Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

TINEA KORPORIS

Disusun Oleh:
Pradinianti, S.Ked
1261050087

Pembimbing :
dr. Jihan Rosita, Sp.KK
dr. Reni Fajarwati, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


PERIODE 4 APRIL 6 MEI 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2017
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.A
No. RM : 065971
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 21 Mei 2001
Umur : 15 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl.Raya Tanjung Barat no.34
Status Pernikahan : Belum menikah
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal Berobat: 7 April 2017

II. ANAMNESIS
Diambil dari auto anamnesis pada tanggal 7 April 2017 pukul 10.00 WIB
1. Keluhan Utama
Timbul bercak gatal pada perut
2. Keluhan Tambahan
Bercak semakin menyebar dan gatal terumata saat berkeringat
3. Riwayat Penyakit Sekarang
4. Pasien datang ke Poliklinik Kulit & Kelamin RSU UKI dengan keluhan gatal di bagian perut

yang dirasakan sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu. Pasien mengatakan keluhan tsb

disertai dengan rasa gatal yang dirasakan sepanjang hari terutama saat pasien

berkeringat. Awalnya keluhan timbul secara tiba tiba pada pusar, sehingga pasien

menggaruk nya dan kemudian bercak kemerahan tersebut menyebar ke sisi paha yang

lain. Saat pasien berkeringat, keluhan gatal terasa semakin hebat sehingga pasien sering

menggaruknya sampai terasa sedikit perih karena bekas garukan. Pasien sudah berusaha

mengurangi keluhan dengan membersihkan daerah yang terasa gatal tersebut dengan

antiseptik (sabun dettol cair) dan pasien sempat ke puskesmas diberikan obat namun

keluhan belum berkurang. Pasien juga merasa bercak tersebut semakin lama semakin

melebar dan disertai dengan kulit yang mengelupas atau sisik.

5. Riwayat Penyakit Dahulu


1. Riwayat Alergi : Disangkal

2. Riwayat Kencing manis : Disangkal

3. Riwayat Penyakit Asma : Disangkal

4. Riwayat Penyakit Hipertensi : Disangkal

5. Riwayat Penyakit kulit : 2 tahun yang lalu pernah mengalami

keluhan seperti ini

6. Riwayat Penyakit Keluarga


1. Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan serupa
2. Riwayat Alergi : Disangkal
3. Riwayat Kencing manis : Disangkal
4. Riwayat Penyakit Ginjal : Disangkal
5. Riwayat Penyakit asma : Disangkal
6. Riwayat hipertensi : Disangkal

7. Riwayat Sosial & Kebiasaan

1. Pasien memiliki kebiasaan untuk menggaruk jika keluhan gatal muncul

hingga gatal hilang.

2. Pasien mandi dua kali sehari pada pagi dan sore hari dengan sabun detol.

Pasien sehari-hari mengenakan pakaian seragam sekolah yang diganti setiap

hari. Pasien selalu memakai pakaian dalam berupa kaus kutang yang diapakai

seharian.

3. Pasien memiliki kebiasaan olahraga berupa sepakbola, terkadang tetap

memakai pakaian seragam sekolah, hampir setiap pulang sekolah. Pasien tidak

langsung membersihkan badan setelah berkeringat. Kegiatan sehari-hari

pasien lebih banyak diluar terkena sinar matahari dibanding di dalam ruangan.

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Status Umum
Keadaan umum : Baik, kooperatif
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4 M6 V5
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 98 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,8 oC
BB : 72 kg
TB : 165 cm
2. Status Generalis

Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata.

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor.

Hidung : Discharge (-/-), tidak ada deviasi septum, nafas cuping

hidung (-)

Mulut/gigi : Bibir sianosis (-), lidah tidak kotor.

Telinga : Daun telinga simetris, liang telinga lapang

Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Kulit : Sianosis (-), turgor cukup

Pemeriksaan Thorax

Inspeksi : Dinding dada simetris, jejas (-) retraksi (-/-)

Palpasi : Vokal fremitus paru kanan sama dengan kiri

Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : bunyi nafas dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-), bunyi

jantung regular, murmur (-), gallop (-)

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Perut tampak datar, umbilicus tidak menonjol, striae (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani,nyeri ketok (-)


Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-)

3. Status Dermatologikus

o Distribusi : Diskret
o Regio : abdomen
o Lesi : Tampak plak hiperpigmentasi multiple susunan polisiklik

berbatas tegas, central healing (+) dengan permukaan ditutupi oleh skuama

putih kasar.

Gambar 1. Efloresensi . Tampak plak hiperpigemntasi multiple, polisiklik berbatas tegas terdapat

central heling (+) dengan permukaan ditutupi oleh skuama halus yang tersebar diskret pada Regio

Abdomen
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kerokan kulit dengan KOH 10%

V. RESUME

Pasien Tn.A usia 15 tahun datang dengan keluhan bercak gatal putih pada

perut yang dirasakan seudah sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya pasien

menyadari muncul bentol di pusar yang disertai gatal, kemudian semakin lama

menyebar disekitar perut bawah pasien.Terasa gatal pada bercak dan pasien

menggaruk pada bagian yang gatal. Gatal tertutama dirasakan saat panas dan

berkeringat. Pasien sudah mencoba berobat ke puskesmas dan diberikan obat

salep, namun keluhan tidak berkurang. Pada pemeriksaan status generalis

dalam batas normal. Pada pemeriksaan status dermatologis, pada regio

Abdomen Tampak plak hiperpigmentasi polisiklik berbatas tegas dengan

permukaan ditutupi oleh skuama halus.

VI. DIAGNOSA KERJA

Tinea Korporis

VII. DIAGNOSIS BANDING

Pitriasis Rosea
Dermatitis Seboroik
VIII. RENCANA / ANJURAN PEMERIKSAAN

a. Kerokan kulit dengan KOH 10%

IX. PENATALAKSANAAN

Non medikamentosa :

Mengedukasi pasien untuk tidak menggaruk bila gatal timbul di area yang gatal
untuk menengah terjadinya iritasi yang semakin luas.

Mengedukasi pasien untuk melakukan pengobatan secara teratur dan dilakukan


sesuai dengan instruksi yang diberikan.

Mengedukasi pasien untuk menjaga kebersihan badan serta kebersihan


lingkungan dan selalu rutin untuk mengganti pakaian.

Medikamentosa :

Sistemik : ketokonazol 1x200mg selama 2 minggu

Topikal : ketokonazol 2%cream 10 gr (oles 1xsehari)

Antihistamin : Cetirizine 10 mg (1xsehari malam bila gatal)

X. PROGNOSIS

Ad vitam : Dubia ad bonam

Ad functionam : Dubia ad bonam

Ad sanationam : Dubia ad malam


I. PENDAHULUAN

Tinea korporis adalah penyakit dermatofit pada kulit glabrosa, selain kulit kepala,
wajah, kaki, telapak tangan dan kaki, janggut dan lipatan paha.Manifestasinya akibat
infiltrasi dan proliferasinya pada stratum korneum dan tidak berkembang pada jaringan
yang hidup.Metabolisme dari jamur dipercaya menyebabkan efek toksik dan respon
alergi. Tinea korporis umumnya tersebar pada seluruh masyarakat tapi lebih banyak di
daerah tropis.
Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur dan paling sering terjadi pada iklim
yang panas (tropis dan subtropis).Ada beberapa macam variasi klinis dengan lesi yang
bervariasi dalam ukuran derajat inflamasi dan kedalamannya. Variasi ini akibat perbedaan
imunitas hospes dan spesies dari jamur.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Tinea korporis adalah dermatofitosis pada kulit yang tidak berambut (glabrous
skin) kecuali telapak tangan, telapak kaki, dan lipat paha Dermatofitosis adalah infeksi
jamur yang disebabkan oleh jamur dermatofita yaitu Epidermophyton, Mycrosporum dan
Trycophyton. Terdapat lebih dari 40 spesies dermatofita yang berbeda, yang menginfeksi
kulit dan salah satu penyakit yang disebabkan jamur golongan dermatofita adalah tinea
korporis

2.2 EPIDEMIOLOGI
Tinea korporis merupakan infeksi yang umumnya sering dijumpai didaerah yang
panas, Tricophyton rubrum merupakan infeksi yang paling umum diseluruh dunia dan
sekitar 47 % menyebabkan tinea korporis. Tricophyton tonsuran merupakan dermatofit
yang lebih umum menyebabkan tinea kapitis, dan orang dengan infeksi tinea kapitis
antropofilik akan berkembang menjadi tinea korporis.. Walaupun prevalensi tinea
korporis dapat disebabkan oleh peningkatan Tricophyton tonsuran, Microsporum canis
merupakan organisme ketiga sekitar 14 % menyebabkan tinea korporis.
Tinea korporis mungkin ditransmisikan secara langsung dari infeksi manusia atau
hewan melalui autoinokulasi dari reservoir, seperti kolonisasi T.rubrum di kaki. Anak-
anak lebih sering kontak pada zoofilik patogen seperti M.canis pada kucing atau anjing.
Pakaian ketat dan cuaca panas dihubungkan dengan banyaknya frekuensi dan beratnya
erupsi.
Infeksi dermatofit tidak menyebabkan mortalitas yang signifikan tetapi mereka
bisa berpengaruh besar terhadap kualitas hidup. Tinea korporis prevalensinya sama antara
pria dan wanita. Tinea korporis mengenai semua orang dari semua tingkatan usia tapi
prevalensinya lebih tinggi pada preadolescen. Tinea korporis yang berasal dari binatang
umumnya lebih sering terjadi pada anak-anak. Secara geografi lebih sering pada daerah
tropis daripada subtropis.
Berdasarkan habitatnya dermatofit digolongkan sebagai antropofilik (manusia),
zoofilik (hewan), dan geofilik (tanah). Dermatofit yang antropofilik paling sering sebagai
sumber infeksi tinea, tetapi sumber yang zoofilik di identifikasi (jika mungkin) untuk
mencegah reinfeksi manusia

2.3. ETIOLOGI
Tinea korporis dapat disebabkan oleh berbagai spesies dermatofit seperti
Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton. Variasi penyebabnya dapat ditemukan
berdasarkan spesies yang terdapat di daerah tertentu.Namun demikian yang lebih umum
menyebabkan tinea korporis adalah T.rubrum, T.mentagrophytes, dan M.canis.(1)

2.4 PATOGENESIS
Dermatofitosis bukanlah patogen endogen. Transmisi dermatofit kemanusia dapat
melalui 3 sumber masing-masing memberikan gambaran tipikal. Karena dermatofit tidak
memiliki virulensi secara khusus dan khas hanya menginvasi bagian luar stratum
korneum dari kulit.

Types Of Dermatophytes Based On Mode Of Transmission


Category Mode of transmission Typical clinical features
Antropofilik Manusia ke manusia Hewan ke Ringan, tanpa inflamasi, kronik
Zoofilik manusia Tanah ke manusia Inflamasi hebat (mungkin pustula dan
Geofilik atau hewan vesikel), akut. Inflamasi sedang

Lingkungan kulit yang sesuai merupakan faktor penting dalam perkembangan


klinis dermatofitosis. Infeksi alami disebabkan oleh deposisi langsung spora atau hifa
pada permukaan kulit yang mudah dimasuki dan umumnya tinggal di stratum korneum,
dengan bantuan panas, kelembaban dan kondisi lain yang mendukung seperti trauma,
keringat yang berlebih dan maserasi juga berpengaruh.

Pemakaian bahan yang tidak berpori akan meningkatkan temperatur dan keringat
sehingga mengganggu fungsi barier stratum korneum. Infeksi dapat ditularkan melalui
kontak langsung dengan individu atau hewan yang terinfeksi, benda-benda seperti
pakaian, alat-alat dan lain-lain. Infeksi dimulai dengan terjadinya kolonisasi hifa atau
cabang-cabangnya dalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini memproduksi enzim
keratolitik yang mengadakan difusi ke dalam jaringan epidermis dan merusak keratinosit.
Setelah masa perkembangannya (inkubasi) sekitar 1-3 minggu respon jaringan
terhadap infeksi semakin jelas dan meninggi yang disebut ringworm, yang menginvasi
bagian perifer kulit. Respon terhadap infeksi, dimana bagian aktif akan meningkatkan
proses proliferasi sel epidermis dan menghasilkan skuama. Kondisi ini akan menciptakan
bagian tepi aktif untuk berkembang dan bagian pusat akan bersih. Eliminasi dermatofit
dilakukan oleh sistem pertahanan tubuh (imunitas) seluler.
Pada masa inkubasi, dermatofit tumbuh dalam stratum korneum, kadang-kadang
disertai tanda klinis yang minimal. Pada carier, dermatofit pada kulit yang normal dapat
diketahui dengan pemeriksaan KOH atau kultur.
2.5 GAMBARAN KLINIK

Tinea korporis bisa mengenai bagian tubuh manapun meskipun lebih sering
terjadi pada bagian yang terpapar. Pada penyebab antropofilik biasanya terdapat di daerah
yang tertutup atau oklusif atau daerah trauma.
Keluhan berupa rasa gatal. Pada kasus yang tipikal didapatkan lesi bulla yang
berbatas tegas, pada tepi lesi tampak tanda radang lebih aktif dan bagian tengah
cenderung menyembuh. Lesi yang berdekatan dapat membentuk pola gyrate atau
polisiklik. Derajat inflamasi bervariasi, dengan morfologi dari eritema sampai pustula,
bergantung pada spesies penyebab dan status imun pasien. Pada penyebab zoofilik
umumnya didapatkan tanda inflamasi akut. Pada keadaan imunosupresif, lesi sering
menjadi lebih luas.
Tinea korporis dapat bermanifestasi sebagai gambaran tipikal, dimulai sebagai
lesi eritematosa, plak yang bersisik yang memburuk dan membesar, selanjutnya bagian
tengah dari lesi akan menjadi bentuk yang anular akan mengalami resolusi, dan bentuk
lesi menjadi anular. berupa skuama, krusta, vesikel, dan papul sering berkembang,
khususnya pada bagian tepinya. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan.
Lesi pada umumnya merupakan bercak terpisah satu dengan yang lainnya.
Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang akut biasanya tidak terlihat lagi.
Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan
pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea korporis dan kruris.
Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh Trichophyton concentricum
disebut tinea imbrikata. Tinea imbrikata mulai dengan bentuk papul berwarna coklat,
yang perlahan-lahan menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari
dasarnya dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah,
sehingga terbentuk lingkaran-lingkaran skuama yang konsentris.
Infeksi dermatofit secara zoofilik atau geofilik lebih sering menyebabkan respon
inflamasi daripada yang disebabkan oleh mikroba antropofilik. Umumnya, pasien HIV-
positif atau imunokompromise bisa terlihat dengan abses yang dalam dan meluas.
Tinea korporis lebih sering ditemukan sebagai asimptomatik atau gatal ringan.
Secara obyektif tipikal lesinya mulai sebagai makula eritematosa atau papul yang
menjalar dan berkembang menjadi anular, dan lesi berbatas tegas, skuama atau vesikel,
tepi yang berkembang dan healing center. Tinea korporis lebih sering pada permukaan
tubuh yang terbuka antara lain wajah, lengan dan bahu.

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Dalam patogenesisnya, jamur patogen akan menyebabkan kelainan pada kulit
sehingga atas dasar kelainan kulit inilah kita dapat membangun diagnosis. Akan tetapi
kadang temuan efloresensi tidak khas atau tidak jelas, sehingga diperlukan pemeriksaan
penunjang. Sehingga diagnosis menjadi lebih tepat.
Pemeriksaan mikroskopik langsung terhadap bahan pemeriksaan merupakan
pemeriksaan yang cukup cepat, berguna dan efektif untuk mendiagnosis infeksi jamur.
Pemeriksaan KOH merupakan pemeriksaan tunggal yang paling penting untuk
mendiagnosis infeksi dermatofit secara langsung dibawah mikroskop dimana terlihat hifa
diantara material keratin.
Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis,
yang dapat berupa kerokan kulit, rambut, dan kuku. Bahan untuk pemeriksaan
mikoologik diambil dan dikumpulkan sebagai berikut : terlebih dahulu tempat kelainan
dibersihkan dengan spiritus 70% kemudian untuk:
Kulit tidak berambut ( glabrous skin )
Dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian sedikit di luas kelainan
sisik kulit dan kulit dikerok dengan pisau tumpul steril.

2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis ditetapkan berdasarkan gambaran klinis dan lokalisasinya atau
pemeriksaan sediaan langsung kerokan lesi dengan larutan KOH 20%, untuk melihat
elemen jamur dermatofit. Biakan jamur diperlukan untuk identifikasi spesies jamur
penyebab yang lebih akurat.
Diagnosis pasti digunakan melakukan pemeriksaan dengan menggunakan
mikroskop untuk mengidentifikasi adanya hifa dan spora untuk mengetahui infeksi
dermatofit. Infeksi dapat dikonfirmasi atau beberapa dari keadaan ini diidentifikasi dari
hasil positif kerokan oleh kultur jamur.
2.8. DIAGNOSIS BANDING
Bergantung variasi gambaran klinis, tinea korporis kadang sulit dibedakan dengan
beberapa kelainan kulit yang lainnya. Antara lain dermatitis kontak, dermatitis numularis,
dermatitis seboroik, ptiriasis rosea, dan psoriasis.Untuk alasan ini, tes laboraturium
sebaiknya dilakukan pada kasus dengan lesi kulit yang tidak jelas penyebabnya.
Kelainan kulit pada dermatitis seboroik selain dapat menyerupai tinea korporis,
biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya dikulit kepala, lipatan-
lipatan kulit, misanya belakang telinga, daerah nasolabial dan sebagainya. Psoriasis dapat
dikenal dari kelainan kulit dari tempat predileksi, yaitu daerah ekstensor, misalnya lutut,
siku dan punggung. Kulit kepala berambut juga sering terkena pada penyakit ini. Adanya
lekukan lekukan pada kuku dapat pula menolong untuk menentukan diagnosis.
Pitiriasis rosea, yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan terbatas, tubuh dan
bagian proksimal anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea korporis tanpa heral
patch yang dapat membedakan penyakit ini dengan tinea korporis. Pemeriksaan
laboratoriumlah yang dapat memastikan diagnosisnya.

2.9 PENATALAKSANAAN
Menghilangkan faktor predisposisi penting, misalnya mengusahakan daerah lesi
selalu kering dan memakai baju yang menyerap keringat.

A. Terapi topikal
Terapi direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit biasanya hidup
pada jaringan. Berbagai macam preparat imidazol dan alilamin tersedia dalam berbagai
formulasi. Dan semuanya memberikan keberhasilan terapi (70-100%). Terapi topikal
digunakan 1-2 kali sehari selama 2 minggu tergantung agen yang digunakan. Topikal azol
dan allilamin menunjukkan angka perbaikan perbaikan klinik yang tinggi.

Berikut obat yang sering digunakan :


1.Topical azol terdiri atas :
a. Econazol 1 %
b. Ketoconazol 2 %
c. Clotrinazol 1%
d. Miconazol 2% dll.
Derivat imidazol bekerja dengan cara menghambat enzim 14-alfa-
dimetilase pada pembentukan ergosterol membran sel jamur.
2. Allilamin bekerja menghambat allosterik dan enzim jamur skualen 2,3
epoksidase sehingga skualen menumpuk pada proses pembentukan ergosterol
membran sel jamur.(10) yaitu aftifine 1 %, butenafin 1% Terbinafin 1%
(fungisidal bersifat anti inflamasi ) yang mampu bertahan hingga 7 hari
sesudah pemakaian selama 7 hari berturut-turut.
3. Sikloklopirosolamin 2% (cat kuku, krim dan losio) bekerja menghambat
masuknya bahan esensial selular dan pada konsentrasi tinggi merubah
permeabilitas sel jamur merupakan agen topikal yang bersifat fungisidal dan
fungistatik, antiinflamasi dan anti bakteri serta berspektrum luas.
4. Kortikosteroid topikal yang rendah sampai medium bisa ditambahkan pada
regimen anti jamur topikal untuk menurunkan gejala. Tetapi steroid hanya
diberikan pada beberapa hari pertama dari terapi.

B. Terapi sistemik
Pedoman yang dikeluarkan oleh American Academy of Dermatology
menyatakan bahwa obat anti jamur (OAJ) sistemik dapat digunakan pada kasus
hiperkeratosis terutama pada telapak tangan dan kaki, lesi yang luas, infeksi kronis,
pasien imunokompromais, atau pasien tidak responsif maupun intoleran terhadap OAJ
topikal.
1. Griseofulvin
Obat ini berasal dari penicillium griceofulvum dan masih dianggap baku emas
pada pengobatan infeksi dermatofit genus Trichophyton, Microsporum,
Epidermophyton. Berkerja pada inti sel, menghambat mitosis pada stadium
metafase.
2. Ketokonazol
Merupakan OAJ sistemik pertama yang berspektrum luas, fungistatik,
termasuk golongan imidazol. Absorbsi optimum bila suasana asam.
3. Flukonazol
Mempunyai mekanisme kerja sama dengan golongan imidazol, namun
absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan atau kadar asam lambung.
4) Itrakonazol
Merupakan OAJ golongan triazol, sangat lipofilik, spektrum luas, bersifat
fungistatik dan efektif untuk dermatofita, ragi, jamur dismorfik maupun jamur
dematiacea. Absorbsi maksimum dicapai bila obat diminum bersama dengan
makanan.
5. Amfosterin B
Merupakan anti jamur golongan polyen yang diproduksi oleh Streptomyces
nodosus. Bersifat fungistatik, pada konsentrasi rendah akan menghambat
pertumbuhan jamur, protozoa dan alga. Digunakan sebagai obat pilihan pada
pasien dengan infeksi jamur yang membahayakan jiwa dan tidak sembuh
dengan preparat azol.

2.10 PROGNOSIS
Untuk tinea korporis yang bersifat lokal, prognosisnya akan baik dengan tingkat
kesembuhan 70-100% setelah pengobatan dengan azol topikal atau allilamin atau dengan
menggunakan anti jamur sistemik.

2.11 KESIMPULAN
Tinea korporis adalah penyakit dermatofit pada kulit glabrosa, selain kulit kepala,
wajah, kaki, telapak tangan dan kaki, janggut dan lipatan paha.Manifestasinya akibat
infiltrasi dan proliferasinya pada stratum korneum dan tidak berkembang pada jaringan
yang hidup.

Metabolisme dari jamur dipercaya menyebabkan efek toksik dan respon alergi.
Tinea korporis umumnya tersebar pada seluruh masyarakat tapi lebih banyak pada
didaerah tropis.
Tinea korporis lebih sering ditemukan sebagai asimptomatik atau gatal ringan.
Secara obyektif tipikal lesinya mulai sebagai makula eritematosa atau papul yang
menjalar dan berkembang menjadi anular, dan lesi berbatas tegas, skuama atau vesikel,
tepi yang berkembang dan healing center. Tinea korporis lebih sering pada permukaan
tubuh yang terbuka antara lain wajah, lengan dan bahu.
Untuk tinea korporis yang bersifat lokal, prognosisnya akan baik dengan tingkat
kesembuhan 70-100% setelah pengobatan dengan azol topikal atau allilamin atau dengan
menggunakan anti jamur sistemik

III. ANALISIS KASUS

Teori Kasus
- Tinea korporis merupakan infeksi jamur - Pada pasien mengalami keluhan gatal dan
biasanya pasien merasa gatal dan kelainan terdapat bercak hitam (hiperpigmentasi)
berbatas tegas terdiri atas bermacam- tersebar diskret, terdapat central healing
macam efloresensi kulit(polimorf) berupa berbatas tegas disertai skuama putih kasar
plak eritem dan terdapat skuama diatas permukaannya dan terutama muncul
diatasnya,berbatas tegas pada perut yang sudah berlangsung kurang
lebih 3 bulan.

- Faktor predisposisi terjadinya tinea


korporis dibagi menjadi dua yaitu factor - Pasien memiliki kebiasaan olahraga
predisposisi endogen dan eksogen. berupa sepakbola, terkadang tetap memakai
Endogen : defisiensi immun pakaian seragam sekolah, hampir setiap
(immunodeffisiensi), Eksogen : suhu, pulang sekolah. Pasien tidak langsung
kelembapan, hygiene membersihkan badan setelah berkeringat.
Kegiatan sehari-hari pasien lebih banyak
diluar terkena sinar matahari dibanding di
dalam ruangan.
- Predileksi Tinea korporis adalah pada kulit
tubuh yangtidak berambut ( glabrous skin )

- Pasien mengeluh gatal di bagian perut yang


awalnya terdapat bentol dibagian pusar yang
- Pada tinea korporis bisa di alami oleh makin lama makin menyebar.
semua kalangan anak-anak, remaja, dewasa
maupun usia lanjut
- Pasien laki-laki berusia 15 tahun
- Gambaran lesi :(polimorf) berupa plak,
papul eritem dan terdapat skuama
diatasnya,berbatas tegas dengan bagian
pinggir lebih aktif dan bagian tengah - Pada efloresensi pasien ditemukan . Tampak
sedikit tenang ( central healing ). Kadang- plak hiperpigemntasi,polisiklik berbatas tegas
kadang terlihat erosi dan krusta akibat terdapat central heling (+) dengan permukaan
garukan ditutupi oleh skuama halus yang tersebar
diskret pada Regio Abdomen

- Diagnosis tinea korporis ditegakkan dengan


melakukan pemeriksaan penunjang kerokan
kulit dengan KOH 10% Dermatofitosis :
Jamur sebagai hifa panjang, bersekat dan
bercabang,putih kehijauan. Hifa kadang
putus membentuk artrospora - Hasil kerokan kulit dengan KOH 10% pada
pasien tidak diitemukan adanaya hifa panjang,
artrospora
- Pengobatan pada infeksi jamur umumnya
terbagi menjadi 2 macam :Obat topikal
golongan mikonazole, dan ketokonazole
Obat per oral griseofulvin,
ketokonazole, itrakonazole, dan terbinafin.
- Pada pasien diberikan
Sistemik : ketokonazol 1x200mg
selama 2 minggu
Topikal : ketokonazol 2%cream 10 gr (oles
1xsehari)
Antihistamin : Cetirizine 10 mg (1xsehari
malam bila gatal)

IV. DAFTAR PUSTAKA


1. Nelson MM, Martin AG, Heffernan MP. Fungal disease with cutaneus
involvement. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA,
Katz SI. Fitzpatricks: Dermatology in general medicine. 6th ed. New York: Mc
graw hill, 2004.p:1908-2001.
2 Rushing ME. Tinea corporis. Online journal. 2006 June 29; available from;
http://www.emedicine.com/asp/tinea corporis/article/page type=Article.htm
3. Fitzpatrick TB, Johnson RA, Wolff K, Suurmond D. Colour atlas and synopsis of
clinical dermatology. Athed New York: Mc graw hill.1999.
4. Noble SL, Forbes RC, Stamm PL. Diagnosis and management of common tinea
infections. 1998 July 1, available from: <http://www.afp.org/journal/asp/.htm>
5. Budimulja U. Mikosis. In : Djuanda A, Hamzah M, Aisyah S. editors. Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. 3rd ed. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2002.p.92-3.
6. Djuanda A, dkk. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. 2015. Edisi ke-7. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai