PENDAHULUAN
Rumusan masalah dalam karya tulis ilmiah ini adalah bagaimana cara
mendiagnsa toxocariasis pada kucing persia?
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan karya tulis imiah ini adalah untuk mengetahui bagaimana
cara mendiagnosa toxocariasis pada kucing persia dengan tepat
1.4 Manfaat
Morfologi
Toxocara cati dewasa yang hidup didalam usus halus anjing atau kucing
umurnya dapat mencapai 4 bulan. Cacing jantan mempunyai ekor yang
melengkung sedangkan cacing betina mempunyai ekor runcing. Disekeliling
mulut cacing dewasa terdapat 3 buah bibir yang bebrbentuk khas,sedang didaerah
leher terdapat cervical alae yang lebar.Larva infektif cacing berukuran lebih
kurang 400u x 20u. Telur Toxocara berbentuk oval dengan permukaan yang
bergerigi kecil,berwarna cokelat muda dan berdinding tebal. Telur cacing
berukuran 65ux70u pada (Soedarto,2007).
Epidemiologi
Di jakarta prevalensi pada anjing 38,3% dan pada kucing 26,0%. Prevalensi
mencapai 38,3 % dan 26,0 %. Infeksi T. Cati tidak terbatas untuk anak kucing,
pada sebuah survei, 23 dari 27 kucing yang terinfeksi pada usia 2 minggu, dan 10
dari 27 kucing terinfeksi saat berumur 3 tahun atau lebih. Singkatnya semua umur
dapat terkena.
Diagnosa
pada feses. Diagnosa dengan cara pemeriksaan tinja adalah yang paling sering
dilakukan, dapat juga diikuti pemeriksaan patologi anatomi dan klinik. Diagnosa
cacing didalam pemeriksaan tinja, baik secara visual, natif, metode apung atau
dapat digunakan sebagai pegangan dalam penentuan diagnosis antara lain batuk,
sangat berpengaruh terhadap infeksi parasit kucing. Lingkungan yang tidak bersih
atau kotor memungkinkan tercemar telur infektif toxocara, sehingga kucing liar
yang hidup dan berkembangbiak di tempat yang kotor akan cenderung terinfeksi
stadium pertama (L1), kedua (L2), ketiga (L3), keempat (L4) dan stadium dewasa.
Larva stadium kedua (L2) adalah larva infektif yang merupakan sumber penularan
toxocariasis pada hewan dan manusia. Hospes definitif dari T. cati adalah kucing
jantan, kucing betina dan anak kucing. Menurut Levine (1978), larva stadium
kedua (L2) tidak akan pernah berkembang menjadi larva stadium ketiga (L3)
apabila menginfeksi selain hospes definitif dan hospes transpor (cacing tanah,
kecoa, ayam, anak kambing dan mencit). Kondisi yang demikian disebut larva
dorman, yaitu larva yang tidak mengalami perkembangan dan hanya menetap di
dalam jaringan. Toxocara cati yang telah infektif jika tertelan anak kucing akan
terjadi migrasi larva. Larva yang keluar dari telur tersebut akan migrasi ke trakea,
dalam perut dan usus kecil. Cacing mulai bertelur dan dikeluarkan dalam feses 4-
5 minggu setelah infeksi. Kucing yang telah dewasa bisa juga terinfeksi olel
cacing ini apabila menelan telur infektif. Larva akan menetas dalam usus dan akan
pembuluh limfe dan pembuluh darah atau secara aktif menembus jaringan dan
menyebar ke seluruh bagian tubuh. Larva yang menembus dinding usus akan
menyebar melalui pembuluh darah ke setiap jaringan tubuh terutama otak, mata,
hati, paru-paru, dan jantung. Larva bertahan hidup selama beebrapa bulan,
kedua, telur menetas dan larva stadium ketiga memasuki dinding usus halus.
Larva bermigrasi melalui sistema sirkulasi dan dapat menuju ke sistem respirasi
atau organ dan jaringan lain dalam tubuh. Jika memasuki jaringan tubuh, mereka
dapat mengkista (dilapisi dinding dan inaktif). Larva tersebut dapat tetap
migrasi yang lebih umum terlihat pada kucing dewasa. Pada kucing yang sangat
muda, larva bergerak dari sirkulasi ke sistema respirasi, dibatukkan dan memasuki
saluran digesti lagi. Larva kemudian menjadi cacing dewasa. Cacing betina
dewasa bertelur, telur dikeluarkan lewat feses. Telur tetap ada di lingkungan
Jika kucing menelan hospes paratenik seperti tikus, cacing tanah atau
kumbang yang memiliki larva yang mengkista, migrasi mirip dengan ingesti telur
berlarva. Larva dilepaskan dari hospes paratenik saat termakan dan dicerna. Larva
Larva yang tertelan menjadi larva stadium ketiga dan keempat, dan
selanjutnya menjadi dewasa dalam usus anak kucing. Jika larva dikeluarkan
melalui feses anak kucing sebelum larva tersebut dewasa, larva tersebut dapat
memakan telur infektif, cacing telah dewasa dalam usus, dan telur dikeluarkan
lagi.
PELAKSANAAN KEGIATAN
Alat yang digunakan adalah object glass, cover glass, kamar hitung Mc
master, pipet tetes, pipet tetes, tabung sentrifus, rak tabung, timbangan digital dan
mikroskop. Bahan yang digunakan adalah feses kucing, Nacl jenuh, gula sheather
dan aquadest.
Feses kucing diambil segera setelah kucing defekasi. Feses diletakan pada
cawan petri dan diberi label. Selanjutnya sampel dibawah ke Laboratorium
Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Unsyiah untuk dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut.
a. Uji Natif
Aquades diteteskan di atas objek glass sebanyak dua tetes. Sampel feses
diambil menggunakan ose dan oleskan di atas objek glass yang telah ditetesi 15
akuades. Sampel dan akuades dihomogenkan menggunakan tusuk gigi. Setelah
feses dan akuades homogen, campuran homogen tersebut ditutup dengan kaca
penutup. Preparat diperiksa di bawah mikroskop (Taylor et al., 2007).
b. Uji sentrifus
Ambil 2 gram tinja masukan dalam mortir, tambahkan sedikit air dan gerus
sampai larut, tuangkan feses yang telah digerus kedalam tabng sentrifus hingga
setinggi 4/4 tabung. Sentrifus dengan cepat selama 5 menit. Buanglah cairan
jernih diatas endapan dan tambahkan Nacl jenuh stinggi tabung dan aduk
hingga tercampur merata. Sentrifus lagi dengan kecepatan tinggi selama 5
menit, letakan tabung sentrifus dirak tabung secara tegak lurus dan teteskan
Nacl jenuh dengan pipet tetes sampai permukaan cairan menjadi cembung,
biarkan selama 3 menit. Tempelkan objek glass diatas permukaan cembung
dengan hati-hati dan balik secara cepat, tutup dengan cover glass dan amati
dibawah mikroskop dengan pembesaran 10x.
c. Uji Mc master
Sampel feses ditimbang sebanyak 2 gram dengan menggunakan timbangan
analitik digital, selanjutnya ditambahkan Akuades sebanyak 28 ml dan diaduk
sampai homogen. Selanjutnya tuang 1 ml akuades pada tabung kosong dan
tambahkan 1 ml campuran feses. Kemudian mengambil campuran tersebut dengan
menggunakan pipet Pasteur dan memasukkan kedalam kamar hitung( Counting
Chamber ) Diamkan larutan yang berada dalam counting chamber (kamar hitung)
selama 20 menit supaya telur dan kista mengapung ke permukaan. Periksa
counting chamber (kamar hitung) dengan menggunakan mikroskop pembesaran
100 x dan fokuskan pada tiap-tiap kolom dimana dalam 1 chamber (kamar) berisi
6 kolom. Dalam 1 chamber (kamar) berisi 0,15 ml. Pencampuran berlaku pada
tiap telur atau ookista berbeda dalam 1 gram tinja. Jumlah telur / ookista yang
terhitung pada kedua chamber (kamar) dikalikan 100 (Soulsby, 1982)
d. Uji apung
Sampel feses ditimbang sebanyak 2 gram dengan menggunakan timbangan
analitik digital, selanjutnya ditambahkan NaCl sebanyak 30 ml dan diaduk sampai
homogen. Kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan ampas feses
selajutnya air saringan tersebut dituangkan ke dalam tabung sentrifus sampai
setinggi batas tabung sentrifus. Sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan 1500
rpm selama 5 menit. Tabung sentrifus diletakkan di atas rak dengan posisi tegak
lurus, diteteskan NaCl jenuh dengan pipet tetes sampai permukaan cairan di dalam
tabung sentrifus menjadi cembung, tempelkan Cover glass di atas permukaan
yang cembung tadi dengan hati-hati dan biarkan selama 2-3 menit selanjutnya
diletakkan diatas objek glass dan diperiksa di bawah mikroskop dengan
pembesaran 100x (Soulsby, 1982)