Anda di halaman 1dari 13

Penerapan Good Corporate Governance

PT. Purnama Semesta Alamiah

Transparency

Transparansi dalam praktik Good Corporate Governance merupakan keterbukaan dalam


melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi
materiil dan relevan mengenai perusahaan. Prinsip transparansi ini berkaitan dengan kualitas
informasi yang disampaikan perusahaan. Namun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui
wawancara dapat disimpulkan secara keseluruhan bahwa penerapan Good Corporate Governance
pada PT. Purnama Semesta Alamiah sudah sesuai dengan prinsip transparansi.Namun ada kalanya
karyawan bekerja kadang tidak sesuai dengan SOP karena tidak adanya SOP yang tertulis secara
jelas.Dengan demikian perlu menjadi perhatian manajemen untuk memperbaiki hal negatif yang
masih terjadi dan menghambat terwujudnya Good Corporate Governance yang efektif.

Accountability

Akuntabilitas dalam praktik Good Corporate Governance menggambarkan kejelasan fungsi, struktur,
sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana
secara efektif.Namun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melaluiwawancara dapat
disimpulkan secara keseluruhan bahwa penerapan Good Corporate Governance pada PT. Purnama
Semesta Alamiah sudah sesuai dengan prinsip akuntabilitas, hanya saja kode etik yang ada tidak dapat
berfungsi secara efektif karena masih adanya pelanggaran kode etik yang ditolerir. Terdapat juga
kekurangan dalam struktur perusahaan dengan tidak adanya RUPS dalam struktur perusahaan juga
dalam halnya posisi dewan komisaris seharusnya sejajar dengan dewan direktur.Dengan demikian
perlu menjadi perhatian manajemen untuk memperbaiki hal negatif yang masih terjadi dan
menghambat terwujudnya Good Corporate Governance yang efektif.

Responsibility

Prinsip ini merupakan bentuk pertanggung jawaban seluruh internal stakeholders (Business Owner/
RUPS, Komisaris dan Direksi, Karyawan) kepada para eksternal stakeholders lainnya. Berdasarkan
pedoman GCG diketahui bahwa prinsip dasar dari pertanggungjawaban adalah perusahaan harus
mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat
dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat
pengakuan sebagai good corporate citizen. Namun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
melalui wawancara dapat disimpulkan secara keseluruhan bahwa PT Purnama Semesta Alamiah telah
menaati undang-undang di antaranya undang-undang perpajakan, perlindungan konsumen,
ketenagakerjaan, persaingan usaha, dan lingkungan hidup. Dengan mematuhi kelima undang-undang
ini, maka perusahaan dapat dikatakan telah menjalankan prinsip responsibilitas.

Independency

Kemandirian dalam praktik Good Corporate Governance menggambarkan keadaan dimana


perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak
manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsipprinsip korporasi
yang sehat.Namun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui wawancara dapat disimpulkan
secara keseluruhan bahwa sejauh ini PT. Purnama Semesta Alamiah tidak memiliki jasa konsultan
dari luar perusahaan.Perusahaan ini merupakan perusahaan keluarga yang dikelola oleh eksekutif
profesional yang berasal dari luar lingkaran keluarga, namun untuk jabatan seperti komisaris dan
direktur masih diisi oleh bagian anggota keluarga.Pihak anggota keluarga yang tidak ikut ambil
bagian dalam perusahaan tidak berpengaruh dalam pengambilan keputusan.Terdapat salah satu
jabatan dalam perusahaan yang dikelola oleh anggota keluarga dimana peran anggota keluarga
tersebut terlalu mendominasi bagi pengaruh perusahaan.

Fairness

Dalam melaksanakan pelaksanaan Good Corporate Governance, perusahaan harus senantiasa


memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas
kewajaran dan kesetaraan.Kewajaran disini berkaitan dengan keadilan dan kesetaraan di dalam
memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.Namun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui wawancara dapat
disimpulkan secara keseluruhan bahwa PT. Purnama Semesta Alamiah memiliki peraturan yang
mengatur tentang hak-hak pemegang saham dan PT. Purnama Semesta Alamiah cukup baik dalam
menjalankan prinsip kewajaran kepada pemegang saham maupun karyawannya, hal dapat membantu
dalam menciptakan Good Corporate Governance yang efektif.

