Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat dalam segala bidang

serta meningkatnya pengetahuan masyarakat berpengaruh pula terhadap meningkatnya tuntutan

masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan atau kebidanan.

Hal ini merupakan tantangan bagi profesi keperawatan dan kebidanan dalam mengembangkan

profesionalisme selama memberi pelayanan yang berkualitas. Kualitas pelayanan yang tinggi

memerlukan landasan komitmen yang kuat dengan basis pada etik dan moral yang tinggi. Sikap

etis profesional yang kokoh dari setiap perawat akan tercermin dalam setiap langkahnya,

termasuk penampilan diri serta keputusan yang diambil dalam merespon situasi yang muncul.

Oleh karena itu pemahaman yang mendalam tentang etika dan moral serta penerapannya menjadi

bagian yang sangat penting dan mendasar dalam memberikan asuhan keperawatan atau

kebidanan dimana nilai-nilai pasen selalu menjadi pertimbangan dan dihormati.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Tanggung Jawab dan Akuntabilitas Profesi Keperawatan

1. Tanggung Jawab

Menempatkan kebutuhan pasen di atas kepentingan sendiri. Melindungi hak pasen untuk

memperoleh keamanan dan pelayanan yang berkualitas dari perawat. Selalu meningkatkan

pengetahuan, keahlian serta menjaga perilaku dalam melaksanakan tugasnya.

Tanggung jawab menunjukkan kewajiban. Ini mengarah kepada kewajiban yang harus dilakukan

untuk menyelesaikan pekerjaan secara professional. Manajer dan para staf harus memahami

dengan jelas tentang fungsi tugas yang menjadi tanggung jawab masing-masing perawat dan

bidan serta hasil yang ingin dicapai dan bagaimana mengukur kualitas kinerja stafnya. Perawat

yang professional akan bertanggung jawab atas semua bentuk tindakan klinis keperawatan atau

kebidanan yang dilakukan dalam lingkup tugasnya.

Tanggung jawab diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan kinerja yang ditampilkan guna

memperoleh hasil pelayanan keperawatan atau kebidanan yang berkualitas tinggi. Yang perlu

diperhatikan dari pelaksanaan tanggung jawab adalah memahami secara jelas tentang uraian

tugas dan spesifikasinya serta dapat dicapai berdasarkan standar yang berlaku atau yang

disepakati. Hal ini berarti perawat mempunyai tanggung jawab yang dilandasi oleh komitmen,

dimana mereka harus bekerja sesuai fungsi tugas yang dibebankan kepadanya.

Untuk mempertahankannya, perawat dan bidan hendaknya mampu dan selalu melakukan

introspeksi serta arahan pada dirinya sendiri (self-directed), merencanakan pengembangan diri
secara kreatif dan senantiasa berusaha meningkatkan kualitas kinerjanya. Hal ini diperlukan agar

mereka dapat mengidentifikasi elemen-elemen kritis untuk meningkatkan dan mengembangkan

kinerja klinis mereka, guna memenuhi kepuasan pasen dan dirinya sendiri dalam pekerjaannya.

Mencatat respon dan perkembangan pasen dengan lengkap dan benar merupakan salah satu

tanggung jawab perawat dalam melaksanakan tugasnya.

2. Akontabilitas

Akontabilitas adalah mempertanggungjawabkan hasil pekerjaan, dimana tindakan yang

dilakukan merupakan satu aturan profesional. Oleh karena itu pertanggungjawaban atas hasil

asuhan keperawatan atau kebidanan mengarah langsung kepada praktisi itu sendiri. Pada tingkat

pelaksana sebagai perawat harus memiliki kewenangan dan otonomi (kemandirian) dalam

pengambilan keputusan untuk tindakan yang akan mereka lakukan. Manajer ruangan (KARU)

bertanggung jawab atas keputusannya terhadap pelaksanaan tugas-tugasnya, termasuk

menyeleksi staf, terutama mengarah pada kemampuan kinerja mereka masing-masing.

Selanjutnya, setiap perawat sebagai anggota tim bertanggung jawab terhadap penugasan yang

dilimpahkan kepadanya. Oleh karena itu, setiap perawat harus faham terhadap

pertanggungjawaban atas tugas yang dibebankan kepadanya. Kepala ruangan wajib melakukan

pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dari srafnya. Perawat professional harus dapat

mempertanggungjawabkan tindakan yang dilakukan dalam pencapaian tujuan asuhan

keperawatan atau kebidanan kepada pasen. Kepekaan diperlukan terhadap hasil setiap tindakan

yang dilakukannya, karena berhubungan dengan tanggung jawab, pendelegasian, kewajiban dan

kredibilitas profesinya.
Akontabilitas profesional mempunyai beberapa tujuan :

(1) Perawat dan bidan harus mempertanggungjawabkan tindakannya kepada pasien, manajer dan

organisasi tempat mereka bekerja.

(2) Mereka bertanggungjawab terhadap tindakan yang diambil untuk pasen dan keluarganya,

masyarakat dan juga terhadap profesinya.

(3) Mengevaluasi praktek profesional dan para stafnya.

(4) Menerapkan dan mempertahankan standar yang telah ditetapkan dan yang dikembangkan oleh

organisasi.

(5) Membina ketrampilan personal staf masing-masing.

(6) Memastikan ruang lingkup dalam proses pengambilan keputusan secara jelas.

B. Falsafah Etika Keperawatan

Keperawatan berpandangan bahwa manusia dan kemanusiaan merupakan titik sentral setiap

upaya pembangunan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar 1945. Bertolak dari pandangan ini disusun paradigma keperawatan

yang terdiri atas empat konsep dasar yakni manusia, lingkungan, kesehatan, dan keperawatan

seperti diuraikan di bawah ini:

1. Manusia
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, sebagai pribadi yang utuh dan unik,

mempunyai aspek bio-psikososiokulturalspiritual. Manusia sebagai sistem terbuka yang selalu

berinteraksi dan berespon terhadap lingkungan, mempunyai kemampuan untuk mempertahankan

integritas diri melalui mekanisme adaptasi.

Dalam kehidupannya manusia mempunyai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi termasuk

kebutuhan pengakuan harkat dan martabat untuk mencapai keseimbangan sesuai dengan tahap-

tahap pertumbuhan perkembangan. Manusia Indonesia adalah manusia yang beriman dan takwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

merupakan sumber daya pembangunan yang berhak memiliki kemampuan untuk hidup sehat

guna mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Selain itu manusia Indonesia merupakan

manusia yang memiliki berbagai kultur yang bersifat unik dan memiliki berbagai keyakinan

tentang sehat, sehingga akan memberikan respon yang berbeda-beda terhadap upaya pemenuhan

kebutuhan dasar.

2. Kesehatan

Kesehatan adalah kondisi dinamis manusia dalam rentang sehat sakit yang merupakan hasil

interaksi dengan lingkungan. Sehat merupakan keadaan seimbang bio-psiko-sosio-spiritual yang

dinamis yang memungkinkan individu untuk menyesuaikan diri sehingga dapat berfungsi secara

optimal guna memenuhi kebutuhan dasar melalui aktifitas sehari-hari sesuai dengan tingkat

tumbuh kembangnya.

Sehat sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum adalah hak dan tanggung jawab setiap

individu yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia. Berkaitan dengan hal
tersebut maka harus dipertahankan dan ditingkatkan melalui upaya promotif, preventif, kuratif,

dan rehabilitatif. Sakit merupakan keadaan yang tidak seimbang antara bio-psiko-sosio-spiritual

sebagai respon tubuh terhadap interaksinya dengan lingkungan, baik lingkungan internal maupun

lingkungan eksternal. Respon ini menyebabkan terganggunya individu untuk berfungsi optimal

dalam pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan tingkat tumbuh kembang. Respon yang tidak

adekuat terhadap lingkungan dapat disebabkan oleh karena ketidaktahuan, ketidakmampuan dan

ketidakmauan. Kondisi manusia dalam rentang sehat sakit merupakan bidang garapan

keperawatan.

3. Lingkungan

Lingkungan adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia, baik faktor dari

dalam diri (internal) maupun dari luar (eksternal). Lingkungan internal meliputi aspek-aspek

genetika, struktur dan fungsi tubuh, dan psikologis, sedangkan lingkungan eksternal meliputi

lingkungan sekitar manusia baik lingkungan fisik, biologis, sosial, kultural, dan spiritual.

Lingkungan internal dan eksternal akan mempengaruhi sikap dan perilaku manusia termasuk

persepsinya tentang sehat sakit, cara-cara memelihara dan mempertahankan kesehatan serta

menanggulangi penyakit.

Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai hubungan yang dinamis dengan lingkungannya dan

tidak dapat dipisahkan dari lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan kemampuan untuk merespon

secara adaptif terhadap pengaruh lingkungan agar dapat mempertahankan kesehatan.

Ketidakmampuan manusia merespon terhadap pengaruh lingkungan internal maupun


eksternalnya, akan mengakibatkan gangguan kesehatan atau terjadi pergeseran status kesehatan

dalam rentang sehat sakit.

4. Keperawatan

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari

pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-

psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat,

baik sehat atau sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

Pelayanan keperawatan berupa bantuan yang diberikan karena adanya kelemahan fisik dan

mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan menuju kepada kemampuan

melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri.

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang

langsung diberikan kepada klien/pasien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Asuhan

keperawatan dilaksanakan menggunakan metodologi proses keperawatan, berpedoman pada

standar keperawatan, dilandasi etik dan etika keperawatan dalam lingkup wewenang serta

tanggung jawabnya.

Pelayanan keperawatan sebagai pelayanan profesional yang bersifat humanistis terintegrasi di

dalam pelayanan kesehatan, dapat bersifat independen dan interdependen serta dilaksanakan

dengan berorientasi kepada kebutuhan objektif klien. Perawat sebagai tenaga profesional yang

mempunyai kemampuan baik intelektual, teknikal, interpersonal dan moral bertanggung jawab

dan berkewenangan melaksanakan pelayanan asuhan keperawatan.


C. Etika Keperawatan

Kerangka konsep dan dimensi moral dari suatu tanggung jawab dan akontabilitas dalam praktek

klinis keperawatan dan kebidanan didasarkan atas prinsip-prinsip etika yang jelas serta

diintegrasikan ke dalam pendidikan dan praktek klinis. Hubungan perawat dengan pasien

dipandang sebagai suatu tanggung jawab dan akuntabilitas terhadap pasien yang pada

hakekatnya adalah hubungan memelihara (caring). Elemen dari hubungan ini dan nilai-nilai

etiknya merupakan tantangan yang dikembangkan pada setiap sistem pelayanan kesehatan

dengan berfokus pada sumber-sumber yang dimiliki. Perawat harus selalu mempertahankan

filosofi keperawatan yang mengandung prinsip-prinsip etik dan moral yang tinggi sebagaimana

perilaku memelihara dalam menjalin hubungan dengan pasien dan lingkungannya. Sebagai

contoh, ketika seorang perawat melakukan kesalahan dalam memberikan obat kepada pasen, dia

harus secara sportif (gentle) dan rendah hati (humble) berani mengakui kesalahannya. Pada kasus

ini dia harus mempertanggungjawabkan kepada: (1) pasien sebagai konsumen, (2) dokter yang

mendelegasikan tugas kepadanya, (3) Manajer Ruangan yang menyusun standar atau pedoman

praktek yang berhubungan dengan pemberian obat (4) Direktur Rumah Sakit atau Puskesmas

yang bertanggung jawab atas semua bentuk pelayanan di lingkungan organisasi tersebut.

D. Permasalahan dalam Profesi Keperawatan di Indonesia

Perawat dihadapkan pada suatu situasi untuk mengidentifikasi sejauh mana kebutuhan dasar

seseorang tidak terpenuhi dan berbagai upaya untuk membantu klien dalam memenuhi

kebutuhan dasar. Hal ini dilakukan dalam proses interaksi perawat/klien. Oleh karena objeknya

adalah manusia dalam segala tingkatannya, dan manusia adalah makhluk hidup yang sampai saat

ini belum semua aspeknya terungkap melalui ilmu pengetahuan, berarti pula perawat senantiasa
dihadapkan pada kondisi pekerjaan yang penuh dengan risiko. Oleh karenanya, perawat dituntut

pada tingkat kemampuan profesional agar ia mampu memberikan pelayanan yang berkualitas

dan memuaskan.

Sebagaimana dikemukakan bahwa keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang

didasarkan atas ilmu dan kiat keperawatan: Hal ini bermakna bahwa pelayanan keperawatan

yang profesional hanya dapat dimungkinkan bila tenaga keperawatan yang bertanggung jawab

memberikan pelayanan keperawatan. Tenaga keperawatan yang profesional ditandai dengan

pengetahuan yang mendalam dan sistematis, keterampilan teknis dan kiat yang diperoleh melalui

latihan lama dan teliti, serta pelayanan/asuhan pada yang memerlukan berdasarkan ilmu

pengetahuan dan keterampilan teknis tersebut dengan berpedoman pada filsafat moral yang

diyakini, yaitu etika profesi. Di Indonesia, kategori pendidikan yang menghasilkan tenaga

keperawatan profesional diperoleh dari jenjang pendidikan tinggi yang ada saat ini yaitu

Akademi Keperawatan (jenjang Diploma III) dan program pendidikan sarjana keperawatan/Ners.

Undang-undang No. 23 Tahun 1992 telah memberikan pengakuan secara jelas terhadap tenaga

keperawatan sebagai tenaga profesional sebagaimana pada Pasal 32 ayat (4), Pasal 53 ayat (1)

dan ayat (2). Selanjutnya, pada ayat (4) disebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi

dan hakhak pasien sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan

Pemerintah. Sampai saat ini, peraturan tentang standar profesi belum ada. Dengan demikian,

standar praktik keperawatan yang ada di sebagian rumah sakit hanya bersifat mengikat ke dalam,

tetapi tidak ke luar secara hukum belum dapat dipertanggungj awabkan (karena akan ditetapkan

dalam Peraturan Pemerintah). Oleh karena itu, tenaga keperawatan yang saat ini bekerja di

tatanan pelayanan tidak memiliki standar baku sebagai pedoman dalam pemberian pelayanan

keperawatan.
Kode etik keperawatan sebagai norma moral yang mengandung nilai luhur dijunjung tinggi oleh

setiap tenaga keperawatan dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada kliennya.

Contoh Kasus Etika Keperawatan

MALPRAKTEK MEDIK

Akhir-akhir ini tuntutan hukum terhadap dokter dengan dakwaan melakukan malpraktek

makin meningkat dimana-mana, termasuk di negara kita. Ini menunjukkan adanya peningkatan

kesadaran hukum masyarakat, dimana masyarakat lebih menyadari akan haknya. Disisi lain para

dokter dituntut untuk melaksanakan kewajiban dan tugas profesinya dengan hati-hati dan penuh

tanggung jawab. Seorang dokter hendaknya dapat menegakkan diagnosis dengan benar sesuai

dengan prosedur, memberikan terapi dan melakukan tindakan medik sesuai standar pelayanan

medik, dan tindakan itu memang wajar dan diperlukan.

Di Negara-negara maju tiga besar dokter spesialis menjadi sasaran utama tuntutan

ketidaklayakan dalam praktek, yaitu spesialis bedah (ortopedi, plastic dan syaraf), spesialis

anestesi dan spesialis kebidanan & penyakit kandungan.

Malpraktek medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat

keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim di pergunakan dalam mengobati pasien atau

orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama. Yang dimaksud dengan kelalaian

disini adalah sikap kekurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap

hati-hati melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan

sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut. Kelalaian diartikan pula dengan

melakukan tindakan kedokteran dibawah standar pelayanan medik.


Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, jika kelalaian itu tidak

sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya. Ini

berdasarkan prinsip hukum De minimis noncurat lex, yang berarti hukum tidak mencampuri

hal-hal yang dianggap sepele. Tetapi jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi,

mencelakakan bahkan merenggut nyawa orang lain, maka ini diklasifikasikan sebagai kelalaian

berat (culpa lata), serius dan kriminil.

Tolak ukur culpa lata adalah:

1. Bertentangan dengan hukum

2. Akibatnya dapat dibayangkan

3. Akibatnya dapat dihindarkan

4. Perbuatannya dapat dipersalahkan

Jadi malpraktek medik merupakan kelalaian yang berat dan pelayanan kedokteran di

bawah standar.

Malpraktek medik murni (criminal malpractice) sebenarnya tidak banyak dijumpai.

Misalnya melakukan pembedahan dengan niat membunuh pasiennya atau adanya dokter yang

sengaja melakukan pembedahan pada pasiennya tanpa indikasi medik, (appendektomi,

histerektomi dan sebagainya), yang sebenarnya tidak perlu dilakukan, jadi semata-mata untuk

mengeruk keuntungan pribadi. Memang dalam masyarakat yang menjadi materialistis, hedonistis

dan konsumtif, dimana kalangan dokter turut terimbas, malpraktek diatas dapat meluas.

Pasien/keluarga menaruh kepercayaan kepada dokter, karena:


- Dokter mempunyai ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk menyembuhkan penyakit atau

setidak-tidaknya meringankan penderitaan.

- Dokter akan bertindak dengan hati-hati dan teliti

- Dokter akan bertindak berdasarkan standar profesinya.

Dokter dikatakan melakukan malpraktek jika:

- Dokter kurang menguasai iptek kedokteran yang sudah berlaku umum dikalangan profesi

kedokteran

- Memberikan pelayanan kedokteran dibawah standar profesi (tidak lege artis)

- Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan dengan tidak hati-hati

- Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum

Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik kedokteran, maka ia

hanya telah melakukan malpraktek etik. Untuk dapat menuntut penggantian kerugian kerena

kelalaian, maka penggugatan harus dapat membuktikan adanya 4 unsur berikut:

- Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien

- Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan

- Penggugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya

- Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar

Kadang-kadang penggugat tidak perlu membuktikan adanya kelalaian yang tergugat.

Dalam hukum terdapat suatu kaedah yang berbunyi Res Ipsa Loquitur, yang berarti faktanya

telah berbicara, misalnya terdapatnya kain kasa yang tertinggal di rongga perut pasien, sehingga
menimbulkan komplikasi pasca bedah. Dalam hal ini maka dokter lah yang harus membuktikan

tidak adanya kelalaian pada dirinya.

Kelalaian dalam arti perdata berbeda dengan arti pidana. Dalam arti pidana (kriminil),

kelalaian menunjukkan kepada adanya suatu sikap yang sifatnya lebih serius, yaitu sikap yang

sangat sembarangan atau sikap sangat tidak hati-hati terhadap kemungkinan timbulnya resiko

yang bisa menyebabkan orang lain terluka atau mati, sehingga harus bertanggung jawab terhadap

tuntutan kriminal oleh Negara.

Contoh Kasus

Seorang dokter memberi cuti sakit berulang-ulang kepada seorang tahanan, padahal orang

tersebut mampu menghadiri sidang pengadilan perkaranya. Dalam hal ini dokter terkena

pelanggaran Kode Etik Kedokteran (KODEKI) Bab-I pasal 7 dan KUHP pasal 267.

KODEKI Bab I pasal 7

Seorang dokter hanya memberi keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan

kebenarannya.

KUHP pasal 267 Dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang

adanya atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacat, dihukum dengan hukuman penjara

selama 4 tahun.

seorang penderita gawat darurat dirawat di suatu rumah sakit dan ternyata memerlukan

pembedahan segera. Ternyata pembedahan tertunda-tunda, sehingga penderita meninggal dunia.

Pelanggaran etik dan hukum kasus ini ada 2 kemungkinan:


jika tertundanya penbedahan tersebut disebabkan kelalaian dokter, maka sikap dokter

tersebut bertentangan dengan lafal sumpah dokter, KODEKI Bab II pasal 10 dan KUHP pasal

304 dan 306

Lafal sumpah dokter:

Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan penderita.

KODEKI Bab II pasal 10

Seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas

kemanusiaan.KUHP pasal 304

Barang siapa yang dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan seseorang dalam

kesengsaraan, sedangkan ia wajib memberi kehidupan, perawatan dan pemeliharaan berdasarkan

hukum yang berlaku baginya atau karena suatu perjanjian, dihukum dengan hukuman penjara

selama-lamanya 2 tahun 8 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-KUHP pasal 306

(2) jika salah satu perbuatan tersebut berakibat kematian, maka bersalah dihukum dengan

hukuman perjara selama-lamanya 9 tahun.

jika tertundanya pembedahan tersebut disebabkan keluarga penderita belum membayar

uang panjar untuk rumah sakit, maka rumah sakitlah yang terkena pasal-pasal KUHP 304 dan

306, sedang dokter terkena pelanggaran KODEKI.

Jadi walaupun kesadaran hukum meningkat akhir-akhir ini, namun untuk menegakkan

hukum itu di tengah-tengah masyarakat, masih menghadapi hambatan-hambatan. Hambatan lain

tentunnya, bahwa unsur-unsur penegak hukum kadang kala belum siap menangani kasus-kasus

yang diajukan, karena terbatasnya pengetahuan dalam bidang medik dan belum adanya

perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kasus-kasus yang diajukan.


