Anda di halaman 1dari 10

Skrining Fitokimia (73-82) El-Hayah Vol. 5, No.

2 Maret 2015

SKRINING FITOKIMIA DAN KANDUNGAN TOTAL FLAVANOID PADA BUAH


Carica pubescens Lenne & K. Koch DI KAWASAN BROMO, CANGAR, DAN
DATARAN TINGGI DIENG

Eko Budi Minarno

Jurusan Biologi Fakultas Saintek, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Email: budi_minarno@yahoo.com

ABSTRAK

Carica pubescens Lenne & K. Koch is one of the species in the tropics, which adapt to the
plateau environment and low temperatures. In Indonesia, this plant is found at Cangar,
Bromo, and Dieng Plateau. This study aims to determine the results of phytochemical
screening and total flavonoids in fruit samples were taken from the third place. Qualitative
and quantitative tests carried out in the Laboratory of Department of Biology and
Chemistry, Faculty of Science and Technology, Maulana Malik Ibrahim State Islamic
University, Malang. Analysis of total flavonoids using a spectrophotometer at = 510 nm.
The results of qualitative phytochemical screening tests on samples of C. pubescens fruits
at Cangar, Bromo, and Dieng Plateau shows that the positive sample contains flavonoids,
polyphenols, tannins, and triterpenoids. Quantitative test results show that the C.
pubescens at Cangar contains total flavonoids quercetin equivalent with value 800 mg / L,
Bromo with value 816.65 mg / L, and Dieng Plateau with value 633.35 mg / L, respectively.
Keywords: Carica pubescens Lenne & K. Koch, flavonoids, phytochemicals,
spectrophotometers, Bromo, Cangar, Dieng Plateau

PENDAHULUAN
Carica pubescens Lenne & K. Koch
merupakan salah satu tanaman khas dataran
tinggi di Indonesia dengan kandungan vitamin C
tinggi yang berpotensi sebagai bahan alami
dalam penyembuhan mukosa mulut. Di
Indonesia, spesies ini biasa dikenal dengan
sebutan karika, dapat dijumpai di kawasan
Bromo dan Cangar Jawa Timur, serta Dataran
Tinggi Dieng, Jawa Tengah. Spesies ini
merupakan anggota familia Caricaceae,
sehingga memiliki kelompok Genus yang sama Gambar 1. Morfologi buah C. pubescens
dengan pepaya (Carica papaya) dan nampak Studi mengenai tanaman obat dan potensinya
memiliki kemiripan yang tinggi secara untuk kesehatan dewasa ini banyak
morfologi. Berbeda dengan pepaya, tanaman ini dikembangkan, tidak terkecuali penelitian pada
tumbuh di tempat dengan ketinggian 1.400-2400 tanaman C. pubescens. Buah dari tanaman ini
meter di atas permukaan laut (dpl), temperatur telah diteliti kandungannya sebagai zat
rendah, dan curah hujan tinggi sehingga antioksidan dan sumber flavanoid. Flavonoid
penduduk setempat sering menyebut pula adalah senyawa yang terdiri dari 15 atom karbon
dengan sebutan pepaya gunung. Morfologi buah yang umumnya tersebar di dunia tumbuhan.
C. pubescens ditunjukkan pada Gambar 1. Flavonoid tersebar luas di tanaman mempunyai
banyak fungsi. Flavonoid adalah pigmen
tanaman untuk memproduksi warna bunga
merah atau biru pigmentasi kuning pada kelopak
yang digunakan untuk menarik hewan
penyerbuk. Flavonoid hampir terdapat pada

