Anda di halaman 1dari 8

SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

CASE 4-6 : GRAND JEAN COMPANY

PPA 38 Kelompok 9:
1. Bitar ( 8 )
2. Lidya Marselina ( 21 )
3. Sarah Gabriela Manein ( 37 )
LATAR BELAKANG

Grand Jean Company didirikan di pertengahan abad ke-19. Perusahaan


bertahan di tahun-tahun yang berat dan depresi besar-besaran di tahun 1929 adalah
hasil dari ketahahanan pasar dengan produknya yang dominan, yaitu blue denim
jeans. Grand Jean telah menjadi pemimpin pasar dengan jeans yang dapat langsung
dipakai setelah dicuci tanpa disetrika, jeans yang melebar bagian bawahnya, dan
celana kasual modern. Di tahun 1989 Grand Jean menjadi perusahaan manufaktur
pakaian terbesar di dunia. Grand Jean menawarkan berbagai variasi pakaian dan
model jeans untuk pria dan anak laki-laki serta menawarkan bentuk celana yang
lengkap untuk wanita. Perusahaan menjual 40 juta pasang celana di tahun
sebelumnya.
Kini, Grand Jean bekerja sama dengan independent manufacturer yang
membuat semua bentuk celana panjang Grand Jean (termasuk blue denim jeans).
Tahun lalu independent manufacturer ini memproduksi sepertiga dari total
penjualan celana panjang yang dijual oleh Grand Jean.
Saat ini, Grand Jean memperlakukan departemen pemasaran sebagai
revenue center dan departemen produksi (pabrik) sebagai expense center.

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

Yang menjadi pembahasan pada kasus ini adalah tujuan yang ingin dicapai
oleh Grand Jean Company secara keseluruhan dan bagaimana goal congruence
antara tujuan tersebut dengan kegiatan pemasaran dan manajer produksi
perusahaan. Selain itu, akan ada pula analisis mengenai kelemahan dan kelebihan
dari sistem pengendalian dan perencanaan manajemen atas departemen produksi
dan pemasaran. Atas segala pertimbangan kelemahan dan kelebihan itu, maka bisa
disimpulkan pula apakah pertimbangan untuk mengganti departemen produksi
pabrik di perusahaan Grand Jean sebagai profit center merupakan pertimbangan
yang tepat. Dan apabila Grand Jean diperlakukan sebagai profit center (mulanya
expense center), bagaimana pendapatan dari setiap pabrik harus dicatat. Apakah
dengan menggunakan harga jual yang dicatat oleh tenaga penjualan Grand Jean atas
penjualan produknya kepada distributor atau retail, ataukah menggunakan biaya
manufaktur ditambah dengan markup tertentu, atau mungkin saja dengan
menggunakan rata-rata harga kontrak yang dikeluarkan Grand Jean kepada pihak
luar perusahaan atas pembuaan tipe produk yang sejenis. Diantara opsi alternatif
tersebut, kami akan mencoba menganalisa satu per satu dan menyimpulkan opsi
mana yang merupakan alternatif terbaik dibanding kedua alternatif lainnya.

ANALISIS PEMBAHASAN

Perusahaan tentunya memiliki tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut


akan mengarahkan perusahaan untuk menetapkan strategi yang dirancang
sedemikian rupa supaya bisa membantu pencapaian tujuan tersebut. Yang menjadi
tujuan dari perusahaan Grand Jean secara keseluruhan yaitu profitabilitas. Hal ini
bisa terlihat dari fokus utama dari Grand Jean adalah mempertahankan posisinya
sebagai perusahaan manufaktur terbesar didunia untuk industri pakaian, untuk tetap
menjual dan terus meningkatkan market share dari perusahaan. Diketahui bahwa
perusahaan merupakan perusahaan yang memasarkan produknya secara global.
Sebagai perusahaan pakaian, Grand Jean ingin terus menawarkan berbagai macam
baju dan jeans baik untuk pria dan wanita. Grand Jean juga bertujuan untuk
menjaga reputasinya sebagai perusahaan yang memiliki harga terjangkau dan
berkualitas. Tujuan ini dicapai dengan efisiensi melalui perusahaan manufaktur
independen (contracotrs) yang telah sepakat untuk membantu membuat semua lini
produk Grand Jean yaitu celana dan mereka telah dipercaya selama lebih dari 30
tahun. Selain itu, Grand Jean juga memungkinkan penghematan lain, seperti pada
biaya start-up dan biaya perubahan produk dalam proses produksi. Bahkan vice
president dari departemen produksi mengatakan bahwa mereka akan mencoba
untuk mencapa tingkat puncak efisiensi untuk proses produksi dalam perusahaan
Grand Jean.
Tujuan dari perusahaan Grand Jean selaras dengan departemen
pemasarannya. Departemen pemasaran melakukan berbagai perencanaan berbeda
sesuai dengan kondisi yang terjadi agar perusahaan tetap terus dapat bersaing
dengan kompetitor. Departemen pemasaran ini bertugas untuk memasarkan dan
mencari tahu model jenis apa yang menjadi tren terkini. Bahkan, kinerja dari
departemen diukur dari kemampuan mereka dalam mencapai target. Sehingga
tingkat penjualan merupakan suatu tolak ukur yang menjadi perhatian penuh dari
departemen ini.
Namun ada ketidakselarasan dengan departemen produksinya karena dalam
mencapai efisiensi, Mia Packard menemukan bahwa manajer pelaksana menimbun
beberapa celana panjang dari hasil produksi yang melebihi kuota. Manajer
pelaksana melakukan hal tersebut untuk melindungi dirinya sendiri jika di masa
yang akan datang terjadi kekurangan produksi, dan manajer pelaksana juga
meminta manajer lain untuk melakukan hal yang sama. Departemen produksi tidak
akan memproduksi melebihi kuota hingga akhir tahun. Jika Grand Jean menaikan
outputnya, departemen produksi tidak sungguh-sungguh meningkatkan produksi
secara maksimum. Jika departemen produksi meningkatkan output, kuota produksi
mereka akan meningkat, dan departemen produksi tidak akan menerima kenaikan
imbalan moneter sama seperti peningkatan tanggung-jawabnya. Adanya tindakan
inilah yang membuat terjadi ketidakselarasan antara tujuan perusahaan secara
keseluruhan dengan tujuan dari departemen produksi.
Sementara itu, untuk mengevaluasi sistem perencanaan manajemen dan
sistem pengendalian manajemen oleh manajer pemasaran dan manajer pabrik, maka
analisis akan kekuatan dan kelemahannya mungkin menjadi pertimbangan.
Pertama, dari sisi kekuatan yaitu, pada tahun 1989, perusahaan Grand Jean telah
menjadi perusahaan manufaktur pakaian terbesar didunia. Adanya perencanaan
yang dilakukan oleh manajemen untuk menggunakan independent manufacturer
dari luar sudah cukup baik. Perusahaan membuat kontrak terlebih dahulu, dengan
melihat pengalaman dan harga kontrak per unit yang ditawarkan. Perusahaan akan
menetapkan harga maksimum yang dapat dibayarkan untuk satu unit produk celana
panjang yang dihasilkan. Bila pihak independent manufacturer tersebut dinilai
memberikan hasil yang memuaskan, maka Grand Jean akan membayar pada tingkat
harga maksimum yang ditetapkan di awal kontrak. Sementara, jika hasil produksi
dinilai masih kurang baik atau meragukan, maka Grand Jean akan menawarkan
