Anda di halaman 1dari 22

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

2.1. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan yang tercakupan dala doain kognitif mepunyai 6 tingkatan:

2.1.1.1 Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengigat suatu materi yang telah di pelajari sebelumnya,

termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu

yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang telah diterima

oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan paling rendah.

2.1.1.2 Memahai (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang di ketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara

benar.

2.2.3 Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah di

pelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat di artikan

sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan

sebagainya dala konteks atau situasi yang lain.

6
7

2.1.1.4 Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemapuan menjabarkan ateri atau suatu objek ke dala

komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada

kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat di lihat dari penggunaan kata

kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan dan

mengelompokkan.

2.1.1.5 Sintesis (syntesis)

Sintesis merupakan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengn

kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formasi-formasi yang ada.

2.1.1.6 Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukn justifikasi atau

penilaian terhadap suatu atau objek. Penilaian-penilaian ini di berdasarkan pada suatu

kriteria yang di tentukan sendiri, atau menggunakan tentang kriteria-kriteria yang telah

ada.

Pengukuran pengetahuan dapat di lakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur dari objek penelitian atau responden.

Kedalaan pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengn

tingkatan-tingkatan di atas.
8

2.2 Cara Memperoleh Pengetahuan

Cara meperoleh pengetahuan yang dikutip dari Notoatmodjo,2013 adalah

sebagai berikut:

2.1.2.1 Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan

a) Cara coba- salah ( trial and error)

Cara coba- coba ini dilakukan dengan enggunakan kemungkinan tersebut tidak

berhasil, dicoba keungkinan yan lain dan hal tersebut akan terus di lakukan sampai

masalah tersebut terpecahkan.

b) Cara Kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan dengan cara ini dapat berupa pemimpin-pemimpin

masyarakat baik formal aupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan

berbagai prinsip orang lain yang menerima mempunyai yang dikemukakan oleh orang

yang mempunyai otoritas tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan

kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.

c) Berdasarkan pengalaan pribadi

Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.

Dengan cara mengulang pengalaman yng diperoleh dalam memecahkan permasalahan

yang dihadapi pada masa yang lalu.


9

2.1.2.2 Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara-cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular atau disebut

metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-

1626), keudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara

untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah.

2.1.2 Bidan

Bidan yaitu adalah seseorangyang telah mengikuti program pendidikan bidan

yang diakui dinegaranya dan telah lulus dari pendidikannya tersebut, serta memenuhi

kualifikasi untuk didaftarkan dan atau memiliki izin yang sah untuk melakukan praktik

bidan dan menggunakan gelar/hak sebutan sebagai bidan,serta mapmu menunjukakan

kompetensinya di dalam praktik kebidanan.(ICM)

2.1.3 Definisi

Perdarahan post partum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih

setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir) (winkjososastro, 2000). Fase dalam

persalinan dimulai dari kala I yaitu servik membuka kurang dari 4 cm sampai

penurunan kepala dimulai, kemudia kala II dimana servik sudah membuka

lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan

dengan kala III dimana servik sudah membuka persalinan yang dimulai dengan

lahirnya bayi dan berakhir dengan pengeluaran plasenta. Perdarahan post partum

terjadi setelah kala III persalinan selesai (Saifuddin, 2002). Perdarahan pasca

partum, yang dahulu merupakan kehilangan 500 ml darah atau lebih setelah

kelahiran pervaginam. Definisi perdarahan pasca partum yang lebih bermakna


10

adalah kehilangan berat badan 1% atau lebih karena 1 ml darah beratnya 1 gram

(Bobak, 1996).

Perdarahan post partum/pasca persalinan atau dikenal juga sebagai hemoragi post

partum (HPP), merupakan perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml setelah besalin

dan biasanya menyebabkan kehilangan banyak darah

Sementara itu saifudin, dkk (2002), menyebutkan bahwa perdarahan pervaginam

yang melebihi 500 ml setelah bersalin didefinisikan sebagai perdarahan pasca persalinan

(Yulianingsih, 2012).

2.3 Penyebab Perdarahan Post Partum

Penyebab perdarahan Postpartum antara lain :

1) Atonia uteri 50% - 60%

Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik

setelah dilakukan pemijatan fundus uteri(plasenta telah lahir), atonia uteri juga suatu

kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah

yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya Atonia Uteri yaitu:

Pada saat kehamilan terjadi pembesaran uterus yang didalamnya terdapat janin yang

besar dan juga jumlah air ketuban yang berada dalam kandungan berlebihan.

Persalinan yang dipercepat dengan melalui pemberian oksitosin pada saat kehamilan.

Kekurangan nutrisi dan gizi atau disebut dengan malnutrisi pada saat kehamilan.
11

Usia yang tidak pas dengan batas usia yang ditetapkan dalam mengandung atau usia

yang terlalu muda dengan usia kurang dari 20 tahun dan juga usia yang terlalu tua

dengan usia yang terlalu tua dengan usia lebih dari 35 tahun.

Terjadi kesalahan ada saat penanganan dalam proses melahirkan.

Memiliki riwayat pernah mengalami atonia uteri sebelumnya pada saat pasca kelahiran

Cara penangan Atonia uteri yaitu memberikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000

ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unitIM.

Lanjutkan infus oksitosin 20 unitd alam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat

dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan berhenti.

2) Retensio plasenta 16% - 17%

Retensio Plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam

setelah kelahiran bayi. Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya

perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata dapat

terjadi polip plasenta, dan terjadi degenerasi ganas korio karsinoma (Ilmu Kebidanan,

Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, hal. 300).

Jenis-Jenis Retensio Plasenta

a. Plasenta Adhesiva

adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan

kegagalan mekanisme separasi fisiologis.

b. Plasenta Akreta

adalah implantasi jonjot korion plasetita hingga memasuki sebagian lapisan

miornetrium.

c.Plasenta Inkreta
12

adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai / memasuki

miornetnum.

d. Plasenta perkreta

adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga

mencapai lapisan serosa dinding uterus.

e. Plaserita Inkarserata

adalah tertahannya plasenta di dalam kavum utrri disebabkan oleh kontriksi

osteuni uteri.

Cara penangan retensio yaitu melakukan plasenta manual secara hati-hati.

3) Sisa plasenta 23% - 24%

sisa plasenta adalah perdarahan yang terjadi akibat tertinggalnya kotiledon dan

selau kulit ketuban yang menggangu kontraksi uterus dalam menjepit pembuluh darah

dalam uterus sehingga mengakibatkan perdarahan (Winkjosastro, 2008).

Bentuk perdarahan
a.Perdarahan pasca partus berkepanjangan sehingga pengeluaran lochea disertai

darah >7-10 hari.

b.Dapat terjadi perdarahan baru setelah partus pengeluaran lochea normal.

c.Dapat berbau akibat plasenta rest

cara penangan sisa plasenta yaitu melakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka)

dan keluarkan bekuan darah dan jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh
13

instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan aspirasi vakum manual atau dilatasi

dan kuretase.

4.Laserasi jalan lahir 4% - 5% (Rukiyah, 2002)

Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi

rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan

lahir. Perlukaan jalan lahin terdiri dari :

1. LukaPerinium

Luka perinium adalah perlukaan yang terjadi akibat persalinan pada bagian

perinium dimana muka janin menghadap (Prawirohardjo S,1999).

Luka perinium, dibagi atas 4 tingkatan :

Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan atau tanpa mengenai kulit

perinium

Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea transversalis,

tetapi tidak mengenai spingter ani

Tingkat III : Robekan mengenai seluruh perinium dan otot spingter ani

Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rektum


14

Cara penangana laserasi jalan lahir untuk ruptur perineum dan robekan dinding

vagina lakukan penjahitan seperti biasa, untuk robekan Serviks lakukan penjahitan

secara kontinu dimulai dari ujung atas robekan kemudian ke arah luar sehingga semua

robekan dapat dijahit gangguan pembekuan darah,Memberikan transfusi darah lengkap

segar untuk menggantikan faktor pembekuan dan sel darah merah.

5.Inversio uteri (Sarwono, 2010).