73
Eko Budi Minarno

semua bagian tumbuhan termasuk buah, akar, Menurut Hayati (2010), metabolit
daun dan kulit luar batang (Lumbessy, 2013). sekunder adalah senyawa hasil biogenesis dari
Sebagai tanaman yang berpotensi obat, metabolit primer. Umumnya dihasilkan oleh
buah C. pubescens memiliki potensi dalam tumbuhan tingkat tinggi, yang bukan merupakan
proses penyembuhan luka. Luka merupakan senyawa penentu kelangsungan hidup secara
gangguan kontinuitas suatu jaringan sehingga langsung, tetapi lebih sebagai hasil mekanisme
terjadi pemisahan jaringan yang semula normal. pertahanan diri organisme. Kandungan senyawa
Luka dapat disebabkan oleh trauma yang metabolit sekunder telah terbukti bekerja
ditimbulkan dari gangguan emosional yang sebagai derivate antikanker, antibakteri dan
hebat dan tindakan-tindakan fisik. Salah satu antioksidan, antara lain adalah golongan
contoh trauma adalah trauma mekanik, yang alkaloid, tanin, golongan polifenol dan
penyebabnya antara laun prosedur perawatan turunanya. Menurut Robinson (1991) alasan lain
dental, kecelakaan, atau tergigit sendiri sering melakukan fitokimia adalah untuk menentukan
terjadi pada mukosa rongga mulut. Trauma atau ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek
luka ditandai dengan peradangan dan kerusakan yang bermanfaat, yang ditunjukan oleh ekstrak
jaringan mukosa mulut. Proses penyembuhan tumbuhan kasar bila diuji dengan sistem
luka dengan penambahan zat bioaktif dari buah biologis. Pemanfaatan prosedur fitokimia telah
C. pubescens diperlukan untuk perbaikan mempunyai peranan yang mapan dalam semua
jaringan yang rusak. cabang ilmu tumbuhan. Meskipun cara ini
Kuersetin adalah senyawa kelompok penting dalam semua telaah kimia dan biokimia
flavonol terbesar, kuersetin dan glikosidanya juga telah dimanfaatkan dalam kajian biologis.
berada dalam jumlah sekitar 60-75% dari Sejalan dengan hal tersebut, menurut
flavonoid. Kuersetin dipercaya dapat melindungi Moelyono (1996) analisis fitokimia merupakan
tubuh dari beberapa jenis penyakit degenerative bagian dari ilmu farmakognosi yang
dengan cara mencegah terjadinya proses mempelajari metode atau cara analisis
peroksidasi lemak. Kuersetin memperlihatkan kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan
kemampuan mencegah proses oksidasi dari Low atau hewan secara keseluruhan atau bagian-
Density Lipoproteins (LDL) dengan cara bagiannya, termasuk cara isolasi atau
menangkap radikal bebas dan menghelat ion pemisahannya. Pada tahun terakhir ini fitokimia
logam transisi. Para ilmuwan telah melakukan atau kimia tumbuhan telah berkembang menjadi
penelitian untuk mengidentifikasi dan satu disiplin ilmu tersendiri, berada diantara
mengetahui jumlah kandungan flavonoid dari kimia organik bahan alam dan biokimia
berbagai jenis makanan. Konsentrasi tertinggi tumbuhan, serta berkaitan dengan keduanya.
dari flavonol ditemukan dalam sayuran seperti Bidang perhatiannya adalah aneka ragam
pada bawang dan brokoli, dalam buah seperti senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun
apel, ceri, beri, dan pada minuman seperti oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur
anggur merah (Waji dan Sugrani, 2012) kimianya, biosintesisnya, perubahan serta
C. pubescens mempunyai banyak metabolismenya, penyebarannya secara ilmiah
manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Hasil dan fungsi biologisnya (Harborne, 1984).
penelitian Simirgiotis (2009) menunjukkan Skrining fitokimia merupakan cara untuk
teridentifikasinya 19 senyawa fenol pada buah mengidentifikasi bioaktif yang belum tampak
yang tumbuh di Chili. Buah tanaman ini melalui suatu tes atau pemeriksaan yang dapat
mengandung zat antioksidan yang mampu dengan cepat memisahkan antara bahan alam
menangkal bahaya radikal bebas dan yang memiliki kandungan fitokimia tertentu
mengandung enzim pencernaan yang dengan bahan alam yang tidak memiliki
meningkatkan kerja alat pencernaan, absorbsi kandungan fitokimia tertentu. Skrining fitokimia
nutrien, mengurangi stress pencernaan, menjaga merupakan tahap pendahuluan dalam suatu
pH, menjaga kesehatan usus serta penelitian fitokimia yang bertujuan untuk
menyeimbangkan enzim-enzim alami tubuh memberikan gambaran tentang golongan
(Rock, 2009). C. pubescens kaya akan vitamin senyawa yang terkandung dalam tanaman yang
C, serat, dan enzim papain sebagaimana terdapat sedang diteliti. Metode skrining fitokimia
pada C. papaya, membantu pencernaan, dilakukan dengan melihat reaksi pengujian
bermanfaat untuk lambung dan usus besar warna dengan menggunakan suatu pereaksi
(Hochman, 2007). warna. Hal penting yang berperan penting dalam
skrining fitokimia adalah pemilihan pelarut dan

74
Skrining Fitokimia (73-82) El-Hayah Vol. 5, No.2 September 2015

metode ekstraksi (Kristianti dkk., 2008). monomer antosianidin. Kebanyakan


Skrining fitokimia serbuk simplisia dan sampel proantosianidin adalah prosianidin karena bila
dalam bentuk basah meliputi pemeriksaan direaksikan dengan asam akan menghasilkan
kandungan senyawa alkaloida, flavonoida, sianidin. Proantosianidin dapat dideteksi
terpenoida/ steroida, tanin dan saponin menurut langsung dengan mencelupkan jaringan
prosedur yang telah dilakukan oleh Harbone tumbuhan ke dalam HCl 2M mendidih selama
(Harbone, 1987) dan Depkes (Depkes, 1995). setengah jam yang akan menghasilkan warna
Menurut Harborne (1984) senyawa merah yang dapat diekstraksi dengan amil atau
metabolit sekunder yang umum terdapat pada butil alkohol. Bila digunakan jaringan kering,
tanaman adalah : alkaloid, flavanoid, steroid, hasil tanin agak berkurang karena terjadinya
saponin, terpenoid dan tannin. pelekatan tanin pada tempatnya didalam sel.
a. Alkaloid 2) Tanin yang terhidrolisis
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa Terbatas pada tumbuhan berkeping dua.
yang tersebar luas hampir pada semua jenis Terutama terdiri atas dua kelas, yang paling
tumbuhan. Semua alkaloid mengandung paling sederhana adalah depsida galoiglukosa. Pada
sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat senyawa ini glukosa dikelilingi oleh lima gugus
basa dan membentuk cincin heterosiklik ester galoil atau lebih. Jenis kedua, inti molekul
(Harborne, 1984). Alkaloid dapat ditemukan berupa senyawa dimer asam galat, yaitu asam
pada biji, daun, ranting dan kulit kayu dari heksa hidroksidifenat yang berikatan dengan
tumbuh-tumbuhan. Kadar alkaloid dari glukosa. Bila dihidrolisis menghasilkan asam
tumbuhan dapat mencapai 10-15%. Alkaloid angelat. Cara deteksi tanin terhidrolisis adalah
kebanyakan bersifat racun, tetapi ada pula yang dengan mengidentifikasi asam galat/asam elagat
sangat berguna dalam pengobatan. Alkaloid dalam ekstrak eter atau etil asetat yang
merupakan senyawa tanpa warna, sering kali dipekatkan (Harborne,1987).
bersifat optik aktif, kebanyakan berbentuk c. Terpenoid
kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan Terpenoid merupakan komponen-
(misalnya nikotin) pada suhu kamar (Sabirin, et komponen tumbuhan yang mempunyai bau dan
al.,1994). dapat diisolasi dari bahan nabati dengan
Suatu cara mengklasifikasi alkaloid penyulingan yang disebut minyak atsiri. Minyak
adalah didasarkan pada jenis cincin atsiri yang berasal dari bunga pada awalnya
heterosiklik nitrogen yang terikat. Menurut dikenal dari penentuan struktur secara
klasifikasi ini alkaloid dibedakan menjadi ; sederhana, yaitu dengan perbandingan atom
pirolidin (1), piperidin (2), isoquinolin (3), hidrogen dan atom karbon dari senyawa
quinolin (4) dan indol (5). Alkaloid pada terpenoid yaitu 8:5 dan dengan perbandingan
umumnya berbentuk kristal yang tidak tersebut dapat dikatakan bahwa senyawa
berwarna, ada juga yang berbentuk cair seperti tersebut adalah golongan terpenoid.
koniina (6), nikotin (7). Alkaloid yang berwarna Steroid adalah terpenoid yang kerangka
sangat jarang ditemukan misalnya berberina (8) dasarnya terbentuk dari sistem cincin
berwarna kuning. Kebasaan alkaloid siklopentana prehidrofenantrena. Steroid
menyebabkan senyawa ini mudah merupakan golongan senyawa metabolik
terdekomposisi terutama oleh panas, sinar dan sekunder yang banyak dimanfaatkan sebagai
oksigen membentuk N-oksida. Jaringan yang obat. Hormon steroid pada umumnya diperoleh
masih mengandung lemak, maka dilakukan dari senyawa-senyawa steroid alam terutama
ekstraksi pendahuluan petroleum eter. dalam tumbuhan (Djamal, 1988).
b. Tanin Menurut Harborne (1984), saponin adalah
Secara kimia terdapat dua jenis tanin, glikosida triterpen dan sterol. Saponin
yaitu: (1) tanin terkondensasi atau flavolan dan merupakan senyawa aktif permukaan dan
(2) tanin yang terhidrolisis. bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi
1) Tanin terkondensasi atau flavolan berdasarkan kemampuannya membentuk busa
Tersebar luas dalam tumbuhan yang stabil dalam air dan menghomolisis sel
angiospermae, terutama pada tumbuhan- darah merah. Dari segi pemanfaatan, saponin
tumbuhan berkayu. Nama lainnya adalah sangat ekonomis sebagai bahan baku pembuatan
proantosianidin karena bila direaksikan dengan hormon steroid, tetapi saponin kadang-kadang
asam panas, beberapa ikatan karbon-karbon dapat menyebabkan keracunan pada ternak
penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah (Robinson, 1991).

75
Eko Budi Minarno

d. Minyak Atsiri Karakterisasi sampel daun C. pubescens


Minyak atsiri bukanlah senyawa murni yang tumbuh di Dataran Tinggi Dieng telah
akan tetapi merupakan campuran senyawa dilakukan, meliputi kajian ciri morfologi,
organik yang kadang kala terdiri dari lebih besar aktivitas antioksidan, dan pola pita protein.
dari 25 senyawa atau komponen yang berlainan. Masalah yang dihadapi sekarang yaitu belum
Sebagian besar komponen minyak atsiri adalah tersedianya data lengkap mengenai uji
senyawa yang hanya mengandung karbon, dan kandungan kimia berupa skrning fitokimia dan
hidrogen atau karbon, hidrogen dan oksigen kandungan total flavanoid pada sampel buah
yang tidak bersifat aromatik yang secara umum yang tumbuh di Bromo, Cangar, dan Dataran
disebut terpenoid. Minyak atsiri adalah zat Tinggi Dieng. Dengan demikian penelitian ini
berbau yang terkandung dalam tanaman. perlu untuk dilakukan.
Minyak ini disebut juga minyak menguap, Tujuan penelitian ini adalah untuk
minyak eteris, minyak esensial karena pada suhu mengetahui hasil skrining fitokimia dan
kamar mudah menguap. Istilah esensial dipakai kandungan total flavanoid sampel buah C.
karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman pubescens yang tumbuh di Cangar, Bromo, dan
asalnya. Dalam keadaan segar dan murni, Dataran Tinggi Dieng.
minyak atsiri umumnya tidak berwarna. Namun,
pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat METODE PENELITIAN
teroksidasi. Untuk mencegahnya, minyak atsiri Penelitian ini dilakukan pada bulan
harus disimpan dalam bejana gelas yang September sampai dengan Desember 2014.
berwarna gelap, diisi penuh, ditutup rapat, serta Kegiatan pengambilan sampel C. pubescens
disimpan di tempat yang kering dan sejuk dilakukan di kawasan Bromo dan Cangar, Jawa
(Gunawan & Mulyani, 2004). Timur serta Dataran Tinggi Dieng, Jawa
Berikut penjelasan beberapa cara yang Tengah. Kegiatan skrining fitokimia dan uji
biasa ditempuh dalam skrining fitokimia. kandungan total flavanoid dilaksanakan di
Pemeriksaan golongan flavonoid dapat Laboratorium Fisiologi Tumbuhan,
dilakukan dengan uji warna yaitu fitokimia Laboratorium Fisiologi Hewan, Laboratorium
untuk menentukan keberadaan senyawa Pendidikan, dan Laboratorium Genetika,
golongan flavonoid dan uji adanya senyawa Jurusan Biologi serta Laboratorium Kimia
polifenol. Uji keberadaan senyawa flavonoid Organik di Fakultas Sains dan Teknologi UIN
dari dalam sampel digunakan uji Wilstatter, uji Maulana Malik Ibrahim Malang.
Bate-Smith, dan uji dengan NaOH 10%. Alat yang digunakan untuk pengambilan
Sedangkan uji adanya senyawa polifenol sampel buah C. pubescens adalah kamera,
dilakukan dengan larutan penambahan FeCl3 kantong plastik, pita meter, pisau, kertas label,
adapun uji tersebut secara lengkap sebagai dan alat tulis. Untuk skrining fitokimia dan uji
berikut (Achmad, 1986., Harbone, 1987): total kandungan flavonoid, alat yang digunakan
1) Uji Wilstatter antara lain: penumbuk, oven, pipet tetes, pipet
Isolat ditambahakan 2-4 tetes HCl pekat dan 2-3 mikro, neraca elektrik, tabung reaksi, rak tabung
potong kecil logam Mg. Perubahan warna terjadi reaksi, pengaduk kaca, spatula, cawan porselen,
diamati dari kuning tua menjadi orange kertas saring, corong kaca, toples maserasi,
(Achmad, 1986). gelas ukur, hotplate, rotary vacuum evaporator,
2) Uji Bate-Smith kuvet, dan spektrofotemeter.
Isolat ditambahkan HCl pekat lalu dipanaskan Bahan utama berupa sampel buah C.
dengan waktu 15 menit di atas penangas air. pubescens Lenne & K. Koch. Bahan untuk uji
Reaksi positif jika memberikan warna merah kandungan total flavonoid meliputi methanol
(Achmad, 1986). 80%, nitrogen, HCl pekat, bubuk Mg, kuersetin,
3) Uji dengan NaOH 10% NaNO2, AlCl3, NaOH, aquades, FeCl3, pereaksi
Isolat ditambahkan pereaksi NaOH 10% dan Mayer, pereaksi Dragendorf, asam asetat
reaksi positif apabila terjadi perubahan warna anhidrat, asam sulfat, kloroform, blue tip, dan
yang spesifik (Harbone, 1987). masker.
4) Uji Golongan Polifenol Setelah sampel diambil dari lapangan
Isolat ditambahkan larutan FeCl3 10% dalam yaitu kawasan Bromo dan Cangar, Jawa Timur
akuades. Reaksi positif jika memberikan warna serta Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah, maka
hijau, merah, ungu, biru, atau hitam yang kuat selanjutnya dilakukan analisis di laboratorium.
(Harbone, 1987). a. Preparasi Sampel

76
Skrining Fitokimia (73-82) El-Hayah Vol. 5, No.2 September 2015

Sampel buah dicuci dan dikeringkan selama 1 sampel tersebut mengandung alkaloid. Reaksi
minggu. Proses perajangan hingga berbentuk dengan pereaksi Dragendorff akan terbentuk
serbuk halus dilakukan untuk memperoleh luas endapan jingga, dengan pereaksi Mayer
permukaan yang lebih besar agar proses terbentuk kuning.
penetrasi pelarut ke dalam bahan dapat 4) Uji Polifenol dan Tanin
berlangsung dengan optimal. Uji tanin dilakukan menurut Miranda (Sangi et
b. Proses Ekstraksi al., 2008). Ekstrak sampel ditambah metanol
Ekstraksi buah C. pubescens dilakukan pada sampai sampel terendam semuanya. Kemudian
serbuk sampel dengan cara maserasi ditambahkan 2-3 tetes larutan FeCl3 1%. Hasil
menggunakan pelarut methanol pada suhu positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna
ruang. Hasil maserasi disaring kemudian hitam kebiruan atau hijau.
diuapkan pelarutnya menggunakan rotary 5) Uji Minyak Atsiri
vacuum evaporator. Selanjutnya ekstrak Uji minyak atsiri dilakukan dengan terlebih
dipekatkan dengan penambahan nitrogen dan dahulu menyiapkan 1 ml ekstrak yang telah
inkubasi pada suhu 30C sampai pelarut habis dilarutkan dalam pelarutnya. Selanjutnya larutan
menguap. Ekstrak yang diperoleh tersebut tersebut diuapkan pada cawan poselen di atas
menjadi stok ekstrak buah dan disimpan pada hotplate hingga dipeoleh residu. Dari residu
gelas ekstrak. tersebut jika tercium bau yang khas maka positif
c. Skrining Fitokimia mengandung minyak atsiri.
1) Uji Flavanoid 6) Uji Triterpenoid
Uji flavanoid pada penelitian ini dilakukan Uji triterpenoid dilakukan dengan terlebih
dengan dua metode sebagai berikut. dahulu menyiapkan 2 ml ekstrak yang telah
a) Uji Wilstatter dilarutkan dalam pelarutnya. Larutan tersebut
Isolat ditambahakan 2-4 tetes HCl pekat dan 2-3 kemudian diuapkan di dalam caan porselen.
potong kecil logam Mg. Perubahan warna terjadi Residu dilarutkan dengan 0,5 ml kloroform dan
diamati dari kuning tua menjadi orange ditambahkan 0,5 asam asetat pekat anhidrad.
(Achmad, 1986). Asam sulfat pekat sebanyak 2 ml ditambahkan
b) Uji Bate-Smith melalui dinding tabung reaksi. Reaksi positif
Isolat ditambahkan HCl pekat lalu dipanaskan triterpenoid ditunjukkan dengan terbentuknya
dengan waktu 15 menit di atas penangas air. cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan
Reaksi positif jika memberikan warna merah larutan.
(Achmad, 1986). d. Kandungan Total Flavonoid
2) Uji Saponin 1) Pembuatan Kurva Kalibrasi Kuersetin
Uji saponin dilakukan menurut Simes et al. Kurva standar dibuat berdasarkan metode
(Sangi et al., 2008). Ekstrak sampel buah Rohman dkk. (2006). Larutan kuersetin dalam
sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam tabung methanol dibuat dalam konsentrasi 700, 800,
reaksi, kemudian ditambahkan akuades hingga 900, 1000, dan 1100 mg/L. Sebanyak 0,5 ml
seluruh sampel terendam, dididihkan selama larutan dari berbagai konsentrasi direaksikan
2-3 menit, dan selanjutnya didinginkan, dengan 2 ml akuades dan 0,15 ml NaNo2 5%
kemudian dikocok kuat-kuat. Hasil positif kemudian didiamkan selama 6 menit. Sebanyak
ditunjukkan dengan terbentuknya buih yang 0,15 ml AlCl3 10% ditambahkan ke dalam
stabil. larutan, kemudian diencerkan hingga volume
3) Uji Alkaloid total mencapai 5 ml dan didiamkan selama 15
Uji alkaloid dilakukan dengan terlebih dahulu menit. Pada akhirnya, absorbansi dari larutan
melarutkan 1 gram ekstrak buah ke dalam standar diukur pada panjang gelombang 510 nm
pelarutnya yaitu metanol. Selanjutny sebanyak 2 menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Kurva
ml larutan tersebut diuapkan pada cawan standar diperoleh dari hubungan antara
porselen menggunakan hotplate. Residu konsentrasi (mg/L) dengan absorbansi.
dilarutkan dengan 5 ml HCl 2N. Larutan yang b. Penentuan Total Flavanoid
diperoleh dibagi ke dalam 3 tabung reaksi. Terlebih dahulu dibuat larutan dari
Tabung prtama ditambah dengan 3 tetes HCl ekstrak sampel yang telah dilarutkan dengan
2N, tabung kedua ditambah dengan 3 tetes plarutnya (methanol) sebesar 1100 mg/L.
pereaksi Dragendorff, sedangkan pereaksi ketiga Sebanyak 0,5 ml larutan direaksikan dengan 2
ditambah dengan 3 tetes pereaksi Mayer. ml akuades dan 0,15 ml NaNO2 5% kemudian
Terbentuknya endapan menunjukkan bahwa didiamkan selama 6 menit. Sebanyak 0,15 ml

