Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Chronic Kidney Disease (CKD)


1. Pengertian Chronic Kidney Disease (CKD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible. Dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan elektrolit yang menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah
nitrogenlain dalam darah Bare dan Smeltzer (2001).

2. Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD)


Bedasarkan derajat penyakitnya:
a. Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat (> 90)
b. LFG menurun ringan (60-89)
c. LFG menurun sedang (30-59)
d. LFG menurun berat (15-29)
e. Gagal ginjal (<15 atau dialisis)

3. Patofisiologi Chronic Kidney Disease (CKD)


Pengurangan masa ginjal hipertrofi struktural dan fungsional nefron sebagai
kompensasi (diperantai sitokin+growth faktor peningkatan aktivitas renin-
angiotensin-aldesteron-intrarenal hiperfiltrasi peningkatan tekanan kapiler
dan aliran darah glomerolus Adaptasi Maladaptasi sklerosis nefron
penurunan fungsi nefron progresif.

Stadium dini tejadi kehilangan daya cadang ginjal ( LFG normal / meningkat)
penurunan fungsi nefron progresif ( peningkatan urea dan kreatinin serum. LFG
60% (asimtomatik), LFG 30% keluhan nokturia, lemah, mual, nafsu makan
turun, BB turun LFG < 30% gejala dan tanda urem yang nyata : anemia,
peningkatan TD, gangguan metabolisme, Fosfor&kalsium, pruritus, mual,
muntah, mudah terkena infeksi gangguan keseimbangan terkena infeksi,
gangguan keseimbangan air (hipo/hipervolemia), gangguan keseimbangan
elektrolit (natrium&kalium) LFG < 15% gejala komplikasi gjp serius, perlu
terapipengganti ginjal ( dialisis atau transplantasi ginjal ), pada keadaan ini
stadium gagal ginjal.
4. Etiologi Chronic Kidney Disease (CKD)
Ada beberapa penyebab CKD menurut Bare dan Smeltzer (2001) diantaranya
adalah tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler hipertensif,
gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik,
nefropati toksik, nefropati obsruktif. Beberapa contoh dari golongan penyakit
tersebut adalah :
a. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronik dan refluks
nefropati.
b. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
c. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, dan stenosis arteria renalis.
d. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa, dan seklerosis sistemik progresif.
e. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan
asidosis tubulus ginjal.
f. Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan hiperparatiroidisme,
serta amiloidosis.
g. Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah.

5. Manisfestasi Chronic Kidney Disease (CKD)


Menurut Bare dan Smeltzer (2001), diantaranya adalah :
a. Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari aktivasi
sistem renin angiotensin aldosteron.
b. Gagal jantung kongestif.
c. Edema pulmoner, akibat dari cairan yang berlebih.
d. Dermatologi seperti Pruritis, yaitu penumpukan urea pada lapisan kulit.
e. Gastrointestinal seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan, mual sampai
dengan terjadinya muntah.
f. Neuromuskuler seperti terjadinya perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi, kedutan otot sampai kejang.
g. Pulmoner seperti adanya seputum kental dan liat, pernapasan dangkal,
kusmol, sampai terjadinya edema pulmonal.
h. Muskuloskletal seperti terjadinya fraktur karena kekurangan kalsium dan
pengeroposan tulang akibat terganggunya hormon dihidroksi kolekalsi feron.
i. Psiko sosial seperti terjadinya penurunan tingkat kepercayaan diri sampai
pada harga diri rendah (HDR), ansietas pada penyakit dan kematian.

