei
2011)

Menurut Laporan dari organisasi kesehatan dunia (WHO) bahwa setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6
juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di
Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa BBL (usia dibawah 1
bulan). Setiap 6 menit terdapat satu BBL yang meninggal. Penyebab kematian BBL di Indonesia
adalah bayi berat lahir rendah (29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain
dan kelainan kongenital (JNPK-KR 2008 hal.143).

Pada tahun 2011, jumlah angka kematian bayi baru lahir (neonatal) di negara-negara ASEAN di
Indonesia mencapai 31 per 1000 kelahiran hidup. Angka itu 5,2 kali lebih tinggi dibandingkan
malaysia. Juga, 1,2 kali lebih tinggi dibangdingkan Filipina dan 2,4 kali lebih tinggi jika dibandingkan
dengan Thailand. Karena itu masalah ini harus menjadi perhatian serius. (http://www.docs-
finder.com/jumlah-angka-kematian-ibu-dan-bayi-di-dunia-tahun-2010-doc.html diakses tanggal 25
Mei 2011).

Di Indonesia, program kesehatan bayi baru lahir tercakup di dalam program kesehatan ibu. Dalam
rencana strategi nasional Making Pregnancy safer, target dari dampak kesehatan untuk bayi baru
lahir adalah menurunkan angka kematian neonatal dari 25/1000 kelahiran hidup menjadi 15/1000
kelahiran hidup. (sarimd@litbang.depkes.go.id diakses tanggal 25 Mei 2011).

Menurut data Depkes tahun 2010, penyebab langsung kematian bayi (28%) disebabkan BBLR, asfiksia
(12%), tetanus (10%), masalah pemberian makanan (10%), infeksi (6%), gangguan hematologik (5%)
dan lain-lain (27%). (http://cetak.kompas.com di akses tanggal 25 Mei 2010).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Propinsi Sulawasi Selatan tahun 2010, jumlah
kematian bayi turun menjadi 925 (0,64%) per 1000 kelahiran hidup. Neonatal kematian umur 0-7 hari
jumlah bayi yang asfiksia 383 bayi (16,35%) dari 144.487 bayi. (Data dari Dinas Kesehatan Propinsi
Sulawesi Selatan januari-desember tahun 2011).

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pencatatan dan pelaporan di Rumah Sakit Ibu dan Anak
Siti Fatimah Makassar pada tahun 2010, jumlah kelahiran yaitu 4244 orang dan dari jumlah tersebut
terdapat 76 bayi, asfiksia yang hidup 62 bayi dan meninggal 14 bayi. (Buku Pencatatan dan
Pelaporan Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah tahun 2010).

Sehubungan dengan masih tingginya kejadian asfiksia yang ditemukan serta besarnya resiko yang
ditimbulkan maka penulis termotivasi untuk membahas lebih lanjut melalui Karya Tulis Ilmiah ini
dengan judul Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Bayi M Dengan Asfiksia Sedang Di Rumah Sakit
Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar tanggal 18 Mei s/d 20 Mei 2011.

B. Ruang Lingkup Penulisan

Ruang lingkup penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Bayi M
Dengan Asfiksia Sedang di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar yang dilaksanakan pada
tanggal 18 Mei s/d 20 Mei 2011.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Dapat melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi M dengan Asfiksia Sedang di Rumah Sakit Ibu
dan Anak Siti Fatimah Makassar tanggal 18 Mei s/d 20 Mei 2010.

2. Tujuan khusus

a. Melaksanakan pengkajian data pada bayi M dengan Asfiksia Sedang di Rumah Sakit Ibu dan
Anak Siti Fatimah.
b. Mengidentifikasi diagnosa/masalah aktual pada bayi M dengan Asfiksia Sedang di Rumah Sakit
Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar tanggal 18 Mei s/d 20 Mei 2010.

c. Mengantisipasi diagnosa atau masalah potensial pada bayi M dengan Asfiksia Sedang di Rumah
Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar tanggal18 Mei s/d 20 Mei 2010.

d. Melaksanakan perlunya tindakan segera dan kolaborasi pada bayi M dengan Asfiksia Sedang di
Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar tanggal 18 Mei s/d 20 Mei 2010.

e. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada bayi M dengan Asfiksia Sedang di Rumah Sakit Ibu
dan Anak Siti Fatimah Makassar tanggal 18 Mei s/d 20 Mei 2010.

f. Melaksanakan tindakan asuhan kebidanan pada M dengan Asfiksia Sedang di Rumah Sakit Ibu
dan Anak Siti Fatimah Makassar tanggal18 Mei s/d 20 Mei 2010.

g. Mengevaluasi asuhan tindakan yang telah dilaksanakan pada bayi M dengan Asfiksia Sedang di
Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar tanggal18 Mei s/d 20 Mei 2010.

h. Dapat mendokumentasikan semua tindakan asuhan kebidanan yang telah diberikan pada bayi
M dengan Asfiksia Sedang di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar tanggal18 Mei s/d
20 Mei 2010.

D. Manfaat Penulisan

1. Instansi

Hasil penulisan diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan kepada instansi terkait dalam
meningkatkan kualitas pelayanan khususnya Departemen Kesehatan

2. Institusi

Sebagai bahan ilmiah atau bahan bacaan untuk penulisan berikutnya

3. Penulis

Dapat memperluas wawasan keilmuan dan menjadi sarana pengembangan diri penulis karya tulis
ilmiah dan merupakan pengalaman berharga bagi penulis.

E. Metode Penulisan

Penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan metode :

1. Studi Kepustakaan

Mempelajari buku atau literature, mengambil data-data internet yang berkaitan dengan masalah
Asfiksia Sedang sebagai dasar teoritis yang digunakan pada pembahasan Karya Tulis ini.

2. Studi Kasus
Dengan menggunakan pendekatan proses manajemen yang meliputi pelaksanaan pengkajian dan
analisa data, identifikasi diagnosa/masalah aktual, antisipasi diagnosa/masalah potensial,
melaksanakan tindakan segera dan kolaborasi, menyusun rencana asuhan kebidanan, melaksanakan
tindakan asuhan kebidanan, mengevaluasi hasil tindakan asuhan kebidanan serta
mendokumentasikannya.

Untuk menghimpun data/informasi dalam pengkajian tersebut menggunakan teknik :

a. Anamnese

Penulis melakukan tanya jawab dengan orang tua dan keluarga klien guna mendapatkan data yang
diperlukan untuk memberikan asuhan kebidanan pada klien tersebut.

b. Pemeriksaan fisik

Melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis pada klien meliputi pemeriksaan secara inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi juga ditunjang dengan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai dengan
kebutuhan dan indikasi.

3. Studi Dokumentasi

Membaca dan mempelajari status kesehatan yang berhubungan dengan keadaan klien yang
bersumber dari catatan dokter/bidan maupun dari sumber lain yang menunjang yaitu hasil
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan diagnostik yang dapat memberi kontribusi dalam
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

4. Diskusi

Mengadakan tanya jawab dengan dokter atau bidan yang menangani langsung klien, serta
mengadakan diskusi dengan dosen pengasuh atau pembimbing karya tulis ilmiah ini.

F. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan yang digunakan untuk menulis karya tulis ilmiah ini terdiri dari :

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Ruang Lingkup Penulisan

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

2. Tujuan Khusus

D. Manfaat Penulisan

E. Metode Penulisan

F. Sistematika Penulisan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Bayi Baru Lahir

1. Pengertian bayi baru lahir

2. Ciri-ciri bayi baru lahir

3. Penanganan bayi baru lahir

4. Pencegahan kehilangan panas

a. Mekanisme kehilangan panas

b. Mencegah kehilangan panas

B. Tinjauan Khusus Tentang Asfiksia

1. Pengertian tentang asfiksia

2. Etiologi asfiksia bayi baru lahir

3. Patofisiologi asfiksia bayi baru lahir

4. Klasifikasi klinis asfiksia bayi baru lahir

5. Tanda dan gejala asfiksia bayi baru lahir

6. Diagnosis asfiksia bayi baru lahir


7. Penatalaksanaan asfiksia bayi baru lahir

8. Masalah yang bisa timbul pada bayi dengan asfiksia

9. Perawatan pasca resusitasi

C. Proses Manajemen Asuhan Kebidanan

1. Pengertian Manajemen Asuhan Kebidanan

2. Tahapan dalam Manajemen Asuhan Kebidanan

3. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (SOAP)

BAB III. STUDI KASUS

A. Langkah I Identifikasi Data Dasar

B. Langkah II Merumuskan Diagnosa / Masalah Aktual

C. Langkah III Mengantisipasi Diagnosa / Masalah Potensial

D. Langkah IV Tindakan Segera dan Kolaborasi

E. Langkah V Rencana Asuhan Kebidanan

F. Langkah VI Pelaksanaan Asuhan Kebidanan

G. Langkah VII Evaluasi Asuhan Kebidanan

H. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan

BAB IV. PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas tentang kesenjangan antara teori dan kasus yang ada pada pelaksaan
Manajemen Asuhan Kebidanan pada klien dengan asfiksia sedang yang dibahas secara sistematis
sesuai dengan manajemen asuhan kebidanan.