harga yang lebih rendah untuk beberapa tahun pertama, sampai akhirnya mereka
membuktikan bahwa hasil produksinya memang benar-benar berkualitas. Ini
menjadi kekuatan dari sistem perencanaan yang dilakukan Grand Jean, bentuk
tindakan ini membuat Grand Jean dapat berfokus pada kualitas.
Tetapi, terdapat kelemahan dalam sistem perencanaan ini, yaitu adanya
ketidakpastian dalam produksi oleh independent manufacturer yang belum lama
bekerja sama dengan Grand Jean. Apabila mereka tidak mampu memenuhi target
produksi, maka perusahaan Grand Jean akan kehilangan kesempatan untuk
memenuhi permintaan dipasar. Selain itu, harga kontrak yang ditetapkan di awal
harus tetap dipenuhi apapun situasi akhirnya, sehingga hal ini bisa memberikan
kerugian bagi Grand Jean.
Dari sisi sistem pengendalian manajemen yang diterapkan oleh manajer pemasaran
dan manajer pabrik, terdapat kekuatan-kekuatan pula. Kekuatan tersebut dapat
dilihat dari secara rutin evaluasi dilakukan terhadap manajer pabrik. Komunikasi
yang baik antara VP produksi dengan para manajer pabrik dapat dilihat dari sangat
intensnya komuikasi baik melalui telepon, feedback, dan lain-lain. Selain itu juga,
adanya standar waktu, biaya, dan jumlah output. Informasi ini digunakan untuk
penganggaran biaya pabrik. Karyawan pemasaran akan memperkirakan berapa
jumlah celana panjang untuk setiap jenis celana yang ingin diproduksi. Informasi
ini dapat digunakan untuk membagi total produksi celana jeans ke masing-masing
pabrik. Bahkan jika memungkinkan, Grand Jean bisa saja menetapkan satu pabrik
untuk memproduksi satu jenis celana saja. Hal ini akan mengurangi biaya start up
dan changeover. Adanya sistem reward dimana bonus akan diberikan berdasarkan
kinerja keseluruhan perusahaan dan tingkat profit tahunan juga menjadi kekuatan
dari Grand Jean karena bisa menghasilkan motivasi bagi setiap manajer.
Namun, masih terdapat kelemahan dalam sistem pengendalian
manajemen di perusahaan Grand Jean yaitu sistem anggaran pada pabrik lama dan
pabrik baru dibuat sama. Pabrik baru memiliki kapasitas dan kapabilitas yang
berbeda dengan pabrik lama. Oleh karena itu, sistem anggaran di pabrik lama tidak
relevan jika diaplikasikan di pabrik baru. Selain itu perbandingan antara supervisi
dan karyawan staf yaitu 11:1 juga tergolong kurang, sehingga menyebabkan
sulitnya mencapai kinerja dengan lebih efisien. Tidak hanya itu, karena marketing
dapat menentukan produksi dalam tahun tertentu, maka sering sekali terjadinya
ketidakteraturan jadwal produksi karena banyaknya perubahan permintaan celana
panjang ditengah tahun. Dan kelemahan utama adalah kurangnya pemantauan
terhadap kinerja produksi dari jumlah hasil produksi di pabrik, karena ternyata
ditemukan bahwa terdapat manajer pabrik memproduksi dengan kapasitas besar
tetapi kelebihan hasil produksi ditimbun dan disembunyikan untuk menutupi
kekurangan produksi saat permintaan tinggi. Sebaiknya, ada pemeriksaan rutin
untuk memantau apakah jumlah produksi sesuai dengan rencana produksi yang
telah ditetapkan. Terkait masalah bonus, terdapat ketidakrelevanan bonus manajer
pabrik karena bonus tahunan yang digunakan sebagai penghargaan untuk manajer
pabrik dinilai dengan memberikan skala dari 1 sampai 5 ini dinilai dengan dasar
pengukuran dari kinerja dan profit perusahaaan secara keseluruhan. Padahal, dalam
mendapatkan profit perusahaan secara keseluruhan, bukan hanya tanggung jawab
manajer pabrik secara penuh, tetapi juga melibatkan bagian pemasaran, keuangan
dan administrasi, dan perencanaan.
Maka, atas pertimbangan kekuatan dan kelemahan dari sistem perencanaan
dan pengendalian manajemen yang diterapkan diperusahaan Grand Jean, maka
usulan untuk mengubah bagian pabrik sebagai profit center perlu dipertimbangkan.
Menurut kami, Grand Jean memang lebih baik menetapkan ke 25 manufaktur