Inversio uteri adalah komplikasi persalinan yang jarang terjadi dimana rahim

sebagian atau seluruhnya ikut keluar ketika plasenta lahir. Bagian rahim bagian atas

(fundus) menjadi terbalik (inversi) mengarah ke bawah, tergantung derajatnya bagian

rahim ini bisa sampai ke mulut rahim hingga keluar dari jalan lahir. Meskipun inversi

uteri tidak sering terjadi, namun ketika itu terjadi ada risiko tinggi kematian akibat

pendarahan hebat dan shock. Namun, bisa diobati dengan sukses ketika terdeteksi

dengan cepat da

n diberi penanganan dengan tepat. Oleh sebab itu penting kiranya bagi kita untuk

mengetahui gejala, penyebab, dan langkah penanganan pada inversio uteri ini.

Penyebab inversio uteri, Penyebab pasti dari inversio uteri tidak diketahui

sepenuhnya. Namun, faktor-faktor risiko berikut berhubungan erat.

Persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam Tali pusar pendek Bayi lahir

sebelum waktunya Penggunaan obat relaksan otot selama persalinan Rahim abnormal

atau lemah Riwayat inversio uteri sebelumnya Plasenta akreta, dimana plasenta terlalu

dalam tertanam di dinding rahim Implantasi plasenta pada fundus uteri, di mana

plasenta melekat di bagian paling atas dari rahim Juga, menarik terlalu keras pada tali
15

pusat saat melahirkan plasenta dapat menyebabkan inversio uteri. Oleh sebab itu tali

pusat tidak boleh ditarik, cukup ditegangkan saja. Setelah bayi lahir, normalnya plasenta

akan terlepas dengan sendiri dari perlekatannya dengan dinding rahim, rata-rata 10-15

menit setelah bayi lahir.

Namun dalam beberapa kasus plasenta tak lepas-lepas, bahkan dalam waktu 30

menit setelah melahirkan, maka diperlukan tindakan untuk melepaskan plasenta oleh

dokter atau bidan, tindakan ini disebut dengan manual plasenta. Tindakan ini dilakukan

dengan cara memasukkan tangan penolong ke dalam lahir melalui jalan lahir, kemudian

jari-jemari mencari letak plasenta dan mengikis dari tepi perlekatan hingga terlepas

seluruhnya.

Tanda-tanda Inversio Uteri, Seorang dokter biasanya dapat mendiagnosis

inversio uteri dengan mudah, yaitu dengan memperhatikan setiap tanda-tanda dan gejala

pada pasien yang meliputi: Keluarnya bagian rahim yang menonjol dari vagina Setelah

melakukan pemeriksaan, rahim tidak berada ditempatnya Pendarahan dari jalan lahir,

pasien kehilangan cukup banyak darah sehingga tekanan darah cepat turun. Adapun

gejala inversio uteri akibat kehilangan banyak darah antara lain:

Pengilahatan kunang-kunang Pusing Kedinginan Kelelahan Sesak napas Dari

pemeriksaan yang dilakukan, dokter akan mengelompokkan inversio uteri ke dalam

klasifikasi sebagai berikut berdasarkan keparahannya: inversi tidak lengkap, di mana

bagian atas rahim telah jatuh terbalik, namun tidak satupun dari bagian rahim yang

mencapai leher rahim (serviks) inversi lengkap, di mana bagian rahim telah

mencapai serviks inversi prolaps, di mana bagian atas rahim terlihat keluar dari vagina

inversi total, di mana rahim dan vagina sama-sama terdorong ke luar Penanganan
16

Inversio Uteri Ini merupakan kondisi gawat darurat yang harus segera mendapatkan

penanganan. Dokter akan mendorong bagian atas rahim yang terbalik atau yang ke luar

kembali ke atas melalui jalan lahir dengan kepalan tangan. Untuk lancarnya proses ini

mungkin diperlukan anestesi umum, seperti halotan (Fluothane) gas, atau obat-obatan

seperti magnesium sulfat, nitrogliserin , atau terbutaline. penanganan inversio uteri

setelah uterus kembali keposisinya, oksitosin (Pitocin) dan metilergonovin (Methergine)

diberikan untuk membantu kontraksi rahim dan mencegah terulangnya kembali inversio

utero.

Baik dokter atau bidan akan memijat rahim sampai kontraksi penuh dan

pendarahan berhenti. Sang ibu akan diberikan cairan infus dan transfusi darah jika

diperlukan. Dia juga akan diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi. Jika plasenta

masih tetap belum lahir, dokter mungkin harus melepaskannya secara manual (manual

plasenta).