Walaupun dalam KODEKI telah tercantum tindakan-tindakan yang selayaknya tidak

dilakukan oleh seorang dokter dalam menjalankan profesinya, akan tetapi sanksi bila terjadi

pelanggaran etik tidak dapat diterapkan dengan seksama.

Dalam etik sebenarnya tidak ada batas-batas yang jelas antara boleh atau tidak, oleh karena

itu kadang kala sulit memberikan sanksi-sanksinya.

Di negara-negara maju terdapat Dewan Medis (Medical Council) yang bertugas melakukan

pembinaan etika profesi dan menanggulangi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan terhadap

etik kedokteran.

Di Negara kita IDI telah mempunyai Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), baik

di tingkat pusat maupun di tingkat cabang. Walaupun demikian, MKEK ini belum lagi

dimanfaatkan dengan baik oleh para dokter maupun masyarakat.

Masih banyak kasus yang keburu diajukan ke pengadilan sebelum ditangani oleh MKEK.

Oleh karena fungsi MKEK ini belum memuaskan, maka pada tahun 1982 Departeman Kesehatan

membentuk Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran (P3EK) yang terdapat pula di

pusat dan di tingkat propinsi.

Tugas P3EK ialah menangani kasus-kasus malpraktek etik yang tidak dapat ditanggulangi

oleh MKEK, dan memberi pertimbangan serta usul-usul kepada pejabat berwenang.Jadi instansi

pertama yang akan menangani kasus-kasus malpraktek etik ialah MKEK cabang atau wilayah.

Masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh MKEK dirujuk ke P3EK Propinsi dan jika P3EK

Propinsi tidak mampu menanganinya maka kasus tersebut diteruskan ke P3EK Pusat.

Begitu juga kasus-kasus malpraktek etik yang dilaporkan kepada propinsi, diharapkan

dapat diteruskan lebih dahulu ke MKEK Cabang atau Wilayah. Dengan demikian diharapkan

bahwa semua kasus pelanggaran etik dapat diselesaikan secara tuntas.


Tentulah jika sesuatu pelanggaran merupakan malpraktek hukum pidana atau perdata,

maka kasusnya diteruskan kepada pengadilan. Dalam hal ini perlu dicegah bahwa oleh karena

kurangnya pengetahuan pihak penegak hukum tentang ilmu dan teknologi kedokteran

menyebabkan dokter yang ditindak menerima hukuman yang dianggap tidak adil.

BAB III

PENUTUP

Perawat dihadapkan pada suatu situasi untuk mengidentifikasi sejauh mana kebutuhan

dasar seseorang tidak terpenuhi dan berbagai upaya untuk membantu klien dalam memenuhi

kebutuhan dasar. Hal ini dilakukan dalam proses interaksi perawat/klien. Oleh karena objeknya

adalah manusia dalam segala tingkatannya, dan manusia adalah makhluk hidup yang sampai saat

ini belum semua aspeknya terungkap melalui ilmu pengetahuan, berarti pula perawat senantiasa

dihadapkan pada kondisi pekerjaan yang penuh dengan risiko. Oleh karenanya, perawat dituntut

pada tingkat kemampuan profesional agar ia mampu memberikan pelayanan yang berkualitas

dan memuaskan.

Sebagaimana dikemukakan bahwa keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional

yang didasarkan atas ilmu dan kiat keperawatan: Hal ini bermakna bahwa pelayanan

keperawatan yang profesional hanya dapat dimungkinkan bila tenaga keperawatan yang

bertanggung jawab memberikan pelayanan keperawatan. Tenaga keperawatan yang profesional

ditandai dengan pengetahuan yang mendalam dan sistematis, keterampilan teknis dan kiat yang

diperoleh melalui latihan lama dan teliti, serta pelayanan/asuhan pada yang memerlukan
berdasarkan ilmu pengetahuan dan keterampilan teknis tersebut dengan berpedoman pada filsafat

moral yang diyakini, yaitu etika profesi.


DAFTAR PUSTAKA

http://www.bascommetro.com/2009/04/konsep-etika-keperawatan.html

http://www.scribd.com/doc/29336140/ETIKA-KEPERAWATAN

http://denipurnama.blogspot.com/2009/02/etika-keperawatan.html

http://hakikatbintang.blogspot.com/2007/04/malpraktek-medik.html

Anda mungkin juga menyukai