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR SINGKATAN

DAFTAR ISTILAH

LAMPIRAN
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Bayi Baru Lahir

1. Pengertian bayi baru lahir

Bayi baru lahir adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat badan
lahir 2.500 gr sampai dengan 4.000 gr. (Sudarti, 2010. Hal 1)

2. Ciri-ciri bayi baru lahir

a. Berat badan 2500-4000 gram

b. Panjang badan 48-52 cm

c. Lingkar dada 30-38 cm

d. Lingkar kepala 33-35 cm

e. Bunyi jantung dalam menit-menit pertama kira-kira 180 x/menit, kemudian menurun sampai
120-140 x/menit.

f. Pernafasan pada menit-menit pertama cepat kira-kira 80 x/menit, kemudian menurun setelah
tenang kira-kira 40 x/menit.

g. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup terbentuk dan diliputi verniks
caeseosa.

h. Rambut lanugo telah tidak terlihat, rambut kepala biasanya tampak sempurna.

i. Kuku agak panjang dan lemas.

j. Genetalia : Labia mayora sudah menutupi labia minora (pada perempuan), testis sudah turun
(pada anak laki-laki).

k. Refleks hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.

l. Refleks moro sudah baik, bayi bila dikagetkan akan memperlihatkan gerakan seperti memeluk.

m. Graff refleks sudah baik, apabila diletakkan suatu benda ke telapak tangan, bayi akan
menggenggam/ adanya gerakan refleks.
n. Eliminasi baik, urin dan mekonium akan keluar dalam 24 jam, pertama, mekonium berwarna
kecoklatan.

(Sudarti, 2010. Hal 1)

3. Penanganan Bayi Baru Lahir

a. Pertahankan kebersihan jalan nafas

1) Pegang kepala bayi lebih rendah dari badan dengan kepala dipindahkan ke sisi drainase

2) Bersihkan wajah dan kepala, bersihkan cairan dari hidung dan mulut

3) Hisap hidup dan mulut menggunakan spuit seperti bola lampu yang lunak (de lee)

b. Jaga bayi tetap hangat

1) Bersihkan dan keringkan bayi

2) Tempatkan bayi diatas perut ibu

3) Letakkan topi stockinet pada kepala bayi

4) Gunakan penghangat

5) Bungkus bayi dengan selimut hangat

c. Perlihatkan bayi pada orang tua dan yang lain, tempatkan pada perut ibu.

d. Klem dan potong tali pusat

e. Catat nilai Apgar pada 1 dan 5 menit pertama

f. Lakukan dengan segera pemeriksaan menyeluruh pada bayi

(Varney, Helen. 2002. Hal 274)

Gambar 1. Manajemen Bayi Baru Lahir

Sumber : JNPK-KR, 2088, hal 121

4. Pencegahan Kehilangan Panas

a. Mekanisme kehilangan panas


Bayi baru lahir dapat kehilanagn panas tubuhnya melalui cara-cara berikut :

1) Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan panas. Kehilangan panas dapat terjadi karena
karena penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri karena
setelah lahir tubuh bayi tidak segera dikeringkan. Kehilangan panas juga terjadi pada bayi yang
terlalu cepat dimandikan dan tubuhnya tidak segera di keringkan dan selimuti.

2) Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan
permukaan yang dingin. Meja, tempat tidur atau timbangan yang temperaturnya lebih rendah dari
tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi melalui mekanisme konduksi apabila bayi diletakkan di
atas benda-benda tersebut.

3) Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi terpapar udara sekitar yang lebih
dingin. Bayi yang dilahirkan atau ditempatkan di dalam ruangan yang dingin akan cepat mengalami
kehilangan panas. Kehilangan panas juga terjadi jika terjadi aliran udara dari kipas angin, hembusan
udara melalui ventilasi atau pendingin ruangan.

4) Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi di tempatkan di dekat benda-benda yang
mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh bayi. Bayi bisa kehilangan panas dengan cara
ini karena benda-benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh bayi ( walaupun tidak bersentuhan
secara langsung).

Gambar 2. Mekanisme kehilangan panas pada bayi baru lahir

Sumber : (Affandi, Biran, 2007, Asuhan Persalinan Normal, hal 97)

b. Mencegah kehilangan panas

1) Keringkan tubuh bayi tanpa membersihkan verniks

Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa
membersihkan verniks. Verniks akan membantu menghangatkan tubuh bayi. Ganti handuk basah
dengan handuk/kain yang kering. Biarkan bayi diatas perut ibu.

2) Letakkan bayi agar terjadi kontak kulit ibu ke kulit bayi

Letakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada/perut ibu.
Uasahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi sedikit lebih rendah dari puting
payudara ibu. Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit satu jam.

3) Selimuti ibu dan bayi dan pakaikan topi di kepala bayi


Selimuti tubuh ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi. Bagian kepala bayi
memiliki luas permukaan yang relatif luas dan bayi akan dengan cepat kehilangan panas jika bagian
tersebut tidak tertutup.

4) Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir

Lakukan penimbangan setelah satu jam kontak kulit ibu ke kulit bayi dan bayi selesai menyusu.
Karena BBL cepat dan mudah kehilangan panas tubuhnya (terutama jika tidak berpakaian), sebelum
melakukan penimbangan, terlebih dahulu selimuti bayi dengan kain atau selimut bersih dan kering.
Berat badan bayi dapat dinilai dari selisih berat bayi pada saat berpakaian/diselimuti dikurangi
dengan berat pakaian/selimut. Bayi sebaiknya dimandikan 6 jam setelah lahir. Memandikan bayi
dalam beberapa jam pertama setelah lahir dapat menyebabkan hipotermia yang sangat
membahayakan bayi baru lahir.

B. Tinjauan Khusus Tentang Asfiksia

1. Pengertian tentang asfiksia

Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan
teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah
bayi lahir. (Sarwono, 2007, hal 709)

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini berlangsung
jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. (Saifuddin, 2002, hal 347).

Asfiksia adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat
menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan
lebih lanjut. Tujuan tindakan perawatan terhadap bayi asfiksia adalah melancarkan kelangsungan
pernafasan bayi yang sebagian besar terjadi pada waktu persalinan. (Manuaba, I. B. G, 2010 cetakan
ke II, hal 421)

Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Seringkali bayi
yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini
mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat atau masalah pada bayi selama atau sesudah
persalinan. (JNPK-KR, 2008, hal 144)

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir. (Jitowiyono, Sugeng, 2010, hal 71)

2. Etiologi asfiksia bayi baru lahir

Hipoksia janin yang dapat menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran
gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terjadi gangguan dalam persediaan O2 dan dalam
menghilangkan CO2. Gangguan Ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan
pada ibu selama kehamilan atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.
(Wiknjosastro, 2006, hal.709).
Hipoksia janin dapat merupakan akibat dari :

a. Oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama anestesi, penyakit
jantung sianosis gagal pernafasan, atau keracunan karbonmonoksida;

b. Tekanan darah ibu yang rendah akibat hipotensi, yang dapat merupakan komplikasi anestesi
spinal atau akibat kompresi vena cava dan aorta pada uterus gravid;

c. Relaksasi uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta akibat adanya tetani uterus, yang
disebabkan oleh pemberian oksitosin berlebih-lebihan;

d. Pemisahan plasenta prematur ;

e. Sirkulasi darah melalui tali pusat terhalang akibat adanya kompresi atau pembentukan simpul
pada tali pusat;

f. Vasokonstriksi pembuluh darah oleh kokain;

g. Insufisiensi plasenta karena berbagai sebab, termasuk toksemia dan pasca maturitas.

(Nelson, 2000, hal 581)

Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan yaiatu :

a. Asfiksia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh :

1) Penyakit akut atau kronis

2) Keracunan obat bius

3) Uremia

4) Toksemia gravidarum

5) Anemia berat

6) Cacat bawaan

7) Trauma (Sarwono, 2006, hal 710)

b. Asfiksia dalam persalinan dapat disebabkan oleh :

1) Gangguan sirkulasi pada plasenta, misalnya pada :

a) Partus lama

Merupakan persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primipara dan lebih dari 18 jam pada
multipara, dimana terjadi kontraksi rahim yang berlangsung lama sehingga dapat risiko pada janin
dimana terjadi gangguan pertukaran O2 dan CO2 yang dapat menyebabkan asfiksia (Manuaba, 2000,
hal 292).

b) Kehamilan lewat waktu

Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang berlangsung lebih dari 42 minggu dihitung
berdasarkan rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari. Permasalahan yang timbul pada
janin adalah asfiksia dimana terjadi insufiensi plasenta yang menyebabkan plasenta tidak sanggup
memberi nutrisi dan terjadi gangguan pertukaran O2 dan CO2 dari ibu ke janin (Manuaba, 2000, hal
222).

c) Lilitan tali pusat

Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang panjang pada leher sangat berbahaya,
apalagi bila lilitan terjadi beberapa kali dimana dengan makin masuknya kepala janin ke dasar
panggul maka makin erat pula lilitan pada leher janin yang mengakibatkan makin terganggunya aliran
darah ibu ke janin (Manuaba, 2000, hal 239).

3. Patofisiologi asfiksia bayi baru lahir

Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia
jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada
kejadian asfiksia.

Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus
sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka
nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga
DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang.

Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air
ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli
tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki
periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung
terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid).
Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu
sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi
sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara
spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak
dimulai segera. (http://wordpress.com/2010/01/16/pengertian-dan-penanganan-asfiksia-pada-bayi-
baru-lahir/ di akses tanggal 25 Mei 2011)

Gambar 3. Peredaran darah janin sebelum dan sesudah lahirGambar B


Peredaran darah bayi

Gambar A

Peredaran darah janin

Sumber Gambar A dan B : (Wiknjosastro H, 2007, hal 81-82)

4. Klasifikasi klinis asfiksia bayi baru lahir

Asfiksia terbagi atas :

a. Asfiksia berat (Nilai Apgar 0-3)

Memerlukan resusitasi segera secara aktif dan pemberian O2 terkendali

b. Asfiksia ringan-sedang (Nilai Apgar 4-6)

Memerlukan resusitasi atau pemberian O2 sampai bayi dapat bernafas normal kembali.

c. Bayi normal atau sedikit asfiksia (Nilai Apgar 7-9)

d. Bayi normal (Nilai Apgar 10)

(Wiknjosastro, 2007, hal 712)

5. Tanda dan gejala asfiksia bayi baru lahir

Gejala asfiksia yang khas antara lain meliputi bayi tidak bernafas atau pernafasan megap-megap
yang dalam, bayi terlihat lemas, sianosis, sukar bernafas/tarikan dinding dada ke dalam yang kuat
dan suara merintih (Saifuddin AB, 2002)

a. Sebelum lahir
Asfiksia biasanya merupakan akibat dari anoksia/hipoksia janin, yang menimbulkan tanda gawat
janin yaitu :

1) DJJ irregular dan frekuensinya lebih dari 160 kali permenit atau kurang dari 100 kali permenit.

2) Mekonium dalam air ketuban pada letak kepala.

3) Analisa air ketuban/amnioskopi

b. Setelah lahir

1) Bayi tampak pucat dan kebiru-biruan serta tidak bernafas spontan

2) Kalau mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neorologik seperti kejang dan menangis
kurang baik/tidak baik. (Mochtar R, 1998, hal.428)

6. Diagnosis asfiksia bayi baru lahir

Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin.Diagnosis hipoksia
atau anoksia dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukan tanda-tanda gawat janin.Untuk dapat
menegakkan diagnosis gawat janin dapat ditetapkan dengan melakukan pemeriksaan sebagai
berikut:

a. Pada saat proses persalinan

1) Denyut jantung janin yaitu antara 120-160 x / menit.

2) Denyut jantung janin menurun dibawah 100 x / menit apalagi disertai dengan irama yang tidak
teratur.

3) Terdapat mekonium dalam air ketuban pada letak kepala.

b. Melakukan penilaian asfiksia pada bayi baru lahir

Salah satu cara lain yang lebih sederhana untuk menilai asfiksia pada bayi baru lahir adalah sebagai
berikut :

Tabel 1 : Penilaian dengan ApgarSkor 0 1 2

A : Appearence color

(warna kulit) Pucat Baadan merah, ekstremitas biru Seluruh tubuh kemerah-merahan

P : Pulse (heart rate)

(frekuensi jantung) Tidak ada Di bawah 100 Di atas 100

G : Grimace (reaksi terhadap rangsangan) Tidak ada Sedikit gerakan mimik Menangis,
batuk/bersin
A : Activity (tonus otot) Lumpuh Ekstremitas dalam fleksi sedikit Gerakan aktif

R : Respiration (usaha napas) Tidak ada Lemah,tidak teratur Baik,menangis kuat.

Sumber : (Sarwono,2006,hal 249).

Nilai APGAR pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit sesudah bayi lahir. Tapi penilaian
harus dimulai segera sesudah bayi lahir. Apabila bayi memerlukan intervensi berdasarkan penilaian
pernapasan, denyut jantung atau warna kulit maka penilaian ini harus dilakukan segera. Intervensi
yang harus dilakukan jangan sampai terlambat karena menunggu hasil penilaian APGAR 1 menit.

Nilai Apgar 4-6 menunjukkan depresi pernafasan sedang dan membutuhkan resusitasi. Nilai Apgar
kurang dari 3 menunjukkan depresi pernafasan berat membutuhkan resusitasi segera. Nilai Apgar
pada menit pertama digunakan untuk menunjukkan bayi yang membutuhkan perhatian khusus, dan
pada menit kelima merupakan indeks dan efektifitas resusitasi.

7. Penatalaksanaan asfiksia bayi baru lahir

Untuk mendapatkan hasil yang sempurna dalam resusitasi, prinsip dasar yang perlu di ingat ialah :

a. Mencegah kehilangan panas dan mengeringkan tubuh bayi

b. Meletakkan bayi dalam posisi yang benar

Bayi diletakkan terlentang diatas alas yang benar, kemudian kepala lurus dan leher sedikit tengadah
(ekstensi)

c. Membersihkan jalan nafas

Kepala bayi yang dimiringkan agar cairan berkumpul di mulut kemudian mulut di bersihkan terlebih
dahulu dengan tujuan agar cairan tidak teraspirasi dan isapan pada hidung akan menimbulkan
pernafasan megap-megap

d. Menilai bayi

Penilaian bayi dilakukan berdasarkan 3 gejala yang sangat penting bagi kelanjutan hidup bayi :

1) Usaha pernafasan

Apabila bayi bernapas spontan dan memadai lanjutkan dengan menilai frekuensi jantung dan bila
bayi sukar bernapas dilakukan rangsangan taktil dengan menepuk atau menyentil telapak kaki bayi
atau menggosok punggung bayi sambil memberikan oksigen.

2) Frekuensi denyut jantung

Setelah menilai usaha bernapas dan melakukan tindakan yang diperlukan serta memperhatikan
apakah bernapas spontan atau tidak.Bila frekuensi denyut jantung >100 kali/menit dan bayi
bernapas spontan,dilanjutkan dengan menilai warna kulit.

3) Warna kulit
Penilaian warna kulit dilakukan bayi bernapas dengan spontan dan frekuensi denyut jantung bayi >
100 kali/menit.

Tindakan-tindakan yang dilakukan pada bayi dibagi dalam dua golongan :

a. Tindakan Umum

Tindakan ini dikerjakan tanpa menilai-nilai Apgar, segera setelah bayi lahir diusahakan agar bayi
mendapatkan pernafasan yang baik, harus dicegah dan dikurangi kehilangan panas dari tubuhnya.
Penggunaan sinar lampu untuk pemanasan luar dan untuk mengeringkan tubuh bayi untuk
mengurangi evaporasi.

Bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah dan penghisapan saluran pernafasan bagian atas segera
dilakukan. Hal ini harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindarkan timbulnya kerusakan-
kerusakan mukosa, jalan nafas, spasmus laring, atau kolaps paru-paru. Bila bayi belum
memperlihatkan usaha bernafas, rangsangan terhadapnya harus segera dikerjakan. Hal ini dapat
berupa rangsangan nyeri dengan cara memukul kedua telapak kaki, menekan tendon Achilles, atau
pada bayi-bayi tertentu diberi suntikan Vit K.

(Wiknjosastro, 2007, hal 712)

b. Tindakan Khusus

Tindakan ini dikerjakan setelah tindakan umum diselenggarakan tanpa hasil. Prosedur yang dilakukan
disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang timbul pada bayi, yang dinyatakan oleh tinggi-rendahnya
nilai Apgar.

1) Asfiksia Berat (Nilai Apgar 0-3)

Tindakan pada bayi asfiksia berat :

a) Menerima bayi dengan kain hangat

b) Letakkan bayi pada meja resusitasi

c) Bersihkan jalan nafas sambil memompa jalan nafas dengan balon (ambubag)

d) Berikan oksigen 4-5 liter/menit

e) Bila tidak berhasil biasanya dipasang ETT (Endo Trachel Tube)

f) Bersihkan jalan nafas melalui lubang ETT

g) Bila bayi bernafas tapi masih sianosis/biru biasanya diberi terapi Natrium Bikarbonat 7,5%
sebanyak 6cc, Dekstrose 40% sebanyak 4cc.

h) Bila asfiksia berkelanjutan bayi masuk NICU (Neonatus Intensive Care Unit) dan infus terlebih
dahulu. Apabila setelah 15-30 detik bayi tidak bernafas spontan dan denyut jantung kurang dari
60x/menit atau 60-80x/menit dan tidak bertambah dilakukan kompresi dada. Apabila denyut jantung
kurang dari 80x/menit mulai pemberian obat.
(Wiknjosastro, 2007, hal 712)

2) Asfiksia Ringan-Sedang (Nilai Apgar 4-6)

Tindakian pada asfiksia ringan-sedang :

a) Bayi dibungkus dengan kain lalu dibawa kemeja resusitasi

b) Bersihkan jalan nafas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian disekitar mulut

c) Bila berhasil teruskan dengan perawatan selanjutnya yaitu membersihkan badan bayi, perawatan
tali pusat dan yang lainnya

d) Observasi suhu tubuh, untuk sementara waktu masukkan bayi kedalam inkubator. (Wiknjosastro,
2007, hal 713)

Setelah melakukan penilaian dan memutuskan bahwa bayi baru lahir perlu resusitasi, tindakan harus
segera dilakukan. Penundaan membahayakan bayi.

a. Tahap I : Langkah awal

Langkah awal perlu dilakukan dalam 30 detik langkah tersebut adalah :

1) Jaga bayi tetap hangat

a) Letakkan bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu

b) Bungkus bayi dengan kain tersebut, potong tali pusat

c) Pindahkan bayi ke atas kain ditempat resusitasi

2) Atur posisi bayi

Gambar 4. Posisi Kepala dan Alur Jalan Nafas

Sumber : JNPK-KR, 2008, hal 152.

a) Baringkanlah bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong

b) Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi

3) Isap Lendir

a) Gunakan alat penghisap lendir De Lee dengan cara sebagai berikut :

(1) Isap lendir mulut dari mulut dulu kemudian hidung


(2) Lakukan penghisapan saat alat penghisap ditarik keluar, jangan lebih dari 5 cm ke dalam mulut
dan lebih dari 3 cm ke dalam hidung.