6. Penatalaksanaan

B. Hemodialisis
1. Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa merupakan proses difusi melintas membrana semipermeabel untuk
menyingkirkan substansi yang tidak diinginkan dari darah sementara menambahkan
komponen yang diinginkan, aliran konstan darah dari satu sisi membrana dan larutan
dialisat pembersih di sisi lain menyebabkan penyingkiran produk buangan serupa
dengan filtrasi glomerulus (Kaswari, 2012)
2. Penyebab / Indikasi dilakukan Hemodialisa
Penyebab secara garis besarnya, adalah :
1) Gagal ginjal akut, dan
2) Gagal ginjal kronis.
Indikasi yang mungkin untuk dialisis jangka pendek :
1) Gagal ginjal akut.
2) Hiperkalemi > 7 mmol/L.
3) pH arterial < 7-15.
4) Urea darah > 35 mmol/L.
5) Urea darah cepat meningkat.
6) Beban cairan berlebihan.
7) Hiperkalsemi tak terkontrol.
8) Gangguan elektrolit.
9) Keracunan dengan ;
a) Salisilat
b) Barburat.
c) Etanol.
10) Gagal ginjal kronik eksaserbasi akut mendahului pemberian terapi konservatif.
Indikasi yang mungkin untuk hemodialisa jangka panjang :
a) Kegagalan penanganan konservatif.
b) Kreatinin serum > 1200 mmol/L.
c) GFR < 3 ml/min.
d) Penyakit tulang progresif.
e) Neuropati yang berlanjut.
f) Timbulnya perikarditis (dialisis peritoneal mungkin perlu dilakukan
untuk menghindari hemoperikardium) (Syamsir & Iwan, 2008).

3. Komponen hemodialisa
Menurut Bare dan Smeltzer (2001), komponen dalam hemodialisa yaitu:
a. Mesin hemodialisa
Mesin hemodialisa merupakan mesin yang dibuat dengan sistim komputerisasi
yang berfungsi untuk pengaturan dan monitoring yang penting untuk mencapai
adekuasi hemodialisa.
b. Dialiser
Dialiser merupakan komponen penting yang merupakan unit fungsional dan
memiliki fungsi seperti nefron ginjal. .Berbentuk seperti tabung yang terdiri dari
dua ruang yaitu kompartemen darah dan kompartemen dialisat yang dipisahkan
oleh membran semi permeabel. Di dalam dialiser cairan dan molekul dapat
berpindah dengan cara difusi, osmosis, ultrafiltrasi, dan konveksi. Dialiser yang
mempunyai permebilitas yang baik mempunyai kemampuan yang tinggi dalam
membuang kelebihan cairan, sehingga akan menghasilkan bersihan yang lebih
optimal.
c. Dialisat
Diasilat merupakan cairan yang komposisinya seperti plasma normal dan terdiri
dari air dan elektrolit, yang dialirkan kedalam dialiser. Dialisat digunakan untuk
membuat perbedaan konsentrasi yang mendukung difusi dalam proses
hemodialisa. Dialisat merupakan campuran antara larutan elektrolit, bicarbonat,
dan air yang berperan untuk mencegah asidosis dengan menyeimbangkan asam
basa.Untuk mengalirkan dialisat menuju dan keluar dari dialiser memerlukan
kecepatan aliran dialisat menuju dan keluar dari dialiser memerlukan kecepatan
aliran dialisat yang disebut Quick Of Dialysate (Qd). Untuk mencapai
hemodialisa yang adekuat Qd disarankan adalah 400-800 mL/menit
d. Akses vascular
Akses vascular merupakan jalan untuk memudahkan pengeluaran darah dalam
proses hemodialisa untuk kemudian dimasukkan lagi kedalam tubuh pasien.
Akses yg adekuat akan memudahkan dalam melakukan penusukan dan
memungkinkan aliran darah sebanyak 200-300 mL/menit untuk mendapat hasil
yang optimal. Akses vaskular dapat berupa kanula atau kateter yang dimasukkan
kedalam lumen pembuluh darah seperti sub clavia, jungularis, atau femoralis.
Akses juga dapat berupa pembuluh darah buatan yang menyambungkan vena
dengan arteri yang disebut Arteorio Venousus Fistula/Cimino.
e. Quick of blood
Qb adalah banyaknya darah yang dapat dialirkan dalam satuan menit dan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi bersihan ureum. Peningkatan
Qb akan meningkatkan peningkatan jumlah ureum yang dikeluarkan sehingga
bersihan ureum juga meningkat. Dasar peningkatan aliran (Qb) rata rata adalah 4
kali berat badan pasien. Qb yang disarankan untuk pasien yang menjalani
hemodialisa selama 4 jam adalah 250-400 m/Lmenit

4. Proses Hemodialisa
Proses hemodialisa dimulai dengan pemasangan kanula Inlet kedalam pembuluh
darah arteri dan kanulaoutlet kedalam pembuluh darah vena, melalui fistula
arteorivenosa (Cimino) yang telah dibuat melalui proses pembedahan (Cahyaningsih,
2009). Sebelum darah sampai ke dialiser, diberikan injeksi heparin untuk mencegah
terjadinya pembekuan darah. Darah akan tertarik oleh pompa darah (blood pump)
melalui kanula inlet arteri kedialiser dan akan mengisi kompartemen 1 (darah).
Sedangkan cairan dialisat akan dialirkan oleh mesin dialisis untuk mengisi
kompartemen 2 (dialisat). Didalam dialiser terdapat selaput membran semi permeabel
yang memisahkan darah dari cairan dialisat yang komposisinya merupai cairan tubuh
normal.
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja dari hemodialisa yaitu difusi, osmosis, dan
ultrafiltrasi (Sudoyo, 2006). Toksin dan zat limbah didalam darah akan dikeluarkan
melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi
tinggi, kecairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah. Air yang berlebihan
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat
dikendalikan dengan menciptakan Gradien tekanan, Gradien ini dapat ditingkatkan
melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin
dialisis. Karena pasien tidak dapat mengekskresikan air, kekuatan ini diperlukan
untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovolemia atau keseimbangan cairan.
Sistim bufer tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat yang akan berdifusi dari
cairan dialisat kedalam darah pasien dan mengalami metabolisme untuk membentuk
bikarbonat. Setelah terjadi proses hemodialisa didalam dialiser, maka darah akan
dikembalikan kedalam tubuh melalui kanula outlet vena. Sedangkan cairan dialisat
yang telah berisi zat toksin yang tertarik dari darah pasien akan dibuang oleh mesin
dialisis oleh cairan pembuang yang disebut ultrafiltrat (Cahyaningsih, 2009). Semakin
banyak zat toksik atau cairan tubuh yang dikeluarkan maka bersihan ureum yang
dicapai selama hemodialisa akan semakin optimal.
5. Metode Hemodialisa
Menurut Cahyaningsih, N., (2009) metode dalam hemodialisa, antara lain:
1) Continuous Peritoneal Ambulatory dialisis (CAPD)
CAPD atau dialisis peritoneal ambulatorik kontinyu merupakan sesuatu bentuk
dialisis yang dilakukan pada banyak pasien penyakit renal stadium terminal.
Dialisis peritoneal tradisional memerlukan perawat dan teknisi yang terampil
untuk melaksanakan prosedur ini. Dialisis peritoneal tradisional dilakukan secara
intermiten sehingga diperlukan beberapa tahap yang biasanya berlangsung selama
6 hingga 48 jam untuk tiap tahap, dan selama pelaksanaan dialisis ini pasien
harus berada keadaan imobilisasi. Berbeda dengan dialisis peritoneal tradisional,
CAPD bersifat kontinyu dan biasa dapat dilakukan sendiri. Metode ini bisa
dikerjakan di rumah oleh pasien. Kadang-kadang anggota keluarga dilatih agar
dapat melaksanakan prosedur tersebut bagi paasien. Tekniknya disesuaikan
menurut kebutuhan fisiologik pasien akan terapi dialisis dan kemampuannya
untuk mempelajari prosedur ini. Metode CAPD harus dapat dipahami oleh pasien
serta keluarganya, dan diperlukan petunjuk yang adekuat untuk menjamin agar
mereka merasa aman serta yakin dalam melaksanakannya.
2) High-Flux Dialisis.
Dialisis aliran tinggi ini mengacu kepada cara dialisis dengan menggunakan
membran baru yang meningkatkan klirens molekul dengan berat molekul kecil
dan sedang. Mebran ini digunakan bersama dengan laju aliran darah keluar-
masuk dialiser yang lebih tinggi ketimbang pada dialisertradisional (500-800
ml/menit), dan aliran cairan dialisat yang cepat (800 ml). Dialisis aliran tinggi
akan meningkatkan efisiensi terapi sementara lamanya dapat dikurangi dan
kebutuhan akan heparin diperkecil. Namun, tidak semua unit pelayanan dialisis
yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan dialisis aliran tinggi ini dan
dengan demikian metode ini bukanlah metode yang rutin dilakukan.
3) Continuous Arteriovenous Hemofiltration (CAVH).
Merupakan metode lain untuk menggantikan sementara fungsi ginjal. Metode ini
dilakukan di tempat tidur dalam ruang perawatan intensif untuk pasien muatan
cairan berlebih akibat gagal ginjal oligurik (keluaran urin yang rendah) atau
untuk pasien ginjal, dimana ginjal tidak mampu lagi menghadapi kebutuhan
nutrisi atau metabolik yang tinggi dan akut. Darah dialirkan oleh tekanan darah
pasien sendiri melewati sebuah filter dengan volume kecil serta resistensirendah,
dan bukan oleh tekanan pompa darah seperti yang dilakukan pada hemodialisis.
Darah mengalir dari arteri (via pirauarteriovenosa atau kateter arteri)
kedalamhemofilter. Di sini cairan, elektrolit dan produk limbah Nitrogen yang
berlebihan dikeluarkan melalui ultrafiltrasi. Kemudian darah tersebut
dikembalikan kedalam sirkulasi darah pasien melewati pirauarteriovenosa vena
lengan atau kateter vena. Ultrafiltrat yang dihasilkan dan mengandung solut yang
tidak diinginkan kemudian dibuang. Cairan intravena dapat diberikan untuk
menggantikan cairan yang hilang akibat prosedur tersebut. Proses hemofiltrasi
berlangsung lambat dan kontinyu sehingga sesuai bagi pasien dengan sistem
kardiovaskuler yang tidak stabil. Cara ini tidak memiliki gradien konsentrasi
sehingga yang terjadi hanya filtrasi cairan. Elektrolitdiekskresikan hanya jika
terbawa dan dikeluarkan bersama cairan.
4) Continuous Arteriovenous Hemodialysis (CAVHD).
Memiliki banyak karakterstik CAVH tetapi cara ini memiliki kelebihan
berupa gradien konsentrasi, untuk memudahkan klirens atau pengeluaran ureum.
CAVHD dilaksanakan dengan mengalirkan cairan dialisat pada salah satu sisi
membran semipermeabel. Aliran darah melewati sistem tersebut berganung pada
tekanan arteri pasien seperti pada CAVHD; pompa darah tidak digunakan seperti
pada hemodialisis standar. Kelebihan utama dari CAVH dan CAVHD adalah
bahwa kedua metode ini tidak menimbulkan perpindahan cairan yang cepat
sehingga tidak membutuhkan mesin dialisis atau petugas dialisis untuk
melaksanakan prosedur tersebur. Kedua metode tersebut juga dapat segera
dikerjakan di rumah sakit tanpa fasilitas dialisis. Akses ke sistem vaskuler untuk
prosedur ini dapat dilakukan melalui fistula interna yang sudah dibuat
sebelumnya (seperti yang digunakan untuk hemodialisis) atau melalui kanulasi
pembuluh darah femoralis atau radialis. Gradien tekanan diperlukan untuk
menghasilkan filtrasi yang optimal; dengan demikian kanulasi arteri vena
femoralis akan menghasilkan gradien yang diperlukan antara tekanan arteri dan
vena.
Adekuasi hemodialisa merupakan kecukupan dosis hemodialisa yang
direkomendasikan untuk mendapat hasil yang adekuat pada gagal ginjal yang
menjalani hemodialisa (NKF-/DOQI, 2000).Tujuan adekuasi hemodialisa
diperlukan untuk menilai efektivitas tindakan hemodialisa yang dilakukan.
Hemodialisa yang adekuat akan memberikan manfaat yang besar dan
memungkinkan pasien gagal ginjal tetap bisa menjalani aktifitasnya seperti biasa.
Hemodialisis yang tidak adekuat juga dapat mengakibatkan kerugian material dan
menurunnya produktifitas pasien hemodialisa.Hemodialisa yang tidak adekuat
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti bersihan ureum yang tidak
optimal, waktu dialisis yang kurang,dan kesalahan dalam pemeriksaan
laborotorium (ureum darah).
Untuk mencapai adekuasi hemodialisis, maka besarnya dosis yang diberikan
harus memperhatikan hal-hal berikut :
a. Time of Dialisis
Adalah lama waktu pelaksanaan hemodialisis yang idealnya 10-12 jam
perminggu. Bila hemodialisa dilakukan 2 kali/minggu maka lama waktu tiap
kali hemodialisis adalah 5-6 jam, sedangkan bila dilakukan 3kali/ minggu
maka waktu tiap kali hemodialisis adalah 4-5 jam.
b. Interdiaalytic Time
Adalah waktu interval atau frekwensi pelaksanaan hemodialisa yang berkisar
antara 2 kali/minggu atau 3 kali/minggu. Idealnya hemodialisa dilakukan 3
kali/minggu dengan durasi 4-5 jam setiap sesi, akan tetapi di Indonesia
dilakukan 2kali/minggu dengan durasi 4 -5 jam.
6. Pengukuran adekuasi hemodialisa
Hemodialisa dinilai adekuat bila mencapai hasil sesuai dosis yang direncanakan
(Padila, 2012). Di Indonesia adekuasi hemodialisa dapat dicapai dengan jumlah dosis
hemodialisa 10-15 jam perminggu. Pasien yang menjalani hemodialisa 3 kali/
minggu diberi target Kt/V 1,2 sedangkan pasien yang menjalani hemodialisa 2 kali/
minggu diberi target Kt/V 1,8 K/DOQI selain itu pada 2006 merekomendasikan
bahwa Kt/V untuk setiap pelaksanaan hemodialisa adalah minimal 1,2 dengan target
adekuasi 1,4.
Penghitungan Kt/V dapat dilakukan denga menggunakan rumus daugirdas
sebagai berikut:

