Anda di halaman 1dari 24

Presentasi Kasus Ilmu Kesehatan Anak

No. RM : xxxxx

Nama : CAA Ruang : xxxxx


Anamnesis
Umur : 6 tahun Kelas : I

Nama : CAA Jenis kelamin : Perempuan


Tgl lahir : 6 April 2011 Umur : 6 tahun

Nama Ayah : Tn. AM Usia Ayah : 42


Pekerjaan Ayah : PNS Pendidikan Ayah : S1

Nama Ibu : Ny. H Umur : 38 th


Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga Pendidikan Ibu : SMA

Alamat : Pangenjuru Tengah RT/RW 04/01 Purworejo


Tgl masuk RS : 7 Mei 2017
Diagnosis masuk : Demam Berdarah Dengue

Dokter yang merawat

Tanggal 8 Mei 2017, Auto dan allo-anamnesis dengan pasien dan orang tua pasien

Keluhan utama : Demam

Keluhan tambahan : Perut terasa kembung dan nyeri

Riwayat penyakit sekarang :


3 hari SMRS pasien mengeluh demam tinggi. Demam tidak diukur dengan termometer. Demam
muncul mendadak dan tidak menggigil. Badan terasa lemas, sakit kepala (+), mual tanpa
muntah.

1
2 hari SMRS pasien mengeluh demam naik turun. Badan masih terasa lemas, sakit kepala (+),
mual tanpa muntah, perut mulai terasa nyeri.
1 hari SMRS pasien berobat ke rumah sakit swasta. Demam (+), Badan masih terasa lemas,
sakit kepala (-), mual tanpa muntah, Perut dirasa kembung dan nyeri nafsu makan menurun.
HMRS pasien masuk ke RSUD dr. Tjitrowardojo Purworejo. Demam (-) sudah menurun, Badan
masih terasa lemas, mual tanpa muntah, perut terasa kembung, nyeri perut berkurang, nafsu
makan menurun, BAK jarang

Riwayat penyakit dahulu :


Tidak ada riwayat keluhan serupa sebelumnya
Tidak ada riwayat alergi obat maupun makanan
Tidak ada riwayat operasi
Tidak ada riwayat rawat inap di rumah sakit

Riwayat penyakit keluarga :


Riwayat Penyakit DM pada nenek dari pihak ayah
Tidak ada yang pernah menderita penyakit demam dengue di keluarga

2
Iktisar Keturunan

70 68 71 66

50 45 42 38 33 51 42 38
46

16 13 6

Kesimpulan : Adanya riwayat penyakit DM pada keluarga dan memiliki resiko untuk diturunkan.

Riwayat kehamilan dan persalinan :


Riwayat Antenatal
Saat hamil ibu berusia 32 tahun. Ibu rutin memeriksakan kehamilannya di bidan. Tidak
mengkonsumsi obat-obatan lain selama kehamilan.
Riwayat Natal/Persalinan
Pasien lahir dari ibu G3P2A0 di rumah secara normal dan langsung menangis dengan usia
kehamilan 38 minggu. Berat lahir 2900 gram, panjang badan lahir 46 cm. Air ketuban jernih,
tidak ada ketuban pecah dini.
Riwayat Post Natal
Bayi dalam keadaaan sehat. Setelah lahir bayi langsung IMD, tidak mengalami kulit berwarna
kuning, tidak kejang dan tidak sesak nafas. Bayi diberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan dan
diteruskan dengan ASI dan MPASI sampai usia 3 tahun.

3
Kesimpulan : Riwayat kejang demam tidak ada, tidak asfiksia pada saat kelahiran. Pasien diberikan
ASI eksklusif sampai 6 bulan.

Riwayat Nutrisi :
ASI diberikan sejak lahir sampai usia 6 bulan
Sejak usia 6 bulan 11 bulan diberi ASI + bubur tim yang dibuat sendiri dan buah pisang
(sampai kenyang).
Sejak usia 11 bulan diberikan nasi tim bersama sayur-sayuran dengan lauk 1-2x sehari
(sampai kenyang).
Makanan padat : usia 15 bulan hingga sekarang diberi makanan keluarga. Frekuensi makan
rata-rata 2x sehari sebanyak satu piring.
Kesimpulan : Pasien mendapatkan ASI eksklusif, mengkonsumsi makanan pendamping ASI dan
makanan keluarga hingga sekarang dengan kualitas dan kuantitas yang tercukupi.

Riwayat Tumbuh Kembang


Pertumbuhan
Menurut ibu, pasien semasa kecil rajin dibawa ke Posyandu dan tidak pernah mengalami
masalah pertumbuhan
Perkembangan :
Menurut ibu, pasien mulai duduk tidak disangga sekitar usia 6 bulan dan mulai
mengucapkan mama pada usia sekitar 13 bulan. Di usia 20 bulan, anak mulai dapat
berjalan tanpa dititah. Sampai saat ini, pasien tidak ada masalah dengan motorik kasar-halus,
kognitif, emosional, sosial, maupun komunikasi dan bahasa.
Kesimpulan : Tidak ada permasalahan pada pasien terkait perkembangan dan pertumbuhan.

4
Riwayat Imunisasi :
BCG 1x (usia 1 bulan)
DPT 3x (usia 2, 3, 4 bulan), booster Td usia 7 tahun
Polio 4x (usia 0, 2, 3, 4 bulan)
Hepatitis B 4x (usia 0, 2, 3, 4 bulan)
Campak pada usia 9 bulan, booster 1x usia 6 tahun

Kesimpulan : Imunisasi PPI dilakukan, tanpa imunisasi non-PPI.

Riwayat Personal Sosial


Sosial
Pasien sejak lahir berada di rumah, tinggal bersama ibu, ayah, kakak kandung perempuan.
Ekonomi
Sumber pendapatan utama keluarga didapat dari ayah yang bekerja sebagai PNS.
Penghasilan yang didapat dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Lingkungan
Lingkungan sekitar rumah bersih, tapi tetangga kurangmemperhatikan kebersihan
lingkungan. Menguras bak air rumah seminggu sekali dan menutuptempat penampungan
air. Genangan air dilingkungan rumah hanya air comberan biasa. Teman pasien juga ada
mengeluh demam. Lingkungan rumah belum pernah dilakukan fogging.

Kesimpulan : Riwayat sosial ekonomi baik. Riwayat lingkungan di sekitar pasien menjadi faktor resiko
untuk penyakit demam berdarah.

5
Nama : CAA Ruang : xxxxx
Pemeriksaan Fisik
Umur : 6 tahun Kelas : I

Anamnesis Sistem
Sistem saraf pusat : Demam (+), kejang (-), penurunan kesadaran (-)
Sistem kardiovaskular : Sianosis (-)
Sistem respirasi : Sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-) krepitasi (-)
Sistem gastrointestinal : BAB darah (-), perut kembung (+), nyeri perut (+), mual (+),
muntah (-)
Sistem urogenital : Nyeri BAK (-), tanda-tanda iritatif (-), BAK Jarang
Sistem muskuloskeletal : Kekakuan otot (-), kelemahan ekstremitas (-)
Sistem integumentum : Gatal (-), bengkak (-), kemerahan (-)

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Terlihat Lemas


Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 128 x/menit > naik (anak usia 5-6 tahun normal 75 115 x/menit)
Tekanan darah : 90/60 mmHg > turun (anak usia 6-9 tahun normal sistole 97-115
mmHg, diastole 57-76 mmMg)
Suhu badan : 36,5 0C
Pernafasan : 31 x/menit
Berat badan : 17 kg
Panjang badan : 110 cm

Status Gizi
BB : 17 kg
TB : 110 cm
BB/U Z-Score : di bawah -1 SD (normal)
TB/U Z-Score : di bawah -1 SD (normal)

6
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Kepala
Bentuk : normocephal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cowong (-/-), Oedem Palpebra (+/+)
Hidung : nafas cuping hidung (-), epistaksis (-)
Mulut : stomatitis (-), mukosa bibir kering (-), bibir sianosis (-), perdarahan mulut dan gusi (-), lidah
kotor (-)
Faring : hiperemis (-), tonsil tidak membesar
Leher : massa (-), pembesaran limfonodi (-), nyeri telan (-)

Pemeriksaan Thorax
Inspeksi : Simetris (+), retraksi dada (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru-paru
Auskultasi : Suara dasar vesikular (+), wheezing (-), stridor (-)

Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Icrus cordis teraba

7
Perkusi : Irama reguler, bising jantung (-)
Auskultasi : Bunyi jantung regular, suara tambahan jantung (-)

Pemeriksaan Paru-paru
Kanan Kiri
Inspeksi Tampak simetris, retraksi subcostalis(-), Tampak simetris, retraksi subcostalis (-),
retraksi supraclavicularis (-), retraksi retraksi supraclavicularis (-), retraksi
intercostalis (-), ketinggalan gerak (-) intercostalis (-), ketinggalan gerak (-)

Palpasi Ketinggalan gerak (-), deformitas (-), Ketinggalan gerak (-), deformitas (-),
fokal fremitus kanan=kiri fokal fremitus kanan=kiri

Perkusi Sonor pada seluruh lapangan paru Sonor pada seluruh lapangan paru

Auskultasi Suara dasar vesicular (-), ronkhi (-), Suara dasar vesicular (-), ronkhi (-),
wheezing (-) wheezing (-)

Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Distensi (+), jejas (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) frekuensi normal
Palpasi : Supel (+), hepatomegali 3cm (+) teraba lunak, permukaan rata, splenomegali (-),
nyeri tekan (-)
Perkusi : Tympani (+), Shiffting Dullness (+), Tes Undulasi (+)

Pemeriksaan Extremitas
Superior : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, petekie (-)
Inferior : Sianosis (-), arteri dorsalis pedis teraba lemah, edema (-), CRT < 2 detik, petekie (+)

RINGKASAN ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK


Seorang pasien perempuan berusia 6 tahun kiriman dari RS swasta datang dengan keluhan
demam sejak 5 hari SMRS. Demam mendadak tinggi dan naik turun. Pasien juga merasa badan terasa
lemas, otot dan persendian terasa pegal-pegal. Perut terasa kembung dan nyeri. Terdapat mual tanpa
muntah. BAB tidak ada keluhan. BAK jarang. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya oedem
palpebra, hepatomegali, dan asites.

8
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diagnosis & Nama : CAA Ruang : Utama

Rencana Terapi Usia : 6 tahun Kelas : I1

Diagnosis Banding
Demam Berdarah Dengue
Demam Dengue
Demam Tifoid

Rencana Pemeriksaan
Pemeriksaan darah rutin
IgM & IgG antidengue

Hasil Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium darah rutin 7/52017 :
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 14,5 g/dL 10,8 15.6
Leukosit 5,5 103/L 4.5 13.5
Hematokrit 42 % 33 45
Eritrosit 5,0 106/L 3.80 5.80
Trombosit 33 103/L 150 400
MCV 83 fL 69 93
MCH 29 Pg 22 34
MCHC 35 g/dL 32 36
Diff Count
Netrofil - % 50 70
Limfosit - % 25 40
Monosit - % 28
Eusinofil - % 2.00 4.00
Basofil - % 01

9
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Laboratorium darah rutin 8/52017 :


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 15,5 g/dL 10,8 15.6
Leukosit 10,4 103/L 4.5 13.5
Hematokrit 44 % 33 45
Eritrosit 5,3 106/L 3.80 5.80
Trombosit 27 103/L 150 400
MCV 84 fL 69 93
MCH 29 Pg 22 34
MCHC 35 g/dL 32 36
Diff Count
Netrofil - % 50 70
Limfosit 64 % 25 40
Monosit 20 % 28
Eusinofil 0,20 % 2.00 4.00
Basofil - % 01
Dengue
IgM Dengue Positif Negatif
IgG Dengue Positif Negatif

Laboratorium darah rutin 9/52017 :


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 12,2 g/dL 10,8 15.6
Leukosit 7,0 103/L 4.5 13.5
Hematokrit 35 % 33 45
Eritrosit 4,2 106/L 3.80 5.80
Trombosit 28 103/L 150 400
MCV 84 fL 69 93

10
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

MCH 29 Pg 22 34
MCHC 35 g/dL 32 36
Diff Count
Netrofil 28,30 % 50 70
Limfosit 54,60 % 25 40
Monosit 15,10 % 28
Eusinofil 0,10 % 2.00 4.00
Basofil 1,90 % 01

Laboratorium darah rutin 10/52017 :


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 13,3 g/dL 10,8 15.6
Leukosit 8,5 103/L 4.5 13.5
Hematokrit 38 % 33 45
Eritrosit 4,6 106/L 3.80 5.80
Trombosit 50 103/L 150 400
MCV 83 fL 69 93
MCH 29 Pg 22 34
MCHC 35 g/dL 32 36
Diff Count
Netrofil 26,50 % 50 70
Limfosit 55,80 % 25 40
Monosit 15,10 % 28
Eusinofil 0,80 % 2.00 4.00
Basofil 1,80 % 01

Diagnosis Utama : Demam Berdarah Dengue

11
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Rencana Tatalaksana
Suportif dan medikamentosa
Pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat
penurunan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pada kasus ini dilakukan terapi
sesuai penanganan DBD disertai syok (derajat III atau IV)
- Penggantian volume plasma segera, cairan intravena larutan ringer laktat 10-20ml/kgBB secara
bolus diberikan dalam waktu 30 menit. Apabila syok belum teratasi berikan ringer laktat
20ml/kgBB ditambah koloid 20-30ml/kgBB/jam, maksimal 1500ml/hari.
- Pemberian cairan 10ml/kgBB/jam tetap didberikan 1-4 jam pasca syok. volume cairan
diturunkan menjadi 7ml/kgBB/jam, selanjutnya 5ml, dan 3ml apabila tanda vital dan diuresis
baik.
- Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam. Jumlah urin 1 ml/kgBB/jam merupakan indikasi
bahwa sirkulasi membaik. Serta periksa laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit dan
hemoglobin) tiap 6 jam
- Untuk tatalaksana awal pada pasien karena muncul tanda syok (nadi cepat, tekan darah
menurun, dan arteri dorsalis pedis teraba lemah) maka dilakukan rehidrasi secepatnya dengan
Infus Ringer Laktat 170ml/kgBB dalam 30 menit. Kemudian dilakukan evaluasi ulang tanda
vital untuk menentukan langkah terapi selanjutnya.
- Atasi demam dengan Paracetamol syr 1,5 Cth / 4-6 jam (bila T 38C)

