Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI


FROZEN SHOULDER

PEMBIMBING:
dr. Marcus Anthonius, Sp.KFR

DISUSUN OLEH:
Bagas Fairusyah
2015.04.2.0021

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit musculoskeletal merupakan salah satu jenis penyakit
yang banyak dijumpai di bidang kedokteran fisik dan rehabilitasi. Di
antaranya adalah kaku bahu atau di bidang ini dikenal sebagai frozen
shoulder (capsulitis adhesiva).
Dari sudut anatomis, sendi bahu (glenohumeral) ini merupakan
salah satu sendi paling mobile atau paling bebas bergerak dibanding
sendi lainnya dalam tubuh. Mobilitas sendi bahu yang luas inilah yang
sangat membantu untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Penderita frozen
shoulder sering mengeluh mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas
sehari-harinya akibat adanya keterbatasan sendi ini sehingga
berpengaruh terhadap kualitas hidup dan pekerjaannya.
Insidensi frozen shoulder sebanyak 2% dari total populasi umum.
Penyakit ini sedikit lebih banyak menyerang wanita daripada laki-laki dan
biasanya terjadi pada usia antara 40-60 tahun, sangat jarang mengenai
usia dibawah 40 tahun. Sebanyak 6-17% pasien yang terkena frozen
shoulder juga mengalaminya di sendi bahu lainnya dalam 5 tahun setelah
sendi yang pertama sakit sembuh.
Frozen shoulder merupakan suatu penyakit idiopatik progresif yang
menyebabkan keterbatasan dalam luas gerak sendi baik secara aktif
ataupun pasif. Penyebabnya masih belum diketahui dengan pasti tapi ada
beberapa pendapat dan faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya
frozen shoulder.
Pasien yang mendapat penanganan lebih dini dan tepat akan
mendapatkan hasil akhir yang lebih baik. Pasien yang menunda
penanganan akan beresiko terjadinya komplikasi lebih lanjut. Oleh karena
itu, pengetahuan dan edukasi tentang frozen shoulder ini sangat penting
diberikan kepada masyarakat agar dapat mengenali tanda dan gejalanya
dari sejak dini sehingga memungkinkan penanganan dan rehabilitasi yang
tepat untuk mendapatkan hasil yang baik.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

3
2.1 Anatomi Sendi Bahu
Sendi bahu (glenohumeral joint) merupakan persendian pada
ekstremitas superior yang memiliki ROM (Range of Movement) yang
sangat luas karena fungsinya yang vital terhadap kehidupan sehari-hari.
Sendi bahu secara anatomi merupakan sendi peluru (synovial ball and
socket joint) yang terdiri atas bonggol sendi dan mangkok sendi. Cavitas
sendi bahu sangat dangkal sehingga memungkinkan seseorang untuk
dapat menggerakan lengannya secara bebas. Sendi bahu dibentuk oleh
tulang scapula dan humerus.

Gambar 2.1 Tulang-Tulang Pada Sendi Bahu

Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humerus dan cavitas


glenoidalis yang diperluas dengan adanya jaringan fibrokartilago (labrum
glenoidalis) pada tepi cavitas glenoidalis. Kapsul sendi yang longgar ini
memungkinkan terjadinya gerakan yang luas. Proteksi terhadap sendi ini
dilakukan oleh acromion, procecus coracoideus, dan ligamen-ligamen.
Tegangan otot diperlukan untuk mempertahankan agar caput humerus
selalu terjaga pada cavitas glenoidalisnya. Ligamen-ligamen yang
memperkuat sendi glenohumeral, yaitu ligamen glenoidalis, ligamen
humeral transversum, ligamen coracohumeral, dan ligamen
coracoacromiale, serta kapsul sendi yang melekat pada cavitas
glenoidalis dan collum anatomicum humerus.

4
Gambar 2.2 Anatomi Sendi Bahu

Berikut ini adalah gerakan pada sendi glenohumeral :


Gerakan Abduksi :
Elevasi humerus pada glenoid (bidang frontal)
Gerakan Fleksi :
Gerakan humerus ke depan, ke atas pada glenoid (bidang sagittal)
Gerakan Ekstensi :
Gerakan humerus ke belakang, ke atas pada glenoid (bidang sagittal)
Gerakan Rotasi Internal :
Gerakan rotasi humerus pada glenoid (ke medial)
Gerakan Rotasi Eksternal :
Gerakan rotasi humerus pada glenoid (ke lateral)
Gerakan Scaption :
Elevasi humerus pada glenoid (bidang scapular)
Gerakan Adduksi Horizontal :

5
Gerakan humerus pada glenoid (arah medial) biasanya diikuti dengan
fleksi bahu beberapa derajat
Gerakan Protraksi :
Gerakan humerus ke depan (bidang horizontal)
Gerakan Retraksi :
Gerakan humerus ke belakang (bidang horizontal)

Gambar 2.3 Pergerakan Sendi Bahu

2.2 Frozen Shoulder


Frozen shoulder atau Capsulitis Adhesiva adalah suatu kondisi
dengan 3 karakteristik utamanya yaitu adanya nyeri, walaupun pada
malam hari; kekakuan sendi bahu, terjadi penurunan ROM (Range of
Motion / Movement); serta hampir hilangnya kemampuan rotasi eksterna,
baik pasif maupun aktif, dari sendi bahu. Rasa nyeri ini dapat menganggu
penderita dalam melakukan aktivitas, seperti saat mengangkat tangan ke
atas, mengambil sesuatu dari saku belakang celana, melepas baju, dan

6
lainnya. Hal ini menyebabkan pasien semakin enggan untuk menggerakan
sendi bahunya yang akhinya dapat memperberat kondisi yang ada
sehingga menimbulkan gangguan dalam gerak dan aktivitas fungsional
sehari-hari.

Gambar 2.4 Frozen Shoulder

Gambar 2.5 Frozen Shoulder (Tampakan arthroscopy)

2.2.1 Epidemiologi
Insidensi Frozen shoulder lebih banyak terjadi pada perempuan
dibandingkan dengan laki-laki dan sering terjadi pada lengan yang tidak
dominan. Frozen shoulder terjadi pada sekitar 2% dari populasi umum.
Prevalensi kondisi ini lebih banyak pada usia antara 40-60 tahun dan
sangat jarang muncul pada usia lebih muda dari 40 tahun. Sebanyak 6-
17% pasien yang terkena frozen shoulder juga mengalaminya di sendi
bahu lainnya dalam 5 tahun setelah sendi yang pertama sakit sembuh.
Terdapat sekitar 12% kasus frozen shoulder berkembang mengenai kedua

7
lengan. Resiko seseorang terkena frozen shoulder sepanjang hidupnya
adalah sekitar 2-5%.

2.2.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi


Penyebab dari frozen shoulder masih belum diketahui dengan
pasti. Namun, terdapat banyak faktor pencetus atau predisposisi dari
frozen shoulder ini, yaitu imobilisasi, usia, trauma berulang (repetitive
injury), diabetes mellitus, hypo dan hyperthyroidism, Parkinson disease,
kelumpuhan, pasca operasi dada dan infark myocard, dari dalam sendi
glenohumeral sendiri (tendonitis bicipitalis, inflamasi rotator cuff, fraktur),
atau kelainan ekstra-artikular (cervical spondylisis, angina pectoris).

2.2.3 Klasifikasi
Lundberg dan Helbig mengklasifikasikan frozen shoulder menjadi
dua, yaitu primer dan sekunder.
Kelompok primer adalah yang paling sering terjadi dan bersifat
idiopatik. Terdapat dugaan suatu stimulus yang tidak diketahui
memproduksi perubahan histologi pada kapsul yang berbeda dari yang
terjadi pada kasus imobilisasi dan degenerasi.
Kelompok sekunder diakibatkan oleh perkembangan suatu
penyakit yang meliputi sistem saraf pusat, immobilisasi extremitas atas,
trauma lengan, kanker atau infeksi pulmonari, infark myocard, infus IV
yang terlalu lama, diabetes mellitus, rheumatoid arthritis, dan lainnya.
Trauma minor atau suatu serangan inflamasi dapat menyebabkan nyeri
yang nantinya menyebabkan restriksi gerakan pada frozen shoulder. Dari
sekian penyebab tersebut, yang paling sering berhubungan dengan frozen
shoulder sekunder adalah diabetes mellitus (10%-36%). Insidensinya baik
pada DM tipe 1 dan 2 adalah sama. Frozen shoulder pada pasien
pengidap DM lebih parah dan resisten terhadap terapi.

2.2.4 Patofisiologi

8
Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat dan
sinovium. Sinovium berbentuk suatu kantong yang melapisi seluruh sendi
dan membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi. Sinovium ini tidak
meluas ke permukaan sendi tapi terlipat sehingga memungkinkan gerakan
secara penuh. Sinovium menghasilkan cairan yang kental untuk
membasahi permukaan sendi. Cairan ini normalnya bening, tidak
membeku, tidak berwarna, dan berjumlah sekitar 1-3 ml. Fungsi dari
cairan ini adalah sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi. Pada
capsulitis adhesiva, kelanjutan dari lesi rotator cuff, terjadi peradangan
atau degenerasi yang meluas ke sekitar dan ke dalam kapsul sendi
sehingga mengakibatkan terjadinya reaksi fibrosa. Hal ini
menyebabkan kekakuan kapsul sendi oleh jaringan fibrosa yang padat
dan selular. Berkurangnya cairan sinovial pada sendi akan menyebabkan
perubahan kekentalan cairan tersebut sehingga terjadi penyusutan pada
kapsul sendi. Hal ini mengakibatkan sifat ekstensibilitas pada kapsul sendi
berkurang dan akhirnya terjadi perlekatan. Tendinitis bicipitalis, inflamasi
rotator cuff, fraktur atau kelainan ekstra artikular seperti angina pectoris,
cervical spondylosis, diabetes mellitus yang tidak mendapatkan
penanganan secara tepat lama-kelamaan akan menimbulkan perlekatan
atau dapat menyebabkan capsulitis adhesiva. Capsulitis adhesiva dapat
menyebabkan patologi jaringan yang menyebabkan nyeri dan
menimbulkan spasme, degenerasi juga dapat menyebabkan nyeri dan
dapat menimbulkan spasme.
Frozen shoulder dapat juga terjadi karena ada penimbunan kristal
kalsium fosfat dan karbonat pada otot-otot rotator cuff. Garam ini
tertimbun dalam tendon, ligamen, kapsul dan dinding pembuluh darah.
Penimbunan pertama kali ditemukan pada tendon lalu ke permukaan dan
menyebar ke ruang bawah bursa subdeltoid sehingga terjadi radang
bursa, terjadi berulang-ulang yang menyebabkan penebalan dinding
bursa, pengentalan cairan bursa, perlengketan dinding dasar bursa
sehingga timbul pericapsulitis adhesiva lalu terjadi frozen shoulder.

9
Faktor immobilisasi juga merupakan salah satu faktor terpenting
yang juga dapat menyebabkan perlekatan intra dan ekstra selular pada
kapsul dan ligamen. Hal ini menyebabkan kelenturan jaringan menjadi
menurun dan menimbulkan kekakuan. Setiap nyeri yang timbul pada bahu
dapat menjadi titik awal dari kekakuan sendi bahu. Hal ini sering timbul
bila sendi tidak digunakan terutama pada pasien yang apatis dan pasif
atau dengan nilai ambang nyeri yang rendah. Lengan yang imobil akan
menyebabkan stasis vena dan kongesti sekunder dan bersama dengan
vasospastik, anoksia akan menimbulkan reaksi timbunan protein, edema,
eksudasi, dan akhirnya reaksi fibrosis. Fibrosis inilah yang menyebabkan
adhesi antara lapisan bursa subdeltoid, adhesi intra dan ektra artikuler,
kontraktur tendon subskapularis dan bisep, dan perlekatan kapsul sendi.
Frozen shoulder ini juga dapat terjadi akibat reaksi inflamasi pada
sendi yang menyebabkan thrombin dan fibrinogen membentuk protein
(fibrin). Protein ini menyebabkan penjendalan dalam darah dan
membentuk suatu substantsi yang melekat pada sendi. Perlekatan pada
sekitar sendi ini yang menyebabkan perlekatan satu dengan yang lain
sehingga menghambat luas gerak bahu.

Gambar 2.6 Inflamasi pada Frozen Shoulder

Berdasarkan epidemiologinya, frozen shoulder ini biasa terjadi


pada wanita dengan usia 40-60 tahun dimana ligamen kapsul sendi
glenohumeral nya mengalami inflamasi pada bahu yang tidak dominan.

10
Hal ini menyebabkan pelepasan sitokin dan molekul inflamasi lainnya
yang nantinya memicu nociceptor lokal sehingga menimbulkan rasa
nyeri pada bahu. Seiring dengan berjalannya waktu inflamasi tersebut
akan berkurang sehinnga terjadi penyembuhan yang menyebabkan
berkurangnya pelepasan molekul inflamasi sehingga rasa nyeri di bahu
berkurang. Namun, hal ini juga menyebabkan pembentukan jaringan
fibrotik yang berakumulasi di dalam sendi glenohumeral yang
menyebabkan volume ruang di dalam kapsul sendi berkurang sehingga
terjadi kekakuan sendi. Berbulan-bulan kemudian, inflamasi akan berhenti
sehingga tidak ada molekul inflamasi yang dilepas dan semakin banyak
jaringan fibrotik yang terbentuk di dalam ruang sendi glenohumeral
sehingga terjadi penebalan. Kondisi ini bersifat self limiting jadi banyak
kasus dapat kembali normal dimana ruang sendi dan kapsul sendi kembali
pulih secara gradual.

Gambar 2.7 Patofisiologi Frozen Shoulder

11
2.2.5 Tanda dan Gejala Klinis Frozen Shoulder
Menurut Kisner (1996), Frozen Shoulder dibagi dalam 3 tahapan,
yaitu :
Pain (Freezing)
Ditandai dengan adanya nyeri hebat bahkan saat istirahat.
Onset nyeri pada bahu terjadi secara berangsung-angsur
dan memburuk saat malam hari, terutama bila berbaring
pada sisi yang terkena. Gerak sendi bahu menjadi terbatas
selama 2-3 minggu dan masa akut berakhir sampai 10-36
minggu.
Stiffness (Frozen)
Ditandai dengan rasa nyeri saat bergerak, kekakuan, atau
perlengketan yang nyata. Pasien mengalami kesulitan untuk
melakukan aktivitas sehari-harinya, seperti berpakaian,
menyiapkan makanan, membawa tas, dan bekerja. Terdapat
keterbatasan gerak dari glenohumeral yang diikuti dengan
keterbatasan gerak scapula. Fase ini berakhir dalam 4-12
bulan.
Recovery (Thawing)
Pada fase ini tidak ditemukan nyeri dan tidak ada synovitis.
Terdapat perbaikan fungsional secara spontan dan progresif
pada range of movement. Namun, perbaikan sempurna
jarang terjadi. Fase ini berakhir dalam 6-24 bulan atau lebih.

2.2.6 Diagnosis Banding


Dislokasi Posterior
Nyeri bahu dan keterbatasan gerak tapi tidak seperti pada frozen
shoulder. Dislokasi biasanya disebabkan oleh trauma yang spesifik.

Fraktur
Fraktur lengan, tulang rusuk, bahu akan membatasi gerak bahu.

12
Bursitis
Gejala bursitis mirip dengan adhesive capsulitis fase awal dimana
menunjukkan nyeri hebat pada semua gerakan tetapi ROM lebih
lebar dibandingkan dengan adhesive capsulitis.

Penekanan pada saraf cervical

Syndroma Thoraxic Outlet

Rotator Cuff Disease


Gejala rotator cuff tendinitis mirip dengan adhesive capsulitis fase
awal karena terdapat keterbatasan gerakan rotasi eksternal tapi
hasil tes kekuatan masih dalam batas normal.

2.2.7 Diagnosis
Diagnosis frozen shoulder atau capsulitis adhesiva didasarkan
pada riwayat atau keluhan pasien dan pemeriksaan fisiknya.
Anamnesa
Pasien mengeluh adanya nyeri hebat atau keterbatasan lingkup
gerak sendi. Keterbatasan gerak seringkali menganggu aktivitas
sehari-harinya seperti tidak bisa menyisir rambut, memakai baju,
menggosok punggung saat mandi, atau mengambil sesuatu dari
saku belakang celana.
Pemeriksaan fisik
Look: Pada inspeksi, tangan pasien dalam keadaan adduksi dan
rotasi interna. Dapat terlihat disuse atrophy ringan pada otot deltoid
dan suprasinatus. Postural seringkali posisi kepala maju ke depan,
scapula protraksi, dan kifosis thoracic berlebihan.
Feel: Pada palpasi, terdapat nyeri difus pada sendi glenohumeral.
Move: Pada frozen shoulder terjadi penurunan kemampuan rotasi
eksterna yang hampir sepenuhnya dan merupakan tanda

13
pathognomonic. Sehingga memeriksa kemampuan rotasi eksterna
baik secara aktif maupun pasif sangatlah penting. Misalnya, bila
rotasi eksterna dapat dengan mudah dilakukan dengan bantuan
pemeriksa, maka diagnosis akan lebih mengarah ke robekan
rotator cuff, yang tentunya membutuhkan management yang
sepenuhnya berbeda. Pada frozen shoulder, semua gerakan pada
sendi glenohumeral akan menurun dan bila ada gerakan biasanya
berasal dari persendian thoracoscapular.
Tes Spesifik
Apley Scratch Test merupakan tes tercepat untuk mengevaluasi
luas gerak sendi aktif pasien. Pasien diminta menggaruk daerah
angulus medialis scapula dengan tangan sisi kontralateral melewati
belakang kepala. Pasien dengan frozen shoulder tidak bisa
melakukan gerakan ini. Bila sendi dapat bergerak penuh secara
pasif tapi terbatas gerakannya secara aktif maka kemungkingan
keterbatasan disebabkan karena kelemahan otot bahu.

Gambar 2.8 Apley Scratch Test

14
2.2.8 Penatalaksanaan
Frozen shoulder bersifat self limiting akan tetapi penurunan ROM
mungkin tidak akan kembali pulih seutuhnya. Waktu yang dibutuhkan agar
frozen shoulder membaik dengan sendirinya juga cukup lama (sekitar 3
tahun). Sehingga dengan terapi yang tepat seperti pemberian anti nyeri
serta terapi fisik dan rehabilitasi dapat menurunkan angka komplikasi
maupun mempercepat penyembuhan serta meningkatkan ROM.
Analgesik biasa sering digunakan untuk meringankan nyeri.
Oral Anti-Inflamasi juga diberikan untuk meringankan nyeri
dan mengurangi reaksi inflamasi. Kebanyakan lebih memilih
injeksi steroid intra-artikular (seperti cortisone) yang diikuti
dengan analgesic local dan gerakan aktif pada stage
freezing dari frozen shoulder. Pengobatan lain meliputi
penggunaan obat non steroidal anti-infamation drug
(NSAID) seperti ibuprofen atau aspirin.
Terapi fisik dan rehabilitasi medik yang spesifik dapat
membantu memulihkan ROM. Terapi fisik yang dilakukan
dapat dengan pengawasan dokter maupun home program.
Terapi fisik di sini meliputi mobilisasi, friction massage,
dan terapi modalitas (TENS, Terapi Laser, Ultrasound).
Pada kasus persisten, manipulasi di bawah anestesi atau
operasi diperlukan untuk mengembalikan gerak bahu.
Namun, hal yang paling mendasar dan penting dalam
menangani frozen shoulder ini adalah terapi gerakan atau
movement, terutama stretching.
Manipulasi manual pada bahu yang terkena harus
dilakukan oleh praktisi yang terampil. Tujuannya adalah
untuk membebaskan adhesi atau perlekatan secara manual
dan untuk mengembalikan gerak. Namun, manipulasi ini
beresiko dapat merobek kapsul sendi bahu sehingga dapat
menyebabkan gangguan struktur internal ataupun
pendarahan. Praktisi secara manual memindahkan bahu

15
dengan kuat yang akan membuka sendi dan menempatkan
tekanan pada tempat adhesi dan kontraktur.

Gambar 2.9 Manipulasi Bahu

Pada manipulasi di bawah anestesi, pasien dibius untuk


mengurangi rasa nyeri dan ketahanan otot. Dokter bedah
orthopedic memanipulasi bahu untuk membebaskan
perlekatan. Manipulasi ini akan meregangkan dan merobek
jaringan fibrotic di dalam dan sekitar sendi glenohumeral
sehingga memperlebar luas gerak sendi. Terapi fisik intensif
dilakukan untuk beberapa minggu untuk mencegah adanya
perlengketan yang baru.

Gambar 2.10 Manipulasi di Bawah Anestesia

16
Operasi dilakukan apabila manipulasi gagal melepaskan
kapsul yang mengalami perlekatan, yang mana sering terjadi
pada pasien yang mengidap DM. Pembebasan sendi
dengan arthroscopy belakangan ini mulai dipromosikan
untuk menghasilkan pelepasan sendi yang lebih terkontrol
dibandingkan dengan manipulasi di bawah anestesi.
Arthroscopy juga dapat menghindari komplikasi yang dapat
terjadi dengan teknik manipulasi seperti fraktur humerus
maupun lesi bahu intra-artikular yang bersifat iatrogenik.

2.2.9 Terapi Latihan


Latihan spesifik dapat membantuk mengembalikan gerakan. Hal ini
dilakukan di bawah pengawasan terapis fisik atau lewat home program.
Terapi termasuk stretching atau latihan ROM untuh bahu. Kadang panas
digunakan untuk meregangkan bahu sebelum latihan stretching. Berikut
ini adalah beberapa tipe terapi latihan :

Rotasi External (passive stretch)


Penderita berdiri di depan pintu dan menekuk lengan yang terkena 90
derajat untuk meraih pinggir pintu. Letakkan tangan pada satu tempat
dan putar tubuh seperti pada gambar 2.11 lalu tahan 30 detik.
Relaksasi dan ulangi gerakan tersebut.

Gambar 2.11 Rotasi External

17
Forward Flexion (posisi supinasi)
Penderita berbaring dengan punggung di bawah dan kedua kaki lurus.
Gunakan lengan yang normal untuk mengangkat lengan yang terkena
sampai ke atas kepala sampai merasakan adanya peregangan. Tahan
selama 15 detik dan secara perlahan kembali ke posisi semula.

Gambar 2.12 Forward Flexion

Crossover Arm Stretch


Penderita menarik satu lengan berlawanan ke arah dada di bawah
dagu sejauh mungkin tanpa menyebabkan nyeri. Tahan selama 30
detik.

Gambar 2.13 Crossover Arm Stretch

18
Bahu Pendulum (Pendulum Shoulder)
Penderita menggunakan berat lengannya tanpa menambahkan beban,
secara bertahap menggunakan dumbbells ringan. Lengan yang terkena
mengikuti gerak tubuh. Jaga punggung lurus dan kaki selebar bahu.
Gunakan gerakan tubuh untuk membuat gerakan bahu dan goyangkan
tubuh. Latihan ini dimulai dengan lingkaran kecil secara bertahap
menjadi lingkaran besar.

Gambar 2.14 Pendulum Shoulder

Rotasi Internal
Penderita berbaring miring di salah satu sisi, dengan sisi bahu yang
mengalami frozen shoulder di bawah. Bila posisi ini menyebabkan
nyeri, latihan harus dihentikan. Bila merasa tidak nyaman, dilanjutkan
dengan hati-hati. Bahu frozen shoulder diabduksikan dan rata terhadap
lantai. Siku dibengkokkan 90 derajat sehingga tegak lurus ke lantai.
Tangan yang normal ditempatkan pada lengan frozen shoulder dan
memberikan tekanan ke bawah dengan gentle lalu secara perlahan
memaksa lengan bawah ke lantai. Tahan posisi selama 10-30 detik.

19
Gambar 2.15 Rotasi Internal

Fleksi Bahu (Elevasi)


Penderita menggeser lengan frozen shoulder ke atas dinding
dengan menggulirkan bola di tangan terbuka sampai regangan
nyaman dirasakan, Bila lengan frozen shoulder tidak dapat aktif
bergerak maka dapat dibantu dengan lengan yang normal. Tahan
selama 10 detik dan ulangi.

Gambar 2.16 Fleksi Bahu

Gambar 2.17 Stretching Exercise pada Frozen Shoulder

20
2.2.10

Komplikasi

Komplikasi yang paling


sering terjadi pada capsulitis adhesiva ini adalah terjadinya sisa-sisa
kekakuan atau nyeri. Selain itu, juga dapat terjadi fraktur humerus, ruptur
tendon biceps, dan ruptur tendon subscapularis akibat dari manipulasi
bahu. Penanganan yang tidak tepat akan menimbulkan terjadinya
penurunan kekuatan otot bahu, deformitas pada sendi bahu, dan
gangguan aktivitas sehari-harinya.

2.2.11 Prognosis
Prognosis pasien dengan frozen shoulder ini bervariasi, tergantung
pada respon terhadap terapi fisik, latihan dan terapi yang dilakukan.
Kebanyakan pasien mengalami sisa-sisa nyeri dan kekakuan bahu
setelah terapi.

DAFTAR PUSTAKA

American Association Orthopaedic Surgeon, 2011, Frozen Shoulder,


http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00071

21
Dias R, Cutts S, Massoud S, 2005, Frozen Shoulder,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1315655/.

Moore Keith L, 2007, Essential Clinical Anatomy, 3rd edition, Lippincott


William & Wilkins.

Nauzal, Faza. Frozen Shoulder. Universitas Sriwijaya.


http://www.academia.edu/8869945/Tinjauan_pustaka_Frozen_Shoulder

Roy, Andre, 2010, Adhesive Capsulitis in Physical Medicine and


Rehabilitation, http://emedicine.medscape.com.

Silvia. 2012. Frozen Shoulder,


https://silviaphysio.wordpress.com/2012/10/21/frozen-shoulder/

Snell Richard S, 2012, Clinical Anatomy By Regions, 9th edition,


Lippincott William & Wilkins.

Wadsworth, Carolyn. T. Frozen Shoulder. Journal of the American


Physical Therapy Association. 1986.

22

Anda mungkin juga menyukai