Cara penanganan inversio uteri segera melakukan reposisi uterus. Namun jika

reposisi tampak sulit, apalagi jika inversio telah terjadi cukup lama, rujuk ke fasilitas

yang lebih memadai dan dapat melakukan operasi untuk dilakukan laparotomi. Bila

laparotomi tidak berhasil dapat dilakukan histerektomi sub total hingga total.

2.4 Cara penanganan postpartum

Cara Menangani Perdarahan Post Partum Dalam melakukan penanganan

perdarahan postpartum secara sistematis terdapat dua tingkat penatalaksanaan yaitu

tatalaksana umum dan tatalaksana khusus.

1. Tatalaksana Umum
17

Memanggil bantuan tim untuk melakukan tatalaksana secara simultan Menilai

sirkulasi, jalan napas, dan pernapasan pasien. Apabila menemukan tanda-tanda syok,

lakukan penatalaksanaan syok Memberikan oksigen. Memasang infus intravena dengan

jarum besar Memulai pemberian cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat atau

Ringer Asetat) sesuai dengan kondisi ibu. Melakukan pengambilan sampel darah untuk

pemeriksaan. Jika fasilitas tersedia, lakukan pemeriksaan darah lengkap. Memasang

kateter Folley untuk memantau volume urin dibandingkan dengan jumlah cairan yang

masuk. Melakukan pengawasan tekanan darah, nadi, dan pernapasan ibu. Memeriksa

kondisi abdomen: kontraksi uterus, nyeri tekan, parut luka, dan tinggi fundus uteri.

Memeriksa jalan lahir dan area perineum untuk melihat perdarahan dan laserasi (jika

ada, misal: robekan serviks atau robekan vagina). Memeriksa kelengkapan plasenta dan

selaput ketuban. Menyiapkan transfusi darah jika kadar Hb < 8 g/dL atau secara klinis

ditemukan keadaan anemia berat Menentukan penyebab perdarahannya dan melakukan

tatalaksana spesifik sesuai penyebab.

2. Tatalaksana Khusus

1.Atonia uteri

Cara penanganan atonia uteri yaitu:

1.Cara resusitasi

Oksigenasi merupakan salah satu cara dalam melakukan resusitasi untuk

penanganan awal bila terjadi perdarahan yang tidak terkontrol yang dapat

mengakibatkan kekurangan darah yang cukup banyak sehingga berpotensi

menyebabkan faktor kematian, oleh karena itu diperlukan juga pengecekan golongan
18

darah jika terjadi perdarahan yang pengecekan golongan darah jika terjadi perdarahan

yang hebat untuk dapat menyetok persediaan darah maka segera dilakukan transfusi

darah. Pengecekan jumlah urin,tanda-tanda vital dan juga saturasi oksigen.

2.Lakukan pemijatan atau massage dan juga kompresi bimanual.

Dalam terjadinya perdarahan yang tidak terkontrol oleh uterus salah satunya

dapat dilakukan tindakan pemijatan dan kompresi bimanual yang mana tindakaan

tersebut dapat menstimulus atau merangsang kerja uterus agar supaya dapat terjadinya

penghentian perdarahan yang terjadi pada saat setelah proses persalinan, hal tersebut

dilakukan dalam pemijatan dalam fundus uteri setelah pasca kelahiran maksimal 15

detik setelah lahirnya atau keluarnya plasenta dari vagina. Jika kontraksi masih terus

terjadi perdarahan masih terus berlangsung maka harus segera dilakukan penanganan

yang lebih lanjut seperti memeriksa perineum atau vagina dan juga seviks sendiri terjadi

laserasi dan juga segera lakukan penjahitan pada vagina lalu segera lakukan rujukan

untuk dapat mengatasi atonia uteri ini.

3.Gunakan sarung tangan

Dalam penanganan gangguan seerti ini yang perlu diperhatikan sebelum

melakukan penanganan gunakan sarung tangan serta lakukan juga dengan cara yang

hati-hati dan sangat terjaga sekali alat yang akan digunakan kebersihannya karena

gangguan tersebut terjadinya pada alat vital dalam reproduksi manusia,sarung tangan

yang digunakan merupakan sarung tangan yang sudah desinfeksi yang tingkat tinggi

atau yang sangat streril sekali lalu masukan tangan dengan lembutjuga menyatukan
19

kelima jari sehingga tangan menjadi mangerucut atau disebut dengan cara obstetric

melalui introitus kedalam vagina.