Edukasi
Menerangkan kepada orang tua anak bahwa kondisi yang dialami adalah suatu infeksi virus.
Memotivasi anak untuk menjaga asupan minum tetap banyak.
Menerangkan kepada orang tua anak mengenai peluang penyebab atau faktor risiko dan
faktor pencetus.
Menerangkan komplikasi dan prognosis penyakit yang dialami anak.

Prognosis
Dubia ad bonam.

12
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi, Etiologi, dan Epidemiologi


Menurut World Health Organization (WHO), demam berdarah dengue (DBD) merupakan
penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi salah satu dari empat tipe virus
dengue. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular yang ditandai dengan demam
mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati,
disertai dengan tanda-tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechia), ruam (purpura),
mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun yang disertai leukopenia, limfadenopati,
trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada demam berdarah dengue terjadi perembesan plasma
yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh. Hal yang dianggap serius pada demam berdarah dengue adalah jika muncul perdarahan dan
tanda-tanda syok/ renjatan.
Virus dengue termasuk ke dalam kelompok Arbovirus yang digolongkan kedalam genus
Flavivirus famili Flaviviridae. Virus dengue disebarkan oleh vektor yaitu nyamuk aedes aegypti. Virus
dengue memiliki 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Infeksi virus akan memacu
pembentukan imunitas terhadap serotipe yang homolog, namun hanya dapat melindungi sementara
terhadap 3 serotipe yang lain. Seseorang di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 serotipe atau
bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dan serotipe DEN-3
mendominasi serotipe yang ditemukan dan sering berhubungan dengan kasus yang berat. Sebagai
tambahan, terdapat 3 virus yang ditulari oleh artropoda (arbovirus) lainnya yang menyebabkan penyakit
mirip dengue.
Virus Nama Penyakit Vektor Distribusi
Aedes aegepty Afrika, India,
Togavirus Chikungunya
Aedes africanus Asia Tenggara
Togavirus Onyong-nyong Anopheles funestus Afrika Timur

Culex molestus Eropa, Afrika,


Flavivirus West Nile Fever
Culex univittatus Timur Tengah, India

13
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM. Studi seroepidemiologi
menunjukkan bahwa pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder
terjadi peningkatan antibodi yang merupakan faktor resiko mayor terjadinya dengue hemmoragic fever
dan dengue shock syndrome. Pada infeksi primer antibodi IgG menungkat sekitar demam hari ke 14,
sedangkan pada infeksi sekunder IgG meningkat pada demam hari kedua. Oleh karena itu diagnose dini
infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah sakit hari kelima,
diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan
IgM yang cepat.
Biasanya aktivitas menggigit dimulai pada pagi sampai petang hari dengan puncak aktivitas
antara pukul 9.00-10.00 dan 16.00-17.00. Kemampuan terbang nyamuk betina 40 meter, maksimal
100 meter. Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada musim hujan, dimana banyak genangan air
bersih yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia. Indonesia
merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia
antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian
luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung
menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti
dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan
tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng
bekas dan tempat penampungan air lainnya). Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan
transmisi virus dengue yaitu :
1) Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan,
transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dai satu tempat ke tempat lain;
2) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap
nyamuk, usia dan jenis kelamin;
3) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

14
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Penyakit demam dengue sebegian besar menyerang anak usia < 15 tahun. Di dunia rata-rata kasus
infeksi dengue setiap tahun yang dilaporkan mencapai 925.896 kasus, sedangkan di Indonesia jumlah
yang dilaporkan sebanyak 160.000 (15-20% kasus dunia). Insiden rate di Jawa Tengah sepuluh
kabupaten/kota dengan insiden tinggi tahun 2013 adalah Kabupaten Jepara, Kota Semarang, Kota
Magelang, Blora, Rembang, Purbalingga, Kudus, Kendal, dan Batang. Penyakit DBD masih merupakan
permasalahan serius di Provinsi Jawa Tengah, terbukti 35 kabupaten/kota sudah pernah terjangkit
penyakit DBD.
Angka kesakitan/Incidence Rate (IR) DBD di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2013 sebesar
45,52/100.000 penduduk, terjadi peningkatan bila dibandingkan tahun 2012 sebesar 19,29/100.000
penduduk dan sudah di luar dalam target nasional yaitu <20/100.000 penduduk. Angka kesakitan
tertinggi terjadi di Kabupaten Jepara sebesar 166,30/100.000 penduduk. Angka kesakitan terendah di
Kabupaten Purworejo sebesar 4,94/100.000 penduduk.

B. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam
terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue. Respon imun yang diketahui berperan
dalam pathogenesis DBD adalah:
1. Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berparan dalam proses netralisasi virus,
sitolisis yang dimeasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Antibody terhadap
virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pad monosit atau makrofag. Hipotesis ini
disebut antibody dependent enhancement (ADE);
2. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam respon imun seluler
terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2
dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10;
3. Monosit dan makrolag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun proses
fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag;
4. Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.

15
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Faktor utama dalam proses penularan infeksi virus dengue yaitu, manusia sebagai host, virus
sebagai agent dan adanya vektor perantara. Vektor virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti, Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain. Nyamuk Aedes
mendapatkan virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Virus
kemudian berkembang biak dalam tubuh nyamuk yang terutama pada kelenjar liurnya dalam waktu 8-
10 hari ( extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan
berikutnya.
Virus dalam tubuh nyamuk betina juga dapat ditularkan kepada telurnya (transovarian
transmission), namun peranannya dalam penularan virus kepada manusia masih dalam penelitian. Sekali
virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat
menularkan virus selama hidupnya (infektif). Pada manusia, virus memerlukan waktu 4-6 hari (intrinsic
incubation period) sebelum menimbulkan sakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat
terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas
sampai 5 hari setelah demam timbul.
Hipotesis infeksi heterolog sekunder (the secondary heterologous infection) menyatakan bahwa
pasien yang mengalami infeksi kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog (virus dengan
serotipe lain) akan memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita DBD dan SSD (Sindrom Syok
Dengue). Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenali virus lain yang menginfeksi
dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan reseptor dari
membran sel leukosit, terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog, maka virus tidak
dinetralisasikan oleh tubuh sehingga virus bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Terbentuk
kompleks antigen-antibodi akan mengaktivasi sistem komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 maka akan
dilepas C3a dan C5a (zat anafilaktosin), dua peptida yang mampu melepaskan histamin dan merupakan
mediator kuat sebagai faktor peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya
plasma dari ruang intravaskuler ke ekstravaskuler. Perembesan plasma ini terbukti dengan meningkatnya
kadar hematokrit, penurunan natrium, dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa (efusi pleura, asites).
Pada hipotesis mengenai antibody dependent enhancement (ADE) yaitu suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue dalam sel mononuklear, sebagai respon terhadap infeksi
tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang berakibat terjadinya peningkatan permeabilitas
pembuluh darah sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. Sel target infeksi virus dengue
16
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

adalah monosit/makrofag, sel endotel, sel kupfer, sel hepar, dan sel-sel sumsum tulang.
Selain itu kompleks antigen-antibodi juga mengakibatkan agregasi trombosit dan mengaktivasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah yang akan menyebabkan perdarahan.
Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks virus antibodi pada membran
trombosit yang mengakibatkan pengeluaran ADP (Adenosin Di Phosphat) sehingga trombosit melekat
satu sama lain, akibatnya akan dihancurkan sistem retikuloendotelial sehingga terjadi trombositopenia
dan perdarahan. Agregasi trombosit juga menyebabkan pengeluaran platelet faktor III yang
mengakibatkan terjadinya pembekuan intravaskuler yang menyeluruh yang ditandai dengan
meningkatnya FDP (Fibrinogen Degradation Product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
Selain itu agregasi trombosit juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit sehingga walaupun jumlah
trombosit masih normal tetapi tidak berfungsi dengan baik. Aktivasi koagulasi menyebabkan aktivasi
faktor Hageman (faktor XII) sehingga terjadi aktivasi sistem kinin yang memacu peningkatan
permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi perdarahan masif pada DBD
diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan, kelainan fungsi trombosit dan
kerusakan dinding endotel kapiler. Pada akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang telah terjadi.
Penelitian tentang patogenesis yang menjelaskan keparahan penyakit dengue sudah banyak
dilakukan. Survei berkala terhadap serotipe DENV memberi pandangan bahwa beberapa subtipe secara
lebih umum dikaitkan dengan keparahan dengue. Hal ini dikaitkan dengan kemampuan virus untuk
bereplikasi untuk menghasilkan titer virus yang lebih tinggi.
Sementara dalam laporan WHO Scientific Working Group: Report on Dengue (2006), ditemukan
keadaan lain yang mempengaruhi keparahan penyakit dengue:
1. Adanya hubungan infeksi primer dan sekunder. Contohnya, kombinasi serotipe primer dan sekunder
DEN-1/DEN-2 atau DEN-1/DEN-3 dipandang memberi risiko yang tinggi untuk terkena dengue
yang parah.
2. Imunitas individu dalam menghasilkan sitokin dan kemokin yang dihasilkan oleh aktivasi imun
berhubungan dengan keparahan penyakit.
3. Semakin panjang interval antara infeksi virus dengue primer dan sekunder, maka keparahan dengue
semakin meningkat.
4. Peranan genetik juga diduga berpengaruh terhadap keparahan penyakit