PT BUKIT ASAM

1. Transparansi.
Melalui prinsip ini, PTBA menjamin keterbukaan informasi material dan relevan mengenai
kinerja, kondisi keuangan dan informasi lainnya secara jelas, akurat, memadai dan dapat
diperbandingkan, tepat waktu dan mudah diakses oleh pemangku kepentingan. Informasi
berupa Laporan Keuangan Tahunan dan Rencana Pengembangan dapat diakses melalui
website www.ptba.co.id
2. Akuntabilitas
Prinsip ini merujuk kepada kewajiban individu maupun organ kerja di dalam PTBA. Hal ini
berkaitan dengan pelaksanaan wewenang yang dimiliki dan pelaksanaan tanggungjawab yang
dibebankan oleh Perusahaan kepadanya. Akuntabilitas meliputi akuntabilitas individu,
kelompok dan korporat (Perusahaan).
3. Tanggungjawab.
Prinsip ini diterapkan di PTBA dengan mematuhi peraturan yang berlaku, pengelolaan
lingkungan dan lahan bekas lahan tambang, menjalankan tanggungjawab sosial perusahaan
atau corporate social responsibility (CSR) kepada karyawan. Karyawan dipandang sebagai
mitra strategis utama dan tanggungjawab perusahaan dijalankan melalui pembinaan,
peningkatan kompetensi dan pemberian remunerasi yang sebanding dengan pekerjaan yang
dilakukan oleh karyawan. Hal ini juga mencakup pelaksanaan kewajiban timbal balik
terhadap para mitra bisnis.
4. Independensi
Prinsip ini diterapkan PTBA melalui penyusunan dan penerapan code of conduct dan
pengaturan transaksi maupun rencana investasi yang mengandung atau berpotensi memiliki
benturan kepentingan. Dengan prinsip ini bisnis dapat berjalan dengan baik.
5. Kewajaran.
Asas kewajaran diterapkan dalam memperlakukan seluruh pemangku kepentingan secara
berimbang antara hak dan kewajiban yang diberikan kepada dan oleh PTBA. Selain itu,
PTBA memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan pegawai, berkarir dan
menjalankan tugasnya tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender dan kondisi
fisik.
Pelanggaran TARIF

ENRON

Dalam kode GCG ini, NCG mengemukakan lima prinsip GCG, yaitu:

Transparansi (transparency)

Pembentukan SPE dengan tujuan melebih-lebihkan laba, meningkatkan kas dan


menyembunyikan utang, menutup-nutupi kerugian terhadap investasi saham Enron pada
perusahaan lain
Memberikan informasi kinerja perusahaan yang menyesatkan kepada investor dan karyawan
sehingga investor dan karyawan membeli saham Enron dalam jumlah besar pada saat harga
saham Enron tinggi, sebelum anjloknya harga saham.
Tidak memasukan transaksi SPE dalam Laporan Konsolidasi Enron, sehingga angka yang ada
dalam neraca tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya.
Penghancuran dokumen terkait SPE sebanyak lebih dari 1 ton kertas dengan tujuan menutup-
nutupi kebenaran dan menghambat penyidikan

Akuntabilitas (accountability)

Dalam skandal Enron, pihak manajemen tidak mengelola sistem akuntansi yang efektif sehingga
menghasilkan laporan keuangan yang tidak dapat dipercaya, hal ini dapat dicermati pada:

SEC membolehkan buah perusahaan untuk mengeluarkan pencatatan SPE dari laporan
keuangannya. Hal ini diperbolehkan jika terdapat pihak independen yang mempunyai control
atas entitas tujuan tersebut dan apabila pihak independen tersebut memiliki setidaknya 3%
dari seluruh SPE tersebut. Peraturan tersebut kurang tepat, karena seharusnya perusahaan
tidak boleh mengeluarkan pencatatan SPE dari laporan keuangannya. Hal tersebut seharusnya
dilaporkan dalam laporan keuangan konsilidasi yang dimiliki oleh perusahaan induk. Dalam
kasus Enron ini, hal tersebut tidak dicatat dan tidak dilaporkan dalam laporan keuangan
konsilidasi perusahaan induk, ditambah lagi pihak yang memiliki SPE adalah pihak internal
Enron.
Melakukan skema prabayar, yakni mencatat transaksi prabayar dalam pengiriman energi masa
depan sebagai laba operasi dan arus kas saat ini, bukan sebagai arus kas dari operasi
pembiayaan.
Perhitungan pajak yang salah yaitu mengakui kerugian yang sama sebanyak dua kali dan
mencatatnya sebagai pendapatan; dan merubah dpp aset tak tersusutkan (tidak kena pajak)
menjadi aset tersusutkan (kena pajak)
Melakukan praktik asset light, yaitu menjual aset pembangkin listrik secara langsung atau
menjual kepentingan di dalamnya kepada investor secara lansung, dan mencatat pendapatan
tersebut sebagai laba dari hasil monetizing dan syndicating

Responsibilitas (responsibility)

Skandal Enron memberikan contoh pelanggaran tanggung jawab ini mempunyai dalam berbagai
dimensi, yaitu:

1) Dimensi ekonomi, Enron tidak bertanggungjawab untuk memberian keuntungan ekonomis


bagi para pemangku kepentingan. Dimensi ini juga melanggar prinsip fairness dimana tidak
semua pemangku kepentingan mendapatakan keuntungan ekonomis yang sama bahkan ada yang
dirugikan.
2) Dimensi hukum, tanggung jawab manajemen Enron tidak diwujudkan dalam bentuk ketaatan
terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Enron melakukan ratusan transaksi yang melanggar
hukum, mulai dari konspirasi, penipuan, pemalsuan laporan, insider trading, penipuan pajak,
pencucian uang, dan penipuan sekuritas.

Vinson dan Elkins, pengacara eksternal Enron sudah sudah menyadari adanya risiko tak
terkendali dalam transaksi yang dilakukan Enron, mereka juga telah mengajukan laporan
penjabaran risiko kepada Lay, namun akibat loyalitasnya kepada Lay mereka tetap menyetujui
SPE yang dikelola oleh Faslow dan SPE lain. Padahal dalam etika hukum, pengacara eksternal
memiliki kewajiban etis yang jelas untuk menarik diri dari transaksi di mana klien jelas
melanggar hukum

3) Dimensi moral, artinya sejauh mana wujud tanggung jawab tindakan manajemen tersebut
telah dirasakan keadilannya bagi semua pemangku kepantingan. Selama prinsip fairness tidak
terpenuhi, dimensi moral sulit untuk dipertanggunjawabkan. Selain itu kegiatan perusahaan Enron
tidak menghormati nilai-nilai dasar yang mendasari ketertarikan pemangku kepentingan
(hypernorms) sehingga saat mendekati detik-detik keterpurukan, Enron tidak mendapat dukungan
dari pemangku kepentingan selain dengan cara curang.

4) Dimensi spiritual, artinya sejauh mana tindakan manajemen telah mampu mewujudkan
akuntabilitas diri atau telah dirasakan sebagai bagian dari ibadah sesuai dengan ajaran agama
yang diyakininya. Eksekutif Enron hanya mengejar tujuan lahirian dengan mengabaikan tujuan
spiritual, dengan ini tahap yang dicapai hanya PQ dan IQ saja.

Independensi (independency)

Pelanggaran prinsip ini terjadi pada, sebagai perikut:

Arthur Ardensen menyediakan setidaknya 5 layanan kepada Enron yaitu: (1) sebagai auditor
eksternal yang mengaudit kewajaran laporan keuangan Enron; (2) sebagai Konsultan
akuntansi dan manajemen, termasuk saat transaksi SPE; (3) sebagai penasihat perpajakan; (4)
sebagai internal auditor Enron; (5) sebagai penasihat masalah keuangan. Kelima layanan
tersebut memiliki fungsi yang saling bertabrakan bahkan tumpang tindih hingga
menyebabkan hilangnya objektivitas Arthur Andersen.
Banyaknya auditor Arthur Andersen yang kemudian pindah dan menjabat sebagai eksekutif
Enron, seperti: Richard Causey, Sheron Wattkins, dan staff lainnya
SPE seharusnya dimiliki oleh pihak independen, tetapi SPE yang bertransaksi dengan Enron
adalah bentukan Fastow yang merupakan CFO Enron

Kesetaraan (fairness)

Enron memperlakukan pemangku kepentingannya dengan tidak adil, yaitu:

Karyawan memperkaya diri mereka sendiri tanpa persetujuan Dewan Direksi (Kompensasi
berlebihan).
Konflik kepentingan yang tidak pantas, yaitu adanya Insider Trading dimana Dewan Direksi
menyetujui CFO untuk mengoperasikan dana ekuitas swasta SPE LJM yang melakukan
transaksi bisnis dengan Enron dan meperoleh keuntungan dari biaya Enron.
Kegagalan tugas fidusida Dewan Direksi yaitu: gagal melindungi pemegang saham Enron
dari kegiatan yang tidak adil sehingga merugikan pemegang saham, karyawan, dan rekan
bisnis.
Memanipulas krisis listrik di California dan menerapkan skema prabayar dan menetapkan
harga listrik sangat tinggi sampai 9kali lipat demi keuntungan eksekutif Enron. Hal ini
menyebabkan banyak perusahaan di industri sejenis gulung tikar, pengangguran di California
bertambah, masyarakan kesulitan mendapatkan listrik dan harus membayar mahal untuk itu.
Karyawan diperlakukan tidak adil. Enron mengharuskan dana pensiun karyawannya diubah
dalam bentuk saham. Tujuan Enron adalah menaikan harga saham perusahaan dengan cara
ini. Dan pada saat masa jatuhnya enron, para ekskutif yang terlebih dahulu tahu telah
menjuals ahamnya, sedangkan karyawan hanya dapat menjual saham sampai pada harga 26
sen. Sangat banyak terjadi kerugian pada karyawan. Baik financial maupun moral. Karyawan
Enron banyak yang tidak diterima di perusahaan lain.