77
Eko Budi Minarno

AlCl3 10% ditambahkan ke dalam larutan, C. pubescens. Hasil skrining bioaktif tersaji
kemudian diencerkan hingga volume total pada Tabel 1.
mencapai 5 ml dan didiamkan selama 15 menit.
Selanjutnya, absorbansi dari larutan ekstrak Tabel 1. Hasil skrining fitokimia terhadap buah
diukur pada panjang gelombang 510 nm C. pubescens
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. No. Jenis Skrining Gambar Keteranga
Penentuan kandungan total flavonoid dinyatakan Fitokimia n
sebagai ekuivalen kuersetin dalam mg/L ekstrak. 1 Flavanoid positif

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penyiapan Ekstrak C. pubescens
Pengambilan sampel buah dari tiga tempat,
yakni dua tempat di Jawa Timur meliputi
kawasan Bromo dan Cangar serta satu tempat di 2 Saponin negatif
Jawa Tengah, yakni di Dataran Tinggi Dieng,
Wonosobo. Studi literatur telah dilakukan untuk
mendapatkan metode ekstraksi dan konsentrasi
ekstrak sampel buah C. pubescens yang
dibutuhkan dalam uji kualitatif maupun
3 Alkaloid negatif
kuantitatif
Buah C. pubescens merupakan buah
dengan biji terselubung pembungkus yang
berlendir, disebut sarcotesta. Maka, sebelum
pengeringan atau penghilangan kadar air,
sampel dicuci terlebih dahulu dari pengotor, 4 Polifenol positif
bagian biji dan sarcotesta dihilangkan dan Tanin
selanjutnya dipotong segitiga dengan ukuran 2
cm selanjutnya dikeringanginkan..
Proses pengeringan sampel buah C.
pubescens dilakukan dengan menggunakan oven
dengan suhu 60C selama 24 jam supaya zat 5 Minyak negatif
flavanoid terlindung dari kerusakan. Sampel atsiri
yang telah dikeringkan selanjutnya ditimbang
untuk mengetahui berat kering. Ekstrak buah
tersebut diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia menggunakan 6 Triterpenoid positif
pelarut yang sesuai, yaitu methanol pro analys.
Metode yang diterapkan pada ekstraksi buah C.
pubescens adalah metode maserasi, sesuai
dengan kepentingan dalam memperoleh sari
pada buah karika. Maserasi buah dilakukan
dengan proses pengekstrakan simplisia pada
temperatur ruangan (26C sampai dengan 28C), a. Flavanoid
sehingga zat-zat yang terkandung di dalam Hasil skrining fitokimia menunjukkan
simplisia relatif aman. Selanjutnya ekstrak bahwa buah C. pubescens memiliki kandungan
dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator senyawa flavonoid. Dalam penelitian ini
dan inkubator. dilakukan dua uji untuk mengidentifikasi
senyawa flavanoid, yaitu uji Wilstatter dan uji
Skrining Fitokimia Sampel Buah C. Bate-Smite. Reaksi positif pada uji Wilstatter
pubescens ditunjukkan dengan adanya warna jingga
Analisis secara kualitatif dilakukan sedangkan reaksi positif pada uji Bate-Smite
dengan skrining fitokimia untuk mengetahui ditunjukkan dengan adanya warna merah.
keberadaan senyawa flavanoid, saponin, Warna merah pada uji flavonoid dikarenakan
alkaloid, polifenol, minyak atsiri, dan terbentuknya garam flavilium (Achmad, 1986)
triterpenoid serta tanin pada sampel buah buah menurut reaksi berikut.

78
Skrining Fitokimia (73-82) El-Hayah Vol. 5, No.2 September 2015

dengan terbentuknya endapan coklat muda


sampai kuning, yaitu kalium alkaloid.
d. Polifenol dan Tanin
Berdasarkan hasil skrining fitokimia,
diketahui bahwa sampel buah C. pubescens
positif mengandung senyawa polifenol dan
tanin. Hal ini dapat dilihat dari perubahan
warna yang terjadi pada saat penambahan
larutan FeCl3 1% yaitu warna hijau kehitaman.
Pada penambahan larutan FeCl3 1%
Gambar 2. Reaksi terbentuknya garam flavilum
diperkirakan larutan ini bereaksi dengan salah
satu gugus hidroksil yang ada pada senyawa
b. Saponin
tanin. Pereaksi FeCl3 dipergunakan secara
Kandungan saponin pada sampel buah luas untuk mengidentifikasi senyawa fenol
C. pubescens dinyatakan negatif, yakni dengan
termasuk tanin (Robinson, 1995).
tidak munculnya busa setelah pengocokan. Sifat
yang dimiliki saponin antara lain mempunyai
rasa pahit, membentuk busa yang stabil dalam
larutan air. Ditinjau dari rasa buahnya, C.
pubescens tidak memiliki rasa pahit. Jika
memungkinkan terdapat sedikit saponin pada
buah maka dengan proses pengeringan akan
menghilangkan kandungan saponin tersebut.
Menurut Robinson (1995) senyawa yang
memiliki gugus polar dan nonpolar bersifat
aktif permukaan sehingga saat saponin dikocok Gambar 3. Reaksi pada uji polifenol dan tanin
dengan air dapat membentuk misel. Pada
struktur misel, gugus polar menghadap ke e. Minyak Atsiri
luar sedangkan gugus nonpolarnya menghadap Sampel buah C. pubescens pada
ke dalam, keadaan inilah yang tampak seperti penelitian dimungkinkan tidak mengandung
busa. Sementara itu penelitian oleh Rahmawati minyak atsiri karena tidak diperoleh residu
(2014) menyatakan saponin C. papaya dengan bau yang khas setelah larutan uji
ditemukan pada sampel daun. diuapkan pada cawan porselen. Bau yang
ditimbulkan tidak tajam.
c. Alkaloid
Berdasarkan hasil pengujian terhadap f. Triterpenoid
sampel buah C. pubescens, diketahui bahwa Hasil skrining fitokimia menunjukkan
sampel tersebut negatif alkaloid. Ketika ditetesi bahwa dalam sampel buah C. pubescens positif
dengan reagen Dragendroff dan reagen Mayer, mengandung triterpenoid, ditandai dengan
sampel buah C. pubescens berubah warna terbentuknya cincin kecoklatan pada larutan uji
menjadi jingga kecokelatan, namun tidak setelah penambahan asam sulfat pekat sebanyak
dihasilkan adanya endapan. 2 ml melalui dinding tabung. Beberapa
Tujuan penambahan HCl pada uji alkaloid penelitian menunjukkan bahwa tanaman C.
pada penelitian ini karena alkaloid bersifat basa papaya mengandung metabolit sekunder
sehingga diekstrak dengan pelarut yang triterpenoid menunjukkan bahwa senyawa
mengandung asam (Harborne, 1996). Pada tersebut memiliki aktivitas sebagai antibakteri
penelitian ini kemungkinan kompleks kalium yaitu monoterpenoid linalool, diterpenoid,
alkaloid yang terbentuk tidak sampai batas jenuh phytol, triterpenoid saponin, triterpenoid
sehingga tidak mampu membentuk endapan. glikosida (Marlinda, 2013).
Pada uji positif alkaloid dengan pereaksi Mayer,
diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan Uji Kuantitatif Sampel Buah C. pubescens
bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium Penentuan kadar flavanoid total diawali
tetraiodomerkurat (II) membentuk kompleks dengan membuat kurva standar kuersetin dengan
kalium-alkaloid yang mengendap. Hasil positif konsentrasi 700, 800, 900, 1000, dan 1100 mg/L
alkaloid pada uji Dragendorff juga ditandai pada panjang gelombang 510 nm seperti pada

79
Eko Budi Minarno

Gambar 3. Kurva ini berguna dalam membantu Cangar, Batu, Jawa Timur sebesar 816,65 mg/L
menentukan kandungan flafanoid total sampel ekuivalen kuersetin pada pengambilan 1100
buah C. pubescens. ppm ekstrak. Hal ini dimungkinkan karena
adanya perbedaan tempat tumbuh tanaman yang
didukung oleh iklim dan unsur tanah. Sitompul
dan Guritno (1995) menerangkan bahwa untuk
dapat berkembang biak dan menyelesaikan
siklus hidupnya secara lengkap, tanaman
membutuhkan keadaan lingkungan tertentu,
yaitu keadaan lingkungan yang dapat untuk
mengekspresikan program genetiknya secara
penuh. Perbedaan genetika dan lingkungan
tumbuh yang optimum pada C. pubescens
memberikan penampilan pertumbuhan yang
optimum. Suatu model klasik yang sampai
Gambar 4. Kurva standar kuersetin sekarang tetap berlaku dapat digunakan adalah
Penelitian terhadap larutan standar penampilan tanaman (P) sebagai fungsi dari
kuersetin menghasilkan persamaan regresi y = faktor genetik tanaman (G) dan lingkungan (E).
2E-05x+0,001 dengan pengukuran linearitas Sampel buah C. pubescens yang diambil
sebesar 0,922. Andriyani dkk. (2008) dari kawasan Cangar berasal dari tumbuhan liar
menyatakan bahwa nilai linearitas yang pada ketinggian 1.600 meter dpl, kurang
mendekati satu menunjukkan persamaan regresi matang, dan berukuran relatif lebih kecil
tersebut linear dan dapat digunakan. Dapat daripada sampel buah dari dua kawasan lainnya.
dikatakan bahwa absorbansi merupakan fungsi Di Dataran Tinggi Dieng, tanaman C. pubescens
yang besarnya berbanding lurus dengan merupakan tanaman budidaya yang ditanam
konsentrasi dan mengikuti persamaan regresi pada ketinggian 2000 meter dpl sehingga
linear: pertumbuhan buah optimal. Di Kawasan Bromo,
y = Ax + B sampel buah diambil pada ketinggian 1.700
dengan: meter dpl dan memiliki ukuran yang relatif sama
x: konsentrasi (mg/L) dengan sampel buah yang berasal dari Dataran
y: absorbansi (A) Tinggi Dieng. Hasil penelitian Rohyami pada
Persamaan tersebut pada kurva kalibrasi tahun 2012 menjelaskan bahwa kandungan
standar kuersetin digunakan sebagai senyawa flavanoid pada buah masak Phaleria
pembanding dalam analisis kuantitatif pada macrocarpa rata-rata 1,7647 mg.L-1 sedangkan
pengukuran kandungan flavonoid total ekstrak pada buah mentah rata-rata adalah 2,1535 mg.L-
metanol sampel buah C. pubescens. Berdasarkan 1, menunjukkan perbedaan kandungan flavanoid
hasil pengukuran terhadap konsentrasi ekstrak pada tingkat kematangan yang berbeda.
sebesar 1100 mg/L maka diperoleh data sebagai Tumbuhan dalam satu spesies yang sama,
beikut. dalam hal ini C. pubescens teradaptasi secara
berbeda-beda terhadap keadaan suhu yang
Tabel 2. Penentuan flavanoid total sampel buah menyangkut minimum, optimum, dan
C. pubescens pada pengambilan maksimum untuk hidupnya secara keseluruhan.
konsentrasi ekstrak 1100 mg/L Demikian untuk komponen fungsi fisiologisnya,
No. Asal Abso Kandungan walaupun suhu dapat berubah dengan variasi
Sampe rbansi flavanoid total pada kondisi yang berbeda dan menurut keadaan
l ekuivalen tumbuhan. Sallisbury dan Ross (1995)
kuersetin (mg/L) menerangkan bahwa cahaya memacu sintesis
1 Bromo 0,017 800 flavanoid dalam beberapa sel terspesialisasi di
2 Cangar 0.01733 816,65 salah satu organ. Produksi flavanoid
3 memerlukan gula sebagai fosfoenolpiruvat dan
3 Dieng, 0.01366 633,35 eritrosa-4-fosfat yang menediakan beberapa
7 atom karbon yang diperlukan bagi cincin-B
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa flavanoid serta sebagai unit asetat untuk cincin
kandungan flavanoid total tertinggi adalah pada A flavanoid. Gula, khususnya sukrosa, dapat
ekstrak sampel yang berasal dari kawasan diperoleh dari proses peruraian pati atau lemak

80
Skrining Fitokimia (73-82) El-Hayah Vol. 5, No.2 September 2015

di organ penyimpan saat perkembangan Djamal, R., 1988. Tumbuhan Sebagai Sumber
kecambah atau dari fotosintesis di sel yang Bahan Obat. Pusat Penelitian. Universitas
mengandung klorofil. Cahaya juga berefek pada Negeri Andalas.
susunan kloroplas. Harbone, J.B., 1987, Metode Fitokimia:
Secara umum, dapat dijelaskan bahwa Penuntun Cara Modern Menganalisis
lingkungan memberikan pengaruh yang Tumbuhan, Terbitan Kedua, ITB
signifikan terhadap kandungan kimia pada Bandung.
spesies C. pubescens jika spesies tersebut Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia.
tumbuh di tempat yang berbeda meskipun Padmawinata K, Soediro I, penerjemah.
kondisi lingkungan sama yakni temperatur Bandung : Penerbit ITB. Terjemahan dari
rendah, ketinggian di antara 1.400 2.400 meter : Phytochemical methods.
dpl, dan berada di sekitar sumber belerang. Harborne, J.B. 1987 Metode Fitokimia Penuntun
cara menganalisis Tumbuhan, terjemah
KESIMPULAN Padmawinat Bandung: ITB press
Berdasarkan hasil analisis, maka Harborne, J.B., 1984. Phitochemical Method.
diperoleh kesimpulan sebagai berikut. Chapman and Hall ltd. London.
1. Hasil uji kualitatif melalui skrining fitokimia Harborne, J.B.,.B., 1987. Phitochemical Method.
terhadap sampel C. pubescens yang tumbuh Chapman and Hall ltd. London.
di kawasan Cangar, Bromo, dan Dataran Herbert, R.B., 1989. The Biosynthesis of
Tinggi Dieng menunjukkan bahwa sampel Secondary Metabolism. Campman and
tersebut positif memiliki kandungan Hall 29 West 35th Street, New York.
flavanoid, polifenol dan tanin, serta Hidayat, S. 2001. Prospek Pepaya Gunung
triterpenoid. (Carica Pubescens) dari Sikunang,
2. Hasil uji kuantitatif menunjukkan bahwa Pegunungan Dieng, Wonosobo. Prosiding
pada C. pubescens yang tumbuh di kawasan Seminar Sehari: Menggali Potensi dan
Cangar memiliki kandungan total flavanoid Meningkatkan Prospek Tanaman
ekuivalen kuersetin sebesar 800 mg/L, di Hortikultura Menuju Ketahanan Pangan.
Bromo sebesar 816,65 mg/ L, dan Dataran Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya
Tinggi Dieng sebesar 633,35 mg/L. Bogor-LIPI, Bogor.
Judoamidjojo M., Darwis A.A., Gumbira E.,
UCAPAN TERIMA KASIH 1990. Teknologi Fermentasi. IPB. Bogor.
Ucapan terima kasih kami sampaikan Kristianti, A. N, N. S. Aminah, M. Tanjung, dan
kepada LPPM UIN Maulana Malik Ibrahim B. Kurniadi. 2008. Buku Ajar
Malang yang telah mendukung dan mendanai Fitokimia.Surabaya: Jurusan Kimia
penelitian ini. Laboratorium Kimia Organik FMIPA
Universitas
DAFTAR PUSTAKA Lumbessy,Mirna. Dkk.2013. Uji total Flavonoid
Achmad, S.A. 1986. Kimia Organik Bahan pada beberapa tanaman obat tradisional
Alam. Jakarta: Karnunika diwaitina Kecamatan Mangoli Timur
Ajizah, A.2004. Sensitivitas Salmonella Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku
typhirium terhadap Ekstrak Daun Psidium Timur. Jurnal MIPA
guajava L.Bioscientiae. 1: p. 31-38. UNSRAT.vol.02,No.01,Hal:50-55
Andriyani, R. Lisawati, Y. dan Maimunah, Manitto, P., 1981. Biosintesis Produk Alami.
2008. Penentuan Aktivitas Antioksidan, Terjemahan : Koensoenmardiyah. IKIP
Kadar Fenolat Total dan Likopen pada Semarang Press. Semarang.
Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.), Markham, K.R., 1982. Cara Mengidentifikasi
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, 13, Falvanoid. Alih Bahasa : Kosasih
3-4 Padmawinata, (1988). ITB. Bandung.
Anonim. 2009. Terpenoid. Markham, K.R., 1988, Techniques of
http://nadjeeb.wordpress.com [10 Flavonoids Identification, diterjemahkan
Februari 2011] oleh Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB,
Departemen Kesehatan RI, 1989, Materia Bandung.
Medika Indonesia, Jilid VI, Jakarta. Moelyono, M.W., 1996. Panduan Praktikum
Analisis Fitokimia. Laboratorium

81
Eko Budi Minarno

Farmakologi Jurusan Farmasi FMIPA. Sastrohamidjojo, H., 1996. Sintesis Bahan Alam.
Universitas Padjadjaran. Bandung. Gadjah Mada university Press.
Mursiti, S. 2013. Isolasi, Identifikasi, Dan Yogyakarta.
Elusidasi Struktur Senyawa Alkaloid Simirgiotis. 2009. Identification of Phenolic
Dalam Ekstrak Metanol-Asam Nitrat Dari Compounds from The Fruits of The
Biji Mahoni Bebas Minyak (Swietenia Mountain Papaya Vasconcellea pubescens
macrophylla, King).Jurnal MIPA 36 (2): a. dc. Grown in Chile by Liquid
169-177 (2013). Chromatographyuv DetectionMass
Mursiti, S. 2013. Isolasi, Identifikasi, Dan Spectrometry. Journal Food Chemistry.
Elusidasi Struktur Senyawa Alkaloid 115:775784.
Dalam Ekstrak Metanol-Asam Nitrat Dari Sitompul, S. M & B. Guritno. 1995. Analisis
Biji Mahoni Bebas Minyak (Swietenia Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada
macrophylla, King).Jurnal MIPA 36 (2): University Press: Yogyakarta.
169-177 (2013). Waji, R.A. dan Sugrani, Andis. Makalah Kimia
Natural Resources Conservation Service, 2010. Organik Bahan Alam : Flavanoid
Germplasm Resources Information (Quercetin). Program S2 Kimia Fakultas
Network (GRIN) Taxonomy for Plants. MIPA Universitas Hasanuddin
http://plants.usda.gov/java/profile? Wikipedia. 2011. Pepaya Gunung.
symbol=CAPU39 [15 Januari 2010]. http://id.wikipedia.org/wiki/index [10
Pusat Perlindungan Varietas Tanaman Februari 2011].
Departemen Pertanian Republik
Indonesia. 2006. Panduan Pengujian
Individual Kebaruan, Keunikan,
Keseragaman dan Kestabilan.
Robinson, T., 1991. The Organic Constituen of
HigherPlants. 6th Edition. Department of
Biochemistry. University of
Massachusetts
Rock, Red. 2009. Product Review - Wild
Mountain Papaya Extract. http://www.
associatedcontent.com/article/1987516/pr
oduct_review_wild_mountain_papaya.ht
ml [15 Januari 2010].
Rohman, A. Riyanto, S., dan Utari, D. 2006.
Aktivitas Antioksidan, Kandungan
Fenolat Total, dan Kandungan Flavanoid
Total Ekstrak Etil asetat Buah Mengkudu
serta Fraksi-fraksinya. Majalah Farmasi
Indonesia, 17,137-138.
Rohyami, Yuli. 2008. Penentuan Kandungan
Flavonoid dari Ekstrak Metanol Daging
Buah Mahkota Dewa (Phaleria
macrocarpa Scheff Boerl. Jurnal
LOGIKA hal. 18 Volume 5, Nomor 1
Sabirin, M., Hardjono S., dan Respati S., 1994.
Pengantar Praktikum Kimia Organik II.
UGM-Yogyakarta.
Salisbury et al. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3.
Bandung: Penerbit ITB
Sangi, M.; Runtuwene, M.R.J.; Simbala, H.E.I.
dan Makang, V.M.A. 2008. Analisis
Fitokimia Tumbuhan Obat di Kabupaten
Minahasa Utara.Chemistry Progress. Vol
1, hlm: 47-53

82

Anda mungkin juga menyukai

  • Fitokimia 1
    Fitokimia 1
    Dokumen146 halaman
    Fitokimia 1
    desi marpaung
    Belum ada peringkat
  • Ipi 382844
    Ipi 382844
    Dokumen7 halaman
    Ipi 382844
    desi marpaung
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen12 halaman
    Cover
    desi marpaung
    Belum ada peringkat
  • 1259 2987 1 PB
    1259 2987 1 PB
    Dokumen8 halaman
    1259 2987 1 PB
    desi marpaung
    Belum ada peringkat
  • 79 221 1 SM PDF
    79 221 1 SM PDF
    Dokumen11 halaman
    79 221 1 SM PDF
    desi marpaung
    Belum ada peringkat
  • Ciplukan
    Ciplukan
    Dokumen4 halaman
    Ciplukan
    desi marpaung
    Belum ada peringkat