17
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

C. Perjalanan penyakit
Pada pasien dengan manifestasi sedang sampai berat akan melewati tiga fase, yaitu:
Fase Demam
Pasien biasanya demam tinggi secara tiba-tiba. Pada fase demam akut ini, biasanya berlangsung
dari 2-7 hari dan kompensasinya sering terjadi nyeri sendi, eritema, seluruh badan terasa sakit, mialgia,
arthralgia,nyeri retroorbita, fotofobia, eksantema rubeliform, dan nyeri kepala. Anoreksia, mual, dan
muntah sering terjadi. Sulit untuk secara klinis membedakan demam dengue dan non-Dengue pada fase
demam. Tes torniquet positif menandakan peningkatan probabilitas Dengue, namun tidak menandakan
keparahan penyakit. Oleh karena itu sangat penting untuk mengawasi adanya tanda bahaya dan
parameter klinis lain yang menandakan pasien masuk ke fase kritis.
Manifestasi dari perdarahan seperti petekie dan perdarahan membran mukosa (seperti epistaksis,
perdarahan gusi). Perdarahan vagina yang masif (pada wanita usia subur), namun perdarahan
gastroinstestinal jarang terjadi. Hepatomegali sering timbul setelah beberapa hari setelah terjadi demam.
Terjadi penurunan jumlah sel darah putih yang harus diwaspadai untuk tingginya kemungkinan
terjadinya infeksi Dengue.
Fase Kritis
Pada saat transisi antara fase demam dan tidak demam, pasien tanpa peningkatan permeabilitas
kapiler akan membaik tanpa melalui fase kritis. Sedangkan pasien dengan permeabilitas kapiler yang
meningkat memunculkan tanda bahaya, yang biasanya merupakan akibat dari kebocoran plasma. Terjadi
saat suhu tubuh mengalami penurunan sampai normal, saat suhu turun dari 37,5-38C atau suhu dibawah
normal, biasanya terjadi pada hari ketiga sampai kedelapan saat permeabilitas kapiler meningkat dengan
adanya peningkatan hematokrit. Periode saat fase kritis terjadi saat terjadi kebocoran plasma dan
biasanya berakhir 24-48 jam.

Leukopenia diikuti dengan penurunan trombosit secara cepat biasanya terjadi sebelum adanya
kebocoran plasma. Pasien yang tidak mengalami peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik,
sedangkan pasien yang mengalami peningkatan permeabilitas kapiler akan memburuk akibat volume
plasma yang hilang. Tingkat kebocoran plasma bervariasi. Efusi pleura dan asites secara klinis terdeteksi
tergantung pada tingkat kebocoran plasma dan terapi cairan yang diberikan. Rontgent dada dan USG

18
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

abdomen dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis. Tingkat kenaikan hematokrit dapat
menunjukkan beratnya kebocoran plasma.
Syok terjadi saat terjadi kebocoran plasma yang didahului dengan tanda peringatan (nyeri
abdomen, muntah berkepanjangan, perdarahan mukosa, latergi atau gelisah, hepatomegali lebih dari 2
cm, hematokrit menurun disertai penurunan trombosit). Selama terjadi syok, suhu tubuh dibawah
normal. Saat syok berkepanjangan pasien mengalami hipoperfusi organ, asidosis metabolik, dan terjadi
peningkatan koagulasi intravaskuler. Perdarahan yang parah terjadi akibat penurunan hematokrit.
Leukopenia biasanya terdeteksi sebelum fase demam. Pada pasien dengan perdarahan hebat jumlah sel
darah putih akan meningkat.
Pasien yang membaik setelah suhu badan mengalami penurunan hingga normal dapat dikatakan
mengalami demam berdarah yang tidak parah. Beberapa pasien menjadi kritis karena kebocoran plasma
tanpa mengalami penurunan suhu tubuh menjadi normal.
Fase Penyembuhan
Jika pasien membaik pada 24-48 jam setelah fase kritis, readsorpsi berangsur-angsur terjadi
akibat dari cairan kompartemen ektraseluler pada 48-72 jam. Kondisi umum mengalami perbaikan,
nafsu makan membaik, gangguan gastroinstestinal membaik, dan status hemodinamik stabil. Beberapa
pasien mengalami rash dengue dan adanya pruritus.
Hematokrit menjadi stabil atau menurun akibat dari efek pengenceran terapi cairan. Jumlah sel
darah putih biasanya meningkat setelah penurunan suhu tubuh sampai normal tetapi pemulihan jumlah
trombosit lebih lambat dari pemulihan sel darah putih. Distress pernafasan dari efusi pleura yang masif
dan asites akan terjadi kapan saja jika terjadi kelebihan terapi cairan intravena. Sejak fase kritis dan/
penyembuhan, terapi cairan yang berlebih akan menyebabkan edema pulmo atau congestive heart
failure.

Pasien dianggap syok jika tekanan darah (yaitu perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik)
20 mmHg atau terjadinya penurunan perfusi jaringan (ekstremitas dingin, lambatnya pengisian kapiler,
atau nadi meningkat). Untuk dewasa, tekanan darah 20 mmHg dapat mengidentifikasi syok yang lebih
parah. Hipotensi biasanya menunjukkan adanya syok bekepanjangan yang komplikasinya menyebabkan
perdarahan.
Pasien demam berdarah dengan syok mengalami abnormalitas koagulasi darah tetapi biasanya

19
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

tidak menyebabkan perdarahan hebat. Saat terjadi perdarahan hebat dan biasanya selalu menyebabkan
syok berulang. Hal ini juga disebabkan karena adanya trombositopenia, hipoksia, asidosis, yang dapat
menyebabkan kerusakan multipel. Perdarahan yang masif mungkin terjadi tanpa adanya syok berulang
misalnya ketika pasien diberi asam (aspirin), asetil salisilat, ibuprofen atau kortikosteroid.

D. Manifestasi klinis
Manifestasi klinik untuk demam berdarah dengue (DBD) yaitu:
- Demam tinggi, timbul mendadak, kontinua, kadang bifasik.
- Berlangsung antara 2-7 hari.
- Muka kemerahan (facial flushing) , anoreksi, mialgia dan artralgia.
- Nyeri epigastrik, muntah, nyeri abdomen difus.
- Kadang disertai sakit tenggorok.
- Faring dan konjungtiva yang kemerahan.
- Dapat disertai kejang demam.
Tersangka infeksi dengue apabila terdapat demam <7 hari, ruam, manifestasi perdarahan (rumple
leed (+), nyeri kepala dan retroorbital, mialgia, arthralgia, leukopeni (<4000l), kasus DBD lingkungan
(+). Adapun tanda bahaya (warning signs) yaitu pada fase afebris klinis tidak ada perbaikan atau
memburuk, tidak mau minum, muntah terus-menerus, nyeri perut hebat, letargi dan/gelisah, perubahan
perilaku, perdarahan (mimisan, muntah & BAB hitam, menstruasi berlebih, urin berwarna
hitam/hemoglobinuria atau hematuria, pening, pucat (tangan-kaki teraba dingin), diuresis berkurang
dalam 4-6 jam. Warning signs tersebut digunakan untuk menilai syok pada penderita penyakit demam

20
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

berdarah dengue (DBD). Tanda atau gejala DBD yang muncul seperti bintik-bintik merah pada kulit.
Selain itu suhu badan lebih dari 38oC, badan terasa lemah dan lesu, gelisah, ujung tangan dan kaki dingin
berkeringat, nyeri ulu hati, dan muntah. Dapat pula disertai perdarahan seperti mimisan dan buang air
besar bercampur darah serta turunnya jumlah trombosit hingga 100.000/mm.

E. Diagnosis dan klasifikasi


Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997 terdiri dari
kriteria klinis dan laboratoris.
Kriteria klinis
a) Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari.
b) Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
Uji torniquet positif
Petekie, ekimosis, purpura.
Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
Hematemesis dan atau melena
c) Pembesaran hati
d) Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan
tangan dingin, kulit lembab dan pasien gelisah.
Kriteria laboratoris
a) Trombositopenia (100.000/l atau kurang)
b) Hemokonsentrasi (hematokrit > 20% dari normal)

21
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Cara pemeriksaan Uji Torniquet / Rumple Leed Test