PT KATARINA UTAMA

Transparansi (Transparency)

PT Katarina Utama tidak menyampaikan informasi dengan benar, seperti yang telah disampaikan
bahwa Manajemen RINA telah memanipulasi laporan keuangan dengan memasukkan sejumlah
piutang fiktif guna memperbesar nilai aset perseroan dan memperbesar nilai pendapatan sehingga
informasi yang diterima oleh para pemangku kepentingan menjadi tidak akurat yang mengakibatkan
para pemangku kepentingan seperti investor menjadi salah mengambil keputusan. Hal ini
menunjukkan bahwa PT Katarina Utama telah melanggar prinsip Transparansi (Keterbukaan) dalam
penyampaian informasi.

Akuntabilitas (Accountability)

Telah terbukti bahwa Katarina Utama tidak merealisasikan dana hasil IPO sesuai dengan prospektus
perseroan dan melakukan penyelewengan dana, sehingga terjadi ketidak efektifan kinerja perseroan.
Laporan Keuangan yang dihasilkannya pun menjadi tidak akurat dan tidak dapat dipercaya. Hal ini
jelas menjadi bukti bahwa PT Katarina Utama gagal dalam menerapkan prinsip akuntabilitas.

Responsibilitas (Responsibility)

PT Katarina Utama melanggar prinsip Responsibilitas dengan melakukan penyelewengan dana milik
investor publik hasil IPO sebesar Rp 29,04 miliar, manajemen PT Katarina Utama juga tidak
meyelesaikan kewajibannya kepada karyawan dengan membayar gaji mereka,. Berdasarkan informasi
yang diperoleh sebagian besar direksi dan pemangku kepentingan perseroan dikabarkan telah
melarikan diri ke luar negeri. Hal ini jelas menggambarkan bahwa RINA melanggar Prinsip
Responsibilitas.

Independensi (Independency)

Adanya manipulasi laporan keuangan menunjukan bahwa divisi keuangan yang membuat laporan
tersebut tidak independen. Meskipun merupakan bagian internal dari PT Katarina Utama, pihak yang
bertanggungjawab membuat laporan keuangan haruslah membuat laporan keuangan sesuai nilai yang
sebenarnya tanpa manipulasi tanpa terpengaruh pihak manajemen meskipun pihak manajemen
menginginkan adanya manipulasi.

Keadilan (Fairness)

PT Katarina Utama tidak memperlakukan secara adil para pemangku kepentingan, investor tidak
diperlakukan secara adil dan tidak ada keadilan pula bagi karyawan. Hal itu sangat jelas tergambarkan
pada pada pemotongan gaji untuk asuransi jamsostek para karyawan, telah dipaparkan diatas bahwa
para karyawan yang tidak mengikuti asuransi jamsostek gajinya tetap ikut dipotong tanpa alasan yang
jelas.

Selain itu cabang RINA di Medan telah melakukan penutupan secara sepihak tanpa menyelesaikan
hak hak para karyawan dengan tidak membayar gaji sesuai dengan pengorbanan yang telah mereka
berikan kepada PT Katarina Utama, terbukti bahwa manajemen PT Katarina Utama melanggar prinsip
Keadilan.

PELANGGARAN OECD

FYI : PRINSIP-PRINSIP OECD

1. Dasar kerangka tata kelola yang efektif


2. Hak dan perlakuan yang adil untuk pemegang saham dan fungsi kunci kepemilikan
3. Investor institusi, pasar modal dan perantara lainnya
4. Peran pemangku kepentingan dalam tata kelola
5. Transparansi dan Keterbukaan informasi
6. Tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris

PT LAPINDO

Dalam hal tata kelola perusahaan, terdapat prinsip-prinsip OECD 2004, yang menjadi acuan
masyarakat internasional dalam pengembangan corporate governance. Prinsip-Prinsip OECD yang
dilanggar oleh PT Lapindo Brantas, Inc adalah sebagai berikut:

1. Prinsip IV: Peranan Stakeholder dalam Corporate Governance

Dalam prinsip ini, OECD berfokus pada stakeholder atau pemangku kepentingan perusahaan
(masyarakat, pemerintah, karyawan, investor, kreditur, pemasok, dan lain-lain). Prinsip ini terdiri atas
6 sub prinsip. PT Lapindo Brantas, Inc melanggar sub prinsip A dimana perusahaan tidak
menghormati peraturan perundang-undangan yang melindungi para pemangku kepentingan, dimana
dalam hal ini melanggar UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan UU No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi. Selain itu, PT Lapindo Brantas,
Inc juga melanggar Sub prinsip D dimana dalam subprinsip tersebut disebutkan bahwa stakeholder
seharusnya memiliki akses atas informasi yang relevan, cukup, dan dapat diandalkan secara tepat
waktu dan teratur. Namun, PT Lapindo Brantas, Inc tidak memberikan akses untuk mengetahui
informasi yang relevan atas kegiatan operasi perusahaan yang tidak berjalan sesuai dengan standar
operasi pengeboran.

2. Prinsip VI: Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan Direksi

Prinsip yang diuraikan menjadi enam subprinsip ini menyatakan bahwa kerangka tata kelola
perusahaan harus memastikan pedoman strategis perusahaan, monitoring yang efektif terhadap
manajemen oleh dewan, serta akuntabilitas dewan terhadap perusahaan dan pemegang
saham.Menurut prinsip ini, tanggung jawab dewan yang utama adalah memonitor kinerja manajerial
dan mencapai tingkat imbal balik yang memadai bagi pemegang saham. Selain itu, tanggung jawab
lain yang tidak kalah penting adalah memastikan bahwa perusahaan selalu mematuhi ketentuan
peraturan yang berlaku. Dewan juga harus mencegah timbulnya benturan kepentingan dan
menyeimbangkan berbagai kepentingan di perusahaan. Atas dasar tersebut, PT Lapindo Brantas Inc
melakukan pelanggaran pada sub prinsip A dimana dalam sub prinsip ini disebutkan bahwa anggota
dewan harus bertindak berdasarkan informasi yang jelas, dengan itikad yang baik, berdasarkan due
diligence dan kehati-hatian, serta demi kepentingan perusahaan dan pemegang saham. Berdasarkan
subprinsip tersebut direksi PT Lapindo Brantas tidak bertindak sesuai dengan sub prinsip tersebut,
dimana terdapat upaya untuk melakukan penghematan yang dilihat dari tidak dipasangnya casing,
pengeboran yang vertikal, dan persediaan lumpur yang terbatas. Selain itu, PT Lapindo Brantas
melanggar sub prinsip C dimana dewan direksi tidak menetapkan standar etika yang tinggi dan
memperhatikan kepentingan para pemangku kepentingan dengan mengabaikan sejumlah peringatan
yang diberikan dari PT Medco dan ahli-ahli dalam pengeboran tersebut yang menemukan lapisan
lempung bergerak labil, dan apabila ditembus secara vertikal sudah diprediksi akan adanya risiko
ledakan lumpur panas. Namun, hal ini diabaikan oleh PT Lapindo Brantas Inc. Selanjutnya, PT
Lapindo Brantas, Inc melanggar sub prinsip D dimana dewan direksi dan komisaris tidak
menjalankan fungsi-fungsi utamanya. Fungsi-Fungsi utama yang dilanggar komisaris adalah
kurangnya memonitor penerapan dan 7

kinerja perusahaan, serta tidak adanya kebijakan mengenai risiko. Selain itu, komisaris tidak
mengawasi kebijakan direksi dalam menjalankan perseroan. Kemudian, dewan komisaris tidak
memonitor dan mengelola potensi benturan kepentingan dari manajemen dan tidak mengawasi proses
keterbukaan dan transparansi.

PT GAS NEGARA

OECD nomor 5 mengungkapkan transparansi perusahan, bahwa perusahaan harus terbuka mengenai
masalah apapun yang terjadi di perusahaan. Tidak hanya masalah, ekspektasi yang baik dan buruk
pun harus dijelaskan secara terbuka pada pemangku kepentingan perusahaan. Dalam kasus diatas,
PGN menutupi masalah penundaan proyek mereka, yang mana apabila diungkapkan maka akan
menurunkan nilai saham.

PENERAPAN OECD

PT ANTAM

Meletakkan Pondasi yang Kuat Bagi Pengawasan dan Pengelolaan Perusahaan

Antam telah menyusun dengan jelas, serta melakukan pengungkapan dengan jelasdan memadai
mengenai tugas dan tanggung jawab masing-masing dewan komisaris dan direksi, termasuk
keseimbangan wewenang untuk mencegahkewenangan berlebih yang dimiliki individu serta
memungkinan adanya kerangkayang memadai untuk dapat memahami akuntabilitas dan kontribusi
dari dewan komisaris dan direksi serta setiap direktur. Peningkatan dapat dilakukan terkaitdengan
implementasi mekanisme penilaian kinerja manajemen senior, termasuk pengungkapannya.

Membuat Struktur dewan Komisaris dan direksi yang Memberi NilaiTambah

Antam telah memiliki dewan komisaris dandireksi yang secara kolektif, mampuuntuk memenuhi
tanggung jawabnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yangberlaku, serta memberikan
nilai tambah bagiPerusahaan.Peningkatan dapat dilakukan terkait dengan ketepatan waktu perumusan
KPI dan evaluasi pencapaiannya.

Mendorong Pengambilan Keputusan yang etis dan Bertanggung Jawab

Antam telah melakukan usaha yang cukup baik dalam mendorong pengambilankeputusan yang etis
dan bertanggung jawab, dan untuk patuh terhadap kewajibanhukum, serta dengan memperhatikan
ekspektasi yang wajar dari pemangku kepentingan. kami juga mencermati bahwa antam telah
membuat kerangka kerjauntuk mendorong terbentuknya budaya etika dalam organisasi, melalui
pemutakhiran Pedoman Perilaku, pembuatan pernyataan tahunan untuk patuhterhadap pedoman
perilaku dan mekanisme pengaduan.Pedoman perilaku tersediadi portal intranet antam untuk
sosialisasi internal, serta diwebsiteantam untuk sosialisasi eksternal.
Menjaga integritas dalam Pelaporan Keuangan

Antam telah membuat struktur review dan otorisasi yang dirancang untuk memastikan penyajian
wajar dan faktual atas laporan keuangan, melalui pembentukan komite audit yang memiliki peran
yang signifikan dalam melakukan penilaian aspek keuangan, serta dengan keberadaan proses untuk
memastikanindependensi dan kompetensi auditor eksternal.

Melakukan Pengungkapan informasi secara Tepat waktu dan seimbang

Antam telah mengungkapkan posisi dan kinerjakeuangannya dengan seimbang dan tepat waktu.

Menghargai Hak Pemegang saham

Antam telah menyediakan kerangka untuk meningkatkan peran serta pemegangsaham dalam
berkomunikasi dan berpartisipasi dalam rapat mum Pemegang saham, serta akses terhadap informasi
kinerja perusahaan, termasuk informasi keuangan.

Mengetahui dan Mengendalikan risiko

Antam telah membuat kebijakan sistem manajemen risiko dan pengendalianinternal, serta melakukan
identifikasi dan pengendalian risiko usaha yangmaterial. Namun antam masih memerlukan perbaikan
pada struktur yang dapatmendukung implementasi kebijakan tersebut, khususnya terkait dengan risiko
pelaporan keuangan, dikarenakan kerangka kerja untuk memastikan bahwa sistem manajemen risiko
dan pengendalian internalnya yang terkait dengan risiko pelaporan keuangan telah mencukupi dan
beroperasi secara efektif, dalam semuahal yang material saat ini masih dalam tahap pengembangan.

Memberikan remunerasi secara wajar dan Bertanggung jawab

antam telah menyediakan kerangka untuk memastikan bahwa tingkat dankomposisi remunerasi telah
mencukupi dan wajar, serta terkait dengan kinerja,sepanjang hal tersebut tidak melanggar peraturan
perundang-undangan yang berlaku bagi antam sebagai bumn

Pengertian GCG dalam arti luas

1. Forum for Corporate Governance in Indonesia FCGI (2006) tidak membuat definisi
tersendiri tetapi mengambil defini dari Cadbury Commite of Uniter Kingdom, yang kalau
diterjemahkan adalah: seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang
saham pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para
pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu system yang mengarahkan dan mengendalikan
perusahaan.
2. Sukrisno Agoes (2006) mendefinisikan tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu system
yang mengatur hubungan peran dewan komisaris, peran direksi, pemegang saham, dan
pemagku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu
prose sang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya dan penilaian
kinerjanya.
3. Wahyudi Prakarsa (dalam Sukrisno Agoes, 2006) mendefiniskan GCG sebagai: mekanisme
administrative yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris,
direksi, pemegang saham, dan kelompok-kelompok kepentingan yang lain.
ASAS GCG

Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan
disemua jajaran perusahaan. Asas GCG yaitu, transparasi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi,
serta kesetaraan dan kewajaran diperlukan mencapai kinerja yang berkesinambungan dengan tetap
memperhatikan pemangku kepentingan.

Transparansi (Transparency)
Prinsip Dasar, untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan
informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku
kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk menggungkapkan tidak hanya masalah yang
disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan
keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
Pedoman Pokok Pelaksanaan, (1) Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu,
memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan
sesuai dengan haknya, (2) Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi,
misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus,
pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota direksi dan anggota dewan komisaris
beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya yang memiliki benturan
kepentingan, sistem menajemen resiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan
pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadiaan penting yang dapat mempengaruhi
kondisi perusahaan, (3) Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban
untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan undang-undang, rahasia
jabatan, dan hak-hak pribadi, (4) Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proposional
dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.

Akuntabilitas (Accountability)

Prinsip Dasar, perusahaan harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya secara transparan dan
wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan
perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan
lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang
berkesinambungan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan, (1) Perusahan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab
masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi,
sasaran usaha dan strategi perusahaan, (2) Perusahaan harus menyakini bahwa semua organ tugas dan
tanggung jawab, dan perannya dalam melaksanakan GCG, (3) perusahaan harus memastikan adanya
sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan. (4) Perusahaan harus
memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan nilai-nilai
perusahaan, sasaran utama dan strategi perusahaan,serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi
(reward dan Punishment system). (5) Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap
organ perusahaan dan semua karyawan harus berpegangan pada etika bisnis dan pedoman perilaku
(code of cunduct) yang telah disepakati.

(Reponsibility)

Prinsip Dasar, perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan


tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpalihara kesinambungan
usaha dalam jangka panjang dan mendapatkan sebagian good coporate citizen.
Pedoman Pokon Pelaksanaan, (1) Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan
memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan
perusahaan (by laws); (2) Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosialo dengan antara lain
peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama disekitar perusahaan dengan
membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.

Independensi (Independency)

Prinsip Dasar, untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara
independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat
diintervensi oleh pihak lain.
Pedoman Pokok Pelaksanaan, (1) masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya
dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan
kepentingan dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan
secara obyaktif. (2) masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai
dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau
melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain sehingga terwujud sistem pengendalian
internal yang efektif.

Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness)

Prinsip Dasar, dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senatiasa memperhatikan


kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kesetaraan dan
kewajaraan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan, (1) Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku
kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan
serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan
masing-masing; (2) Perusahaan harus memberikan perlakuaan yang setara dan wajar kepada
pemangku kepentingan sesuai dengan maanfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan;(3)
perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan
melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, jender, dan kondisi
fisik.

Teori terkait GCG: di catatan joerdi

Softstructure + contoh

Supaya implementasi tata kelola perusahaan berjalan dengan baik, perlu didukung pedoman-pedoman
atau aturan tertulis yang memuat tentang kebijakan tertentu, praktek dan pengaturan-pengaturan
lainnya yang mengatur perusahaan agar tetap sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, prinsip-prinsip korporasi yang sehat dan etika bisnis yang berlaku umum atau yang disebut
sebagai soft structure GCG. Soft structure gcg akan mengarahkan perusahaan dalam mengatur diri
mereka sendiri atas dasar kepentingan bersama antara pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Beberapa
soft structure GGC, diantaranya adalah :

GCG Code atau GCG Policy: merupakan aturan dasar yang berisi prinsip-prinsip GCG yang menjadi
acuan pokok bagi peraturan-peraturan di bawahnya.

Board Manual: merupakan aturan yang menjadi pedoman bagi Dewan Komisaris dan Direksi dalam
melaksanakan tugas, wewenang, tanggung jawab, hak dan kewajiban baik selaku Dewan maupun
individu. Board Manual ini merupakan salah satu soft structure Good Corporate Governance yang
merupakan penjabaran dari pedoman Tata Kelola Perusahaan (GCG Code) yang mengacu kepada
Anggaran Dasar Perusahaan.

Code of conduct: Aturan yang menjadi pedoman bagi individu perusahaan dalam menjalankan
aktivitas perusahaan sesuai dengan budaya yang diharapkan. merupakan kumpulan komitmen yang
terdiri dari etika bisnis dan etika kerja Pegawai yang disusun untuk mempengaruhi, membentuk,
mengatur dan melakukan kesesuaian tingkah laku sehingga tercapai keluaran yang konsisten yang
sesuai dengan budaya Perusahaan dalam mencapai visi dan misinya. Pedoman Etika Perusahaan
(Code of Conduct) berlaku untuk seluruh individu yang bertindak untuk dan atas nama Perusahaan,
anak perusahaan dan afilliasi yang dibawah pengendalian, pemegang saham serta seluruh stakeholders
atau mitra kerja yang melakukan transaksi bisnis dengan Perusahaan.

Charters : Aturan pokok-pokok pendirian Organ Pendukung Perusahaan dan pelaksanaan tugasnya
sehingga dapat dapat berjalan efektif sesuai dengan tujuan pembentukannya, antara lain Charter
Komite-Komite dibawah supervisi Dewan Komisaris seperti Charters Komite Audit, Charter Internal
Audit, Charter Komite GCG dan lain sebagainya.

SOP (Standard Operating Procedure) : Aturan yang berisi pedoman teknis operasional perusahaan

Soft-Structure Tata Kelola Perusahaan di Indocement terdiri dari, antara lain:


1. Piagam Direksi dan Dewan Komisaris;
2. Pedoman Etika Direktur dan Dewan Komisaris;
3. Kode Etik Karyawan;
4. Pedoman Kepatuhan;
5. Pedoman Komunikasi;
6. Nilai-nilai inti;
7. Elemen Kepemimpinan;
8. Piagam Komite Audit;
9. Piagam Komite Nominasi dan Remunerasi;
10. Piagam Internal Audit;
11. Sistem Pelaporan Pelanggaran;
12. Pedoman Penilaian GCG secara mandiri, berdasarkan Asean CG Scorecard;
13. Kebijakan dan pedoman yang lain yang diadopsi oleh Perseroan.

Profesi Akuntan dalam Organ Perusahaan

Akuntan manajemen dengan berlandaskan pada etika bisnis dan profesi dapat memberikan saran
sesuai dengan fungsi dari akuntansi manajemen yaitu masalah efisiensi, dukungan dalam proses
pengambilan keputusan yang optimal, pengukuran kinerja, perhitungan dan penetapan renumerasi
yang wajar, serta penyiapan strategi yang dapat meningkatkan posisi saing dan tentunya juga kinerja
perusahaan. Selain itu pula akuntan manajemen dapat memberikan bantuan kepada direksi dan dewan
komisaris menyusun dan mengimlementasikan kriteria GCG di perusahaan, membantu menyediakan
data keuangan dan operasi serta data lain yang dapat dipercayai, accountable, akurat, tepat waktu,
obyektif, dan relevan. Selain itu, akuntan manajemen membantu direksi menyusun dan
mengimplementasikan struktur pengendalian intern. Akuntan publik sebagai pihak luar yang
independen dituntut menjunjung tinggi kode etik profesi akuntan publik.

Organ Perusahaan

Organ perusahaan, yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), DewanKomisaris dan
Direksi, mempunyai peran penting dalam pelaksanaan GCG secara efektif. Organ perusahaan harus
menjalankan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku atas dasar prinsip bahwa masing-
masing organ mempunyai independensi dalam melaksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya
semata-mata untuk kepentingan perusahaan.

1. RUPS sebagai organ perusahaan merupakan wadah para pemegang saham untuk mengambil
keputusan penting yang berkaitan dengan modal yang ditanam dalam perusahaan, dengan
memperhatikan ketentuan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan.
2. Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif
untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi serta memastikan
bahwa Perusahaan melaksanakan GCG
3. Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolegial dalam
mengelola perusahaan. Tugas Direktur Utama sebagai primus inter pares adalah
mengkoordinasikan kegiatan Direksi

Organ pendukung :
komite Dewan Komisaris, komite komite Direksi, Sekretaris Perusahaan, dan Internal Audit

Komite Penunjang Dewan Komisaris

a. Komite Audit
Komite Audit bertugas membantu Dewan Komisaris untuk memastikan bahwa: (i) laporan keuangan
disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, (ii) struktur pengendalian
internal perusahaan dilaksanakan dengan baik, (iii) pelaksanaan audit internal maupun eksternal
dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan (iv) tindaklanjut temuan hasil audit
dilaksanakan oleh manajemen.
b. Komite Nominasi dan Remunerasi
Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah,
perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya
digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian
lingkungan, Komite Nominasi dan Remunerasi diketuai oleh Komisaris Independen dan anggotanya
dapat terdiri dari Komisaris dan atau pelaku profesi dari luar perusahaan.
c. Komite Kebijakan Resiko
Komite Kebijakan Risiko bertugas membantu Dewan Komisaris dalam mengkaji sistem manajemen
risiko yang disusun oleh Direksi serta menilai toleransi risiko yang dapat diambil oleh perusahaan.
d. Komite Kebijakan Corporate Governance
Komite Kebijakan Corporate Governance bertugas membantu Dewan Komisaris dalam mengkaji
kebijakan GCG secara menyeluruh yang disusun oleh Direksi serta menilai konsistensi penerapannya,
termasuk yang bertalian dengan etika bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social
responsibility)

Perbedaan Fungsi Komite Nominasi dan Remunerasi


Teori legitimasi dan agency

Teori Legitimasi

Teori legitimasi menegaskan bahwa perusahaan terus berupaya untuk memastikan bahwa mereka
beroperasi dalam bingkai dan norma yang ada dalam masyarakat atau lingkungan dimana perusahaan
berada, dimana mereka berusaha untuk memastikan bahwa aktivitas mereka (perusahaan) diterima
oleh pihak luar sebagai sah (Deegan, 2004 dalam Yuniarti, 2007:36).

Teori legitimasi menyatakan bahwa suatu organisasi hanya bisa bertahan jika masyarakat dimana dia
berada merasa bahwa orgnasasi beroperasi berdasarkan sistem nilai yang sepadan dengan sistem nilai
yang dimiliki oleh masyarakat (Yuliani, 2003:9). Lindblom (1994) dalam Guthrie et al., (2006) dalam
Yuniarti (2007:37) menyarankan perusahaan dapat menggunakan disclosure untuk memperlihatkan
perhatian manajemen terhadap nilai-nilai masyarakat atau untuk mengalihkan perhatian masyarakat
dari pengaruh negatif dari aktivitas perusahaan.

Teori Keagenan

Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak pemberi wewenang
(prinsipal) yaitu investor dengan pihak penerima wewenang (agen) yaitu manajer dalam bentuk
kontrak kerja sama yang disebut nexus of contract. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa
dalam hubungan keagenan terdapat konflik kepentingan antara prinsipal dan agen. Konflik tersebut
terjadi karena kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan prinsipal, sehingga
muncul adanya biaya keagenan (agency cost).

Dalam teori agensi terdapat perbedaan kepentingan ekonomis. Perbedaan kepentingan ini dapat
disebabkan ataupun menyebabkan timbulnya kesenjangan informasi antara pemegang saham
(stakeholders) dan organisasi. Jensen dan Meckling (1976) mengasumsikan bahwa semua individu
bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Pemegang saham sebagai prinsipal diasumsikan hanya
tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka di dalam perusahaan.
Sedangkan para agen diasumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-
syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut.

Etika Bisnis: dicatatan Joerdi

Anda mungkin juga menyukai