Gambar 5. Tahapan menghisap lendir (mulut dulu baru hidung)

Sumber : (Affandi,Biran,2007,Asuhan Persalinan Normal,hal 115)

4) Keringkanlah dan Rangsang Bayi

a) Keringkanlah bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan.
Rangsangan ini dapat membantu BBL mulai bernafas sedikit tekanan. Rangsangan ini dapat
membantu BBL mulai bernafas

b) Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara :

(1) Menepuk atau menyentil telapak kaki

(2) Menggosok perut, dada, punggung atau tungkai kaki dengan telapak tangan

(3) Atur kembali posisi kepala bayi dan bungkus bayi

Gambar 6. Menggosok-gosok punggung atau perut bayi

Sumber : (Affandi, Biran, 2007, Asuhan Persalinan Normal, hal 116).

5) Atur kembali posisi kepala bayi dan selimuti bayi

a) Ganti kain yang telah basah dengan kain yang ada di bawahnya

b) Bungkus bayi dengan kain tersebut, jangan menutupi muka, dada agar biasa memantau
pernafasan bayi

c) Atur kembali posisi kepala bayi sehingga sedikit ekstensi

Gambar 7. Mengeringkan bayi sambil memberikan rangsangan taktil

Sumber : (Affandi,Biran,2007,Asuhan Persalinan Normal,hal 116).

6) Lakukan Penilaian Bayi

Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, atau tidak bernafas megap-megap :

a) Bila bayi bernafas normal, berikan ibunya untuk disusui

b) Bila bayi tidak bernafas atau megap-megap mulai lakukan ventilasi

b. Tahap II : Ventilasi
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume udara ke dalam
paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan
teratur.

Langkah-langkah :

1) Pasang dan pegang sungkup agar menutupi dagu, mulut dan hidung.

Gambar 8. Balon dan sungkup

Sumber : (Affandi,Biran,2007,Asuhan Persalinan Normal,hal 111).

2) Ventilasi 2 kali

a) Lakukan tiupan / pemompaan dengan tekanan 30 cm air. Tiupan awal tabung-


sungkup/pemompaan awal balon-sungkup sangat penting untuk membuka alveoli paru agar bayi
bisa mulai bernapas dan menguji apakah jalan napas bayi terbuka.

b) Lihat apakah dada bayi mengembang.

Saat melakukan tiupan/pemompaan perhatikan apakah dada bayi mengembang. Bila tidak
mengembang :

1) Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor.

2) Periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah benar.

3) Periksa cairan atau lendir di mulut. Bila ada lendir atau cairan lakukan pengisapan.

4) Lakukan tiupan 2 kali dengan tekanan 30 cm air (ulangan),bila dada mengembang lakukan tahap
berikutnya.

Gambar 9. Skema tindakan pada bayi asfiksia


2

Sumber : ( Saifudin A.B,2002, hal 368 )

c. Cara kerja

1) Ventilasi Tekanan Positif

a) Bayi diletakkan dalam posisi ekstensi.

b) Agar VTP efektif,kecepatan memompa (kecepatan ventilasi) dan tekanan ventilasi harus
sesuai,kecepatan ventilasi sebaik 40-60 kali/menit dan tekanan ventilasi yang dibutuhkan 30-40 cm
air. Setelah papas pertama, membutuhkan 15-20 cm air.

c) Observasi gerak dada bayi

Adanya gerakan bayi turun naik merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru-
paru mengembang.Bayi menarik napas dangkal apabila dada bergerak maksimum,bayi seperti
menarik napas panjang,menunjukkan paru-paruterlalu mengembang yang berarti tekanan yang
diberikan terlalu tinggi.

d) Observasi gerak tubuh bayi

Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak perut mungkin
disebabkan oleh masuknya udara kedalam lambung.

e) Penilaian suara napas bilateral

Suara napas didengar dengan menggunakan stetoskop, adanya suara napas di kedua paru-paru
merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
f) Observasi pengembangan dada bayi

Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi meremas balon. Apabila
dada kurang berkembang mungkin disebabkan oleh salah satu penyebab sebagai berikut pelekatan
sungkup kurang sempurna, arus udara terhambat dan tidak cukup tekanan. (Saifuddin A.B,2002 hal
354)

2) Intubasi Endotrakeal

a) Peralatan

(1) Keteter isap De Lee

(2) Berbagai ukuran selang endotrakeal yang dapat disesuaikan

(3) Laringskop tekanan positif

(4) Handuk

(5) Plester

b) Metode

(1) Tempatkan bayi pada posisi kepala sedikit ekstensi dapat diletakkan handuk dibawah bahu bayi.

(2) Kenalkan laringskop di sudut kanan mulut bayi.

(3) Masukkan laringskop sedalam 2-3 cm sambil merotasikan ketengah dan menggeser lidah kekiri.

(4) Pada saat ujung bite dada diantara dasar lidah dan epiglotis, naikkan sedikit keatas sampai glottis
terlihat (kadang-kadang sedikit tekanan pada laring eksternal oleh seorang asisten akan
memudahkan pemanjangan glottis).

(5) Masukkan selang endotrakeal pada sisi kanan mulut sampai pita sura vokalis.Pastikan anda
mudah melihat (selang harus cukup kecil untuk memungkinkan udara tetap dapat masuk yakni ruang
yang mengelilinginya : ruang ini menjamin ekskresi dapat dilakukan dengan mudah dan mengurangi
resiko kerukan jaringan).

(6) Isap secret jika diperlukan

(7) Ketika selang endotrakeal dimasukkan tahan di tempatnya dengan kencang namun lembut
kemudian tarik laringskop ke adapter kantong.

(8) Lakukan ventilasi dengan kantong oksigen,asisten dengan menggunakan stetoskop harus
memeriksa apakah ventilasi kedua paruh telah adekuat (Saifuddin A.B, 2002 hal 359).

3) Kompesi dada

Gambar 10 : Kompresi dada menggunakan teknik ibu jari untuk bayi kecil (kiri) dan bayi besar
(kanan).
Sumber : Varney, Helen, 2008, hal 908.

a) Pelaksana menghadap ke dada bayi dengan kedua tangan dalam posisi yang benar.

b) Kompresi dilakukan di 1/3 bagian di bawah tulang dada di bawah garis khayal yang
menghubungkan kedua puting susu bayi.Hati-hati jangan menekan prosesus xipodeus.

c) Dengan posisi jari-jari tangan yang benar gunanya tekanan yang cukup untuk menekan tulang
pada 1/2-3/4 inci (1-2 cm) kemudian tekanan dilepaskan untuk memungkinkan pengisian jantung
atau tekanan kebawah ditambah pembebasan tekanan.

d) Rasio kompresi dada dan ventilasi data 1 menit ialah 90 kompresi dada dan 30 ventilasi ( rasio
3:1 ).Ibu jari adalah ujung-ujung jari harus tetap kontak dengan tempat kompresi dada sepanjang
waktu baik pada saat penekanan maupun pada saat melepaskan penekanan.(Saifuddin,2006 hal
346).

Gambar 11. Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir

Sumber : JNPK-KR, 2008, hal 155

8. Masalah yang bisa timbul pada bayi dengan asfikisia

a. Gangguan Pertukaran Gas

Gangguan pertukaran gas, hal ini dapat disebabkan oleh karena penyempitan pada arteri pulmonal,
peningkaytan tekanan pembuluh darah diparu-paru dan penurunan aliran darah diparu-paru. Untuk
mengatasi gangguan tersebut dapat dilakukan intervensi rencana asuhan kebidanan diantaranya :
melakukan monitoring sistem jantung dan paru-paru dengan melakukan resusitasi, memberikan
oksigen yang adekuat.

b. Penurunan Cardiac Output

Terjadi penurunan cardiac output karena adanya udema paru dan penyempitan arteri pulmonal,
untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan monitoring jantung paru, mengkaji tanda-tanda
vital, memonitor denyut nadi, memonitor intake dan output serta melakukan kolaborasi dalam vaso
lidator.

c. Gangguan Perfusi Jaringan

Gangguan perfusi jaringan karena adanya kemungkinan hipovolemia atau kematian janin, kondisi ini
dapat diatasi dengan mempertahankan output yang normal dengan cara mempertahankan intake
dan output, kolaborasi dalam pemberian diuretic sesuai dengan indikasi, memonitor laboratorium
urine lengkap dan pemeriksaan darah.

d. Resiko Tinggi Terjadinya Infeksi

Resiko tinggi terjadinya infeksi nosokomial yaitu respon imun yang terganggu, hal ini dapat diatasi
dengan mengurangi tindakan yang menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial dengan cara mengkaji
dan menyediakan intervensi asuhan kebidanan dengan memperhatikan teknik aseptic.

(Hidayat, 2005)

9. Perawatan pasca resusitasi.

Setelah resusitasi, sebagian bayi akan bernafas spontan yang lainnya mungkin masih membutuhkan
bantuan nafas. Diharapkan semua telah kemerahan dengan frekuensi jantung diatas 100x/menit. Bila
diperlukan resusitasi lebih lanjut, bayi dirawat diruang rawat lanjutan. Perawatan pasca resusitasi
melupiti pengawasan suhu, tanda vital dan antisipasi terjadinya komplikasi. Lanjutkan pemantauan
kebutuhan oksigen, frekuensi jantung dan tekanan darah. Lakukan pemeriksaan laboratorium seperti
hematokrit dan gula darah. Nilai pH darah dapat dipakai untuk memperkirakan sejauh mana
komplikasi mungkin terjadi. (Katwinkel, 2006, hal 7)

a. Pengaturan Suhu

Bayi dengan asfiksia cepat sekali mengalami hipotermia bila berada dilingkungan yang dingin.
Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang relatif luas dibandingkan dengan
berat badan, kurangnya jaringan lemak dibawah kulit untuk mencegah hipotermia bayi diletakkan
dalam inkubator, suhu inkubator untuk berat badan >2500 gram suhunya 33C. Bayi dapat
mempertahankan suhu tubuh sekitar 37C. Suhu inkubator dapat diturunkan 1C setiap minggunya.

(IDAI, 2003, hal 111)

Tabel 2. Suhu incubator sesuai dengan berat badan bayiBerat badan Bayi (gr) Suhu Incubator (C)

1000

1500

2000

2500

3000

4000 35

34

33,5

33,2
33

32,5

Sumber : Wiknjosastro, 2007, hal 254

b. Kebutuhan Cairan

Volume cairan untuk hari-hari pertama berdasarkan umur bayi yaitU :

1) Hari 1 : 60 ml/kg BB

2) Hari 2 : 80 ml/kg BB

3) Hari 3 : 100 ml/kg BB

4) Hari 4 : 120 ml/kg BB

5) Hari 5 : 140 ml/kg BB

6) Hari 6 : 150 ml/kg BB

7) Hari 7 : 160 ml/kg BB

Untuk bayi berat lahir >2500 gram; 6x/hari (setiap 4 jam)

Rumus untuk satu kali pemberian minuman :

= =cc

(IDAI, 2003, hal 126)

C. Proses Manajemen Asuhan Kebidanan

1. Pengertian Manajemen Asuhan Kebidanan

Manajemen asuhan kebidanan atau yang sering disebut manajemen kebidanan adalah suatu metode
berpikir dan bertindak secara sistematis dan logis dalam memberi asuhan kebidanan, agar
menguntungkan kedua belah pihak baik klien maupun pemberian asuhan. (Soepardan, Suryani.
2008. Hal 96)

2. Langkah dalam Manajemen Asuhan Kebidanan

Manajemen kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan yang dimulai dengan
pengumpulan data dasar dan diakhiri dengan evaluasi. Langkah-langkah tersebut membentuk
kerangka yang lengkap yang bisa diaplikasikan dalam semua situasi. Akan tetapi, setiap langkah
tersebut bisa dipecah-pecah ke dalam tugas-tugas tertentu dan semuanya bervariasi sesuai dengan
kondisi klien.

Setiap langkah dalam manajemen kebidanan akan dijabarkan, sebagai berikut :

a. Tahap Pengumpulan Data Dasar (Langkah I)

Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi (data) yang akurat dan lengkap dari semua
sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara :

1) Anamnesis

Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan biodata, riwayat menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat
kehamilan, persalinan dan nifas, bio-psiko-soiso-spritual, serta pengetahuan klien.

2) Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, meliputi :

a) Pemeriksaan khusus (Inspeksi, Palpasi, auskultasi dan perkusi)

b) Pemeriksaan penunjang (laboratorium dan catatan terbaru serta catatan sebelumnya)

b. Interpretasi Data Dasar (Langkah II)

Pada langkah ke dua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi
yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian diinterpretasikan
sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Baik rumusan diagnosis maupun
masalah, keduanya harus ditangani. Meskipun masalah tidak dapat diartikan sebagai diagnosis,
tetapi tetap membutuhkan penanganan.

Masalah yang sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasi oleh
bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosis.

c. Identifikasi Diagnosa/ Masalah Potensial dan Antisipasi Penanganannya (Langkah III)

Pada langkah ketiga kita mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis potensial berdasarkan
diagnosis/masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap mencegah
diagnosisi/ masalah potensial ini menjadi kenyataan. Langkah ini penting sekali dalam melakukan
asuhan yang aman.

d. Menetapkan Perlunya Konsultasi dan Kolaborasi segera dengan Tenaga Kesehatan Lain (Langkah
IV)

Langkah keempat mencerminkan kesinambungan proses manajemen kebidanan. Jadi, manajemen


tidak hanya berlangsung selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja, tetapi juga
selama wanita tersebut dalam dampingan bidan.

Dalam kondisi tertentu, seorang bidan mungkin juga perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi
dengan dokter atau tim kesehatan lain seperti pekerjaan sosial, ahli gizi, atau seorang ahli perawatan
klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini, bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk
menentukan kepada siapa sebaiknya konsultasi dan kolaborasi dilakukan.

e. Menyusun Rencana Asuhan Menyeluruh (Langkah V)

Pada langkah kelima direncanakan asuhan menyeluruh yang ditentukan berdasarkan langkah-langkah
sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen untuk masalah atau diagnosis yang telah
diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi.

f. Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisiensi dan Aman (Langkah VI)

Pada langkah keenam, rencana asuhan menyeluruh dilakukan dengan efesien dan aman.
Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan tau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota
tim kesehatan lainnya. Walau bidan tidak melakukannya sendiri, namun ia tetap memikul tanggung
jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya (misalnya dengan memastikan bahwa langkah tersebut
benar-benar terlaksana)

Dalam situasi ketika bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami
komplikasi, bidan tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana bersama yang
menyeluruh tersebut. Penatalaksanaan yang efisien dan berkualitas akan berpengaruh pada waktu
serta biaya.

g. Evaluasi (Langkah VII)

Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif untuk
mengetahui faktor mana yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhan yang
diberikan.

Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan. Ini meliputi
evaluasi pemenuhan kebutuhan akan bantuan : apakah benar-benar telah terpenuhi sebagaimana
diidentifikasi di dalam diagnosis dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang
benar efektif dalam pelaksanaannya.

3. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (SOAP)

a. Data Subjektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesis sebagai


langkah I Varney yang dipereoleh dari hasil tanya jawab pada jawaban klien dan keluarga.

b. Data Objektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan uji
diagsnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk menduikung asuhan sebagaimana langkah I
Varney.

c. Assessment/Diagnosa
Merupakan keputusan yang ditegakkan dari hasil perumusan masalah yang mencakup kondisi,
masalah dan prediksi terhadap kondisi tersebut. Penegakan diagnosa kebidanan dijadikan sebagai
dasar tindakan dalam upaya menanggulangi ancaman keselamatan pasien/Ibu.

d. Planning

Rencana kegiatan mencakup langkah-langkah yang akan dilakukan oleh bidan dalam melakukan
intervensi untuk memecahkan masalah pasien/klien.

Tabel 3. Pendokumentasian Manajemen Asuhan Kebidanan

Alur pikir Bidan

Pencatatan dari Asuhan Kebidanan


Pendokumentasian Asuhan Kebidanan

Proses Manajemen Kebidanan


7 Langkah dari Helen Varney 5 Langkah Kompetensi Bidan

Soap Notes

1. Pengumpulan data Data

Subjektif

Objektif

2. Merumuskan Diagnosa

3. Antisipasi Diagnosa/Masalah Potensial

4. Tindakan Segera dan Kolaborasi Asuhan Kebidanan Assesment/ Diagnosa

Assesment/ Diagnosa

5. Rencana Tindakan Asuhan Kebidanan Membuat Rencana

Planning :
a. Konsul

b. Tes Lab

c. Rujukan

d. Pendidkan/Konseling

e. Follow up

6. Implementasi Implementasi

7. Evaluasi Evaluasi

Sumber : Simatupang E.J, 2006, hal 62

BAB III

STUDI KASUS

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI MDENGAN

ASFIKSIA SEDANG DI RUMAH SAKIT IBU

DAN ANAK SITI FATIMAH MAKASSAR

TANGGAL 18 S/D 20 MEI 2010

No. Register : 05893

Tanggal lahir : 18 Mei 2011 Jam 00.30 Wita

Tanggal Pengkajian : 18 Mei 2011 Jam 11.00 Wita

A. Langkah I Pengkajian Data Dasar

1. Identitas

a. Identitas Bayi
1) Nama : By M

2) Tanggal, jam lahir : 18 Mei 2011, Jam 00.30 Wita

3) Anak ke : I (Pertama)

4) Jenis kelamin : Perempuan

5) Alamat : Jl. Tamangapa Raya III No.1

b. Identitas Ibu / Ayah

1) Nama Ibu / Ayah : Ny M / Tn R

2) Umur : 27 Tahun / 27 Tahun

3) Nikah : 1 kali, lamanya 2 Tahun

4) Suku : Makassar / Makassar

5) Agama : Islam / Islam

6) Pendidikan : SMA / SMA

7) Pekerjaan : IRT / Buruh Harian

8) Alamat : Jl. Tamangapa Raya III No.1

2. Riwayat kehamilan dan kelahiran

a. Riwayat kehamilan

1) G I P 0 A 0

2) HPHT : Tanggal 16 - 08 - 2010

3) TP : Tanggal 23 - 05 - 2011

4) Usia kehamilan : 39 Minggu 2 Hari

5) Ibu ANC 4 kali selama pemeriksaan kehamilan di RSIA Siti Fatimah Makassar

6) Ibu pernah mendapat imunisasi TT sebanyak 2 kali selama kehamilan di RSIA Siti Fatimah
Makassar yaitu TT1 pada bulan Januari 2011 dan TT2 pada bulan Februari 2011.

b. Riwayat persalinan

1) Ibu masuk kamar bersalin tanggal 17 Mei 2011 jam 19.15 Wita, dengan keluhan sakit perut
tembus ke belakang disertai dengan pelepasan lendir dan darah sejak jam 15. 45 Wita.

2) Perlangsungan kala I sepuluh jam

3) Perlangsugan kala II satu jam


4) Bayi lahir pervaginam, Tanggal 18 Mei 2011, Jam 00.30 Wita dengan hasil penilaian :

a) Pernafasan : lemah, tidak teratur dalam frekuensi 28 x/ menit

b) Denyut jantung : Frekuensi 148 x/menit

c) Warna kulit : Badan merah, ekstremitas biru

d) Apgar Score : 5/7

Penilaian dengan nilai Apgar tidak dipakai kapan kita menilai resusitasi tetapi nilai Apgar
pada umumnya dilaksanakan pada satu menit dan lima menit setelah bayi lahir.

Tabel 4. Penilaian Apgar pada Bayi M dengan Asfiksia Sedang di RSIA Siti Fatimah MakassarTanda
0 1 2 Angka

A:Appearance color (warna kulit) Pucat Badan merah,ektremitas biru Seluruh tubuh
kemerah-merahan 1 1 P:Pulse (heart rate) (frekuensi jantung) Tidak ada Di
bawah 100 Di atas 100 2G:Gremace (reaksi terhadap rangsangan) Tidak ada
Sedikit gerakan Menangis,

batuk/bersin 1 2

A:Activity (tonus otot) Lumpuh Ektremitas dalam fleksi sedikit Gerakan aktif 1 1

R:Respiration (usaha bernapas) Tidak ada Lemah,tidak teratur Menangis kuat 1 1

Jumlah

5 7

Sumber : Sarwono,Ilmu Kebidanan,2006,hal 249.

3. Pemeriksaan Fisik Bayi

a. Pemeriksaan umum

1) BBL / PBL : 2500 gram / 45 cm

2) Jenis kelamin : Perempuan

3) Lingkar kepala : 32 cm (Normal : 32-35 cm)

4) Lingkar dada : 31 cm (Normal : 30-38 cm)

b. Pemeriksaan IPPA
1) Kepala

a) Rambut : tipis, hitam, dan lurus

b) Sutura : tidak teraba jelas (terdapat caput succedaneum)

2) Mata

a) Kesimetrisan : simetris kiri dan kanan

b) Skrela : tidak ikterus

c) Konjungtiva : tampak merah muda

d) Kebersihan mata : bersih

3) Hidung

a) Simetris kiri dan kanan dan tidak ada secret

4) Mulut dan bibir

a) Refleks mengisap kurang baik

b) Bibir kebiru-biruan

5) Kulit

a) kemerahan

6) Leher

a) Tonus otot leher lemah

7) Dada dan perut

a) Gerakan dada : sesuai dengan pola napas

b) Tonjolan/tulang dada : tidak ada

c) Keadaan tali pusat : putih / berpilin

8) Genetalia/anus

a) Labia mayora menutupi labia minora

b) Lubang anus (+)

9) Estremitas

a) Tangan
1) Pergerakan : lemas

2) Jari tangan : lengkap kiri dan kanan

3) Refleks menggenggam : baik

b) Kaki

1) Pergerakan : lemas

2) Jari kaki : lengkap kiri dan kanan

B. Langkah II Merumuskan Diagnosa / Masalah Aktual

1. Bayi lahir cukup bulan sesuai masa kehamilan 39 Minggu 2 hari.

2. Bayi lahir dengan asfiksia sedang

DS :

1. Ibu mengatakan HPHT tanggal 16 08 2010

2. tanggal persalinan 18 05 2011, jam 00.30 Wita

DO :

1. Tafsiran persalinan 23 05 2011

2. Gestasi 39 minggu 2 hari

3. BBL : 2500 gram, PBL : 45 cm

4. Apgar Score : 5/7

Analisa dan Interpretasi data

Bayi lahir cukup bulan dengan umur kehamilan 39 mingggu 2 hari, dihitung dari HPHT tanggal 16
Agustus 2010, sampai pada saat pengkajian setelah bayi lahir tanggal 23 Mei 2011. (Wiknjosastro.H,
2006, hal. 155)

Diagnosa : Asfiksia Sedang

DS :-

DO :
1. Bayi lahir tidak segera menangis

2. Tubuh kemerahan dan ekstremitas bawah biru/pucat

3. Bibir pucat

4. Banyak lendir pada hidung dan mulut

5. Apgar Score 5/7

Analisa dan interpretasi data

Bayi dengan asfiksia,yaitu bayi lahir dengan tidak bernapas secara spontan dan teratur terjadi karena
gangguan pertukaran gas serta transport oksigen dari ibu ke janin sehingga terjadi gangguan dalam
persediaan oksigen. (Wiknjosastro, 2006, hal 709).

C. Langkah III Mengantisipasi Diagnosa/Masalah Potensial

Potensial terjadi asfiksia berat

DS :-

DO :

1. Bayi lahir tidak segera menangis

2. Frekuensi jantung 148x/menit

3. Pernafasan 28x/menit

4. Suhu badan 36,6C

5. Nadi 120x/menit

6. Bibir pucat

7. Apgar Score 5/7

Analisa dan Interpretasi :

Adanya lendir yang banyak pada saluran nafas (mulut dan hidung) dapat menghambat jalan nafas
sehingga proses respirasi terganggu dan menimbulkan asfiksia sedang dan tanpa pertolongan yang
lebih lanjut akan berpotensial asfiksia berat. (Asuhan Kesehatan Anak dalm lingkungan keluarga)

D. Langkah IV Tindakan Segera dan Kolaborasi


Kolaborasi dengan dokter spesalis anak atas intruksi dokter untuk meletakkan bayi dibawah
pemancar panas,mengeringkan tubuh bayi,meletakkan bayi pada posisi kepala lebih rendah dari
badan,membersihkan jalan napas,melakukan rangsangan taktil, melakukan tindakan pemasangan
oksigen 2 liter/menit.

E. Langkah V Rencana Asuhan Kebidanan

Diagnosa : BCB, SMK, Partus lama, Asfiksia sedang

Diagnosa potensial : Potensial terjadinya Asfiksia berat

1. Tujuan : Asfiksia sedang teratasi

2. Kriteria :

a. Bayi dapat bernapas normal (30 - 60 x/menit)

b. Frekuensi jantung sudah teratur (120 - 160 x/menit)

c. Warna kulit kemerahan

d. Bayi menangis, dan bergerak aktif

e. Refleks positif

Intervensi

Tanggal 18 Mei 2011, jam 00.30 Wita

1. Observasi keadaan umum bayi dan tanda-tanda vital khususnya

Rasional : Dengan observasi tanda-tanda vital dapat mengidentifikasi kemungkinan penyimpangan


dari hasil yang diharapkan agar memudahkan dalam kenangan selanjutnya

2. Pertahankan suhu tubuh bayi agar tetap hangat

Rasional : Perawatan bayi dengan tubuh terbungkus dapat terhindar dari konduksi dan evaporasi

3. Atur posisi bayi dengan kepala pada posisi menghidu dengan menempatkan ganjal bahu
sehingga kepala sedikit ekstensi

Rasional : Agar cairan tidak teraspirasi dan pernapasan menjadi lancar

4. Bersihkan jalan nafasdari lendir dengan menggunakan de lee/balon karet

Rasional : Untuk kelancaran proses respirasi sehingga bayi dapat bernafas teratur
5. Keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dan menyelimuti bayi
dengan selimut bersih dan kering

Rasional : Rangsangan ini dapat membantu bayi baru lahir mulai bernafas dan mencegah kehilangan
panas pada bayi melalui evaporasi, konduksi, konveksi dan radiasi

6. Lakukan rangsangan taktil

Rasional : Dengan rangsangan taktil diharapkan segera menangis

7. Observasi keadaan umum bayi dan tanda-tanda vital khususnya pernapasan

Rasional :Dengan observasi dapat mengidentifikasi kemungkinan penyimpangan dari hasil yang
diharapkan serta mengetahui tanda-tanda vital khususnya pernapasan agar memudahkan dalam
penanganan selanjutnya

8. Pemberian oksigen sesuai dengan kebutuhannya

Rasional : Oksigen diberikan kepada bayi untuk membantu pernapasan dan pengembangan pada
paru-paru

9. Pemberian kebutuhan cairan 60 cc/kg BB

Rasional : Untuk membantu pemenuhan nutrisi pada bayi

10. Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya secara on demand dan mengkonsumsi makanan dengan
gizi seimbang

Rasional : Pemenuhan asupan gizi pada ibu menyusui sangat mempengaruhi produksi kualitas ASI

11. Berikan Vitammin K secara Intramuskular

Rasioanl : Mencegah terjadinya perdarahan pada otak

12. Lakukan perawatan tali pusat dengan teknik aseptik

Rasional : Perawatan tali pusat dilakukan dengan teknik aseptik untuk menghindari terjadinya infeksi
tali pusat

13. Rawat bayi didalam inkubator

Rasional : Untuk menghindari terjadinya hipotermi dan mempertahankan suhu tubuh bayi.

F. Langkah VI Pelaksanaan Asuhan Kebidanan

Tanggal 18 Mei 2011, jam 00.30 Wita

1. Mengobservasi keadaan umum bayi dan tanda-tanda vital khususnya


2. Mempertahankan duhu tubuh bayi agar tetap hangat

3. Mengatur posisi bayi dengan kepala pada posisi menghidu dengan menempatkan ganjal bahu
sehingga kepala sedikit ekstensi

4. Membersihkan jalan nafasdari lendir dengan menggunakan de lee/balon karet

5. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dan menyelimuti
bayi dengan selimut bersih dan kering

6. Melakukan rangsangan taktil

7. Mengobservasi keadaan umum bayi dan tanda-tanda vital khususnya pernapasan

8. Pelaksanaan pemberian oksigen sesuai dengan kebutuhannya

9. Memberikan kebutuhan cairan 60 cc/kg BB

10. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya secara on demand dan mengkonsumsi makanan
dengan gizi seimbang

11. Memberikan Vitammin K secara Intramuskular

12. Melakukan perawatan tali pusat dengan cara mengoleskan bethadine pada ujung luka tali pusat
kemudian bungkus dengan kasa steril

13. Merawat bayi didalam inkubator

G. Langkah VII Evaluasi

Tanggal 18 Mei 2011, jam 00.35 Wita

1. Asfiksia sedang dapat teratasi, ditandai dengantanda-tanda vital :

a. Bayi menangis kuat

b. Pernapasan bayi 32 x /menit

c. Frekuensi jantung teratur 140 x /menit

d. Warna kulit kemerahan

e. Suhu tubuh 36,7C

2. Masih terpasang O2 dengan volume 2 liter/menit

3. Bayi dirawat di dalam incubator dengan suhu 33,2C


PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA

BAYI M DENGAN ASFIKSIA SEDANG

DI RSIA SITI FATIMAH MAKASSAR

TANGGAL 18 MEI 2011

No. Register : 05893

Tanggal lahir : 18 Mei 2011 Jam 00.30 Wita

Tanggal Pengkajian : 18 Mei 2011 Jam 11.00 Wita

Identitas Pasien

1. Identitas Bayi

a. Nama : By M

b. Tanggal, jam lahir : 18 Mei 2011, Jam 00.30 Wita

c. Anak ke : I (Pertama)

d. Jenis kelamin : Perempuan

e. Alamat : Jl. Tamangapa Raya III No.1

2. Identitas Ibu / Ayah

a. Nama Ibu / Ayah : Ny M / Tn R

b. Umur : 27 Tahun / 27 Tahun

c. Nikah : 1 kali, lamanya 2 Tahun

d. Suku : Makassar / Makassar

e. Agama : Islam / Islam

f. Pendidikan : SMA / SMA

g. Pekerjaan : IRT / Buruh Harian

h. Alamat : Jl. Tamangapa Raya III No.1

Data Subjektif
1. HPHT tanggal 16 - 08 2010

2. TP tanggal 23 - 05 2011

3. Usia kehamilan 39 Minggu 2 Hari

4. Ibu ANC 4 kali selama pemeriksaan kehamilan di RSIA Siti Fatimah Makassar.

5. Ibu pernah mendapat imunisasi TT sebanyak 2 kali selama kehamilan di RSIA Siti Fatimah
Makassar yaitu TT1 pada bulan Januari 2011 dan TT2 pada bulan Februari 2011.

6. Ibu masuk kamar bersalin jam 19.15 Wita, dengan keluhan sakit perut tembus ke belakang
disertai dengan pelepasan lendir dan darah sejak jam 15. 45 Wita.

Data Objektif

1. Bayi lahir tanggal 18 Mei 2011, jam 00.30 Wita

2. Bayi lahir tidak segera bernapas spontan dan teratur, dengan frekuensi 28 x/menit.

3. BBL : 2500 gram, PBL : 45 cm.

4. Seluruh tubuh merah ekstremitas bawah biru

5. Frekuensi jantung 148 x/menit

6. Apgar Score 5/7

7. Bayi dibungkus dengan kain kering dan bersih

8. Kebutuhan cairan 60 cc/kg BB/hari.

9. Terpasang oksigen dengan volume 2 liter/menit.

Assesment

1. Bayi lahir cukup bulan sesuai masa kehamilan 39 Minggu 2 Hari

2. Bayi lahir dengan asfiksia sedang

3. Antisipasi terjadinya asfiksia berat

Planning

Tanggal 18 Mei 2011, jam 00.30 Wita

1. Mengobservasi keadaan umum bayi dan tanda-tanda vital khususnya


Hasil : Seperti frekuensi jantung : 148 x/menit, suhu badan : 36,6 oC, Pernapasan : 28 x/menit dan
kulit kemerahan ekstremitas biru

2. Mempertahankan duhu tubuh bayi agar tetap hangat

Hasil : Bayi terbungkus dengan kain bersih dan kering

3. Mengatur posisi bayi dengan kepala pada posisi menghidu dengan menempatkan ganjal bahu
sehingga kepala sedikit ekstensi

Hasil : kepala bayi dalam posisi sedikit ekstensi

4. Membersihkan jalan nafas dari lendir dengan menggunakan de lee/balon karet

Hasil : Lendir telah dikeluarkan dari mulut dan hidung

5. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dan menyelimuti
bayi dengan selimut bersih dan kering

Hasil : Badan bayi telah dikeringkan dan terbungkus oleh kain bersih dan kering

6. Melakukan rangsangan taktil

Hasil : Bayi mulai menagis

7. Mengobservasi keadaan umum bayi dan tanda-tanda vital khususnya pernapasan

Hasil : Pernafasan 32x/menit, frekunsi jantung 140x/menit , suhu 36,7C dan kulit agak kemerahan

8. Pelaksanaan pemberian oksigen sesuai dengan kebutuhannya

Hasil : Terpasang oksigen dengan volome 2 liter/menit

9. Memberikan kebutuhan cairan 60 cc/kg BB

Hasil : Bayi diberi susu formula sebanyak 25 cc/4 jam

10. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya secara on demand dan mengkonsumsi makanan
dengan gizi seimbang

Hasil : Ibu bersedia melakukan anjuran petugas kesehatan

11. Memberikan Vitammin K secara Intramuskular

Hasil : Bayi telah di injeksi Vit K secara Intramuskular

12. Melakukan perawatan tali pusat dengan cara mengoleskan bethadine pada ujung luka tali pusat
kemudian bungkus dengan kasa steril

Hasil : Tali pusat terbungkus kasa steril

13. Merawat bayi didalam inkubator


Hasil : bayi dirawat didalam incubator dengan suhu 33,2C

PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA

BAYI M DENGAN ASFIKSIA SEDANG

DI RSIA SITI FATIMAH MAKASSAR

TANGGAL 19 MEI 2011

Data Subjektif

1. Dokter mengatakan keadaan bayi sudah mulai membaik

Data Objektif

1. Keadaan umum bayi sudah baik dan aktif.

2. Pernapasan bayi sudah normal, 42 x/menit.

3. Warna kulit kemerahan

4. Tali pusat tidak terbungkus kasa steril.

5. Bayi belum dimandikan

6. Pemberian oksigen dihentikan

7. Kebutuhan cairan 80 ml/kg/BB/hari,

8. BBL : 2500 gr BBS : 2600 gr PB : 45 cm

Assesment

Bayi lahir dengan BB : 2500 gr,BBS: 2600, PB : 45 cm, keadaan bayi baik sudah mulai membaik.

Planning

Tanggal 19 Mei 2011, jam 10.00 Wita

1. Mempertahankan suhu tubuh bayi dengan menjaga bayi tetap terbungkus, agar suhu bayi
dalam batas normal.
2. Mengobservasi tanda-tanda vital seperti : frekuensi jantung : 146 x/menit, suhu badan : 36,7
oC, pernapasan : 42 x/menit.

3. Pemberian kebutuhan cairan 80 cc/kg BB/hari

4. Merawat tali pusat dengan teknik aseptik.

5. Mengganti pakaian/popok bayi setiap kali basah.

6. Menganjurkan ibu untuk memberi ASI secara on demand, setelah bayinya membaik.

7. Mengingatkan kembali ibu agar mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang dan ibu bersedia
melaksanakan apa yang dianjurkan.

8. Menganjurkan ibu agar merawat payudara dan teknik menyusui yang benar.

PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA

BAYI M DENGAN ASFIKSIA SEDANG

DI RSIA SITI FATIMAH MAKASSAR

TANGGAL 20 MEI 2011

Data Subjektif

1. Dokter mengatakan keadaan bayi sudah membaik

2. Ibu sudah mulai memberikan ASI pada bayinya

Data Objektif

1. Bayi sudah mulai menetek,refleks isap sudah baik.

2. Tanda-tanda vital :
Frekuensi jantung : 142 x/menit

Pernapasan : 36 x/menit

Warna kulit : Seluruh tubuh kemerah-merahan

3. Tonus otot leher baik

4. Gerakan dada sesuai dengan pola napas bayi

5. Tali pusat tidak terbungkus gaas steril.

6. Pergerakan tangan dan refleks menggenggam baik

7. Bayi belum dimandikan

8. Kebutuhan cairan 100 ml/kg/BB/hari

Assesment

Bayi lahir dengan BB : 2500 gr,BBS : 2600 PB : 45 cm, keadaan bayi baik dan bayi bisa pulang.

Planning

Tanggal 20 Mei 2011, jam 09.00 Wita

1. Memperhatikan suhu tubuh bayi dengan menjaga bayi tetap terbungkus, agar suhu tubuh bayi
dalam batas normal.

2. Mengobservasi tanda-tanda vital seperti : frekuensi jantung : 142 x/menit, suhu badan : 36,7 oC,
pernapasan : 36x/menit

3. Mengajarkan pada ibu cara memandikan bayi dan cara merawat tali pusat.

4. Menganjurkan ibu untuk tetap memberi ASI

5. Mengingatkan kembali ibu agar mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang dan ibu bersedia
melaksanakan apa yang dianjurkan.

6. Mengingatkan kembali ibu agar merawat payudara dan teknik menyusui yang benar.
BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan antara teori dan hasil asuhan yang telah
diberikan pada bayi M dengan asfiksia sedang di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar
pada tanggal 18 Mei sampai dengan 20 Mei 2011 sesuai dengan tinjauan pustaka.

Pembahasan ini dibuat berdasarkan teori dan asuhan yang nyata dengan proses pendekatan
menajemen asuhan kebidanan yang dibagi dalam tujuh tahap yaitu : pengkajian dan analisa data
dasar, merumuskan diagnosa/masalah aktual, mengantisipasi diagnosa/masalah potensial, tindakan
segera dan kolaborasi, perencanaan tindakan asuhan kebidanan, melaksanakan tindakan asuhan
kebidanan, evaluasi hasil asuhan kebidanan, serta mendokumentasikan asuhan kebidanan.

A. Langkah I Pengkajian dan analisa data dasar

Tahap pengkajian diawali dengan pengumpulan data melalui anamnese yang meliputi identitas bayi
dan ibu, data biologis/fisiologis riwayat kehamilan, persalinan sekarang dan pemeriksaan fisik yang
berpedoman pada format pengkajian yang tersedia, namun tidak menutup kemungkinan untuk
menambahkan data-data lain yang ditemukan jika dibutuhkan.

Asfiksia dalam tinjauan pustaka adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport O2
dari ibu kejanin sehingga terjadi gangguan dalam persalinan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Data
yang diperoleh dari kasus bayi M yaitu asfiksia sedang dengan melihat data yang diperoleh maka
tidak terdapat perbedaan tinjauan pustaka dengan kasus nyata pada bayi M dengan asfiksia
sedang.

Pada tahap pengkajian ini, penulis tidak menemukan hambatan yang berarti karena adanya sikap
kooperatif dari keluarga bayi M yang dapat menerima kehadiran penulis saat mengumpulkan data
sampai tindakan yang diberikan serta mau menerima anjuran serta saran yang diberikan oleh bidan.

B. Langkah II Merumuskan Diagnosa/Masalah Aktual

Asfiksia dalam tinjauan pustaka adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan
dan teratur setelah bayi lahir. Penilaian asfiksia terdapat 3 yaitu warna kulit biru atau
sianosis,frekuensi jantung <100 kali permenit dan tidak segera menangis.Sedangkan pada studi
kasus bayi M ditemukan bayi tidak segera menangis,warna kulit merah dan ekstremitas biru
sehingga ditegakkan diagnosa asfiksia sedang.
Demikian penerapan tinjauan pustaka dan tinjauan studi kasus pada bayi M dimana tidak terdapat
adanya kesenjangan antara tinjauan pustaka dan studi kasus.

C. Langkah III Mengantisipasi Diagnosa/Masalah Potensial

Pada tinjauan pustaka diidentifikasikan adanya masalah potensial yang mungkin terjadi pada bayi
M berdasarkan pengumpulan data, pengamatan yang cermat dan observasi serta evaluasi
didapatkan bahwa jika asfiksia sedang jika tidak ditangani segera maka dapat mengakibatkan
terjadinya asfiksia berat.

Sedangkan pada studi kasus didapatkan data yang mendukung yaitu pada partus lama, pernapasan
lambat dan warna kuli badan merah, ekstremitas bawah biru, sehingga penulis mengidentifikasi
diagnosa/masalah potensial terjadi asfiksia berat yang menunjukkan tidak adanya kesenjangan
antara tinjauan pustaka dan studi kasus.

D. Langkah IV Tindakan Segera dan Kolaborasi

Pada tinjauan pustaka dijelaskan tindakan yang dapat segera dilakukan untuk mengatasi asfiksia
adalah meletakkan bayi dibawah pemancar panas sambil mengeringkan tubuh bayi, mengatur posisi
bayi, membersihkan jalan napas, rangsangan taktil dan dilakukan pemasangan oksigen 2 liter/menit.

E. Langkah V Rencana Asuhan Kebidanan

Pada tinjauan pustaka dijelaskan bahwa suatu rencana tindakan yang termasuk indikasi dan yang
dapat ditimbulkan berdasarkan kondisi klien, serta hubungannya dengan masalah yang dialami klien,
meliputi antisipasi dengan bimbingan terhadap keluarga klien dan rencana tindakan harus disetujui
oleh keluarga klien, semua tindakan harus berdasarka rasional yang relevan dan diakui kebenarannya
serta situasi dan kondisi harus secara otomatis.

Pada bayi M dengan asfiksia sedang penulis merencanakan asuhan kebidanan berdasarkan
diagnosa/masalah aktual dan potensial sebagai berikut, rencana tindakannya terdiri dari keringkan
tubuh bayi, ganti kain yang basah dengan kain yang kering dan bersih kemudian membungkus tubuh
bayi, atur posisi bayi dengan kepala sedikit ekstensi dan bersihkan mulut hingga hidung, nilai usaha
bernapas, warna kulit, dan frekuensi jantung.

Dalam tinjauan pustaka dikatakan bahwa asfiksia sedang tindakan yang harus segera diberikan
adalah mengeringkan tubuh bayi dan membungkusnya, mengatur posisi bayi kemudian
membersihkan mulut hingga hidung. Hal ini menunjukkan bahwa ada kesamaan antara tinjauan
pustaka dan tinjauan manajemen asuhan kebidanan pada penerapan studi kasus dilahan praktek.

F. Langkah VI Pelaksanaan Tindakan Asuhan Kebidanan

Sesuai tinjauan manajemen kebidanan bahwa melaksanakan rencana tindakan harus efisiensi dan
menjamin rasa aman bagi klien. Implementasi dapat dikerjakan secara keseluruhan oleh bidan serta
bekerjasama dengan tim kesehatan lainnya sesuai dengan tindakan yang telah direncanakan. Pada
studi kasus bayi M dengna asfiksia sedang semua tindakan yang telah direncanakan sudah
dilaksanakan seluruhnya dengan baik, tanpa hambatan karena kerjasama dan penerimaan yang baik
dari keluarga klien dan petugas kesehatan yang ada diruang bayi.

G. Langkah VII Evaluasi Asuhan Kebidanan

Pada tinjauan manajemen asuhan kebidanan evaluasi merupakan langkah akhir dari proses
manajemen asuhan kebidanan. Mengevaluasi pencapaian dengan criteria yang diidentifikasikan,
memutuskan apakah tujuan telah tercapai atau belum tercapai.

Pada tinjauan pustaka evaluasi yang telah ditunjukkan adalah menilai usaha bernapas, frekuensi
denyut jantung dan warna kulit. Berdasarkan studi kasus bayi M dengan asfiksia sedang, telah
dilakukan asuhan yang tepat maka tidak ditemukan hal-hal yang menyimpang. Dari hasil yang
diperoleh dapat disimpulkan bahwa semua asuhan kebidanan yang diterapkan telah tercapai,
sehingga asfiksia sedang dapat teratasi.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan mengemukakan beberapa kesimpulan dan saran untuk memberikan
gambaran dan informasi tentang asfiksia.

A. Kesimpulan

1. Asfiksia adalah suatu keadaan bayi yang tidak dapat bernapas spontan dan teratur setelah lahir.
Terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport oksigen dari ibu ke janin sehingga terjadi
gangguan dalam persediaan oksigen dan peningkatan karbondioksida.

2. Dalam mendiagnosa terjadinya Asfiksia neonatorum dapat diamati pada proses persalinan dan
pada saat penilaian bayi baru lahir ada 3 yaitu berdasarkan warna kulit, frekuensi jantung dan
pernapasan. Tindakan yang dilakukan pada bayi asfiksia adalah dengan resusitasi.

3. Kasus asfiksia harus ditangani dengan cepat dan tepat karena memberi dampak yang sangat
buruk terhadap kelangsungan hidup bayi, yang dapat dilakukan dengan cara heart massage atau
menekan dan melepas dada bayi dan resusitasi terhadap asfiksia berat serta pemberian O2 secara
hati-hati.

4. Manajemen kebidanan adalah suatu metode pendekatan pemecahan masalah yang digunakan
oleh bidan, dalam proses pemecahan masalah dalam pemberian pelayanan asuhan kebidanan.
Dengan tahapan sebagai berikut : pengumpulan dan analisa data, merumuskan diagnosa/masalah
aktual, antisipasi masalah/potensial, menilai perlunya tindakan segera dan kolaborasi, merencanakan
tindakan asuhan kebidanan, melaksanakan tindakan asuhan kebidanan, evaluasi asuhan kebidanan.

B. saran

1. Bidan sebagai media di lini terdepan diharapkan peka terhadap pertolongan persalinan sehingga
dapat mencapai well born baby dan well health mother. Oleh karena itu bekal utama sebagian bidan
adalah melakukan pengawasan hamil, sehingga kehamilan dengan risiko tinggi segera melakukan
rujukan medis, melakukan pertolongan hamil risiko rendah dengan memanfaatkan partograf, dan
melakukan perawatan ibu dan bayi baru lahir.

2. Dalam penanganan kasus asfiksia perlunya bidan dapat mengenal tanda-tanda atau gejala
asfiksia sedini mungkin dengan observasi yang lebih jelas pada tanda-tanda vital agar dapat
mengantisipasi kemungkinan yang terjadi pada ibu dan janin sebelum ibu melahirkan.

3. Bidan dituntut untuk melakukan penanganan terhadap gawat janin dengan penilaian
berdasarkan kriteria nilai Apgar, agar bidan dapat melakukan tindakan yang tepat diantaranya
melakukan rujukan medis sehingga keselamatan bayi dapat ditingkatkan.

4. Bidan harus memberikan asuhan sesuai dengan kewenangannya untuk itu manajemen asuhan
kebidanan perlu dikembangkan karena merupakan alat yang mendasar bagi bidan untuk
memecahkan masalah klien dalam berbagi kasus.

Anda mungkin juga menyukai