1. Buat lingkaran diameter 5cm, dilengan bawah bag. volar 4cm distal dari fossa cubiti
2. Pasang manset spgnomanometer dilengan atas 2 jari dari fossa cubiti
3. Periksa tekanan darah ( sisto / diastol )
4. Pertahankan tekanan di tengah nilai sistol dan diastol selama 10 menit
5. Turunkan tekan, lepas manset, tunggu 5 menit sampai warna kulit kembali
6. Amati ada / tidaknya petekie. Nilai Normal Pemeriksaan Petekie : dalam lingkaran diameter 5cm,
ada 0-10 petekie

F. Prinsip penanganan
Pasien DHF perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda syok, yaitu keadaan umum
memburuk, terjadi pembesaran hati, masa perdarahan memanjang karena trombositopenia, hematokrit
meninggi pada pemeriksaan berkala.
DBD tanpa syok (derajat I dan II)
Medikamentosa
Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan aspirin.

22
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diusahakan tidak memberikan obat obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, antiemerik)
untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
Kortikosteroid diberikan pada DBD Enssefalopati, apabila terdapat perdarahan saluran cerna
kortikosteroid tidak diberikan.
Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati
SUPORTIF
Mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan
perdarahan
kunci keberhasilan terletak pada kemampuan untuk mengatasi masa peralihan dari fase demam
ke fase syok disebut time of fever differvesence dengan baik.
cairan intravena diperlukan, apabila (1) anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam
tinggi, dehidrasi yang dapat mempercepat terjadinya syok, (2) nilai hematokrit cenderung
meningkat pada pemeriksaan berkala.

DBD disertai syok (Sindrom Syok Dengue, derajat III dan IV)
Penggantian volume plasma segera, cairan intravena larutan ringer laktat 10-20ml/kgBB secara
bolus diberikan dalam waktu 30 menit. Apabila syok belum teratasi tetao berikan ringer laktat
20ml/kgBB ditambah koloid 20-30ml/kgBB/jam, maksimal 1500ml/hari
Pemberian cairan 10ml/kgBB/jam tetap didberikan 1-4 jam pasca syok. volume cairan
diturunkan menjadi 7ml/kgBB/jam, selanjutnya 5ml, dan 3ml apabila tanda vital dan diuresis
baik.
Jumlah urin 1 ml/kgBB/jam merupakan indikasi bahwa sirkulasi membaik.
Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi 48 jam setelah syok teratasi.
Oksigen 2-4 l/menit pada DBD syok.
Koreksi asidosis metabolik dan elektrolit pada DBD syok.

23
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

G. Prognosis
Infeksi dengue pada umumnya mempunyai prognosis yang baik. Kematian hanya dijumpai pada
waktu adanya pendarahan berat, syok yang tidak teratasi, efusi pleura dan asites yang berat dan kejang.
Kematian dapat juga disebabkan oleh sepsis karena tindakan dan lingkungan bangsal rumah sakit yang
kurang bersih.
Prognosis untuk kesembuhan (quo ad sanam) baik (ad bonam) yang tampak dari keadaan umum,
tanda vital, pemeriksaan berkala dari hemoglobin, hematokrit, trombosit menunjukkan perbaikan dan
stabil. Meskipun demikian pasien tetap dapat terserang infeksi virus dengue ke depannya. Prognosis
membaiknya fungsi tubuh (quo ad fungsionam) baik (ad bonam) karena tidak ada ancaman adanya
komplikasi pada sistem syaraf, kardiovaskuler, pernapasan, darah, dan organ lain pada tubuh.

L. Analisis Jurnal
NS1-based tests supplying a diagnostic utility for confirming dengue infection a meta-analysis
Hao Zhanga,b, Wei Lia, Junjie Wanga, Hongjuan Pengb, Xiaoyan Chec, Xiaoguang Chenb,
and Yuanping Zhoua

P : 18 studi tentang metode diagnosis dengue, termasuk isolasi dan identifikasi virus, deteksi RNA, tes
serologis untuk serokonversi IgM atau IgG, dan metode penangkapan berbasis NS1 yang
dipublikasikan sampai 1 Oktober 2012 yang diidentifikasi menggunakan database PubMed, ISI Web
of Science, Google Scholar, and the Chinese National Knowledge Infrastructure (CNKI).
I : Tes berbasis NS1 sebagai alat untuk mendiagnosis infeksi Dengue.
C : Test diagnosis standar Dengue dengan ELISA dan Immunochromatography.
O : Tes berbasis NS1 tunggal memiliki kegunaan diagnostik yang baik untuk mengkonfirmasikan
demam berdarah dan untuk membedakan serotipe DENV-1 dan 3 dari DENV-2 dan 4. Sementara
Tes berbasis NS1 tunggal juga dapat digunakan sebagai alat skrining bila dikombinasikan dengan
tes IgM.

24

Anda mungkin juga menyukai