Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

DHF

I. Konsep Demam Berdarah Dengue (DHF)


1.1 Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorragic Fever
(DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (Nurarif, 2015).
Klasifikasi DHF menurut WHO :
1.1.1 Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas, terdapat manifestasi
perdarahan ( uju tourniquet positif )
1.1.2 Derajat II
Derajat I ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan
perdarahan lain.
1.1.3 Derajat III
Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun ( 20 mmhg, kulit dingin, lembab, gelisah,
hipotensi )
1.1.4 Derajat IV
Nadi tak teraba, tekanan darah tak dapat diukur

1.2 Etiologi
Virus dengue termasuk flavi virus, keluarga flaviridae. Terdapat 4
serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya
ditemukan diIndonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi
salah satu serotype akan menimbulkan antibody terhadap serotype
yang bersangkutan, sedangkan antibody terbentuk terhadap serotype
lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan
yang memadai terhadap serotype lain tersebut. Seseorang yang
tinggal didaerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh tiga atau empat
serotype selama hidupnya.
1.3 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala DHF adalah sebagai berikut Meningkatnya suhu
tubuh, Nyeri pada otot seluruh tubuh, Suara serak, Batuk, Epistaksis,
Disuria, Nafsu makan menurun, Muntah, Ptekie, Ekimosis,
Perdarahan gusi, Muntah darah, Hematuria masih, Melena.

1.4 Patofisiologi

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan


viremia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga
terjadi komplek imun Antibodi virus pengaktifan tersebut akan
membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, serotinin,
trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus
sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang akan
meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi hipovolemi.
Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas
dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma.
Adanya komplek imun antibodi virus juga menimbulkan agregasi
trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni,
dan koagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan
berlebihan yang jika berlanjut terjadi syok dan jika syok tidak teratasi,
maka akan terjadi hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis
metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran
plasma yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga
perfusi jaringan menurun dan jika tidak teratasi dapat menimbulkan
hipoxia jaringan.

Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya
dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel
manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut
sangat tergantung pada daya tahan tubuh manusia. Sebagai reaksi
terhadap infeksi terjadi:
1. aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin
yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga
terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke
ekstravaskular,
2. agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan
menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan
terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang dan
3. kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau
mengaktivasi faktor pembekuan.

Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan peningkatan permiabilitas


kapiler; kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati;
trombositopenia; dan kuagulopati

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan


membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding
kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin
serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan
intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plama,
terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan
renjatan.

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler ibuktikan dengan


ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga
peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi
sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan
terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain
kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya
dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan
kelainan fungsi trombosit.

Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses


imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam
peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya
oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh
aktifasi system koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/
DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat.
1.5 Pemeriksaan Penunjang
1.5.1 Darah Lengkap = Hemokonsentrasi ( Hemaokrit meningkat
20 % atau lebih ) Thrombocitopeni ( 100. 000/ mm3 atau
kurang )
1.5.2 Serologi = Uji HI ( hemaaglutinaion Inhibition Test )
1.5.3 Rontgen Thorac = Effusi Pleura

1.6 Komplikasi
1.6.1 Resiko perdarahan
1.6.1.1 Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis,
Hematomesis dan melena
1.6.1.2 Catat banyak, warna dari perdarahan
1.6.1.3 Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus
Gastro Intestinal

1.6.2 Syndrome Syok Dengue


1.6.2.1 Ditandai dengan kegagalan sirkulasi seperti penurunan
kesadaran, gelisah, nadi cepat, lemah, hipotensi,
tekanan darah turun < 20 mmHg, Perfusi perifer
menurun, Kulit dingin dan lembab.

1.7 Penatalaksanaan
1.7.1 Penatalaksanaan Keperawatan :
1.7.1.1 Pengawasan tanda tanda vital secara continue
a. Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam
b. Observasi intake output
c. Pada pasien DHF derajat I : Pasien diistirahatkan,
observasi tanda vital tiap 3 jam , periksa Hb, Ht,
Thrombosit tiap 4 jam beri minum 1 liter 2 liter
per hari, beri kompres
d. Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda
vital, pemeriksaan Hb, Ht, Thrombocyt, perhatikan
gejala seperti nadi lemah, kecil dan cepat, tekanan
darah menurun, anuria dan sakit perut, beri infus.
e. Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi
semi fowler, beri o2 pengawasan tanda tanda vital
tiap 15 menit, pasang cateter, obsrvasi productie
urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt.
1.7.1.2 Resiko Perdarahan
a. Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis,
Hematomesis dan melena
b. Catat banyak, warna dari perdarahan
c. Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus
Gastro Intestinal
1.7.1.3 Peningkatan suhu tubuh
a. Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodic
b. Beri minum banyak
c. Berikan kompres

1.8 Pathways

terlampir

II. Rencana Asuhan Klien Dengue Haemoragic Fever


2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat Keperawatan
Kaji adanya peningkatan suhu tubuh, tanda perdarahan ,
mual muntah, tidak nafsu makan, nyeri ulu hai, nyeri otot
dan tanda tanda renjatan ( denyut nadi cepat dan lemah,
hipotensi, kulit dingin dan lembab, terutama pada
ekstremitas, sianosis, gelisah, penurunan kesadaran )
2.1.2 Pemeriksaan Fisik ( Data Fokus)
Data Subjektif :
2.1.2.1 Pasien mengeluh nyeri pada perut
2.1.2.2 Pasien mengeluh demam
2.1.2.3 Pasien mengeluh batuk-batuk
2.1.2.4 Pasien mengeluh pilek
2.1.2.5 Pasien mengeluh Mual dan muntah
2.1.2.6 Pasien mengeluh adanya bintik merah pada kulit
2.1.2.7 Pasien mengeluh dingin dibagian tangan dan kaki
2.1.2.8 Pasien mengeluh lemah

Data Objektif :
2.1.2.9 Pasien terlihat pucat
2.1.2.10 Lemah
2.1.2.11 Terdapat tanda perdarahan berupa bintik merah di
kulit
2.1.2.12 Dingin di bagian tangan dan kaki
2.1.2.13 Mual dan muntah
2.1.2.14 Batuk

2.1.3 Pemeriksaan Penunjang


2.1.3.1 Darah Lengkap = Hemokonsentrasi ( Hemaokrit
meningkat 20 % atau lebih ) Thrombocitopeni ( 100.
000/ mm3 atau kurang )
2.1.3.2 Serologi = Uji HI ( hemaaglutinaion Inhibition Test )
2.1.3.3 Rontgen Thorac = Effusi Pleura

2.2 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


Diagnosa 1 :
Hipertermia b.d proses infeksi virus dengue
2.2.1 Definisi :
Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
2.2.2 Batasan Karakteristik :
Konvulsi, kulit kemerahan, peningkatan suhu tubuh diatas
kisaran normal, kejang, takikardi, takipnea, kulit terasa
hangat.
2.2.3 Faktor yang Berhubungan :
Anastesia, penurunan respirasi, dehidrasi, pemajanan
lingkungan yang panas, penyakit, pemakaian pakaian yang
tidak sesuai dengan suhu lingkungan, peningkatan laju
metabolisme, medikasi, trauma dan aktivitas yang
berlebihan.

Diagnosa 2 :
Kekurangan volume cairan b.d pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler
2.2.4 Definisi
Penurunan cairan intravascular, mengacu kepada dehidrasi.
2.2.5 Batasan Karakteristik
Perubahan status mental, penurunan tekanan darah,
bradikardi, perubahan turgor kulit dan mukosa, haus dan
kelemahan.
2.2.6 Faktor yang berhubungan
Kehilangan cairan aktif, kegagalan mekanisme regulasi.

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1 :
2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil :
2.3.1.1 Suhu tubuh dalam rentang normal
2.3.1.2 Nadi dan Respirasi Rate dalam rentang normal
2.3.1.3 Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada
pusing

2.3.2 Intervensi Keperawatan dan Rasional :


2.3.2.1 Monitor suhu tubuh secara continue : memantau
fluktuasi suhu tubuh klien
2.3.2.2 Tingkatkan intake cairan dan nutrisi : memenuhi
keseimbangan cairan agar tidak terjadi syok
hipovolemik
2.3.2.3 Ajarkan keluarga untuk memberikan kompres :
menurunkan suhu tubuh
2.3.2.4 Kolaborasikan pemberian antipiretik : pemberian
obat penurun panas

Diagnosa 2 :

2.3.3 Tujuan dan Kriteria Hasil :


2.3.3.1 Mempertahankan urine output sesuai dengan usia
dan BB, haematokrit normal.
2.3.3.2 Tekanan darah, nadi dan suhu tubuh dalam batas
normal.
2.3.3.3 Tidak ada tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit
baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan.

2.3.4 Intervensi Keperawatan dan Rasional :


2.3.4.1 Kaji status hidrasi : Monitor kelembaban membrane
mukosa, nadi adekuat.
2.3.4.2 Jika klien sulit menelan lakukan pemasangan
nasogastric tube : membantu proses menelan klien.
2.3.4.3 Dorong keluarga untuk menganjurkan klien makan
dan minum : memotivasi klien untuk makan dan
minum.
2.3.4.4 Kolaborasikan pemberian cairan infuse secara IV :
memenuhi cairan tubuh yang tidak tercukupi.

III. Daftar Pustaka


Effendy & Christantie. (1995). Perawatan Pasien DHF. Jakarta: EGC
Juwono, Rahmad. (2000). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: FKUI
Markum, A.H. (1999). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta:
Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia.
Muhsinin & Tauhidah, N.I. (2016). Buku Panduan dan Log Book
Pendidikan Profesi Ners Stase Keperawatan Anak.
Banjarmasin: UMB PRESS
Nurarif, A. H. & Kusuma H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda. Jilid 1. Jogjakarta:
Mediaction
Sumarmo, S. Dkk.(2002). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan
Penyakit Tropis. Jakarta: IKA FKUI
Suriadi, Rita Y. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi 2.
Jakarta: Sagung Seto
Pelaihari, Februari 2017

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik

(.) ()

Anda mungkin juga menyukai