Oleh:
dr. I Kadek Krisna Aditya, S.Ked
dr. Mahadian Ismail Nasution
Pembimbing:
dr. I Gusti Gede Widia
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nyalah, kami bisa menyelesaikan tugas dalam bentuk mini project yang berjudul
PENDEKATAN PRINSIP KEDOKTERAN KELUARGA PADA PENDERITA
EPILEPSI.
Mini project ini kami buat sebagai syarat kelulusan dalam rangka Mengikuti Program
Internsip Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Badan PPSDM Kesehatan 2016-2017,
dimana dalam penyusunan mini project ini tentunya tidak terlepas dari bantuan serta
bimbingan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah berjasa membantu kami yaitu:
1. dr. Kompyang Gautama, Sp. A sebagai Ketua Internsip Dokter Indonesia (KIDI)
Provinsi Bali.
2. Ni Komang Ayu Trisnahari, SKM, M.Kes sebagai Kepala Puskesmas Rendang.
3. dr. I Gusti Gede Widia sebagai pembimbing kami selama menyelesaikan mini project
ini.
4. Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian mini project ini.
Kami menyadari bahwa mini project yang kami buat ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena keterbatasan pengetahuan kami. Maka dari itu, kritik dan saran dari pembaca sangat
diharapkan guna menyempurnakan ke depannya. Akhir kata, semoga mini project ini dapat
bermanfaat dan menambah pengetahuan untuk kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
kekurangan yang berarti dalam pengetahuan umum tentang epilepsi. Sebanyak
29,2% responden menganggap epilepsi adalah penyakit menular dan 40%
beranggapan bahwa anak dengan epilepsi tidak seharusnya berada di kelas biasa
(Mustapha, Odu, dan Akande, 2012).
Di Indonesia, yang merupakan negara berkembang, terdapat paling sedikit
700.000-1.400.000 kasus epilepsi dengan pertambahan sebesar 70.000 kasus baru
setiap tahun dan diperkirakan 40%-50% terjadi pada anak-anak (Suwarba, 2011).
Penelitian tentang insidensi epilepsi di RSUP Fatmawati Jakarta tahun 2004-2008
menunjukkan kasus terbesar sebanyak 30,02% terjadi pada usia 5-14 tahun atau
usia sekolah (Putri, 2009).
Terwujudnya keadaan sehat merupakan kehendak semua pihak tidak
hanyaoleh orang perorang atau keluarga, tetapi juga oleh kelompok dan bahkan
olehseluruh anggota masyarakat.Untuk mewujudkan keadaan sehat tersebut
banyak upaya yang harus dilaksanakan
Secara umum pelayanan kesehatan dibagi 2 yaitu pelayanan kesehatan
personal atau pelayanan kedokteran dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Pelayanan kedokteran keluarga adalah termasuk dalam pelayanan kedokteran
dimana pelayanan dokter keluarga ini memiliki karakteristik tertentu dengan
sasaran utamanya adalah keluarga.
Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh
yang memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana
tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan
umur atau jenis kelamin pasien juga tidak boleh organ tubuh atau jenis penyakit
tertentu.
Dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak
hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian
dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif tetapi bila perlu aktif
mengunjungi penderita atau keluarganya (IDI 1982).
2
1.2 Deskripsi Masalah
Masalah yang kami sorot kali ini yaitu masih tingginya angka Epilepsi di
Puskesmas Rendang. Selain itu timbulnya kejang yang berulang pada pasien
Epilepsi juga sering. Pasien-pasien epilepsi juga belum memahami tentang
penyakit tersebut. Selain itu, oleh karena beberapa hal, pasien-pasien epilepsi
tidak rutin untuk kontrol atau memeriksakan kesehatannya ke puskesmas. Untuk
itu di puskesmas yang merupakan tingkat pelayanan kesehetan primer, prinsip
kedokteran keluarga perlu diterapkan.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memberikan pengetahuan tentang penyakit Epilepsi kepada penderita
dan kepada keluarga penderita di dusun Baler Pasar, desa Menanga.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Memberikan pengetahuan kepada penderita dan keluarga terhadap
penyakit Epilepsi sehingga dapat mengurangi angka kekambuhan
Epilepsi dengan meningkatnya pengetahuan melalui program
penyuluhan.
2. Memberikan pengetahuan apa yang harus dilakukan keluarga penderita
epilepsi jika penderita epilepsi mengalami kejang
3.
1.4 Manfaat
1. Bagi Puskesmas Rendang:
Hasil mini project ini dapat digunakan sebagai bahan informasi yang
dapat membantu tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan yang
optimal di Puskesmas Rendang.
2. Bagi pendidikan :
Dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi program mini project
selanjutnya.
3
3. Bagi masyarakat :
Mendapatkan wawasan pengetahuan, sikap, dan perilaku yang lebih baik
tentang hipertensi sehingga dapat mengurangi angka hipertensi di Dusun
Baler Pasar Desa Menanga.
4. Bagi penulis :
Sebagai pengalaman yang sangat berharga dan dapat menambah
wawasan penulis mengenai pendekatan prinsip kedokteran keluarga
kepada penderita epilepsi Dusun Baler Pasar Desa Menanga.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Epilepsi
2.1.1. Definisi
5
menimbulkan gejala seperti berkurangnya perhatian dan kehilangan ingatan
jangka pendek, halusinasi sensoris, atau kejangnya seluruh tubuh (Miller, 2009).
Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinis epilepsi yang
terjadi bersama-sama meliputi berbagai etiologi, umur, onset, jenis serangan,
faktor pencetus dan kronisitas (Engel Jr, 2006).
2.1.2. Epidemiologi
6
Berapa banyak pasien epilepsi di Indonesia, sampai sekarang belum
diketahui. Meskipun di Indonesia belum ada data pasti tentang prevalensi maupun
insidensi, tapi sebagai suatu negara berkembang yang penduduknya berkisar 220
juta, maka diperkirakan jumlah orang dengan epilepsi yang masih mengalami
bangkitan dan membutuhkan pengobatan berkisar 1,8 juta orang (Hawari, 2011).
2.1.3. Etiologi
Penyebab epilepsi pada berbagai kelompok usia:
1. Neonatal
Kelainan kongenital, kelainan saat persalinan, anoksia, kelainan metabolik
(hipokalsemia, hipoglisemia, defisiensi vitamin B6, defisiensi biotinidase,
fenilketonuria).
2. Bayi (1-6 bulan)
Kelainan kongenital, kelainan saat persalinan, anoksia, kelainan metabolik,
spasme infantil, Sindroma West.
3. Anak (6 bulan 3 tahun)
Spasme infantil, kejang demam, kelainan saat persalinan dan anoksia, infeksi,
trauma, kelainan metabolik, disgenesis kortikal, keracunan obat-obatan.
4. Anak (3-10 tahun)
Anoksia perinatal, trauma saat persalinan atau setelahnya, infeksi, thrombosis
arteri atau vena serebral, kelainan metabolik, Sindroma Lennox Gastaut, Rolandic
epilepsi.
5. Remaja (10-18 tahun)
Epilepsi idiopatik, termasuk yang diturunkan secara genetik, epilepsi mioklonik
juvenile, trauma, obat-obatan.
6. Dewasa muda (18-25 tahun)
Epilepsi idiopatik, trauma, neoplasma, keracunan alkohol atau obat sedasi lainnya.
7. Dewasa (35-60 tahun)
Trauma, neoplasma, keracunan alkohol atau obat lainnya.
8. Usia lanjut (>60 tahun)
Penyakit vascular (biasanya pasca infark), tumor, abses, penyakit degeneratif,
trauma. Meningitis atau ensefalitis dan komplikasinya mungkin adalah penyebab
7
kejang di semua kelompok usia. Hal ini dikarenakan adanya gangguan metabolik
yang berat. Pada negara tropis dan subtropis, infeksi parasit pada sistem saraf
pusat adalah penyebab umum kejang.
Gambar 2.1. Distribusi penyebab utama kejang di berbagai usia (diadaptasi dari
berbagai sumber termasuk Hauser dan Annegers serta Engel dan Pedley)
Sumber: (Ropper dan Brown, 2005)
2.1.4. Klasifikasi
Klasifikasi bangkitan epilepsi menurut International League Against
Epilepsi (1981):
A. Bangkitan parsial
a. Bangkitan parsial sederhana
1. Motorik
2. Sensorik
3. Otonom
4. Psikis
b. Bangkitan parsial kompleks
1. Bangkitan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran
2. Bangkitan parsial disertai gangguan kesadaran saat awal bangkitan
c. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder 1. Parsial sederhana menjadi
umum tonik-klonik
2. Parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik
3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian menjadi umum tonik-
klonik
B. Bangkitan umum
8
a. Absans (lena)
b. Mioklonik
c. Klonik
d. Tonik
e. Tonik-klonik
f. Atonik
C. Tak tergolongkan
Klasifikasi sindroma epilepsi menurut ILAE 1989 (Rudzinski dan Shih, 2011):
A. Berkaitan dengan letak fokus
a. Idiopatik (primer)
1. Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal (Rolandik
benigna)
2. Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital
3. Primary reading epilepsy
b. Simtomatik (sekunder)
1. Epilepsi kronik progresif parsialis kontinua pada anak (Sindrom Kojewnikow)
2. Epilepsi lobus temporalis
3. Epilepsi lobus frontalis
4. Epilepsi lobus parietalis
5. Epilepsi lobus oksipitalis
c. Kriptogenik
B. Umum
a. Idiopatik (primer)
1. Kejang neonatus familial benigna
2. Kejang neonatus benigna
3. Epilepsi mioklonik benigna pada bayi
4. Epilepsi absans pada anak
5. Epilepsi absans pada remaja
6. Epilepsi mioklonik pada remaja
9
7. Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga
8. Epilepsi tonik klonik dengan serangan acak
b. Kriptogenik atau simtomatik
1. Sindroma West (spasme infantil dan hipsaritmia)
2. Sindroma Lennox Gastaut
3. Epilepsi dengan kejang mioklonik astatik
4. Epilepsi dengan absans mioklonik
c. Simtomatik
1. Etiologi non spesifik
- Ensefalopati mioklonik neonatal
- Sindrom Ohtahara
2. Etiologi atau sindroma spesifik
- Malformasi serebral
- Gangguan metabolisme
10
2.1.5. Patofisiologi
Telah diketahui bahwa neuron memiliki potensial membran, hal ini terjadi
karena adanya perbedaan muatan ion-ion yang terdapat di dalam dan di luar
neuron. Perbedaan jumlah muatan ion-ion ini menimbulkan polarisasi pada
membran dengan bagian intraneuron yang lebih negatif. Neuron bersinaps dengan
neuron lain melalui akson dan dendrit. Suatu masukan melalui sinapsis yang
bersifat eksitasi akan menyebabkan terjadinya depolarisasi membran yang
berlangsung singkat, kemudian inhibisi akan menyebabkan hiperpolarisasi
membran. Bila eksitasi cukup besar dan inhibisi kecil, akson mulai terangsang,
suatu potensial aksi akan dikirim sepanjang akson, untuk merangsang atau
menghambat neuron lain.
Patofisiologi utama terjadinya epilepsi meliputi mekanisme yang terlibat
dalam munculnya kejang (iktogenesis), dan juga mekanisme yang terlibat dalam
perubahan otak yang normal menjadi otak yang mudah-kejang (epileptogenesis).
1. Mekanisme iktogenesis
11
- Perubahan pada jaringan neuron dapat memudahkan sifat eksitasi di sepanjang
sel granul akson pada girus dentata; kehilangan neuron inhibisi; atau kehilangan
neuron eksitasi yang diperlukan untuk aktivasi neuron inhibisi.
2. Mekanisme epileptogenesis
- Mekanisme nonsinaptik
Perubahan konsentrasi ion terlihat selama hipereksitasi, peningkatan kadar
K2+ ekstrasel atau penurunan kadar Ca2+ ekstrasel. Kegagalan pompa Na+-K+
akibat hipoksia atau iskemia diketahui menyebabkan epileptogenesis, dan
keikutsertaan angkutan Cl--K+, yang mengatur kadar Cl- intrasel dan aliran Cl-
inhibisi yang diaktivasi oleh GABA, dapat menimbulkan peningkatan eksitasi.
Sifat eksitasi dari ujung sinaps bergantung pada lamanya depolarisasi dan jumlah
neurotransmitter yang dilepaskan. Keselarasan rentetan ujung runcing abnormal
pada cabang akson di sel penggantian talamokortikal memainkan peran penting
pada epileptogenesis.
- Mekanisme sinaptik
Patofisiologi sinaptik utama dari epilepsi melibatkan penurunan inhibisi
GABAergik dan peningkatan eksitasi glutamatergik.
o GABA
Kadar GABA yang menunjukkan penurunan pada CSS (cairan serebrospinal)
pasien dengan jenis epilepsi tertentu, dan pada potongan jaringan epileptik dari
pasien dengan epilepsi yang resisten terhadap obat, memperkirakan bahwa pasien
ini mengalami penurunan inhibisi.
o Glutamat
Rekaman hipokampus dari otak manusia yang sadar menunjukkan peningkatan
kadar glutamat ekstrasel yang terus-menerus selama dan mendahului kejang.
Kadar GABA tetap rendah pada hipokampus yang epileptogenetik, tapi selama
kejang, konsentrasi GABA meningkat, meskipun pada kebanyakan hipokampus
yang non-epileptogenetik. Hal ini mengarah pada peningkatan toksik di glutamat
ekstrasel akibat penurunan inhibisi di daerah yang epileptogenetik (Eisai, 2012).
12
2.1.6. Gejala Klinis
13
2.2 Kedokteran Keluarga
2.2.1 Definisi Dokter Keluarga dan Pelayanan Dokter Keluarga
Dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak
hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian
dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif tetapi bila perlu aktif
mengunjungi penderita atau keluarganya.
Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh
yang memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana
tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan
umur atau jenis kelamin pasien juga tidak boleh organ tubuh atau jenis penyakit
tertentu. (Azwar, 1995).
2.2.2 Karakteristik Dokter Keluarga
Karakteristik Dokter Keluarga antara lain:
a. yang melayani penderita tidak hanya sebagai orang perorang melainkan sebagai
anggota satu keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat sekitarnya.
b. Yang memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan memberikan
perhatian kepada penderita secara lengkap dan sempurna, jauh melebihi jumlah
keseluruhan keluhan yang disampaikan.
c. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat
kesehatan seoptimal mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan mengenal serta
mengobati penyakit sedini mungkin.
d. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan
berusaha memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya.
e. Yang menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat pertama
dan bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan. (Arlinda, 2003)
14
b. Akan dapat diselenggarakan pelayanan pencegahan penyakit dan dijamin
kesinambungan pelayanan kesehatan.
c. Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan lebih baik dan
terarah, terutama ditengah-tengah kompleksitas pelayanan kesehatan saat ini.
d. Akan dapat diselenggarakan pelayanan kesehatan yang terpadu sehingga
penanganan suatu masalah kesehatan tidak menimbulkan pelbagai masalah
lainnya.
e. Jika seluruh anggota keluarga ikut serta dalam pelayanani maka segala
keterangan tentang keluarga tersebut, baik keterangan kesehatan ataupun
keterangan keadaan sosial dapat dimanfaatkan dalam menangani masalah
kesehatan yang sedang dihadapi.
f. Akan dapat diperhitungkan pelbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya
penyakit, termasuk faktor sosial dan psikologis.
g. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit dengan tatacara yang
lebih sederhana dan tidak begitu mahal dan karena itu akan meringankan biaya
kesehatan.
h. Akan dapat dicegah pemakaian pelbagai peralatan kedokteran canggih yang
memberatkan biaya kesehatan. (Azwar, 1995)
15
kedokteran tingkat pertama (primary medical care), pelayanan kedokteran tingkat
kedua (secondary medical care), serta pelayanan kedokteran tingkat ketiga
(tertiary medical care). Pelayanan kedokteran menyeluruh adalah pelayanan
kedokteran yang mencakup ketiga tingkat pelayanan kedokteran diatas.
Ditinjau dari peranannya dalam mencegah penyakit
Jika ditinjau dari peranannya dalam mencegah penyakit, pelayanan kedokteran
dibedakan atas lima macam. Kelima macam pelayanan kedokteran tersebut adalah
peningkatan derajat kesehatan (health promotion), pencegahan khusus (specific
protection), diagnosis dini dan pengobatan tepat (early diagnosis and promt
treatment), pembatasan cacat (disability limitation), serta pemulihan kesehatan
(rehabilitation), pelayanan Kedokteran menyeluruh adalah pelayanan kedokteran
yang mencakup kelima macam pelayanan kedokteran diatas.
16
C. Pusat perhatian pada waktu menyelenggarakan pelayanan kedokteran tidak
memusatkan perhatiannya hanya pada keluhan dan masalah kesehatan yang
disampaikan penderita saja, melainkan pada penderita sebagai manusia seutuhnya.
D. Pendekatan pada penyelenggaraan pelayanan tidak didekati hanya dari
satu sisi saja, melainkan dari semua sisi yang terkait (comprehensive approach)
yaitu sisi fisik, mental dan sosial (secara holistik).
2. Sasaran Pelayanan
Sasaran pelayanan dokter keluarga adalah kelurga sebagai suatu unit.
Pelayanan dokter keluarga harus memperhatikan kebutuhan dan tuntutan
kesehatan keluarga sebagai satu kesatuan, harus memperhatikan pengaruh
masalah kesehatan yang dihadapi terhadap keluarga dan harus memperhatikan
pengaruh keluarga terhadap masalah kesehatan yang dihadapi oleh setiap anggota
keluarga. (Arlinda, 2003)
17
BAB III
METODE
18
3.6 Evaluasi
Evaluasi kegiatan dengan menanyakan kembali tentang materi yang telah
disampaikan kepada penderita dan keluarga penderita serta menjawab pertanyaan
yang disampaikan oleh penderita dan keluarga penderita Epilepsi.
19