4.Lakukan pembersihan pada sekitar vagina dan lubang servik

Pembersihan dilakukan pada vaginan dan lubang seviks yang dimana pada saat

terjadi gangguan atonia uteri ini disebabkan karena tidak berkontraksinya atau tidak

mengerutnya uterus dengan baik sehingga menjadi penghalang dalam uterus

berkontraksi yang dimana kontraksi pada uteri memiliki peran penting dalam

mengontrol perdarahan yang terjadinya, yang menyebabkan uterus tidak dapat

berkontaksi karena adanyan bekuan darah dan juga selaput ketuban yang mampu

menghalangi kontraksi uterus dalam pengontrolan perdarahan yang keluar pada saat

terjadinya persalinan.

5. Pembersihan pada kantong kemih

Selain karena adanya penghalang berupa bekuan darah dan selaput ketuban yang

menghalangi vagina dan lubang servik yang mengganggu kontraksi uterus, terdapat juga

kandungan kantung kemih yang terlalu penuh sehingga dapat menghalangi dalam

berkontaksi uterus secara baik maka diperlukan dipalpasi pada kantung kemih yang

penuh dengan melakukan kateterisasi dan teknik yang dilakukan pula menggunakan

teknik aseptik pada kantung kemih yang terlalu penuh agar tidak dapat menghalangi
20

kontraksi uterus pada saat setelah pasca kelahiran supaya tidak mengalami perdarahan

yang banyak dan juga dapat dikontrol dengan kontraksi uterus.

6.Melakukan kompresi bimanual internal atau KBI

Agar dapat berkontraksi pada myometrium dilakukan dengan kompresi

bimanual internal sehingga dengan adanya kontraksi tersebut perdarahan dapat

dikontrol karena gangguan atonia ureti dapat diatasi agar terhindari dari perdarahan

yang banyak, selain itu dalam kompreasi bimanual internal pun juga memberikan

tekanan terhadap pembuluh darah dinding uterus yang memiliki kaitanya dengan

penanganan dalam terjadinya gangguan atonia uteri.

7.Melakukan kompresi bimanual eksternal atau KBE

Selain melakukan tindakan seperti kompresi bimanual internal namun

diperlukan juga tindakan melakukan kompresi bimanual eksternal yang dilakukan oleh

bantuan dari keluarga yang berperan pula dalam menolong tindakan yang akan

dilakukan pada langkah-langkah selanjutnya dalam penangganan ini.

77.Melakukan pemberian uterotonika

Selain penanganan dengan tindakan dapat dilakukan juga seperti dalam

pemberian zat yang dapat meningkatkan kontraksi uterus, uterotonika prostaglandin


21

merupakan zat yang efektif dalam penanganan atonia uterus dengan pemberian secara

rektal yang dapat mengatasi dalam perdarahan pada saat pasca persalinan. Namun

terdapat pula oksitosin yang dapat juga membantu dengan efektif dalam penanganan

atonia uteri, yang dimana dalam pemberiannya melalui infuse dengan menggunakan

ringer laktar 20 IU per liter

Namun jika dilakukan pemberian yang berlebihan dapat memberikan efek

samping bagi tubuh,seperti efek samping dari uterotonika prostaglandin yang dapat

menyebabkan atonia uteri setelah terjadinya pemberian secara intramiometrikal setelah

lima menit itu yang dimana penyebabnya karena adanya Metilergonovin maleat yang

merupakan golongan ergot alkaloid serta dapat pula menyebabkan terjadinya hipertensi,

nausea dan vomitus maka dari itu tidak boleh diberikan kepada pasien yang memiliki

riwayat hipertensi sebelumnya.

9.Melakukan tindakan histerektomi

Histerektomi sendiri merupakan tindakan yang biasanya dilakukan berupakan

operasi jika terjadinya perdarahan yang kuat pada saat pasca kelahiran, pada 10.000

kelahiran terdapat insiden seperti ini yang mencapai angka 3-7 kelahiran. Angka

tersebut memang lah sedikit namun perlu diperhatikan juga agar tidak sampai terjadi

dan hal ini terjadi lebih banyak pada kelahiran abdionamal dari pada saat kelahiran

vaginal.

2.Retensio Plasenta
22

Cara penanganan retensio plasenta yaitu:

1.Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan

diambil.

2.Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan bila ekpulasi plasenta tidak

terjadi, cobakan traksi terkontrol tali pusat.

3. Pasang infuse oksitosin 20 unit dalam 50 cc Ns/RL dengan 40 tetesan/menit. Bila

Perlu kombinasikan dengan misoprostol 400 mg rektal.

4.Bila troksi terkontrol gagal, lahirkan plasenta secara hati-hati dan halus.

5.Lakukan transfuse darah bila diperlukan.

6.Berikan antibiotik profilaksis(ampisilin 29 Iv/oral dan metronidazol 20 I g

supositorial/oral)

7.Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat,infeksi,syok neurogenik.

3. Sisa Plasenta

4.laserasi Jalan Lahir

5.Inversio uteri :a total.

2.5 Klasifikasi Perdarhan Post Partum

Adapun klasifikasi perdarahan post partum adalah ;


23

1.Perdarahan pasca persalinan dini (early postpartum haemorhage), yaitu

perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama sesudah bayi lahir (disebut juga perdahan

primer), yang disebabkan oleh Atonia Uteri, Retensio Plasenta, sisa plasenta, inversio

uteri.

2.Perdarahan pasca persalinan lanjut (late postpartum haemorhage), yaitu

perdarahan yang terjadi pada masa nifas (puerperium), tidak termaksud 24 jam pertama

setelah bayi lahir (disebut juga perdarahan sekunder) yang disebabkan oleh

grandemultipara, jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun, persalinan yang

dilakukan dengan : pertolongan kala uri sebelumnya, persalinan oleh dukun, persalinan

dengan tindakan paksa (Anik 2002)

2.5.1 Gejala Klinik Perdarahan Postpartum

Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari

volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru tampak pada

kehilangan darah sebanyak 20%. Gejala klinik berupa perdarahan pervaginam yang

terus-menerus setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-

tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil,

ekstrimitas dingin, dan lain-lain (Wiknjosastro, 2005).

a.Tabel Diagnosis Perdarahan Post Partum

No Gejala dan tanda yang selalu Gejala dan Diagnosis


ada tanda yang kemungkinan
kadang-kadang
ada
1. - uterus tidak berkontraksi - Syok - Atonia
dan lembek
- perdarahan segera setelah uteri
anak lahir (perdarahan
postpartum primer atau
24

p3)
2. - perdarahan segera (p3) - Pucat - Robekan
- darah segar menggalir - Lemah jalan lahir
segera setelah bayi lahir - Menggigil
- uterus berkontraksi baik
- plasenta lengkap

3. - plasenta belum lahir - tali pusat - Retensio


selama 30 menit putus akibat plasenta
- perdarahan segera (p3) traksi
- uterus berkontraksi baik berlebihan
- perdarahan
lanjutan
- inversio uteri
katena tarikan
4. - uterus tidak teraba - Syok neugenik - inversio
- Lumen vagina terisi - pucat limbung
masa uteri
- tampak tali pusat (jika
plasenta belum lahir)
- perdarahan segera (p3)
- nyeri sedikit atau berat

Tabel 2.1 Diagnosis Perdarahan PostPartum


BAB III

KERANGKA KONSEP

Menurut Notoatmodjo (2010) , kerangka konsep adalah kelanjutan dari

kerangka teori atau landasan teori yang disesuaikan dengan tujuan khusus penelitian

yang akan dicapai, yakni sesuai dengan apa yang telah tertulis dalam rumusan

masalah.

Keranga konsep penelitian ini menggunakan variabel independen dan

dependen. variabel independen (variabel yang mempengaruhi variabel lain/variabel

bebas) artinya apabila variabel independen berubah maka akan mengakibatkan

perubahan variabel lain, variabel dependen (variabel yang dipengaruhi oleh variabel

yang lain) artinya variabel dependen berubah akibat perubahan variabel bebas

(Riyanto, 2013).

Berdasarkan hal tersebut diatas maka skema konsep pemikiran pada

penelitian ini dapat dilihat pada bagan dibawah ini:

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor-faktor penyebab

a. Pengertian
Perdarahan post partum
b. Penyebab

c. Penanganan

d.
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
e. Paritas

f. Paritas 29

g.
30

Anda mungkin juga menyukai