Anda di halaman 1dari 29

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

PENYAKIT PARKINSON

Disusun oleh:
Cokorda Gede Bagus Pradnyana Sanjaya, S.Ked (16710021)
I Made Mega Kencana, S.Ked (16710034)

Pembimbing:
dr. Utoyo Sunaryo, Sp.S
dr. Intan Sudarmadi, Sp.S

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD dr. M. SALEH KOTA PROBOLINGGO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA
2017
LEMBAR PENGESAHAN
TINJUAN KEPUSTAKAAN
BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
JUDUL
PENYAKIT PARKINSON

Telah disetujui dan disahkan pada:


Hari :
Tanggal :

Mengetahui,
Dokter Pembimbing Dokter Pembimbing

dr. Utoyo Sunaryo, Sp.S dr. Intan Sudarmadi, Sp.S

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
segala Berkat dan Karunia-Nya tinjuan kepustakaan yang berjudul Penyakit
Parkinson ini dapat diselesaikan. Tinjuan kepustakaan ini merupakan tugas
kepaniteraan klinik dari SMF Saraf di RSUD dr. Moh. Saleh Probolinggo.
Dalam menyelesaikan tinjuan kepustakaan ini, tentu tak lepas dari bantuan
berbagai pihak, maka tak lupa saya ucapkan terimakasih kepada:
1. dr. Utoyo Sunaryo, Sp.S sebagai kepala bagian kepaniteraan klinik SMF
Saraf di RSD dr. Moh. Saleh Probolinggo.
2. dr. Intan Sudarmadi, Sp.S sebagai pembimbing kepaniteraan klinik SMF
Saraf di RSD dr. Moh. Saleh Probolinggo.
3. Teman teman sejawat dan berbagai pihak yang telah membantu
menyelesaikan tinjuan kepustakaan ini.
Penulis telah berupaya semaksimal mungkin untuk menyelesaikan tinjuan
kepustakaan ini, namun penulis sadar bahwa tinjuan kepustakaan ini masih jauh
dari sempurna, sehingga kritik dan saran akan selalu saya terima dengan senang
hati demi mencapai kesempurnaan. Atas perhatiannya penulis ucapkan
terimakasih.

Probolinggo, Juli 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i


Kata Pengantar ... ii
Daftar Isi iii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan . 2
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi 3
2.2 Epidemiologi ... 3
2.3 Etiologi 3
2.4 Patofisiologi . 4
2.5 Faktor Risiko ... 6
2.6 Klasifikasi ........ 8
2.7 Manifestasi Klinis 9
2.8 Diagnosis ..... 13
2.9 Diagnosis Banding . 15
2.10Penatalaksanaan . 15
2.11Prognosis . 23
2.12Komplikasi ... 23
BAB III Kesimpulan 24
Daftar Pustaka .... 25

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif ke 2 paling
sering dijumpai setelah penyakit Alzheimer. Berbagai gejala penyakit Parkinson,
antara lain tremor waktu istirahat, telah dikemukakan sejak Glen tahun 138-201,
bahkan berbagai macam tremor sudah digambarkan tahun 2500 sebelum masehi
oleh bangsa India. Namun Dr. James Parkinson pada tahun 1817 yang pertama
kali menulis deskripsi gejala penyakit Parkinson dengan rinci dan lengkap kecuali
kelemahan otot sehingga disebutnya paralysis agitans. 1 James Parkinson,
merupakan seorang ahli bedah dan apoteker Inggris menerbitkan deskripsi formal
pertama tentang gejala penyakit Parkinson pada tahun 1817 dalam "An essay on
the shaking palsy".2 Kemudian, ahli saraf Prancis Jean-Martin Charcot memuji
temuan Dr. Parkinson dengan mengacu pada penyakit ini sebagai "La Maladie de
Parkinson.3
Kebanyakan orang yang mengalami gejala penyakit Parkinson dimiliki
kadang kala setelah usia 50, tapi penyakit Parkinson juga bisa mempengaruhi
orang yang lebih muda. Ada sekitar 1 juta orang Amerika yang tinggal dengan
penyakit Parkinson dan Lebih dari 10 juta orang di seluruh dunia. Penyakit
Parkinson mempengaruhi sekitar 1,5 juta orang di Amerika Serikat, 1,7 juta orang
di China dan 4 juta orang di seluruh dunia dengan sekitar 1% sampai 2% populasi
global berusia di atas 60 tahun dan 4% dari mereka yang lebih tua dari 80 tahun
dengan insiden tahunan 16 - 19 kasus per 100.000. Di Indonesia sendiri, dengan
jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000
penderita.4,5
Peran dokter umum sebagai praktisi kesehatan sudah diatur dalam standar
kompetensi terhadap penyakit Parkinson yakni 3A, dimana seorang dokter umum
diharapkan mampu untuk menegakkan diagnosis dan melakukan penatalaksanaan
awal sebelum dirujuk sebagai kasus emergensi.8
2

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dan patofisiologi penyakit Parkinson?
2. Bagaimana klasifikasi dan manifestasi klinis penyakit Parkinson?
3. Bagaimana penatalaksanaan, prognosis, dan komplikasi penyakit
Parkinson?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dan patofisiologi penyakit Parkinson.
2. Mengetahui klasifikasi dan manifestasi klinis penyakit Parkinson.
3. Mengetahui penatalaksanaan, prognosis, dan komplikasi penyakit
Parkinson.

