Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE HAEMORAGIC (SH)

RUANG ICU/ICCU RUMAH SAKIT SUAKA INSAN BANJARMASIN

OLEH

NAMA : RIKO RIKARDO, S.Kep

NIM : 113063J115065

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN

BANJARMASIN

2015/2016
LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE HAEMORAGIC (SH)

I. KONSEP TEORI

A. DEFINISI

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang

cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang

berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya

penyebab lain yang jelas selain vaskular.

Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak

pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi

antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya

kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat

istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.

Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga

menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu

daerah di otak dan kemudian merusaknya.

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu

jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga

darah tidak dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak

mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.


B. ETIOLOGI

Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi:

1. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.

2. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah

mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas

dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma

kemudian robek dan terjadi perdarahan

3. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.

4. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk

abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga

darah arteri langsung masuk vena, menyebabkan mudah pecah dan

menimbulkan perdarahan otak.

5. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan

degenerasi pembuluh darah.

Faktor resiko pada stroke adalah

1. Hipertensi

2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi

atrium, penyakit jantung kongestif)

3. Kolesterol tinggi, obesitas

4. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)

5. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)

6. Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar

estrogen tinggi)
7. Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alkohol

C. TANDA DAN GEJALA

Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan

jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa

peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan

menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.

Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:

Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).

Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.

Kesulitan menelan.

Kesulitan menulis atau membaca.

Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk,

batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.

Kehilangan koordinasi.

Kehilangan keseimbangan.

Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan

menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.

Mual atau muntah.

Kejang.

Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi,

baal atau kesemutan.

Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.


D. PATOFISOLOGI

1. Narasi

a. Perdarahan intra cerebral

Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi

mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau

hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar

otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan

kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral

sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus,

pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur

dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.

b. Perdarahan sub arachnoid

Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma

paling sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi

willisi. AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan

ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid.

Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan

tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka

nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk

dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang

mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan

penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan

vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5


hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan

dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga

karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan

kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang

subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global

(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan

hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2

dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf

hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2

jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan

menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa

sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%

karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari

seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun

sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia,

tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,yang dapat

menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.


2. Pathway
E. DIAGNOSIS MEDIK

1. Angiografi cerebral

Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti

perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber

perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular.

2. Lumbal pungsi

Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal

menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan pada

intrakranial.

3. CT scan

Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi

hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya

secara pasti.

4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)

Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar

terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi

dan infark akibat dari hemoragik.

5. EEG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan

dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik dalam

jaringan otak.
F. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain:

1. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral

Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak,

sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan,

tindakan awal difokuskan untuk menyelematkan sebanyak mungkin area

iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat

dengan mengontrol / memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta

tekanan darah.

2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK

Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang

berlebihan, pemberian dexamethason.

3. Pengobatan

a. Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan

pada fase akut.

b. Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa

trombolitik/emobolik.

c. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral

4. Penatalaksanaan Pembedahan

Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah otak.

Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa

penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas.


Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan

dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Aktivitas dan istirahat

Data Subyektif:

Kesulitan dalam beraktivitas; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis.

Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot)

Data obyektif:

Perubahan tingkat kesadaran

Perubahan tonus otot (flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia),

kelemahan umum.

Gangguan penglihatan

2. Sirkulasi

Data Subyektif:

Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung

, endokarditis bacterial), polisitemia.

Data obyektif:

Hipertensi arterial

Disritmia, perubahan EKG

Pulsasi : kemungkinan bervariasi

Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal


3. Integritas ego

Data Subyektif:

Perasaan tidak berdaya, hilang harapan

Data obyektif:

Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan , kegembiraan

Kesulitan berekspresi diri

4. Eliminasi

Data Subyektif:

Inkontinensia, anuria

Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus

(ileus paralitik)

5. Makan/ minum

Data Subyektif:

Nafsu makan hilang

Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK

Kehilangan sensasi lidah, pipi, tenggorokan, disfagia

Riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah

Data obyektif:

Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)

Obesitas (faktor resiko)

6. Sensori neural

Data Subyektif:

Pusing/ syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA)


Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub

arachnoid.

Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti

lumpuh/mati

Penglihatan berkurang

Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada

muka ipsilateral (sisi yang sama)

Gangguan rasa pengecapan dan penciuman

Data obyektif:

Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan

tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi

kognitif

Ekstremitas : kelemahan/ paraliysis (kontralateral pada semua jenis stroke,

genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya reflek tendon

dalam (kontralateral)

Wajah: paralisis/ parese (ipsilateral)

Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/

kesulitan berkata-kata, reseptif/ kesulitan berkata-kata komprehensif,

global/ kombinasi dari keduanya).

Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil

Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik

Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi

lateral
7. Nyeri/ kenyamanan

Data Subyektif:

Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya

Data Obyektif:

Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot/ fasial

8. Respirasi

Data Subyektif:

Perokok (faktor resiko)

Tanda:

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas

Timbulnya pernapasan yang sulit dan tak teratur

Suara nafas terdengar ronchi/ aspirasi

9. Keamanan

Data Obyektif:

Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan

Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang

kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit

Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah

dikenali

Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu

tubuh

Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,

berkurang kesadaran diri


10. Interaksi sosial

Data Obyektif:

Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi

11. Pengajaran/ pembelajaran

Data Subjektif :

Riwayat hipertensi keluarga, stroke

Penggunaan kontrasepsi oral

12. Pertimbangan rencana pulang

Menentukan regimen medikasi/ penanganan terapi

Bantuan untuk transportasi, shoping, menyiapkan makanan, perawatan diri

dan pekerjaan rumah

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan faktor fisiologis:

disfungsi neuromuscular ditandai dengan klien tampak tidak sadar, suara

napas ronchi (+), napas irreguler, dan memakai alat bantu oksigen.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular

ditandai dengan terjadi hemiperase.

3. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran

darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial ditandai dengan klien

tampak tidak sadar, dan kondisi lemah

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler ditandai

dengan klien tampak tidak sadar, kondisi lemah, dan hemiparese


5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot

facial atau oral ditandai dengan klien tampak tidak mampu berbicara

6. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakmampuan menelan ditandai dengan klien tidak sadar, dan kondisi klien

tampak lemah

7. Gangguan sensori persepsi penglihatan berhubungan dengan perubahan

penerimaan sensori, transmisi, dan atau integrasi ditandai dengan klien

mengatakan tidak dapat melihat dengan jelas, keadaan pupil isokor

C. INTERVENSI DAN RASIONAL

1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan

aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial ditandai

dengan klien tampak tidak sadar, dan kondisi lemah

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam,

diharapkan Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal

dengan kriteria hasil :

Klien tidak gelisah

Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.

GCS E4V5M6

Pupil isokor, reflek cahaya (+)


Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7

C, Pernafasan 16-20 kali permenit).

intervensi

a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab

peningkatan TIK dan akibatnya

R/:Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan

b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total

R/:Untuk mencegah perdarahan ulang

c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan

intrakranial tiap dua Jam

R/: Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini

dan untuk penetapan tindakan yang tepat

d) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri

bantal tipis)

R/: Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena

dan memperbaiki sirkulasi serebral

e) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan

R/: Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial

dan potensial terjadi perdarahan ulang

f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjunng

R/: Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan

kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mingkin


diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus

stroke hemoragik / perdarahan lainnya

g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor

R/: Memperbaiki sel yang masih viabel

2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol

otot facial atau oral ditandai dengan klien tampak tidak mampu

berbicara

Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam

diharapkan kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi,

dengan kriteria hasil :

Menerima pesan-pesan melalui metode alternatif (mis; komunikasi

tertulis, bahasa isyarat, bicara dengan jelas pada telinga yang baik).

Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi.

Meningkatkan kemampuan untuk mengerti.

Mengatakan penurunan frustrasi dalam berkomunikasi.

Mampu berbicara yang koheren.

Mampu menyusun kata-kata/ kalimat.

Intervensi

a) Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami

kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian

sendiri.
R/: Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral

yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh

tahap proses komunikasi. Pasien mungkin mempunyai

kesulitan memahami kata yang diucapkan; mengucapkan

kata-kata dengan benar; atau mengalami kerusakan pada

kedua daerah tersebut.

b) Bedakan antara afasia dengan disartria.

R/: Intervensi yang dipilih tergantung pada tipe kerusakannya.

Afasia adalah gangguan dalam menggunakan dan

menginterpretasikan simbol-simbol bahasa dan mungkin

melibatkan komponen sensorik dan/atau motorik, seperti

ketidakmampuan untuk memahami tulisan/ucapan atau

menulis kata, membuat tanda, berbicara. Seseorang dengan

disartria dapat memahami, membaca, dan menulis bahasa

tetapi mengalami kesulitan membentuk/mengucapkan kata

sehubungan dengan kelemahan dan paralisis dari otot-otot

daerah oral.

c) Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.

R/: Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau

ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi

yang diucapkannya tidak nyata. Umpan balik membantu

pasien merealisasikan kenapa pemberi asuhan tidak

mengerti/berespon sesuai dan memberikan kesempatan untuk


mengklarifikasikan isi/makna yang gterkandung dalam

ucapannya.

d) Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti buka

mata, tunjuk ke pintu) ulangi dengan kata/kalimat yang

sederhana.

R/: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik

(afasia sensorik)

e) Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda

tersebut.

R/: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik

(afasia motorik), seperti pasien mungkin mengenalinya tetapi

tidak dapat menyebutkannya.

f) Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti Sh

atau Pus

R/: Mengidentifikasikan adanya disartria sesuai komponen motorik

dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang

dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak

disertai afasia motorik.

g) Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek.

Jika tidak dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat

yang pendek
R/ : Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam

membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian

dari afasia sensorik dan afasia motorik.

h) Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruangan

pasien tentang adanya gangguan bicara. Berikan bel khusus bila

perlu.

R/: Menghilangkan ansietas pasien sehubungan dengan

ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dan perasaan takut

bahwa kebutuhan pasien tidak akan terpenuhi dengan segera.

Penggunaan bel yang diaktifkan dengan tekanan minimal

akan bermanfaat ketika pasien tidak dapat menggunakan

system bel regular.

i) Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan

tulis, gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-

gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi).

R/: Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan

keadaan/deficit yang mendasarinya.

j) Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan

dengan tenang. Gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban

ya/tidak, selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang lebih

kompleks sesuai dengan respons pasien.

R/: Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses komunikasi

dan berespons pada informasi yang lebih banyak pada satu


waktu tertentu. Sebagai proses latihan kembali untuk lebih

mengembangkan komunikasi lebih lanjut dan lebih kompleks

akan menstimulasi memori dan dapat meningkatkan asosiasi

ide/kata.

k) Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari

pembicaraan yang merendahkan pada pasien atau membuat hal-

hal yang menentang kebanggaan pasien.

R/: Kemampuan pasien untuk merasakan harga diri, sebab

kemampuan intelektual pasien seringkali tetap baik

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular

ditandai dengan terjadi hemiperase pada ekstremitas kanan

Tujuan: Setelah diberikan askep ....x 24 jam diharapkan mobilisasi klien mengalami

peningkatan, dengan kriteria hasil:

mempertahankan posisi optimal,

mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang

terserang hemiparesis dan hemiplagia.

mempertahankan perilaku yang memungkinkan adanya aktivitas.


Intervensi

a) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan

cara yang teratur.

R/: Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan

informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap

intervensi sebab teknik yang berbeda digunakan untuk paralisis

spastik dengan flaksid.

b) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya

dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi

bagian yang terganggu.

R/: Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan. Daerah yang

terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek dan

menurunkan sensasii dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada

kulit/ dekubitus.

c) Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika pasien

dapat mentoleransinya.

R/: Membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional;tetapi

kemungkinan akan meningkatkan ansietas terutama mengenai

kemampuan pasien untuk bernapas.

d) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua

ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan sepeti latihan

quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari kaki/telapak.


R/: Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu

mencegah kontraktur. Menurunkan risiko terjadinya hiperkalsiuria

dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah perdarahan.

Catatan: Stimulasi yang berlebihan dapat menjadi pencetus adanya

perdarahan berulang.

e) Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki

(foot board) selama periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi kepala

netral.

R/: Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi kegunaannya jika

berfungsi kembali. Paralisis flaksid dapat mengganggu

kemampuannya untuk menyangga kepala, dilain pihak paralisis

spastik dapat meengarah pada deviasi kepala ke salah satu sisi.

f) Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada

tangan.

R/: Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.

g) Tempatkan handroll keras pada teelapak tangan dengan jari jari dan

ibu jari saling berhadapan.

R/: Alas/ dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi jari-jari,

mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada posisi normal (posisi

anatomis).

h) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.

R/: Mempertahankan posisi fungsional.


i) Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti

meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi

tempat tidur, biarkan pasien menggunakan kekuatan tangan untuk

menyokong berta badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan kaki

yang sakit; meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan dalam

berdiri (seperti letakkan sepatu yang datar;sokong bagian belakang

bawah pasien dengan tangan sambil meletakkan lutut penolong diluar

lutut pasien;bantu menggunakan alat pegangan paralel dan walker).

R/:Membantu dalam melatih kembali jaras saraf, meningkatkan respon

proprioseptik dan motorik.

j) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan

menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/

menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan.

R/: Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada

ekstremitas yang terganggu.

B. EVALUASI

Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah gangguan bersihan jalan

nafas teratasi, terpenuhinya pergerakan/ mobilitas fisik, dan kebutuhan nutrisi

terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta. EGC.

Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances dan Geissler, Alice C. 2000. Edisi

3. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta.EGC.

Mansjoer, arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid Pertama.

Jakarta. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai