Orang yang berpuasa tidak harus sekedar menahan dirinya dari lapar dan dahaga,
namun ia juga harus menjaga seluruh tubuhnya dari perbuatan dosa. Diantara anggota tubuh
yang harus dijaga dan diajak berpuasa adalah lisan dan mulut kita. Mulut adalah jalan
kebaikan dan juga jalan keburukan. Apabila orang mampu menjaga mulutnya dari menyakiti
orang lain dan digunakan untuk kebaikan, maka mulut akan mengantarkan kepada
keselamatan di dunia maupun di akhirat. Namun sebaliknya, apabila mulut diumbar untuk
menyakiti orang dan berbuat berbagai kemungkaran, maka mulut akan menjerumuskan pada
kehancuran serta kehinaan dunia dan akhirat. Suatu ketika, Rasulullah memberikan wasiat
kepada Muadz untuk menjaga mulutnya. Muadz kemudian bertanya, Wahai Rasulullah,
apakah kami akan disiksa karena ucapan kami? Rasulullah menjawab, Celaka ibumu, hai
Muadz, manusia tidaklah ditelungkupkandi atas wajah mereka ke dalam api neraka kecuali
karena hasil panenan lidah mereka. (HR. Ahmad). Dalam riwayat lain, Rasulullah
bersabda, Barang siapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) apa yang ada
diantara dua janggutnya dan dua kakinya, maka kuberikan kepadanya jaminan masuk
surge. (HR. al-Bukhari). Yang dimaksud dengan apa yang ada diantara dua janggutnya
adalah mulut, sedangkan apa yang ada di antara kedua kakinya adalah kemaluan.
pekertinya. Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa, ada seorang laki-laki yang bertanya
kepada Rasulullah, Siapakah orang muslim yang paling baik? Beliau menjawab,
Seseorang yang orang-orang muslim yang lain selamat dari gangguan lisan dan
tanggannya. Oleh karena itu, kesadaran para salafus saleh tentang pentingnya puasa mulut
ini, menjadikan mereka sangat hati-hati dalam berbicara mereka tahu betul konsekuensi dari
apa yang diucapkan. Mereka berfikir sebelum mengucapkan perkataan. Kalaupun harus
berkata, maka secukupnya saja. Suatu ketika, abubakar pernah memegang lidahnya sembari
menangis dan berkata, Ini yang telah mendatangkan banyak hal padaku. Ibnu Masud
berkata, Demi Allah, tidak ada di dunia yang lebih berhak dijaga lebih lama daripada lidah.
Di bulan puasa ini, kita di didik untuk mampu menjaga lisan kita. Jangan sampai
lisan kita mengucapkan sesuatu yang bertentangan dengan tujuan puasa. Orang yang
berpuasa harus mampu menjaga lisan dari berdusta, menggunjing, mengadu domba
mengolok-olok, melakna, mencela, bersaksi palsu, merendahkan orang lain, berksts mengsds-
ada, dan lain-lain. Karena semua itu bisa menyia-nyiakan ibadah puasa. Sebagaimana
Rasulullah bersabda. barang siapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta,
maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minim. (HR. al-Bukhari).
Termasuk dalam menjaga meulut adalah meninggalkan segala perbuatan yang bisa
keluar dari mulut. Misalnya cepat marah dan emosi hanya karena sebab sepele. Dalam
kondisi semacam itu, seseorang harus segara sadar bahwa ia sedang puasa. Jika anda diuji
dengan seseorang yang jahil atau pengumpat, jangan membalas dia dengan perbuatan serupa.
Nasehati dan tolaklah ia dengan cara yang lebih baik. Nabi bersabda, Puasa dalah perisai.
Bila suatu hari seseorang dari kalian berpuasa hendaknya ia tidak berkata buruk dan
Imam Abu Hayim Ibnu Hibban al-Busti berkata, Orang yang berakal selayaknya
lebih banyak diam daripada berbicara. Karena betapa banyak orang yang menyesal lantaran
bicara, dan sedikit yang menyesal karena diam. Orang yang paling celaka dan paling besar
mendapat bagian musibah adalah orang yang lisannya senantiasa berbiacara, sedangkan
harimaumu. Semoga kita semua mampu menahan mulut kita dari segala ucapan diluar
Ramadhan. Amiin.
Telinga adalah salah satu alat informasi dan pengetahuan bagi seseorang. Telinga
adalah jendela ilmu dan ilmu baik bagi telinga yang sadar akan diiringi dengan zikir.
telinga yang begitu tinggi di antara anggota tubuh dalam menerima sebuah informasi,
menjadikan dirinya disebut pertama kali dalam Al-Quran. Allah berkalam, Sesungguhnya
(al-Isra : 36). Di samping itu, dalam ayat ini secara tegas Allah akan meminta
pertanggungjawaban telinga tentang apa yang didengar. Karena itu, tidak semua informasi
pantas dan layak untuk didengar oleh seorang mukmin yang bertakwa. Apabila dalam kondisi
ia sedang berpuasa. Seorang yang berpuasa dididik untuk mampu menahan telinganya dari
mendengarkan berbagai hal yang tidak diperbolehkan oleh syarak. Kerena tidak semua suara
pantas untuk didengar. Jabir bin Abdillah berkata, Jika kamu berpuasa, hendaknya berpuasa
pula pendengaranmu, penglihatanmu, dan lisanmu dari dusta dan dosa-dosa, tinggalkan
menyakiti tentangga.
Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia,
Baik di bulan puasa atau diluar bulan puasa, kita dituntut mampu memaksimalkan
anggota tubuh untuk beribadah kepada Allah. Pendengaran kita, diisi dengan mendengarkan
Al-Quran, taushiyah, nasehat, dan perkataan yang baik. Karena ternyata, kebanyakan orang
menyia-nyiakan pendengarannya dalam hal-hal yang tidak benar. Mereka layaknya hewan,
karena tidak mempu memfungsikan pendengarannya dengan baik. Allah berkalam, Atau
apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka
itu tidak lain hanyalah binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang
ternak itu). (al-Furqan : 44). Diantara mereka ada yang memenuhi telinganya dengan
nyanyian yang diharamkan, atau informasi penuh dosa. Ia menutupi telinganya dari
Berdeda dengan perilaku para salafus saleh, di mana mereka sangat rindu untuk
mendengarkan kalam ilahi, sunnah Rasulullah dan nasihat para ulama. Tidak sedikit mereka
yang menangis karena terbawa dengan apa yang dengar. Karenanya Allah memuji orang-
orang yang mampu menggunakan telinganya untuk mendengarkan kebaikan. Allah berkalam,
Dan, apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad),
kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al-Quran) yang
Dengan demikian, puasa telinga adalah dengan mencegahnya dari mendengar suara-
suara atau perkataan yang tidak baik, seperti mendengarkan gosip, gunjingan, umpatan, dan
suara atau perkataan buruk lainnya. Karena setiap sesuatu yang dilarang untuk diucapkan,
juga dilarang untuk didengarkan. Ini sungguh tidak mudah, karena manusia adalah makhluk
informatifyang senang kepada segala informasi. Kalau tidak sadar dan berhati-hati, kita akan
lebih senang mendengarkan informasi yang berbau fitnah, gunjingan, ghibah, dan sejenisnya.
Di samping itu, alat informasi terus berkembang, dan pasti setan memasang perangkatnya
lawat sarana-sarana semacam itu. Padahal mendengar perkataan batil kedudukannya sama
dengan orang memakan harta sevcara batil. Keduanya sama keharamannya. Dalam Al-
Quran, Allah barkalam, Meraka gemar mendengar kebohongan dan memakan yang tidak
Oleh karena itu, untuk menjaga telinga dari suara yang tidak dibenarkan oleh syarak
adalah dengan menghindarkan diri dari tempat yang penuh kemungkaran, dan selaktif ketika
membuka chanel atau memilih acara TV, atau radio. Karena salah satu karakter orang
mukmin, sebagaimana yang Allah jelaskan adalah, Dan apabila mereka mendengar
perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata :
Bagi kami amal-amal kami dan bagimua amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak
ingin bergaul dengan orang-orang jahil. (al-Qhashash :55). Apabila kita tidak mau
berpaling, maka hukum kita sama dengan mereka, yakni dianggap melakukan kemaksiatan
tersebut. Allah berkalam dalam wahyu-Nya, Jika engkau (tetap duduk bersama mereka),
Mata adalah salah satu kenikmatan Allah yang sangat agung. Dengan mata, kita
dapat melakukan berbagai aktivitas. Mata juga bisa memasukan kita ke surga atau
menjerumuskan ke neraka. Semua tergantung bentuk aktivitas yang dilakukan oleh mata.
Salah satu hal yang harus dihindari oleh mata adalah menghindari pandangan yang tidal halal
baginya. Apalagi kita sedang berpuasa, maka puasa mata menjadi sebuah ajang pelatihan
yang berat untuk mendidik jiwa yang bertakwa. Karena tujuan puasa adalah untuk mencapai
tingkat mutaqin.
Jamaah yang berbahagia,
Puasa mata sungguh lebih sulit di era modern ini, karena manusia diciptakan umtuk
tertarik kapada lawan jenis,. Di era modern ini, mayoritas wanita sudah kehilangan rasa
malunya. Mereka keluar rumah dengan mengenakan pakaian yangmembuka aurat. Mereka
ada di mana-mana; di TV, di internet, koran, majlah, di kendaraan umum, sekolah, kampus,
papan iklan, terlebih lagi dijalanan atau pusat perbelanjaan (mal). Seolah-olah di dunia ini
tidak tersisa lagi tempat yang tidak ada wanita yang mengumbar aurat, memamerkan
kemolekan dan kecantikan tubuhnya. Bahkan di tempat pengajian dan mesjid sekalipun, ada
saja wanita yang tidak sungkan mempertontonkan bentuk tubuhnya dengan jilbab modis,
pakaian yang memperlihatkan lekuk tubuh, dan parfumnya yang mencolok. Tentu kondisi
semacam ini menjadi tantangan yang berat bagi seorang muslim yang ingin mempertahankan
kesempurnaan puasanya.
Oleh karena itu, selaindituntut untuk menjaga aurat atau cara berpakaian yang syari,
laki-laki atau wanita dituntut juga untuk bisa menahan pandangannya dari hal-hal yang
diharamkan oleh Allah. Sebagaimana Allah jelaskan dalam surat an-Nur ayat 30-31 :
pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi
mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah
memelihara kemaluannya.
Menahan pandangan bukan berarti menutup atau memejamkan mata hingga tidak
melihat sama sekali atau menundukkan pandangan ke tanah saja, kerena bukan ini yang
dimaksudkan, selain tentunya tidak akan mampu dilaksanakan. Tetapi yang dimaksud adalah
menjaga dan tidak lepas kendalinya hingga menjadi liar, mengamati, dan menikmati
keelokan wanita yang cantik karena Allah, maka Allah akan memasukan ke dalam hatinya
Pandangan mata itu perlu dijaga, karena banyak sekali akibat negatif yang
ditimbulkannya. Seorang penyair Arab bertutur, Semua bencana itu bersumber dari
pandangan, sebagaimana api yang besar itu bersumber dari percikan bunga api. Betapa
banyak pandangan yang menancap ke dalam hati seseorang, seperti panah yang terlepas dari
busurnya. Berasal dari matalah semua marabahaya. Tapi, jangan ucapkan selamat datang
kepada kesenangan sesaat yang kembali dengan membawa bencana. Adapun menurut Ibnul
Qayyim, pandangan mata yang haram akan melahirkan lintasan pikiran, sedang lintasan
pikiran melahirkan ide, lalu ide memunculkan nafsu. Nafsu akan melahirkan kehendak,
kemudian kehendak itu menguatkan sehingga menjadi tekad yang kuat dan biasanya
diwujudkan dalam amal perbuatan jina. Salah seorang penyair berkata, bermula dari
bertemu. Di samping itu, menurut Hudzaifah, pandangan maksiat dapat merusak amal.
Beliau berkata, Barang siapa membayangkan bentuk tubuh perempuan di balik bajunya,
Oleh karena itu, tidak ada cara lain untuk menjaga mata kecuali dengan selalu