BAB II
3

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit Parkinson atau yang biasa disebut dengan sindrom Parkinson
mencakup berbagai kondisi dengan beragan etiologi dengan gejala klinik yang
serupa atau hampir serupa. Kriteria untuk mengklasifikasikannya ke dalam
sindrom Parkinson adalah rigiditas, tremor dan bradikinesia. Gejala gejala ini
dapat pula dicetuskan oleh penyakit neurologis yang krois bahkan oleh karena
penggunaan obat obat tertentu. Johnson dan kawan kawan telah mengemukakan
bahwa apabila ditemukan 2 dari 4 gejala berikut sekurang kurangnya maka
diagnosis penyakit Parkinson apat ditegakkan.11

2.2 Epidemiologi
Penyakit Parkinson merupakan salah satu kelumpuhan yang paling
umum di Amerika Serikat. Penyakit tersebut terjadi pada satu dari setiap
seratus orang yang berusia lebih dari 60 tahun dan lebih mempengaruhi pria
daripada wanita. Secara kasar 60.000 kasus baru didiagnosis tiap tahun di
Amerika Serikat, dan insidensnya diprediksikan akan meningkat seiring
pertambahan usia populasi. Penyakit Parkinson menyerang penduduk dari
berbagai etnis dan status sosial ekonomi. Penyakit Parkinson diperkirakan
menyerang 876.665 orang Indonesia dari total jumlah penduduk sebesar
238.452.952. Total kasus kematian akibat penyakit Parkinson di Indonesia
menempati peringkat ke-12 di dunia atau peringkat ke-5 di Asia dengan prevalensi
mencapai 1100 kematian pada tahun 2002.6

2.3 Etiologi11
Sekitar 90% kasus Parkinsonisme merupakan Parkinson disease (PD).
Sebagian besar PD adalah sporadik tanpa etiologi yang jelas dan sekitar 5-10 %
kasus memiliki etiologi genetik. Bentuk genetik PD lebih banyak ditemukan pada
PD yang onsetnya pada usia muda. Kombinasi berbagai faktor seperti toksin,
4

suspektibilitas genetik, proses penuaan bisajadi berpengaruh terhadap kasus PD


yang bersifat sporadik.
Terdapat berbagai hipotesis yang diduga menjadi etiologi PD primer
diantaranya adalah infeksi oleh virus yang nonkonvensional (belum diketahui),
reaksi abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat toksik
yang belum diketahui, terjadinya penuaan yang premature atau cepat. Dua
hipotesis yang disebut juga sebagai mekanisme degenerasi neuronal pada penyakit
Parkinson adalah hipotesis radikal bebas dan hipotesis neurotoksin.

2.4 Patofisiologi12
Patofisiologi Parkinson juga dapat digambarkan berupa meningkatnya jalur
Indirect pada basal ganglia. Diketahui bahwa ada 2 jalur pada basal ganglia yaitu
direct pathway dan indirect pathways. Dopamine bekerja untuk mengaktivasi
direct pathway dan menghambat indirect pathway, sedangkan pada Parkinson
tidak terjadi mekanisme tersebut.
Kelainan utama pada penyakit Parkinson yang idiopatik maupun pada
postensefalitik adalah hilangnya sel-sel berpigmen di substansia nigra dan nukleus
berpigmen lainnya (locus ceruleus, nukleus motorik dorsalis vagus). Dengan
berkurang atau hilangnya sel-sel neuron dopaminergik di substansia nigra, akan
mengakibatkan hilangnya neuron dopaminergic nigro-striatum.
Dalam keadaan normal, neuron ini memproduksi Dopamin. Dopamin
merupakan neurotransmitter yang berperan dalam transmisi sinyal untuk kontrol
dan koordinasi gerakan motorik halus. Kerusakan sel-sel neuron substansia nigra
menyebabkan berkurangnya produksi dopamin sehingga akan mengganggu fungsi
motorik.
Penyebab kerusakan belum jelas diketahui. Diduga terdapat 4 mekanisme
kematian sel yang menimbulkan degenerasi neuron yaitu stress oksidatif, toksin
dari lingkungan, predisposisi genetik dan percepatan penuaan. Pada stress
oksidatif diduga menyebabkan kematian sel neuron secara langsung.
Toksin lingkungan seperti Sianida, CO, pestisida, obat neuroleptik
menyebabkan gangguan metabolisme sel neuron dopaminergik secara selektif
5

sehingga pada akhirnya menimbulkan degenerasi sel. Terdapat beberapa gen yang
diduga berhubungan dengan penyakit ini yaitu gen yang mengkode protein
parkin pada kromosom 6. Mutasi pada gen tersebut menyebabkan Parkinsonism
secara autosomal resesif. Onset terjadi sebelum usia 40 tahun dan progresivitas
berjalan lambat. Selain itu terdapat juga gen untuk protein alphasynuclein pada
kromosom 4 yang diduga berhubungan dengan terjadinya penyakit Parkinson.
Pada penyakit Parkinson, terjadi percepatan degenerasi neuron dopaminergik
oleh sebab yang belum diketahui sehingga menimbulkan gejala klinik. Berbagai
keadaan tersebut menimbulkan destruksi sel-sel neuron melanin penghasil
dopamin pada pars kompakta substansia nigra sehingga secara makroskopis
terhadi depigmentasi. Secara mikroskopis, terjadi pengurangan jumlah sel neuron
melanin, dimana sel-sel yang tersisa mengandung badan-badan inklusi eosinofilik
di sitoplasma yang dikelilingi oleh halo sehingga disebut sebagai Lewy bodies.
Gejala-gejala motorik yang terjadi pada penyakit Parkinson disebabkan oleh
gangguan dalam sirkuit motorik ganglia basalis talamokortikal. Sinyal-sinyal
dari korteks cerebri akan diproses melalui ganglia basalis-talamokortikal dan
kembali ke area yang sama melalui mekanisme feedback. Ada dua jalur di jaras
tersebut, yaitu jalur direk dan jalur indirek. Pada jalur direk, striatum secara
langsung menghambat globus palidus pars interna dan substansia nigra pars
reticulata. Pada jalur indirek, inhibisi oleh striatum ke glonbus palidus pars interna
dan substansia nigra pars reticulata terjadi melalui hambatan ke globus palidus
pars externa dan nucleus subtalamus.
Jaras nigro-striatal ini berperan penting dalam mengatur fungsi gerakan halus.
Untuk fungsi yang normal, perlu ada keseimbangan antara komponen
dopaminergik yang menghambat dengan sistem kolinergik yang mengeksitasi.
Dopamin disekresikan dari neuron-neuron nigrostriatal (substansia nigra pars
kompakta) untuk mengaktivasi jalur direk dan menghambat jalur indirek.
Gejala Parkinson timbul bila terdapat disproporsi fungsional antata kedua
komponen (inhibisi dan eksitasi) dimana hasil akhirnya terjadi penurunan
dopamin di striatum sehingga terjadi peningkatan efek inhibisi ke globus palidus
secara direk maupun indirek. Peningkatan efek inhibisi di jalur talamokortikal
6

tersebut menyebabkan penekanan pada gerakan sehingga gerakan menjadi


lamban, sulit, gerakan asosiatif berkurang, gerakan spontan berkurang.

Gambar 2.1: Lewy Body di sitoplasma dari sel neuron substansia nigra

2.5 Faktor Risiko13


Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra.
Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki
(involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan
yang tidak disadarinya. Mekanis-me bagaimana kerusakan itu belum jelas benar.
Beberapa hal yang diduga bisa menyebabkan Parkinson adalah sebagai berikut:
1. Usia
Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200
dari 10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi
mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada
substansia nigra, pada penyakit Parkinson.
2. Geografi
Di Libya 31 dari 100.000 orang, di Buinos aires 657 per 100.000 orang.
Faktor resiko yang mempengaruhi perbedaan angka secara geografis ini
termasuk adanya perbedaaan genetik, kekebalan terhadap penyakit dan
paparan terhadap faktor lingkungan.
3. Genetik
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit
Parkinson. Yaitu mutasi pada gen -sinuklein pada lengan panjang
7

kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism autosomal


dominan. Pada pasien dengan autosomal resesif Parkinson, ditemukan delesi
dan mutasi point pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6. 4 Selain itu juga
ditemukan adanya disfungsi mitokondria.
4. Faktor Lingkungan
a. Xenobiotik
Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menmbulkan
kerusakan mitokondria.
b. Pekerjaan
Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan
lama.
c. Infeksi
Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor
predesposisi penyakit Parkinson melalui kerusakan substansia nigra.
Penelitian pada hewan menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra
oleh infeksi Nocardia astroides.
d. Diet
Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah
satu mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit Parkinson.
Sebaliknya,kopi merupakan neuroprotektif.
e. Trauma kepala
Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit Parkinson, meski
peranannya masih belum jelas benar
f. Stress dan depresi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala
motorik. Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit Parkinson
karena pada stress dan depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin
yang memacu stress oksidatif.

2.6 Klasifikasi
Pada umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, tetapi
harus diusahakan menentukan jenisnya untuk mendapat gambaran tentang
etiologi, prognosis dan penatalaksanaannya.
1. Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis agitans
8

Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya


belum jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus Parkinson termasuk jenis ini.
Etiologi belum diketahui, masih belum diketahui. Terdapat beberapa
dugaan, di antaranya ialah: infeksi oleh virus yang non -konvensional
(belum diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah umum,
pemaparan terhadap zat toksik yang belum diketahui, terjadinya
penuaan yang prematur atau dipercepat.
2. Parkinsonismus sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis,
sifilis meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced, misalnya golongan
fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain yang merupakan obat-
obatan yang menghambat reseptor dopamin dan menurunkan cadangan
dopamin misalnya perdarahan serebral petekial pasca trauma yang
berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid
dan kalsifikasi.
3. Sindrom paraParkinson (Parkinson plus)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran
penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada Progressive supranuclear
palsy, Multiple system atrophy, degenerasi kortikobasal ganglionik,
sindrom demensia, Hidrosefalus normotensif, dan Kelainan herediter
(Penyakit Wilson, Penyakit Huntington, Perkinsonisme familial dengan
neuropati peripheral). Klinis khas yang dapat dinilai dari jenis ini
pada penyakit Wilson (degenerasi hepato lentikularis), hidrosefalus
normotensif, sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, atropi palidal
(Parkinsonismus juvenilis).

2.7 Manifestasi Klinis


9

Gambar 2.2: Gambaran klinis penyakit Parkinson

1. Rigiditas
Mungkin hanya terbatas pada satu kelompok otot dan terutama
unilateral atau dapat menyebar dan bilateral. Parkinsonisme menurunkan
kekuatan dan menurunkankecepatan otot, dan merupakan faktor utama
dalam terjadinya deformitas akibat sindrom ini. Gejala pasif yang
melibatkan ekstrimitas atau trunkus mengalami resistensi traffylike yang
relatif stabil melalui kisaran gerakan. Parkinsonisme telah dibandingkan
dengan pipa saluran yang ditekuk sehingga kadang disebut rigiditas pipa
saluran. Catches sering timbul selama gerakan pasif, menyebabkan
karakter roda pedati atau rachetlike pada rigiditas yang disebut rigiditas
roda pedati. Otot fleksor maupun ekstensor berkontraksi kuat(tonus
meningkat), mengindikasikan adanya gangguan kontrol pada kelompok
otot yang bersebrangan.
Jika rigiditas melibatkan trunkus, rigiditas itu bertanggungjawab
terhadap gaya berjalan dan masalah posisi tubuh akibat Parkinson. Pasien
membungkuk ketika mereka berdiri sehingga dagu maju jauh ke depan
daripada ibu jarinya. Mereka berjalan sambil menyeret kakinya terburu-
buru, langkah yang semakin cepat bila tersandung ke depan dan mencoba
untuk cepat mengembalikan kaki mereka pada keadaan semula (festinating
gait).14,15,16
2. Tremor
Akibat Parkinsonisme timbul pada saat istirahat dan disebut tremor
istirahat. Ketika otot menegang untuk melakukan tindakan yang bertujuan,
biasanya tremor akan berhenti. (sekitar sepertiga pasien mengalami tremor
10

yang hebat bersamaan dengan tremor istirahat, namun seperti yang telah
disebutkan, tremor hebat biasanya berkaitan dengan disfungsi serebelum).
Tremor yang melibatkan tangan dijelaskan sebagai pill rolling dan
mengakibatkan gerakan ritmis ibu jari pertama dan kedua. Tremor adalah
akibat dari kontraksi bergantian yang regular (4 hingga 6 siklus per detik)
pada otot yang berlawanan. Tremor sepertinya akan memburuk jika pasien
lelah, di bawah tekanan emosi, atau terfokus pada tremor. Dasar tremor
tidak jelas. Degenerasi ganglia basalis menyebabkan hilangnya pengaruh
inhibitor dan menigkatkan timbal balik berbagai sirkuit yang berakibat
dalam osilasi. Tidak semua pasien memiliki tremor yang jelas. Bila pasien
secara tidak sengaja mengalami kejadian serebrovaskular (CVA, stroke)
dan timbul hemiplegia, tremor akan hilang pada bagian yang paralisis.
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian
sehingga tanda akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi
serba lambat. Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada
tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju,
langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga
penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu. Wajah menjadi
tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil,
refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur.14
3. Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif
misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat
mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi
lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta
mimik dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti
topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah
sehingga ludah sering keluar dari mulut.14,15,16
4. Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa
kasus hal ini merupakan gejala dini, berjalan dengan langkah kecil
menggeser dan makin menjadi cepat (marche a petit pas), stadium lanjut
11

kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung


melengkung bila berjalan.14
5. Sering pula terjadi bicara monoton karena bradikinesia dan rigiditas otot
pernapasan, pita suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau
mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara halus ( suara
bisikan ) yang lambat.14
6. Demensia, adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya
dengan deficit kognitif. Gangguan Behavioral, lambat-laun menjadi
dependen ( tergantung kepada orang lain ), mudah takut, sikap kurang
tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat
(bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal
diberi waktu yang cukup, dan gejala lain yaitu kedua mata berkedip-kedip
pada pengetukan diatas pangkal hidungnya (tanda Myerson positif). 14,15,16

Ada pula gejala non motorik yaitu:


1. Disfungsi otonom
a. Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama
inkontinensia, dan adanya hipotensi ortostatik.
b. Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
c. Pengeluaran urin yang banyak
d. Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya
hasrat seksual, perilaku, orgasme.
2. Gangguan afek penderita sering mengalami depresi
3. Ganguan kognitif, lamban menanggapi rangsangan
4. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
5. Gangguan sensasi,
a. kepekaan kontras visual lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan
warna
b. penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh
hypotension orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk
melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan
posisi badan
c. berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra penciuman ( microsmia atau
anosmia).
12

Gambaran tambahan Parkinsonisme adalah:


1. Gangguan okulomotorius: Pandangan yang kabur bila melihat suatu titik
akibat ketidakmampuan untuk mempertahankan kontraksi otot okular. Gejala
ini seringkali tidak dapat dibedakan dari gejala awal gangguan gerak
neurodegeneratif yang jarang terjadi dan secara terpisah disebut palsi
supranuklear progressive (PSP).
2. Krisis okuligirik: spasme otot mata untuk berkonjugasi dengan mata yang
terfiksasi biasanya pada pandangan ke atas, selama beberapa menit hingga
beberapa jam; berkaitan dengan Parkinsonisme yang berasal dari eksogen,
seperti penggunaan obat atau pascaensefalitis.
3. Kelelahan dan nyeri otot yang akibat rigiditas.
4. Hipotensipostural akibat efek samping pengobatan
5. Gangguan fungsi pernapasan yang berkaitan dengan hipoventilasi, aspirasi
makanan atau saliva, dan berkurangnya bersihan jalan napas.

2.8 Diagnosis
Diagnosis penyakit Parkinson yang akurat bergantung pada pemeriksaan
klinis dan tinjauan menyeluruh tentang sejarah pasien. Ketidakpastian tes
laboratorium atau pencitraan yang tersedia untuk mengkonfirmasi Diagnosis
sampai post-mortem. Ada tingkat kesalahan yang tinggi dalam diagnosis penyakit
Parkinson (24-35% kasus terdiagnosis positif palsu) karena kurangnya tes
laboratorium atau pencitraan definitif untuk memastikan diagnosa. Bukti
menunjukkan bahwa tingkat kesalahan adalah 47% di perawatan primer
dibandingkan dengan 6-8% pada perawatan tersier dan, karena itu, jika penyakit
Parkinson dicurigai pasien harus dirujuk (Sebaiknya tidak diobati) ke klinik
gangguan pergerakan untuk diagnosa.3
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pada setiap kunjungan penderita:
1. Tekanan darah diukur dalam keadaan berbaring dan berdiri, hal ini untuk
mendeteksi hipotensi ortostatik.
13

2. Menilai respons terhadap stress ringan, misalnya berdiri dengan tangan


diekstensikan, menghitung surut dari angka seratus, bila masih ada tremor
dan rigiditas yang sangat, berarti belum berespon terhadap medikasi.
3. Mencatat dan mengikuti kemampuan fungsional, disini penderita disuruh
menulis kalimat sederhana dan menggambarkan lingkaran-lingkaran
konsentris dengan tangan kanan dan kiri diata kertas, kertas ini disimpan
untuk perbandingan waktu follow up berikutnya.
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan EEG dapat menunjukkan perlambatan yang progresif dengan
memburuknya penyakit. CT-scan otak menunjukkan atrofi kortikal difus
dengan melebarnya sulsi dan hidrosefalus eks vakuo pada kasus lanjut.
Selain dengan metode tersebut, untuk mendiagnosis penyakit Parkinson, dapat
dilakukan berdasar pada beberapa kriteria, yakni:
1. Secara klinis
a. Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik: tremor,
rigiditas, bradikinesia, atau
b. 3 dari 4 tanda motorik: tremor, rigiditas, bradikinesia dan
ketidakstabilan postural.
c. Gejala klinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosa alternatif,
terdiri dari:
1) Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama
2) Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada 3 tahun
pertama
3) Halusinasi (tidak ada hubungan dengan pengobatan) dalam 3
tahun pertama
4) Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama. Kriteria
diagnosis yang dipakai di indonesia adalah kriteria Hughes
(1992):
a) Diagnosis possible: terdapat paling sedikit 2 dari gejala
kelompok A dimana salah satu diantaranya adalah tremor
atau bradikinesia dan tak terdapat gejala kelompok B, lama
14