sebagai profit center. Karena dengan menjadi profit center, seorang manajer
manufaktur tidak hanya menangani masalah produksi, tetapi manajer perusahaan
juga dituntut untuk mengendalikan kualitas produk, melakukan penjadwalan
produksi, dan memikirkan bagaimana melakukan penjualan atau pemasaran
produknya (dimana, kapan, dan bagaimana). Walaupun hal tersebut diluar kendali
manajer manufaktur, namun menjadikan bagian manufaktur sebagai pusat laba
lebih baik daripada hanya menjadikan bagian manufaktur sebagai pusat beban.
Karena manajer akan merasa memiliki tanggung jawab atas keberlangsungan
perusahaan dengan mempertimbangkan hal lain yang mempengaruhi penjualan
dibanding hanya fokus terhadap masalah produksi saja. Sehingga, hal ini bisa
mengurangi dampak dari penimbunan celana panjang di akhir periode produksi
karena kinerja mereka diukut dari laba yang diperoleh bukan hasil produksi. Secara
tidak langsung, pendekatan ini akan mempengaruhi keputusan manajer karena para
manajer akan selalu termotivasi untuk meningkatkan laba dan para manajer akan
berpikir ulang jika ingin menimbun celana. Pusat laba juga bisa memberikan
informasi siap pakai bagi manajemen puncak mengenai profitabilitas dari. Hal ini
membuat manajer lebih cepat dalam membuat keputusan yang lebih efektif dan
efisien, atas tugas yang saling terkait. Karena departemen produksi lebih tepat jika
diperlakukan sebagai profit center, maka terdapat beberapa pertimbangan untuk
menetapkan revenue dari departemen ini. Pertama, dengan menggunakan harga jual
yang dicatat oleh Grand Jeans kepada para pengecer dan distributor. Sedangkan
harga jual ini merupakan kewenangan dari bagian penjualan. Manajer pabrik tidak
memeiliki wewenang untuk menetapkan harganya tetapi manajer pabrik diminta
bertanggung jawab atas revenue tersebut. Alternatif ini tidak tepat dalam
pengukuran kinerja manajer pabrik karena penetapan harga celana panjang yang
dijual kepada retailer dan distributornya tidak berada di bawah kendali manajer
pabrik. Selain itu, mencatat dengan cara seperti ini juga akan berdampak bahwa
departemen penjualan tidak akan mendapatkan keuntungan apapun. Oleh karena
itu, pilihan ini bukan pilihan yang baik. Setiap departemen perlu untuk
menghasilkan pendapatan untuk kekayaan departemen itu.
Alternatif kedua yaitu dimana manajer pabrik akan bertanggung jawab atas
profit yang pendapatannya diukur berdasarkan biaya standar penuh ditambah
dengan persentase tetap markupnya. Dengan cara ini, maka ketika biaya aktual
tidak sesuai dengan biaya standar, besarnya pendapatan yang akan dicatat tetap
berdasarkan biaya standar penuh ditambah dengan markup. Hal ini kurang tepat
karena tidak memperhitungkan biaya aktual yang terjadi, sehingga tidak ada hal
yang bisa memotivasi karyawan untuk fokus pada menjaga biaya produksi serendah
mungkin. Padahal, karyawan harus mencoba pada tingkat terbaik mereka untuk
menjaga biaya serendah mungkin dan kompetitif,
Sementara, alternatif ketiga yaitu manajer pabrik akan bertanggung jawab
atas profit yang pendapatannya diukur berdasarkan harga rata-rata kontrak yang
dibayarkan untuk membuat celana panjang serupa. Pengukuran profit seperti ini
dapat memotivasi pabrik untuk berproduksi lebih efisen karena manajer pabrik
tidak akan mendapatkan bonus kalau biaya aktual di pabrik tersebut melebihi harga
rata-rata kontrak yang dibayarkan kepada perusahaan luar untuk membuat celana
panjang serupa. Sehingga, menurut kelompok kami, akan lebih baik jika Grand
Jean menggunakan alternatif ketiga. Karena, dampaknya adalah manajer produksi
akan berusaha untuk selalu berkinerja lebih efisien sehingga biayanya terus
menurun untuk mendapatkan profit yang tinggi karena bonus manajer tersebut akan
meningkat juga sejalan dengan peningkatan profit yang diukur di dalam pabrik
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai