Anda di halaman 1dari 4

Anatomi dan Histologi Otot

Ukuran, bentuk, dan struktur otot sangat bervariasi bergantung pada fungsi dan
beban kerja otot tersebut, namun memiliki struktur seluler dasar yang sama
untuk tiap sel otot yang disebut serat otot (muscle fiber). Otot rangka (skeletal
muscle) adalah otot yang bekerja secara voluntary sesuai kehendak dan
termasuk striated muscle yaitu otot lurik yang memiliki karakteristik
mikroskopis tampak memiliki daerah gelap (aktin) dan terang (miosin) yang
berselang seling. Setiap individu sel otot atau serat otot diinervasi oleh sel korda
anterior tunggal dari medula spinalis melalui axon tunggal di dalam serat saraf
perifer. Struktur yang terdiri dari sel korda anterior, axon, myoneural junction,
dan serat otot tunggal disebut sebagai unit motorik tunggal (single motor unit).
Komponen jaringan ikat yang ada disekitar otot rangka berfungsi sebagai media
untuk suplai saraf dan pembuluh darah menuju serat otot, selain itu jaringan ikat
juga berfungsi sebagai jaringan non-contractile yang menghubungkan otot
rangka dengan tulang. Jaringan ikat yang menyelimuti satu serat otot disebut
endomysium, jaringan ikat yang menyelimuti beberapa serat otot disebut
perimysium, sedangkan jaringan ikat yang menyelimuti keseluruhan otot
disebut sebagai epimysium. (Salter, 1999)

Gambar 1. Anatomi otot (Netter's Concise Orthopaedic Anatomy 2nd Ed 2002


Saunders Elsevier)
Secara histologis, tiap serat otot merupakan suatu sel berinti banyak,
tipis, memanjang, yang bervariasi dalam ukuran panjang sesuai dengan kondisi
otot tersebut. Tiap serat otot memanjang dari origo di bagian tendon atau tulang
hingga ke insersio di bagian tendon tulang lain. Serat otot terdiri dari
sarcoplasma yang terdiri dari membran tipis (sarcolema) dimana secara
terdapat nukleus sel yang tersebar secara eksentrik mencapai 40 sel untuk tiap
milimeter serat otot. Di dalam nukleus tersebut terdapat sel satellite (dormant
myoblast) yang penting dalam regenarasi otot setelah terjadi cedera. Setiap serat
otot terdiri dari banyak myofibril yang dibagi menjadi ribuan area silindris
disebut sarcomere. Dengan menggunakan mikroskop elektron akan tampak tiap
sarcomere yang terdiri dari 3 juta myofilamen tebal yang terdiri dari protein otot
myosin dan myofilamen tipis yang terdiri dari protein otot aktin. Sarcomere
inilah yang merupakan unit fungsional dalam kontraksi otot. (Salter, 1999).
Terdapat dua tipe serat otot rangka, tipe 1 merupakan tipe slow-twitch
atau slow oxidative yang penting dalam proses gerakan repetitif dengan
ketahanan beban yang rendah, sedangkan tipe 2 merupakan tipe fast-twitch atau
glycolytic yang merupakan serat otot berfungsi pada aktivitas yang
membutuhkan kekuatan dan kecepatan. Kapasitas fungsional dari serat otot tipe
2 adalah high-resistance training dengan tensi yang tinggi dan frekuensi rendah
yang akan menghasilkan hipertrofi otot. (Salter, 1999)

Reaksi Otot Terhadap Cedera

Struktur yang kompleks dari otot rangka mengalami reaksi terhadap


kelainan dan cedera yang terjadi pada sistem muskuloskeletal dalam beberapa
cara, yaitu atrofi, hipertrofi, nekrosis, kontraktur, dan regenerasi.

Disuse Atrophy
Otot yang tidak digunakan secara normal akan bereaksi menjadi lebih lemah dan
kecil atau disebut diuse atrophy. Kelainan ini disebabkan oleh imobilisasi
berkepanjangan dari unit motorik yang dapat disebabkan oleh karena kelainan
pada korda anterior medulla spinalis (poliomyelitis), kelainan pada myoneural
junction (myasthenia gravis), kelianan pada serat otot (muscular dystrophy),
kelainan yang berhubungan dengan kekakuan sendi, atau karena nyeri yang
menyebabkan reflek inhibisi terhadap kontraksi otot.

Work Hypertrophy
Saat otot dilatih secara berulang-ulang melawan tahanan (isometric excercise),
maka otot tersebut akan bereaksi dengan menjadi lebih kuat dan besar atau
disebut work hypertrophy. Hipertrofi pada jenis ini terjadi karena pembesaran
dari satuan unit serat otot, bukan karena peningkatan dari jumlah serat otot.

Iskemik Nekrosis
Pada kasus dengan oklusi arteri yang mensuplai otot, baik dikarenakan
traumatik spasme vaskuler, thrombosis, embolism, atau bahkan sindrom
kompartemen akan mengakibatkan iskemik berkepanjangan yang menyebabkan
nekrosis dalam 6 jam.

Kontraktur
Jika otot tetap dalam fase memendek dalam periode waktu yang lama, maka
akan mengakibatkan pemendekan otot permanen atau kontraktur otot yang
tidak dapat mengalami peregangan. Kontraktur otot merupakan kelainan yang
menetap atau irreversible. Kontraktur otot sering terjadi pada beberapa penyakit
muskuloskeletal seperti poliomyelitis, muscular dystrophy, dan cerebral palsy.
Pada kasus nekrosis serat otot akibat iskemik berkepanjangan, maka sel otot
yang mati akan digantikan oleh jaringan fibrous scar sehingga mengakibatkan
fibrous contracture yang berdamak pada deformitas sendi.

Regenerasi
Cedera dari serat otot mungkin mengalami regenerasi, namun hanya sebagian
kecil yang berasal dari sarcolema dan sel otot, serta sel satellite yang terkandung
dalam setiap serat otot. Pada otot yang kehilangan inervasi, maka beberapa serat
otot yang mengalami paralisis mungkin akan mendapatkan motor nerve fiber
baru dari saraf yang masih intak sehingga dapat mengalami perbaikan fungsi
otot. (Salter, 1999)

Proses Healing Otot

Gaya yang mengakibatkan terjadinya suatu cedera, yaitu fraktur hampir selalu
menyebabkan cedera pada jaringan ikat disekitarnya. Cedera yang terjadi
bervariasi dari yang sangat minimal hingga lesi berat yang menyebabkan
kerusakan seluruh unit motorik. Proses penyembuhan yang terjadi memiliki
karakteristik yang terbagi dalam 3 fase yang berjalan secara simultan ataupun
saling berurutan. Segera setelah terjadi cedera, otot yang mengalami kerusakan
akan memasuki fase inflamasi. Pada fase ini, protease akan mendegradasi otot
yang telah mengalami nekrosis. Sistem vaskuler yang juga mengalami cedera
akan memfasilitasi invasi dari sel-sel inflamasi ke zona cedera. Sel inflamasi yang
terlibat antara lain adalah makrofag, leukosit polimorfonuklear, dan limfosit
yang akan menghasilkan faktor kemotaksis dan memperkuat repon inflamasi di
zona cedera. Area zona dimana terjadi inflamasi dikelilingi oleh suatu
contraction band yang membatasi proses perbaikan pada area yang mengalami
cedera saja. Hal ini menyebabkan efek inflamasi hanya terjadi pada area yang
mengalami cedera dan akan melindungi jaringan normal disekitar area cedera
dari kaskade inflamasi. Selanjutnya fase proliferasi dimulai setelah 7-10 hari
pasca cedera. Stimulasi sitokin dari sel-sel inflamasi akan merangsang sel
satellite pada lamina basalis sel otot. Sel satellite yang merupakan sel progenitor
otot akan teraktivasi dan merangsang proses penyembuhan dari otot. Proses
regenerasi otot akan mencapai klimaks dalam 2 minggu pasca cedera. (Farhadi,
2011)

Proses pembentukan jaringan scar pada otot yang mengalami kerusakan


meruapakan hallmark dari fase maturasi dan remodeling. Jaringan granulasi
terbentuk pada proses perbaikan awal dibawah pengaruh fibronektin dan fibrin
yang dihasilkan saat terjadi hematom. Fibroblas akan mengalami migrasi menuju
area cedera dan mensekresikan fibronektin yang meningkatkan kekuatan dan
elastisitas jaringan yang mengalami perbaikan. Pada saat fase proliferasi hampir
selesai, fibroblas akan mulai memproduksi kolagen tipe 1. Transforming Growth
Factor β (TGF-β) dan faktor pertumbuhan lain merupakan stimulus proses ini,
dan selanjutnya kolagen tipe 1 akan memperkuat scar fibrotik yang terbentuk.
Remodeling otot akan selesai saat scar fibrotik mengalami maturasi. Selanjutnya
saraf yang menginervasi unit motorik otot akan kembali pada preinjury state dan
hampir selalu dihubungkan dengan jaringan scar. (Farhadi, 2011)

Penyembuhan otot akan membaik setelah periode imobilisasi karena


periode ini membantu meminimalkan kontraksi otot sehingga akan mengurangi
ukuran hematom dengan hasil akhir berupa scar fibrotik yang lebih kecil.
(Farhadi, 2011)

Salter, 1999, Textbook of Disorder and injuries of the Musculoskeletal System


Bab 02 Normal Structure and Function of Musculoskeletal Tissues edisi 3 tahun
Lippincott Williams & Wilkins

Salter, 1999, Textbook of Disorder and injuries of the Musculoskeletal System


Bab 03 Reactions of Musculoskeletal Tissue to Disorders and Injuries edisi 3 tahun
1999 Lippincott Williams & Wilkins

(Jian Farhadi, 2011, Healing of Soft Tissue and Bone in AO Manual of Soft tissue
Management in Orthopaedic, AO Foundation . Chapter 04)

Anda mungkin juga menyukai