gejala kurang dari 3 tahun disertai respon jelas terhadap


levodopa atau dopamine agonis.
b) Diagnosis probable: terdapat paling sedikit 3 dari 4
gejala kelompok A, dan tidak terdapat gejala dari
kelompok B, lama penyakit paling sedikit 3 tahun dan
respon jelas terhadap levodopa atau dopamine agonis.
c) Diagnosis pasti: memenuhi semua kriteria probable dan
pemeriksaan histopatologis yang positif.
Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit
dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (1967) yaitu:
1. Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan,
terdapat gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan,
biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul
dapat dikenali orang terdekat (teman).
2. Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal,
sikap/cara berjalan terganggu
3. Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu
saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
4. Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk
jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri,
tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya
5. Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak
mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:
1. EEG (Elektroensefalografi)
Melalui pemeriksaan EEG, diharapkan akan idapatkan perlambatan dari
gelombang listrik otak yang bersifat progresif.
2. CT Scan Kepala
Melalui pemeriksaan CT Scan kepala, diharapkan akan didapatkan
gambaran terjadinya atropi kortikal difus, dengan sulki melebar, dan
hidrosefalus eks vakuo.
15

3. Laboratorium
Gula darah puasa dan 2 jam pp, kolesterol total, HDL, LDL, Trigliserida,
BUN, Kreatinin, Albumin.
4. Foto X-Ray Thorax
5. Elektrokardiografi

2.9 Diagnosis Banding


1. Ekstrapiramidal syndrome
2. Tremor metabolik
3. Tremor essensial hipertiroid
4. Tremor psikogenik

2.10 Penatalaksanaan
Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif yang berkembang
progresif dan penyebabnya tidak diketahui, oleh karena itu strategi
penatalaksanaannya adalah 1) terapi simtomatik, untuk mempertahankan
independensi pasien, 2) neuroproteksi dan 3) neurorestorasi, keduanya untuk
menghambat progresivitas penyakit Parkinson. Strategi ini ditujukan untuk
mempertahankan kualitas hidup penderitanya.

1. Terapi farmakologik9,10
a. Obat pengganti dopamine (Levodopa, Carbidopa)
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit Parkinson. Di
dalam otak levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah
menjadi dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino
dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari
L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di
sembarang tempat, mengakibatkan efek samping yang luas. Karena
mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen.
Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor, membantu
mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik.
16

Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan.


Penderita penyakit Parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya
secara normal. Obat ini diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan
efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya.
Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai
memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak
mengganggu, sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini
mengingat bahwa efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu
pemakaiannya. Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan memasuki
susunan saraf pusat dan mengalami perubahan ensimatik menjadi dopamin.
Dopamin menghambat aktifitas neuron di ganglia basal.
Efek samping levodopa dapat berupa:
1) Neusea, muntah, distress abdominal
2) Hipotensi postural
3) Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita
yang berusia lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik
dopamine pada system konduksi jantung. Ini bisa diatasi dengan obat
beta blocker seperti propanolol.
4) Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan anggota
gerak, leher atau muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang
berespon baik terhadap terapi levodopa. Beberapa penderita
menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggu karena penderita
tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi terhenti, membeku,
sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.
5) Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal
dan ureum darah yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang
terjadi pada terapi levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia
yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh.
Respon penderita yang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin
berkurang. Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal pemberian
17

diatur dan ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obat-


obat yang memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis,
COMT inhibitor atau MAO-B inhibitor.
b. Agonis Dopamin
Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax),
Pramipexol (Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid
dianggap cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja
dengan merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga
menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang
selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson.
Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami
serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis
tinggi. Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan
setiap hari dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik.
Efek samping obat ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia, edema
kaki, mual dan muntah.
c. Antikolinergik
Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan menghambat
aksi neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini mampu
membantu mengoreksi keseimbangan antara dopamine dan asetilkolin,
sehingga dapat mengurangi gejala tremor. Ada dua preparat antikolinergik
yang banyak digunakan untuk penyakit Parkinson , yaitu thrihexyphenidyl
(artane) dan benztropin (congentin). Preparat lainnya yang juga termasuk
golongan ini adalah biperidon (akineton), orphenadrine (disipal) dan
procyclidine (kamadrin).
Efek samping obat ini adalah mulut kering dan pandangan kabur. Sebaiknya
obat jenis ini tidak diberikan pada penderita penyakit Parkinson usia diatas
70 tahun, karena dapat menyebabkan penurunan daya ingat.
d. Penghambat Monoamin oxidase (MAO Inhibitor)
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna
pada penyakit Parkinson karena neurotransmisi dopamine dapat ditingkatkan
18

dengan mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat


memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi levodopa dapat
ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala
dari penyakit Parkinson yaitu untuk mengaluskan pergerakan.
Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi
monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan
dopamine yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya
mengandung L-amphetamin and L-methamphetamin. Biasa dipakai sebagai
kombinasi dengan gabungan levodopa-carbidopa. Selain itu obat ini juga
berfungsi sebagai antidepresan ringan. Efek sampingnya adalah insomnia,
penurunan tekanan darah dan aritmia.
e. Amantadin
Berperan sebagai pengganti dopamine, tetapi bekerja di bagian lain otak.
Obat ini dulu ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui dapat
menghilangkan gejala penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala tremor,
bradikinesia, dan fatigue pada awal penyakit Parkinson dan dapat
menghilangkan fluktuasi motorik (fenomena on-off) dan diskinesia pada
penderita Parkinson lanjut. Dapat dipakai sendirian atau sebagai kombinasi
dengan levodopa atau agonis dopamine. Efek sampingnya dapat
mengakibatkan mengantuk.
f. Penghambat Catechol 0-Methyl Transferase/COMT
Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Obat ini masih relatif baru,
berfungsi menghambat degradasi dopamine oleh enzim COMT dan
memperbaiki transfer levodopa ke otak. Mulai dipakai sebagai kombinasi
levodopa saat efektivitas levodopa menurun. Diberikan bersama setiap dosis
levodopa. Obat ini memperbaiki fenomena on-off, memperbaiki kemampuan
aktivitas kehidupan sehari-hari.
Efek samping obat ini berupa gangguan fungsi hati, sehingga perlu diperiksa
tes fungsi hati secara serial. Obat ini juga menyebabkan perubahan warna
urin berwarna merah-oranye.
g. Neuroproteksi
19

Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang


diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen
neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids,
bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun
yang sering digunakan di klinik adalah monoamine oxidase inhibitors
(selegiline and rasagiline), dopamin agonis, dan complek I mitochondrial
fortifier coenzyme Q10.

Gambar 2.3: Alogaritma penatalaksanaan penyakit Parkinson

2. Terapi pembedahan9,10
20

Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses


patologis yang mendasari (neurorestorasi).
a. Terapi ablasi lesi di otak
Termasuk katergori ini adalah thalamotomy dan pallidotomy
Indikasi : 1) fluktuasi motorik berat yang terus menerus
2) diskinesia yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan medik
Dilakukan penghancuran di pusat lesi di otak dengan menggunakan
kauterisasi. Efek operasi ini bersifat permanen seumur hidup dan sangat
tidak aman untuk melakukan ablasi dikedua tempat tersebut.

a. Deep Brain Stimulation (DBS)


Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang
dihubungkan dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada
seperti alat pemacu jantung. Pada prosedur ini tidak ada penghancuran lesi
di otak, jadi relatif aman. Manfaatnya adalah memperbaiki waktu off dari
levodopa dan mengendalikan diskinesia.
b. Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit Parkinson dimulai 1982
oleh Lindvall dan kawannya, jaringan medula adrenalis (autologous
adrenal) yang menghasilkan dopamin. Jaringan transplan (graft) lain yang
pernah digunakan antara lain dari jaringan embrio ventral mesensefalon
yang menggunakan jaringan premordial steam atau progenitor cells, non
neural cells (biasanya fibroblast atau astrosytes), testis-derived sertoli cells
dan carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi penolakan
jaringan diberikan obat immunosupressant cyclosporin A yang menghambat
proliferasi T cells sehingga masa idup graft jadi lebih panjang. Transplantasi
yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit Parkinson selama 4
tahun kemudian efeknya menurun 4 6 tahun sesudah transplantasi. Teknik
operasi ini sering terbentur bermacam hambatan seperti ketiadaan donor,
kesulitan prosedur baik teknis maupun perijinan.
21

3. Non Farmakologik6
a. Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya,
misalnya pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh.
Menimbulkan rasa simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga
dukungan fisik dan psikik mereka menjadi maksimal.
b. Terapi rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta
mengatasi masalah-masalah sebagai berikut: Abnormalitas gerakan,
Kecenderungan postur tubuh yang salah, Gejala otonom, Gangguan
perawatan diri (Activity of Daily Living ADL), dan Perubahan psikologik.
Latihan yang diperlukan penderita Parkinson meliputi latihan fisioterapi,
okupasi, dan psikoterapi.
Latihan fisioterapi meliputi : latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan
ekstensi trunkus, latihan frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki
pada tanda-tanda di lantai, latihan isometrik untuk kuadrisep femoris dan
otot ekstensor panggul agar memudahkan menaiki tangga dan bangkit dari
kursi.
Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien, pengkajian
lingkungan tenpat tinggal atau pekerjaan. Dalam pelaksanaan latihan dipakai
bermacam strategi, yaitu :
1) Strategi kognitif : untuk menarik perhatian penuh/konsentrasi, bicara
jelas dan tidak cepat, mampu menggunakan tanda-tanda verbal
maupun visual dan hanya melakukan satu tugas kognitif maupun
motorik.
2) Strategi gerak : seperti bila akan belok saat berjalan gunakan tikungan
yang agak lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila ingin
memungut sesuatu dilantai.
3) Strategi keseimbangan : melakukan ADL dengan duduk atau berdiri
dengan kedua kaki terbuka lebar dan dengan lengan berpegangan
22

pada dinding. Hindari eskalator atau pintu berputar. Saat bejalan di


tempat ramai atau lantai tidak rata harus konsentrasi penuh jangan
bicara atau melihat sekitar.
Seorang psikolog diperlukan untuk mengkaji fungsi kognitif, kepribadian,
status mental pasien dan keluarganya. Hasilnya digunakan untuk melakukan
terapi rehabilitasi kognitif dan melakukan intervensi psikoterapi.

2.11 Prognosis
Dubia ad malam
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala Parkinson,
sedangkan perjalan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali
terkena Parkinson, maka penyakit ini akan menemani pasien sepanjang hidup.
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progres hingga terjadi total
disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan
dapat menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasen
berbeda-beda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala
berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping
pengobatan terkadang dapat sangat parah.
Penyakit Parkinson sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang
fatal, tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pasien
penyakit Parkinson pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak
menderita penyakit Parkinson. Pada tahap akhir, penyakit Parkinson dapat
menyebabkan komplikasi seperti tersedak, pneumoni, dan memburuk yang dapat
menyebabkan kematian.6
Progresifitas gejala pada penyakit Parkinson dapat berlangsung 20 tahun
atau lebih. Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada
cara yang tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing
23

individu. Dengan treatment yang tepat, kebanyakan pasien dapat hidup produktif
beberapa tahun setelah diagnosis.

2.12 Komplikasi
Komplikasi yang terkait dengan penyakit Parkinson biasanya
menyebabkan penurunan harapan hidup dari pada penyakit itu sendiri. Penyakit
Parkinson dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak, pneumonia, dan jatuh
yang menyebabkan luka parah atau kematian.7
24

BAB III
KESIMPULAN

Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis


progresif, merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia
basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia
nigra ke globus palidus/neostriatum (striatal dopamine deficiency). Ditandai
dengan tremor, rigiditas, akinesia, dan postural instability. Di Amerika Serikat,
ada sekitar 500.000 penderita Parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah
penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita.
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan
penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi
untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi
gejala yang timbul. Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala
Parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat
ini. Sekali terkena Parkinson, maka penyakit ini akan terus dialami sepanjang
hidupnya.
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi
total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general,
dan dapat menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap
pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi.
Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek
samping pengobatan terkadang dapat sangat parah.
25

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjahrir H, Nasution D, Gofir A. 2007. Parkinsons Disease & Other


Movement Disorders. Pustaka Cedekia dan Departemen Neurologi FK USU.
Medan. Hal 4-53.
2. Parkinson J. 2002. An essay on the shaking palsy. Journal of Neuropsychiatry
and Clinical Neurosciences. Page 223-236.
3. Blochberger, A. 2011. Parkinsons disease clinical features and diagnosis.
Neurosciences at Kings College Hospital NHS Foundation Trust. Page 361-
366.
4. Standaert, D. Helene, M. Thomas, C. Handbook: Parkinsons Disease.
American Parkinson Disease Association. Page 1-33.
5. Prasad, H. Yun Li. 2015. The Development of Treatment for Parkinson
Disease. Department of Clinical Medical College, Dali University, Dali,
China. Page 59-78.
6. Buku Ajar Patofisiologi. 2002. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal
202-204.
7. Sunaryati, T. 2013. Penyakit Parkinson. Fakultas Kedokteran Universitas
Wijaya Kusuma Surabaya.
8. Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
Jakarta. Hal 39-41.
9. Baehr MF, Michael. Duu, s. 2005. Topical Diagnosis in Neurology. 4th ed.
Tiheme. United States of America. Page 301-303.
10. Joesoef, A 2011. Patofisiologi dan Manajemen Penyakit Parkinson.
Departemen Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Unair/RSUD Dr. Sutomo
Surabaya. Hal 13-19.
11. Harsono. 2011. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Hal 233-243.
12. Ganong, William F., and Mcphee, Stephen J. 2011. Patofisiologi Penyakit
Edisi 5. Penyakit Parkinson. Jakarta. EGC. Hal 188-189.
13. Jankovic. J, Tolosa. E. 2002. Parkinsons Disease And Movements Disorders
4th. Philadelpia: Lippincott &Wilkins. Page 91-99.
14. Reichmann H. 2010. Clinical criteria for Diagnosis Parkinson Disease.
German: Neurodegenerative Dis. Page 1-5.
15. Zigmond MJ. Pathofisiology of Parkinson. Available at:
https://www.google.co.id/search?
q=pathophysiology+of+Parkinson+disease+pdf&oq=pathophysiology+of+par
&aqs=chrome.1.69i57j0l5.12085j0j7&sourceid=chrome&es_sm=93&ie=UT
F-8 (diakses pada 17 Juli 2017 pukul 18.00 WIB).
16. Parkinson disease symptom. Available at:
http://www.webmd.com/Parkinsonsdisease/tc/Parkinsons-disease-symptoms.
(diakses pada 17 Juli 2017 pukul 18.30 WIB).

Anda mungkin juga menyukai