Keterangan:
K : Klirens dialiser yaitu darah yang melewati membran dialiser dalam mL/ menit
Ln : Logaritma natural
R : Ureum post dialisis
Ureum pre dialisis
t : Lama dialisis (jam)
V : Volume cairan tubuh dalam liter (laki-laki 65 % BB/ berat badan dan wanita
BB berat badan).

7. Komplikasi Hemodialisa
Komplikasi dalam pelaksanaan hemodialisa yang sering terjadi pada saat dilakukan
terapi adalah (Sudoyo, 2006):
1) Hipotensi
2) Kram otot
3) Mual atau muntah
4) Sakit kepala
5) Sakit dada
6) Gatal-gatal
7) Demam dan menggigil
8) Kejang

C. Asuhan Keperawatan
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Sebelum dialisa
1) Tinjau kembali catatan medis untuk menentukan alas an perawatan di rumah
sakit.
- Ketidakpatuhan terhadap rencana tindakan.
- Fistula tersumbat bekuan.
- Pembuatan fistula.
2) Menanyakan tipe diet yang digunakan dirumah, jumlah cairan yang diijinkan,
obat-obatan yang saat ini digunakan, jadwal hemodialisa, jumlah
haluaran urin.
3) Kaji kepatenan fistula bila ada. Bilapaten, getaran ( pulsasi ) akan
terasa desiran akan terdengar dengan stetoskop di atas sisi. Tak adanya
pulsasi dan bunyi desiran menandakan fistulatersumbat.
4) Kaji terhadap manifestasi klinis dan laboratorium tentang kebutuhan tentang
dialisa :
- Peningkatan berat badan 3 pon / lebih diatas berat badan pada tindakan
dialisa terakhir.
- Rales, pernafasan cepat pada saat istirahat,peningkatan sesak nafas
dengan kerja fisik maksimal.
- Kelelahan dan kelemahan menetap.
- Hipertensi berat
- Peningkatan kreatinin, BUN, dan elektrolit khususnya kalium.

b. Sesudah dialisa
1) Kaji terhadap hipotensi dan perdarahan. Volume besar dari pembuangan
cairan selama dialisa dapat mengakibatkan hipotensi ortostatik dengan
menggunakan anti koagulan selama tindakan menempatkan pasien pada resiko
perdarahan dari sisi akses dan terhadap perdarahan internal.

2. Diagnosis
Domain 2, kelas 5: Hidrasi
A. Kelebihan Volume Cairan
Domain 2, Kelas 1:Makan
B. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh

3. Rencana Tindakan (NIC-NOC, 2016)


Domain 2, kelas 5: Hidrasi
A. Kelebihan Volume Cairan
Batasan Karakteristik:
1) Ansietas
2) Asupan melebihi haluran
3) Azotemia
4) Bunyi nafas tambahan
5) Dispnea noktural paroksimal
6) Distensi vena jugularis
7) Edema
8) Efusi pleura
9) Ganguan pola nafas
10) Gangguan tekanan darah
11) Gelisah
12) Hepatomegali
13) Ketidakseimbangan elektrolit
14) Penambahan berat badan dengan waktu yang singkat
15) Peningkatan tekanan vena sentral
16) Penurunan hematokrit
17) Penurunan hemoglobin
18) Perubahan berat jenis urine
19) Perubahan status mental
20) Perubahan tekanan arteri pulmonal

Faktor yang berhubungan


1) Gangguan mekanisme regulasi
2) Kelebihan asupan cairan
3) Kelebihan asupan natrium

NOC:
Elektrolit and acid base balance
Fluid balance
Hydration
Kriteria hasil:
- Terbebas dari edema, efusi
- Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu
- Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+)
- Memelihara tekanan venasentral, tekanan kapiler paru
- Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan
NIC:
Fluid management
- Obsecasi intake dan output yang akurat
- Monitor hasil yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, osmolitas urine)
- Monitor vital sign
- Monitor indikasi retensi/kelebihan cairan
- Kaji lokasi dan luas edema
- Kolaborasi pemberian deuritik

Domain 2, Kelas 1:Makan


B. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh
Batasan Karakteristik:
1) Berat badan 20% atau lebih dari rentang berat badan ideal
2) Bising usus hiperaktif
3) Cepet kenyang setelah makan
4) Diare
5) Gangguan sensasi rasa
6) Kehilangan rambut berlebihan
7) Kelemahan otot pengunyah
8) Kelemahan otot untuk menelan
9) Kerapuhan kapiler
10) Ketidakmampuan makan makanan
11) Kram abdomen
12) Kurang informasi
13) Kurang minat pada makanan
14) Membran mukosa pucat
15) Nyeri abdomen
16) Penurunan berat badan dengan asupan makan adekuat
Faktor yang berhubungan
1) Faktor biologis
2) Faktor ekonomi
3) Ganguan psikososial
4) Ketidakmampuan makan
5) Ketidakmampuan mencerna makanan
6) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
7) Kurang asupan makanan

NOC:
Nutrion status: food and fluid intake
Nutrion status: Nutrien intake
Weight control
Kriteria hasil:
- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan badan ideal
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
- Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari makanan
- Tidak terjadi penurunan berat badan yang terjadi

NIC:
Nutrion Management
- Kaji adanya alergi makanan
- Beri informasi mengenai kebutuhan nutrisi
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentuksn jumlah kalori dan nutrisi yanng
dibutuhkan pasien
DAFTAR PUSTAKA

Bare and Smeltzer, (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta.

Cahyaningsih, N. (2009). Hemodialisa Panduan Praktis Perawatan Gagal Ginjal. Yogyakarta:


Mitra Cendika Press.

Kaswari (2012). Hubungan Lama Hemodialisa Dengan Tingkat Kepatuhan Restriksi Cairan
Pada Pasien Hemodialisa di Instalasi Dialisis RSUP dr.Sardjito
Yogyakarta.Yogyakarta: Skripsi FK UGM (tidak dipublikasi).

Padila. (2012). Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Nuha Medika.

Sudoyo. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai