BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Untuk membahas masalah yang berhubungan dengan dermatosis akibat
kerja, sehingga dapat meningkatkan kesehatan kerja pada tenaga kerja.
3
BAB II
PEMBAHASAN
dengan mengambil air dari lapisan kulit dengan oksidasi atau reduksi sehingga
kesetimbangan kulit terganggu dan timbulah dermatosis. (2-3)
Faktor Endogen
a. Faktor genetik
Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa
kemamp uan individu untuk mengeluarkan radikal bebas,
untuk mengubah level enzym antioksidan, dan kemampuan
untuk membentuk perlindungan heat shock protein
semuanya dibawah kontrol genetik. Faktor tersebut juga
menentukan keberagaman respon tubuh terhadap bahan-
bahan ititan. Selain itu, predisposisi genetik terhadap
kerentanan bahan iritan berbeda untuk setiap bahan iritan.
Pada penelitian, diduga bahwa faktor genetik mungkin
mempengaruhi kerentanan terhadap bahan iritan. TNF-
polimorfis telah dinyatakan sebagai marker untuk
kerentanan terhadap kontak iritan. (4-5)
6
b. Riwayat Atopi
Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor
predisposisi pada dermatitis iritan pada tangan. Riwayat
dermatitis atopi kelihatannya berhubungan dengan
peningkatan kerentanan terhadap dermatitis iritan karena
rendahnya ambang iritasi kulit, lemahnya fungsi pertahanan,
dan lambatnya proses penyembuhan. Pada pasien dengan
dermatitis atopi misalnya, menunjukkan peningkatan
reaktivitas ketika terpajan oleh bahan iritan.(4-6)
2.3.1.2 Patofisiologi
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan
oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Ada empat
mekanisme yang dihubungkan dengan dermatitis kontak iritan,
yaitu, (4-6)
1. Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan
2. Jejas pada membran sel
3. Denaturasi keratin epidermis
4. Efek sitotoksik langsung
7
2. Kultur Bakteri
Kultur bakteri dapat dilakukan pada kasus-kasus
komplikasi infeksi sekunder bakteri. (4-8)
3. Pemeriksaan KOH
Dapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui
adanya mikology pada infeksi jamur superficial infeksi
candida, pemeriksaan ini tergantung tempat dan morfologi
dari lesi. (4-8)
4. Pemeriksaan IgE
Peningkatan imunoglobulin E dapat menyokong
adanya diathetis atopic atau riwayat atopi.
2.3.1.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari dermatitis kontak iritan dapat
dilakukan dengan melakukan dengan memproteksi atau
menghindakan kulit dari bahan iritan. Selain itu, prinsip
pengobatan penyakit ini adalah dengan menghindari bahan
iritan, melakukan proteksi (seperti penggunaan sarung
tangan), dan melakukan substitusi dalam hal ini, mengganti
bahan-bahan iritan dengan bahan lain. (4-8)
Selain itu, beberapa strategi pengobatan yang dapat
dilakukan pada penderita dermatitis kontak iritan adalah
sebagai berikut: (4-8)
1. Kompres dingin dengan Burrows solution
Kompres dingin dilakukan untuk mengurangi
pembentukan vesikel dan membantu mengurangi
pertumbuhan bakteri. Kompres ini diganti setiap 2-3 jam.
2. Glukokortikoid topikal
Efek topikal dari glukokortikoid pada penderita
DKI akut masih kontrofersional karena efek yang
ditimbulkan, namun pada penggunaan yang lama dari
12
2.3.2.2 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis
kontak alergi adalah mengikuti respon imun yang
diperantarai oleh sell (cell-mediated immune respons) atau
reaksi tipe IV. Reaksi hipersensitivitas di kulit timbulnya
lambat ( delayed hypersensitivity), umumnya dalam waktu
24 jam setelah terpajan dengan alergen. Kebanyakan
alergen kontak akan menimbulkan sensitisasi pada sebagian
kecil orang orang yang terkena. Ada suatu perkecualian
yakni racun dari jenis tumbuhan tertentu menyebabkan
sensitisasi pada 70% dari populasi. Di Indonesia jenis- jenis
tumbuhan yang menghasilkan racun semacam inipun
mungkin sering dijumpai. (4-8)
Ada 2 fase untuk menimbulkan dermatitis kontak
alergi yaitu:
1. Fase Primer (induktif/afferen) / Fase Sensitisasi
Sebelum seseorang pertama kali menderita
dermatitis kontak alergi, terlebih dahulu mendapatkan
perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Perubahan
ini terjadi karena adanya kontak dengan bahan kimia
sederhana yang disebut hapten yang akan terikat
dengan protein, membentuk antigen lengkap. Antigen
ini ditangkap dan diproses oleh makrofag dan sel
Langerhans, selanjutnya dipresentasikan ke sel T. (4-8)
Setelah kontak dengan antigen yang telah
diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening
regional untuk berdiffrensiasi dan berproliferasi
membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara
spesifik dan sel memori. Sel sel ini kemudian tersebar
melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid,
sehingga menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama
16
Antihistamin
1. Chlorpheniramin meleat 3-4 mg/dosis,2-3kali/24jam
(dewasa), 1 mg/kgBB/dosis,3 kali/24 jam (anak)
2. Diphenhidramin HCL 10-20 mg/dosis i.m,1-2 kali/24
jam (dewasa), 0,5 mg/kgBB/dosis, 1-2 kali/24 jam
(anak)
3. Loratadine 1 tab/hari ( dewasa)
Antibiotika bila ditemukan tanda-tanda infeksi sekunder
Amoksisilin 3 X 500 mg/hari atau Klindamisin 2 x
300 mg/hari selama 5-10 hari. (4-8)
2.3.3 Urtikaria
Urtikaria adalah reaksi vascular dikulit akibat beracam-
macam sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang
cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan
kemerahan, meninggi dipermukaan kulit, sekitarnya dapat
dikelilingi halo. Keluhan subjektif biasanya gatal, rasa tersengat
atau tertusuk. Angioderma ialah rtika yang mengenai lapisan kulit
yang lebih dalam daripada dermis, dapat disubmukosa, atau
subkutis, juga dapat mengenai saluran napas, saluran cerna, dan
organ kardiovaskular.(4,5,9,10)
2.3.3.1 Etiologi
1) Obat
Hampir semua obat sistemik menimbulkan urtkaria
secara imunologik tipe I atau II. Contohnya adalah obat-obat
golongan penisilin, ulfonamid, analgesic, pencahar, hormone,
dan diuretic. Ada pula obat yang secara non imunologik
langsung merangsang sel mas untuk melepaskan histamine,
misalnya kodein, opium, dan zat kontras. Aspirin
21
4) Bahan fotosensitizer
Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin,
sulfonamide, bahan kosmetik, dan sabun gerisid sering
menimbulkan urtikaria. (4,5,9,10)
5) Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur,
debu, bulu binatang, dan aerosol, umumnya lebih mudah
menimbulka urtikaria alergik (tipe I. reaksi ini sering dijumpai
pada penderita atopi dan disertai gangguan napas. (4,5,9,10)
22
6) Kontakan
Kontakan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu
binatang, serbuk tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan
dan lain-lain. (4,5,9,10)
7) Trauma fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin,
yakni berenang atau memegang benda dingin; faktor panad,
misalnya sinar matahari, sinar UV, radiasi dan panas
pembakaran. Dapat timbul urtika setelah goresan ddengan
benda tumpul beberapa menit samai beberapa jam keudian.
Fenomena ini disebut dermografisme atau fenomena darier.
(4,5,9,10)
8) Penyakit sistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat
menimbulkan urtikaria, reaksi lebih sering disebabkan reaksi
kompleks antigen-antibodi. Beberapa penyakit sistemik yang
disertai urtikaria antara lain limfoma, hipertiroid, hepatitis,
urtikaria pigmentosa, arthritis pada demam reumatik, dan
arthritis rheumatoid juvenilis. (4,5,9,10)
2.3.3.2 Patofisiologi
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai
permeabilitas kapiler yang meningkat, sehingga terjadi
transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan
setempat. Sehingga secara klinis tampak edema setempat
disertai kemerahan. Vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator misalnya histamine, kinin, serotonin,
slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan
prostaglandin oleh sel mast dan atau basofil. (4,5,9,10)
23
Reaksi tipe IV
Faktor fisik
(panas, dingin, trauma, Pengaruh komplemen
sinar X, cahaya)
Aktivasi komplemen
SEL MAS
klasik alternatif
BASOFIL
Faktor genetik
PELEPASAN MEDIATOR
(histamin, SRSA,
serotonin, kinin, PEG, PAF)
Alkoho VASODILATASI
l PERMEABILITAS KAPILER
Emosi
Idiopati URTIKARIA
2.3.3.4 Penatalaksanaan
Pengobatan dengan antihistamin pada urtikaria
sangat bermanfaat. Cara kerja antihistamin telah diketahui
dengan jelas, yaitu menghambat histamine pada reseptor-
reseptornya. Pemakaian di klinik hendaknya
mempertimbangkan cara kerja obart, farmakokinetik dan
farmakodinamik, indikasi dn kontraindikasi, cara
26
2.3.4.1 Etiologi
Tiga spesies jamur dermatofita antropofilik T.
rubrum, T.mentagrophytes, E.floccosum merupakan
penyebab tersering Tinea pedis di seluruh dunia. Tinea
pedis merupakan dermatofitosis yang mengenai kaki.
Faktor predisposisinya adalah hiperhidrosis dan
penggunaan sepatu yang tertutup. Penyakit dapat
berlangung akut berupa lesi-lesi vesikobulosa
(vesicobullous type) sampai ulserasi (acute ulcerative type)
pada telapak kaki. Penyakit dapat juga berlangsung kronis
berupa eritem dan erosi pada sela jari kaki (chronic
intertriginous type) dan penebalan kulit berskuama pada
telapak kaki (chronic hyperkeratotic type atau moccasin
type). (4,5,8,11)
2.3.4.2 Patofisiologi
Spesies jamur penyebab Tinea pedis tersering
adalah Trichophyton rubrum, Trichophyton
mentagrophytes, dan Epidermophyton floccosum.
Penyebaran jamur-jamur tersebut tergantung dari sumber
infeksi yaitu berasal dari manusia lain, hewan dan dari
tanah. Pada manusia T.rubrum memiliki sifat-sifat
anthropophilic, ectothrix, dan tes urase negatif. Selain itu
T.rubrum juga menghasilkan keratinase yang dapat
melisiskan lapisan keratin pada straum korneum kulit
sehingga dapat timbul skuama. Kerusakan yang terjadi pada
stratum korneum ini, maka jamur dapat dengan mudah
masuk menginvasi pada jaringan yang lebih dalam dan
dapat menyebabkan reaksi peradagan lokal, yang
28
2.3.4.4 Penunjang
Bahan untuk pemeriksaan mikologik diambil dan
dikumpulkan sebagai berikut terlebih tempat kelainan
dibersihkan dengan alkohol 70% kemudian, Pemeriksaan
langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop,
mula-mula dengan pembesaran 10 x 10, kemudian dengan
pembesaran 10 x 45.Pemeriksaan dengan pembesaran 10 x
100 biasanya tidak diperlukan. Sedian basah dibuat dengan
meletakkan bahan di atas gelas alas, kemudian di
tambahkan 1-2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan
KOH untuk sedian kulit adalah 10% dan untuk rambut dan
kuku 20%.(4,5,11)
2.3.4.5 Penatalaksanaan
Pada umumnya cukup topikal saja dengan obat-obat
antijamur untuk bentuk interdigital dan vesikular. Lama
pengobatan 4-6 minggu. Bentuk moccasin foot yang kronik
memerlukan pengobatan yang lebih lama, apalagi bila
disertai dengan tinea unguium, pengobatan diberikan paling
sedikit 6 minggu dan kadang-kadang memerlukan
antijamur per-oral, misalnya griseofulvin, itrakonazol, atau
31
2.3.5.1 Etiologi
Penyakit ini diduga berhubungan dengan efek
kumulatif sinar matahari. Displasia di kulit ini terjadi akibat
terpajan sinar matahari secara kronis dan berkaitan dengan
penimbunan keratin yang berlebihan. (12)
32
2.3.5.2 Patofisiologi
Meskipun faktor genetik dan lingkungan berperan
terhadap perkembangan keratosis aktinik, namun faktor
yang paling diakui berkontribusi adalah paparan radiasi
sinar UV, yaitu sinar matahari. Radiasi sinar matahari
bertanggung jawab terhadap kejadian keratosis aktinik
melalui dua cara. Pertama, dengan menyebabkan mutasi
pada DNA seluler, yang dapat mengakibatkan pertumbuhan
tidak terkendali atau pembentukan tumor. Kedua,
mengganggu homeostasis sel. Radiasi sinar UV yang
menyebabkan mutasi pada gen supresor tumor p53
berperan pada awal terbentuknya keratosis aktinik. Sinar
UV mengakibatkan photodemaged kulit, kemudian
berkembang menjadi keratosis aktinik. Pada kondisi
photodemaged kulit terdapat gambaran klinis mutasi gen
yang mencegah terjadinya apoptosis sehingga terjadi
proliferasi membentuk gambaran lesi prakanker. (12)
Awalnya pada kulit timbul makula atau plak hitam
kecoklatan yang berbentuk bulat atau irregular dengan
permukaan kasar. Lama kelamaan berkembang menajdi
papul. Karena disebabkan sinar matahari, maka sering
disebut kulit pelaut atau petani (sailor or farmer skin). (12)
33
2.3.5.4 Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan adalah dengan destruksi lesi antara lain
dengan cara : (12)
1. Bedah beku dengan nitrogen cair
Bedah beku dengan nitrogen cair (-195,8C [-
320,4F]) merupakan metode pengobatan yang paling
umum dilakukan untuk aktinik keratosis di Amerika
Serikat. Ketika nitrogen cair diterapkan pada kulit yang
terdapat lesi AK, maka suhu daerah lesi tersebut
diturunkan menjadi sekitar -50C (-58F) dan
keratinosit atipikal dari penyakit ini akan hancur.
Nitrogen cair dapat diterapkan dalam beberapa cara,
paling sering melalui aplikasi tip kapas atau dengan
menggunakan semprotan perangkat. Tingkat
kesembuhan hingga 98,8% telah dilaporkan ketika
menggunakan bedah beku nitrogen cair untuk
pengobatan aktinik keratosis. (12)
2. Bedah listrik (elektrolisis dan elektrokauterisasi)
Bedah listrik juga dapat dilakukan untuk
mengahncurkan sel-sel atipikal. Menggunakan kauter
dapat meningkatkan hasil kosmetik dan
mengoptimalkan penyembuhan. Anastesi lokal
diperlukan untuk prosedur ini. Setelah tindakan selesai
35
2.3.6.1 Etiologi
Ada banyak jenis peradangan pada kulit yang dapat
menyebabkan perubahan pigmen. Namun beberapa
penyakit menunjukkan kecenderungan untuk menyebabkan
HPI dari pada hipopigmentasi. (4,5,13)
- Infeksi
Dermatofitosis, reaksi alergi (dermatitis kontak),
psoriasis atau liken planus, acne vulgaris, dermatitis
atopi, impetigo. (4,5,13)
- Induksi Obat
Reaksi hipersensitivitas, cedera kulit karena iritasi
kosmetik, tetrasiklin, doxorubicin, bleomycin,
arsenik, perak, emas, obat antimalaria, hormone,
dan klofazimin(4,5,13)
- Paparan sinar UV dan berbagai bahan kimia
2.3.6.2 Patofisiologi
Hiperpigmentasi post inflamasi terjadi akibat
kelebihan produksi melanin atau tidak teraturnya produksi
melanin setelah proses inflamasi. Jika HPI terbatas pada
epidermis, terjadi peningkatan produksi dan transfer
melanin ke kerainosit sekitarnya. Meskipun mekanisme
yang tepat belum diketahui, peningkatan produksi dan
transfer melanin dirangsang oleh prostanoids, sitokin,
kemokin, dan mediator inflamasi serta spesi oksigen reaktif
yang dilepaskan selama inflamasi. Beberapa studi
menunjukkan sifat terangsang melanosit diakibatkan oleh
leukotrien (LT), seperti LT-C4 dan LT-D4, prostaglandin
37
2.3.6.4 Penatalaksanaan
Terapi hiperpigmentasi post inflamasi
(HPI) cenderung menjadi proses yang sulit dan sering
memakan waktu 6-12 bulan untuk mencapai hasil yang
38
2.3.7.2 Patofisiologi
Karsinoma sel basal dari epidermis dan adneksa
struktur (folikel rambut, kelenjar ekrin). Terjadinya
didahului dengan regenerasi dari kolagen yang sering
dijumpai pada orang yang sedikit pigmennya dan sering
40
3. Topikal
Krim 5-fluorourasil (efudex 5%) selama 4-6
minggu, setiap hari ganti Dalam sintesis DNA metabolit
dari 5-fluorourasil nantinya akan menginhibisi
thymidylate synthase, sehingga terjadi dpelesi dari
thymidine triphosphate (TTP), yang merupakan 1 dari 4
nukleotida trifosfat yang digunakan pada saat sintesis
DNA in vivo. Hal ini nantinya akan menghambat sel
neoplastik. (4,5,14,15)
4. Radioterapi
Penyinaran lokal lapangan radiasi tumor dengan
1-2 cm jaringan sehat di sekelilingnya. Terapi ini
biasanya dilakukan apabila jaringan tumor sullit
diangkat atau tindakan operasi tidak dapat dilakukan.
Pasien dalam radioterapi akan membutuhkan 15-30 kali
radiasi. (4,5,14,15)
5. Pembedahan
- Bedah eksisi (bedah skalpel)
Bedah eksisi atau bedah skalpel pada KSB
dini memberikan tingkat kesembuhan yang tinggi.
Tindakan ini dapat dilakukan pada kunjungan rawat
jalan. Eksisi jaringan tumor biasanya disertai
pengangkatan jaringan yang sehat disekelilingnya.
Seperti pada pemeriksaan biopsy jaringan, setelah
spesimen diambil akan dinilai di bawah mikroskop.
Apabila pada jaringan yang tampak sehat atau
normal masih terdapat sel kanker, jaringan di sekitar
tumor yang sehat akan diambil lebih banyak lagi.
Bedah eksisi ini merupakan tindakan yang paling
sering dilakukan untuk mengobati karsinoma sel
basal. (4,5,14,15)
44
- Bedah laser.
Ablasi laser dengan karbon dioksida
merupakan tindakan yang sudah digunakan dalam
tatalaksana karsinoma sel basal. Terapi ini biasanya
dikombinasi dengan terapi kuretase. (4,5,14,15)
1. Pendidikan
Diberi penerangan atau pendidikan pengetahuan tentang kerja dan
pengetahuan tentang bahan yang mungkin dapat menyebabkan penyakit
akibat kerja. Selain itu, cara mempergunakan alat dan akibat buruk alat
tersebut harus dijelaskan kepada karyawan.(2)
2. Memakai alat pelindung
Sebaiknya para karyawan diperlengkapi dengan alat penyelamat
atau pelindung yang bertujuan menghindari kontak. dengan bahan yang
sifatnya merangsang atau karsinogen. Alat pelindung yang dapat
dipergunakan misalnya baju pelindung, sarung tangan, topi, kaca mata
pelindung, sepatu, krim pelindung, dan lain-lain. (2)
3. Melaksanakan uji tempel/uji tempel foto
Maksudnya adalah mengadakan uji tempel pada calon pekerja
sebelum diterima pada suatu perusahaan. Berdasarkan hasil uji tempel ini
karyawan baru dapat ditempatkan di bagian yang tidak mengandung bahan
yang rentan terhadap dirinya. (2)
4. Pemeriksaan kesehatan berkala
Bertujuan untuk mengetahui dengan cepat dan tepat apakah
karyawan sudah menderita penyakit kulit akibat kerja. Apabila dapat
diketahui dengan cepat, dapat diberi pengobatan yang adekuat atau
dipindahkan ke tempat lain yang tidak membahayakan kesehatan dirinya.
46
BAB III
SIMPULAN
Dermatosis akibat kerja dikenal secara populer karena berdampak
langsung terhadap pekerja yang secara ekonomis masih produktif. Dermatosis
akibat kerja dapat diartikan sebagai kelainan kulit yang terbukti diperberat oleh
jenis pekerjaannya, atau penyakit kulit yang lebih mudah terjadi karena pekerjaan
yang dilakukan.
Dengan kemajuan industri sekarang ini, penyakit akibat kerja diperkirakan
akan semakin banyak dan salah satunya adalah dermatosis akibat kerja. Umumnya
dermatosis akibat kerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor
kimiawi, fisik/mekanis dan biologis. Dermatitis kontak merupakan kelainan kulit
yang terbanyak di antara dermatosis akibat kerja.
Untuk mencegah terjangkitnya dermatosis akibat kerja maka perawatan
dan perlindungan kulit sangat penting. Program perlindungan kulit ini tidak hanya
melibatkan pekerja tapi juga pemberi kerja sebagai penyedia sarana serta
melibatkan peraturan atau perundang-undangan.
48
DAFTAR PUSTAKA